Makalah BPH Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah KMB I
Makalah BPH Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah KMB I
Dosen pembimbing :
Ns. Ashar Prima, M.Kep
1
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan kepada
penyusun, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu. Tanpa pertolongan-Nya, tentunya penyusun tidak akan sanggup untuk
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah
curahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan
syafa’atnya diakhirat nanti.
Penyusun mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal fikir, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah yang berjudul “BPH”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah KMB 1.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam
penyusuan makalah ini.
Penyusun tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Penyusun
sangat berharapa makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik dan saran dari
pembaca demi perbaikan dimasa yang akan datang, mengingat tidak adanya
sempurna tanpa saran dan membangun.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Benign Prostatic Hyperplasia
2. Untuk mengetahui patofisiologi Benign Prostatic Hyperplasia
3. Untuk mengetahui manifestasi Benign Prostatic Hyperplasia
4. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Benign Prostatic Hyperplasia
5. Untuk mengetahui komplikasi Benign Prostatic Hyperplasia
6. Untuk mengetahui farmakologi Benign Prostatic Hyperplasia
7. Untuk mengetahui asuhan keperawatan Benign Prostatic Hyperplasia
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hiperplasia prostat benigna (benign protastic hyperplasia, BPH) adalah
pembesaran, atau hipertrofi, kelenjar prostat. Kelenjar prostat membesar,
meluas ke atas menuju kandung kemih dan menghambat aliran keluar urine.
Berkemih yang tidak lampias dan retensi urine yang memicu statis urine
dapat menyebabkan hidronefrosis, hidroureter, dan infeksi saluran kemih
(urinary tract disease, UTI). Penyebab gangguan ini tidak dipahami dengan
baik, tetapi bukti menunjukkan adanya pengaruh hormonal, BPH sering
terjadi pada pria berusia lebih dari 40 tahun.
2.2 Patofisiologi
Hiperplasi prostat adalah pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa
majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral
sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar
normal yang tersisa. Jaringan hiperplastik terutama terdiri dari kelenjar
dengan stroma fibrosa dan otot polos yang jumlahnya berbeda-beda. Proses
pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada
saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah
terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat
meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul
sakulasi atau divertikel. Fase penebalan destrusor disebut fase kompensasi,
keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi/terjadi dekompensasi
sehingga terjadi retensi urin. Pasien tidak bisa mengosongkan vesika urinaria
dengan sempurna, maka akan terjadi statis urin. Urin yang statis akan menjadi
alkalin dan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri ( Baradero, dkk
2007).
5
Obstruksi urin yang berkembang secara perlahan-lahan dapat
mengakibatkan aliran urin tidak deras dan sesudah berkemih masih ada urin
yang menetes, kencing terputus-putus (intermiten), dengan adanya obstruksi
maka pasien mengalami kesulitan untuk memulai berkemih (hesitansi).
Gejala iritasi juga menyertai obstruksi urin. Vesika urinarianya mengalami
iritasi dari urin yang tertahan tertahan didalamnya sehingga pasien merasa
bahwa vesika urinarianya tidak menjadi kosong setelah berkemih yang
mengakibatkan interval disetiap berkemih lebih pendek (nokturia dan
frekuensi), dengan adanya gejala iritasi pasien mengalami perasaan ingin
berkemih yang mendesak/ urgensi dan nyeri saat berkemih /disuria (
Purnomo, 2011). Tekanan vesika yang lebih tinggi daripada tekanan sfingter
dan obstruksi, akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik
menyebabkan refluk vesiko ureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal.
Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Pada waktu miksi
penderita harus mengejan sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau
hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urin, dapat menyebabkan terbentuknya
batu endapan didalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan
iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat juga menyebabkan
sistitis dan bila terjadi refluk akan mengakibatkan pielonefritis (Sjamsuhidajat
dan De jong, 2005).
6
5. Keletihan anoreksia, mual dan muntah, serta ketidaknyamanan pada
panggul juga dilaporkan terjadi, dan pada akhirnya terjadi azotemia dan
gagal ginjal akibat resensi urine kronis dan volume residu yang besar.
7
metastasis dari keganasan prostat, serta osteoporosis akbibat
kegagalan ginjal.
b. Pemeriksaan Pielografi intravena ( IVP ), untuk mengetahui
kemungkinan adanya kelainan pada ginjal maupun ureter yang berupa
hidroureter atau hidronefrosis. Dan memperkirakan besarnya kelenjar
prostat yang ditunjukkan dengan adanya indentasi prostat (pendesakan
buli-buli oleh kelenjar prostat) atau ureter dibagian distal yang
berbentuk seperti mata kail (hooked fish)/gambaran ureter berbelok-
belok di vesika, penyulit yang terjadi pada buli-buli yaitu adanya
trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli-buli.
c. Pemeriksaan USG transektal, untuk mengetahui besar kelenjar prostat,
memeriksa masa ginjal, menentukan jumlah residual urine,
menentukan volum buli-buli, mengukur sisa urin dan batu ginjal,
divertikulum atau tumor buli-buli, dan mencari kelainan yang
mungkin ada dalam buli-buli.
2.5 Komplikasi
Komplikasi BPH adalah :
1. Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi
2. Infeksi saluran kemih
3. Involusi kontraksi kandung kemih
4. Refluk kandung kemih
5. Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin terus
berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung
urin yang akan mengakibatkan tekanan intravesika meningkat.
6. Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi
7. Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat terbentuk
batu endapan dalam buli-buli, batu ini akan menambah keluhan iritasi.
Batu tersebut dapat pula menibulkan sistitis, dan bila terjadi refluks dapat
mengakibatkan pielonefritis.
8
8. Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan pada
waktu miksi pasien harus mengedan.
2.6 Farmakologi
1. Penyekat alfa-adrenergik (mis, alfuzosin, terazosin), yang merelaksasi otot
polos leher kandung kemih dan prostat, dan penyekat 5-alfa-reduktase.
2. Manipulasi hormonal dengan agens antiandrogen (finastterida[proscar])
mengurangi ukuran prostat dan mencegah pengubahan testosterone
menjadi dihidrotes protesteron (DHT).
3. Penggunaan agens fitoterpeutik dan suplemen diet lain (serenoa repens
[saw palmetto berry] dan pygeum africanum [plum afrika]) tidak
direkomendasikan, meskipun biasa digunakan.
9
- TTV
- TB dan BB
b. Pemeriksaan fisik secara head to toe
5. Data psikologis
a. pendidikan
b. hubungan siosial
c. gaya hidup
d. peran dalam keluarga
6. Data penunjang
7. Pengobatan
8. Diagnostic
1). Urinalis untuk mendeteksi hematuria dan UTI
2). Kadar antigen spesifik prostat (prostate-specifi: antigen, PSA)
diperiksa jika pasien memiliki minimal 10 tahun harapan hidup dan
untuk mereka yang diketahui mengidap kanker prostat yang akan
mengubah penanganan
3). Catatan kecepatan aliran urine dan pengukuran residu urine
pascaberkemih (postvoid residual, PVR)
4). Studi urodinamik, uretrokistoskopi, dan ultrasound dapat dilakukan
5). Pemeriksaan darah lengkap, termasuk studi tempat pembekuan
darah.
B. Diagnosa Keperawatan
10
SDKI (Diagnosa) SLKI (Luaran) SIKI (Intervensi)
Retensi Urine Setelah dilakukan Tindakan Observasi:
Keperawatan 3 x 24jam diharapkan 1. Identifikasi
Definisi: Retensi urin teratasi penyebab retensi
Pengosongan kandung kemih Kriteria Hasil: urine (mis.
yang tidak lengkap 1. Sensasi Berkemih Peningkatan
Penyebab: (Meningkat) tekanan uretra)
1. Peningkatan tekanan 2. Distensi kandung kemih 2. Monitor intake dan
uretra (Menurun) output cairan
2. Kerusakan arkus refleks 3. Volume residu urine Terapeutik:
3. Blok sfingter (Menurun) 1. Sediakan privasi
Gejala dan Tanda 4. Urin menetes (Dribbling) untuk berkemih
1. Sensasi penuh pada kandung (Menurun) 2. Pasang kateter
kemih 5. Nokturia (Menurun) urine, jika perlu
2. Dribbling 6. Disuria (Menurun) Edukasi:
3. Disuria 1. Jelaskan penyebab
4. Distensi kandung kemih, retensi urine
5. Inkontinensia berlebih, 2. Anjurkan pasien
6. Residu urine 150 ml atau atau keluaraga
lebih mencatat output
urine
11
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
BPH (Benign Prostatic Hyperplasia) adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh faktor penuaan, dimana prostat mengalami pembesaran
memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin
dengan cara menutupi orifisium uretra. Hingga sekarang masih belum
diketahui secara pasti etiologi/penyebab terjadinya BPH, namun beberapa
hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitanya dengan peningkatan kadar
dehidratestosteron (DHT) dan proses menua.
Terdapat perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada usia pria
30-40 tahun. bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi
perubahan patologik anatomi yang ada pada pria usia 50 tahun, dan angka
kejadiannya sekitar 50% untuk usia 80 tahun angka kejadiannya sekitar 80%,
dan usia 90 tahun sekitar 100%.
12
DAFTAR PUSTAKA
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-amandatama-6700-2-
babii.pdf.
https://www.halodoc.com/kesehatan/bph-benign-prostatic-hyperplasia
PerdanaAji.2013.BABIPendahuluan.http://eprints.ums.ac.id/25825/2/BAB_I.pdf.
Di akses 18 November 2020
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017), (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019), (Tim
Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)
13