Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH

“MANAJEMEN RESIKO LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH”


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Risiko LKS Program
Studi Perbankan Syariah
Dosen pengampu: M. Arif Kurniawan, M.M.

Disusun Oleh:
Keysha Alea Arwindra (21108020061)
Andika luthfi arifin (21108020068)
Movelly Alfino (21108020140)

Dosen Pengampu:
Fitri Zaelina, S.E.I.,M.E.K

PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur selalu kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini. Adapun materi yang akan dibahas dalam makalah ini adalah “MANAJEMEN
RESIKO LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH”. Kami menyadari bahwa penulisan
makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya
kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan penulisan makalah ini.
Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini, khususnya kepada dosen pembimbing mata kuliah
Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah Bapak M. Arif Kurniawan, M.M.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat menambah wawasan bagi para pembaca dan
dapat bermanfaat bagi kita semua dalam mempelajari materi ini serta dapat digunakan
sebagaimana mestinya

Pekalongan, 18 Maret 2024


Penulis,

Kelompok 5
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................4
A. Latar Belakang .........................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.................................................................................................... 5
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................... 6
A. Apa yang dimaksud dengan ketenagakerjaan?.......................................................6
B. Bagaimana hubungan kerja dan industrial? ........................................................7
C. Bagaimana sistem pengupahan dan kesejahteraan pekerja? ...............................11
D. Apa yang dimaksud dengan mogok kerja dan PHK? .........................................14
E. Bagaimana sistem keselamatan dan perlindungan kerja? ...................................16
F. Apa yang dimaksud dengan perselisihan hubungan industrial? ..........................25
BAB III PENUTUP..............................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................32
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Risiko ada di mana-mana. Jika suatu organisasi tidak bisa mengelola risiko
tersebut dengan baik, maka organisasi tersebut bisa menghadapi konsekuensi negatif
yang cukup substansial. Banyak contoh kejadian semacam itu, seperti kegagalan:
Bank Baring, Enron, fraud di perbankan, kecelakaan pesawat terbang, dan lainnya.
Beberapa perusahaan tersebut bahkan mengalami kebangkrutan karena kegagalan
mereka mengantisipasi dan mengelola risiko tersebut. Lembaga keuangan perbankan
Syariah, meskipun bekerja dengan prinsip Syariah, juga tidak akan kebal terhadap
risiko. Risiko, dari berbagai sumber dan arah, akan selalu mengancam Lembaga
keuangan Syariah. Orang dan organisasi yang peka terhadap risiko merupakan aset
penting untuk mengantisipasi risiko. Risiko yang datang dari berbagai arah tersebut
merupakan katalis yang mempercepat datangnya bencana atau kerugian. Jika suatu
organisasi bisa mengelola risiko dengan baik, maka organisasi tersebut akan mampu
memaksimumkan nilainya, dan kesejahteraan masyarakat secara umum akan
meningkat.
Lembaga keuangan syariah (LKS) yang terdiri dari Bank Umum Syariah
(BUS) dan Non-Perbankan Syariah, seperti Koperasi Syariah, Asuransi Syariah, Pasar
Modal Syariah, Pegadaian Syariah dan sejenisnya secara operasional harus mengacu
pada nilai-nilai ajaran Islam yang telah diproduk-fatwakan oleh Dewan Nasional
Majelis Ulama Indonesia (Fatwa DSN-MUI). Hal ini dimaksud agar produk-produk
yang ditawarkan pada masyarakat tidak mengandung unsur ribā, gharār, Manajemen
Risiko Pembiayaan pada Lembaga Keuangan Syariah dan maysīr. Namun demikian,
bukan berarti produk-produk lembaga keuangan syariah baik yang ada diperbankan
syariah maupun nonperbankan syariah tidak mengandung risiko, utamanya ketika
terjadi transaksi pembiayaan.
Manajemen resiko yang merupakan suatu usaha untuk mengetahui,
menganalisis, serta mengendalikan resiko dalam setiap kegiatan perusahaan dengan
tujuan untuk memperoleh efektivitas dan efisiensi yang lebih tinggi (Darmawi, 2006).
Penerapan manajemen resiko akan memeberikan manfaat yang lebih baik kepada
lembaga syariah yang mana dapat meningkatkan stakeholder value, serta memberikan
gambaran kepada pengelola lembaga syariah mengenai kemungkinan terjadinya
kerugian pada pihak lembaga syariah dimasa yang akan datang. Meningkatkan
metode dan proses pengambilan keputusan yang sisitematis, yang digunakan sebagai
dasar pengukuran yang tepat mengenai kinerja. Selain itu, manajemen resiko
ditemukan untuk menjadi salah satu penentu pengembalian dari saham bank
(Sensarma dan Jaydev, 2009 dalam Ajmi, 2012)
Salah satu fungsi lembaga keuangan adalah mengelola secara efektif resiko
yang ditimbulkannya dalam transaksi keuangan. Untuk menyediakan layanan yang
beresiko rendah, lembaga keuangan konvensional telah membangun berbagai kontrak,
proses, instrumen, serta kelembagaan yang diperlukan dalam meringankan beban
resikonya. Masa depan lembaga keuangan syariah akan ditentukan oleh seberapa
besar perhatian dan bagaimana mereka akan mengelola berbagai macam risiko yang
timbul dari kegiatan operasional mereka. Namun, masih banyak pihak yang awam dan
bias mengenai bagaimana manajemen resiko yang baik itu. Dan bagaimana prosesnya
dalam lembaga syariah. Oleh karena itu pada makalah kali ini, kami memutuskan
untuk membahas mengenai “Manajemen Resiko Lembaga Keuangan Syariah”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini
diantaranya:
1. Apa yang dimaksud dengan manajemen resiko?
2. Apa yang dimaksud dengan Lembaga Keuangan Syariah?
3. Bagaimana peran Dewan Komisaris dan Direksi?
4. Bagaimana Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan, dan Sistem
Informasi Manajemen Risiko Pembiayaan?
5. Bagaimana Pengendalian Resiko Pembiayaan Syariah?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Manajemen Resiko
Manajemen risiko dalam pengertian luas adalah seni pembuatan keputusan
dalam dunia yang penuh dengan ketidakpastian. Keputusan melibatkan sejumlah
risiko dan imbalan. Sebuah pilihan antara melakukan sesuatu yang aman dan
mengambil risiko. Seseorang dapat mengalami kebimbangan saat harus memutuskan
untuk melakukan investasi dalam usaha baru, juga dalam pilihan melakukan
diversifikasi, atau memagari sebuah portofolio aset. Perilaku risiko (risk attitude)
seseorang atau sebuah institusi menentu- kan keputusan yang diambil. Teori utilitas
menawarkan metoda rasional untuk menyatakan perilaku risiko sehingga teori ini
digunakan sebagai pilar utama dalam manajemen risiko. Dua pilar lain dari
manajemen risiko adalah pembentukan sejumlah alternatif yang baik dan penilaian
probabilitas. Tanpa alternatif tindakan maka tidak ada yang dapat dijadikan keputusan
dan dengan penilaian probabilitas dapat diperkirakan konsekuensi yang mungkin
terjadi dari setiap tindakan.
Rasionalitas dalam konteks teori utilitas memiliki arti keputusan harus logis
dan konsisten dengan sejumlah aksioma serta sejalan dengan pola perilaku risiko.
Teori utilitas tidak memaksakan perilaku risiko tertentu. Perilaku risiko merupakan
pilihan personal atau merupakan kebijakan perusahaan dan merupakan kerangka logis
untuk mengembangkan preferensi risiko dari kasus sederhana hingga situasi yang
rumit.Seseorang perlu mencari kerangka aksiomatis untuk menyatakan preferensi
risiko yang dimilikinya. Kita tidak dapat mengandalkan Intuisi tanpa kerangka
aksiomatis. Pembuatan keputusan sederhana dengan pilihan-pilihan intuitif yang
saling bertentangan satu dengan lainnya merupakan hal yang tidak mudah untuk
dilakukan. Hampir semua orang memiliki anggapan dasar bahwa intuisi yang
dimilikinya selalu benar dan membantu dalam setiap keadaan dalam kenyataan- nya
tidak demikian. Serangkaian aturan dasar, namun dalam melihat konsekuensi logis
yang ada merupakan pilihan bijak bagi seorang pembuat keputusan. Teori utilitas
tidak seluruhnya deskriptif dan juga tidak seluruhnya normatif. Teori ini merupakan
disiplin tersendiri dan dapat menjadi dasar kuantitatif bagi pengungkapan perilaku
risiko dikehidupan sehari-hari. Teori utilitas diterapkan dengan mengungkap reaksi
ins- tingtif seseorang atau sebuah institusi pada situasi berisiko. Teori ini
memudahkan pembuat keputusan perusahaan untuk
a. lebih memahami perilaku risiko mana yang harus diadopsi,
b. mengungkap perilaku risiko secara resmi sebagai sebuah elemen kebijakan
perusahaan
c. dapat digunakan dalam mengkomunikasikan perilaku risiko pada seluruh
anggota organisasi.
Dengan demikian, teori utilitas dengan seluruh manfaatnya diharapkan dapat
membantu pendelegasian pembuatan keputusan dalam ketidakpastian secara aman.
Adapun secara umum, tujuan manajemen risiko dapat dibagi menjadi 3 (tiga)
bagian, yaitu:
1. Tujuan Perorangan
2. Tujuan Masyarakat
3. Tujuan Perusahaan
Tujuan dasar merencanakan bisnis yang jauh dari risiko keburukan dengan cara-cara
bisnis bermartabat dan penuh tanggungjawab merupakan tujuan asasi dari perorangan
maupun kelembagaan. Dari unsur perorangan di samping memperoleh keuntungan
materi juga menjadi ladang akhirat kelak. Bagi perusahaan atau kelembagaan mampu
memberikan persediaan bagi kebutuhan-kebutuhan masyarakat dan bertanggun jawab
dari segi hifdzul māl (menjaga harta), hifdzu al-dīn (menjaga agama), hifdzu al-nasal
(menjaga keturunan), hifdzul nafs (menjaga jiwa), dan hifdzu al-aql (menjaga
idealisme intelek-tualitas) secara bersama-sama dengan individu menjadi tanggung
jawabnya.
Dengan diterapkannya manajemen risiko di suatu per-usahaan ada beberapa
manfaat yang setidaknya dapat diperoleh perusahaan seperti:
a. Perusahaan memiliki ukuran kuat sebagai pijakan dalam mengambil setiap
keputusan, sehingga para manajer menjadi lebih berhati-hati (prudent) dan
selalu menempatkan ukuran-ukuran dalam berbagai keputusan.
b. Mampu memberi arah bagi suatu perusahaan dalam melihat pengaruh-pengaruh
yang mungkin timbul baik secara jangka panjang maupun jangka pendek.
c. Mendorong para manajer dalam mengambil keputusan untuk selalu menghindari
risiko dan menghindari dari pengaruh terjadinya kerugian khususnya kerugian
dari segi finansial.
d. Memungkinkan perusahaan memperoleh risiko kerugian yang minimum.
e. Dengan adanya konsep manajemen risiko (risk manajemen concept) yang
dirancang secara detail maka artinya perusahaan telah membangun arah dan
mekanisme secara suistainable (berkelanjutan).
Manfaat ini didapat agar risiko tidak menghalangi kegiatan perusahaan, maka
seharusnyalah itu di manajemani dengan sebaik- baiknya. Manfaat manajemen risiko
tersebut sangat penting, khususnya bagi pengambil keputusan atau tindakan.

B. Lembaga Keuangan Syariah


Lembaga Keuangan Syari'ah adalah sebuah lembaga keuangan yang prinsip
operasinya berdasarkan pada prinsip-prinsip syari'ah Islamiah. Operasional lembaga
keuangan Islam harus menghindar dari riba, gharar dan maisir. Hal- hal terssebut
sangat diharamkan dan sudah diterangkan dalam AlQuran dan Al- Hadist. Tujuan
utama mendirikan lembaga keuangan Islam adalah untuk menunaikan perintah Allah
dalam bidang ekonomi dan muamalah serta membebaskan masyarakat Islam dari
kegiatan-kegiatan yang dilarang oleh agama Islam. Untuk melaksanakan tugas ini
serta menyelesaikan masalah yang memerangkap umat Islam hari ini, bukanlah hanya
menjadi tugas seseorang atau sebuah lembaga, tetapi merupakan tugas dan kewajiban
setiap muslim. Menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam berekonomi dan
bermasyarakat sangat diperlukan untuk mengobati penyakit dalam dunia ekonomi dan
sosial yang dihadapi oleh masyarakat.
Lembaga Keuangan Syariah (LKS) menurut Dewan Syariah Nasional (DSN)
adalah lembaga keuangan yang mengeluarkan produk keuangan syariah dan yang
mendapat izin operasional sebagai Lembaga Keuangan Syariah. Definisi ini
menegaskan bahwa sesuatu LKS harus memenuhi dua unsur, yaitu unsur kesesuaian
dengan syariah islam dan unsur legalitas operasi sebagai lembaga keuangan. Unsur
kesesuaian suatu LKS dengan syariah islam secara tersentralisasi diatur oleh DSN,
yang diwujudkan dalam berbagai fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga tersebut.
Unsur legalitas operasi sebagai lembaga keuangan diatur oleh berbagai instansi yang
memiliki kewenangan mengeluarkan izin operasi. Beberapa institusi tersebut antara
lain adalah sebagai berikut:
a. Bank Indonesia sebagai institusi yang berwenang mengatur dan mengawasi Bank
Umum dan Bank Perkreditan Rakyat.
b. Departemen Keuangan sebagai institusi yang berwenang mengatur dan
mengawasi koperasi.
c. Kantor Menteri Koperasi sebagai institusi yang berwenang mengatur dan
mengawasi koperasi.
Beberapa prinsip operasional dalam LKS adalah :
a. Keadilan, yaitu prinsip berbagi keuntungan atas dasar penjualan yang sebenarnya
berdasarkan konstribusi dan resiko masing-masing pihak.
b. Kemitraan, yaitu prinsip kesetaraan diantara para pihak yang terlibat dalam
kerjasama. Posisi nasabah investor (penyimpanan dana), dan penggunaan dana,
serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang saling
bersinergi untuk memperoleh keuntungan.
c. Transparansi, dalam hal ini sebuah LKS diharuskan memberikan laporan
keuangan secara terbuka dan berkesinambungan kepada nasabah investor atau
pihak-pihak yang terlibat agar dapat mengetahui kondisi dana yang sebenarnya.
d. Universal, yaitu prinsip di mana LKS diharuskan memberikan suku, agama, ras,
dan golongan dalam masyarakat dalam memberikan layanannya sesuai dengan
prinsip islam sebagai rahmatan lil alamin.

Dalam operasionalnya LKS juga harus memperhatikan kepada hal-hal berikut:


a. Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman
dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan. b. Pemberi dana harus turut
berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam
dana. c. Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya
merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai
intrinsik. d. Unsur gharar (ketidakpastian,spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua
belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari
sebuah transaksi. e. Investasi hanya boleh diberikan kepada usaha-usaha yang tidak
diharamkan dalam Islam sehingga usaha minuman keras, misalnya, tidak boleh
didanai oleh perbankan syariah.

C. Pengawasan Aktif Dewan Komisaris dan Direksi


Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh
atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan. Hal ini sesuai dengan
maksud dan tujuan perseroan. Selain itu, direksi juga mewakili perseroan, baik di
dalam maupun diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
Sementara itu, dewan komisaris adalah organ perseroan yang bertugas
melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar
serta memberi nasihat kepada direksi. Sederhananya, direksi merupakan penaggung
jawab atas segala pengurusan PT. Sementara dewan komisaris merupakan pengawas
dari apa yang telah dikerjakan oleh direksi. Sementara itu, pengawasan aktif Dewan
Komisaris dan Direksi adalah:
1) Komisaris bertanggung jawab dalam melakukan persetujuan dan peninjauan
berkala atau sekurang-kurangnya secara tahunan mengenai strategi dan
kebijakan risiko pembiayaan pada bank. Strategi dan kebijakan dimaksud harus:
a. Mencerminkan batas toleransi Bank terhadap risiko dan tingkat
probabilitas pendapatan yang diharapkan akan di-peroleh secara terus
menerus dengan memperhatikan siklus dan perubahan kondisi ekonomi.
b. Memperhatikan siklus perekonomian domestik dan internasional dan
perubahan-perubahan yang dapat mempeng-aruhi komposisi dan
kualitas seluruh portofolio pembiayaan.
c. Dirancang untuk keperluan jangka panjang dengan penyesuaian yang
diperlukan.
2) Direksi bertanggung jawab untuk mengimplementasikan strategi dan kebijakan
risiko pembiayaan serta mengem-bangkan prosedur identifikasi, pengukuran,
pemantauan, dan pengendalian risiko pembiayaan.
3) Bank harus mengidentifikasi dan mengelola risiko pembiayaan yang melekat
pada seluruh produk dan aktivitas baru serta memastikan bahwa risiko dari
produk dan aktivitas baru telah melalup proses pengendalian manajemen risiko
yang layak sebelum diperkenalkan atau dijalankan, dan harus disetujui oleh
Direksi atau direkomendasikan oleh Komite Risiko terlebih dahulu.
Oleh karena itulah, adanya Komite Manajemen Risiko (Risk Management
Committee) dan Satuan Kerja Manajemen Risiko (Risk Management Unit) sangat
penting dalam rangka pertanggungjawaban dewan komisaris dan direksi. Artinya,
pengawasan aktif yang dilakun oleh dewan komisaris dan direksi secara tidak
langsung harus menunjuk pelaksana operasional, yaitu KMR dan SKMR tersebut.
Inilah bentuk dari organisasi dan fungsi dari manajemen risiko suatu lembaga
keuangan, baik bank maupun lainnya.
D. Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan dan Sistem Informasi
Manajemen Risiko Pembiayaan.
Manajemen risiko selain meliputi aktivitas pengembangan perangkat, alat, dan
teknik dalam pengelolaan risiko, juga merupakan suatu proses manajemen yang
secara umum memiliki siklus perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan
pengendalian, serta tidanakan korektif. Sebagai proses manajemen, proses manajemen
risiko mencakup dua kelompok kegiatan, yaitu manajemen risiko dan pengendalian
risiko. Manajemen risiko untuk memaksimalkan pendapatan/keuntungan sambil
meminimalkan risiko dalam menghadapi kendala modal.
Sedangkan pengendalian risiko adalah proses independen untuk
mengidentifikasi, mengukur, mengantisipasi, dan melaporkan: tingkat risiko yang
dihadapi, keuntungan/pendapatan, dan modal yang digunakan.
A. Identifikasi Risiko Pembiayaan
Sebagaimana kita ketahui sejak awal bahwa manajemen risiko merupakan
bagian dari bagaimana kita mengidentifikasi risiko. Maka, untuk menghilangkan atau
mengurangi kemungkinan kerugian yang ditimbulkan oleh risiko, kita dapat
melakukan empat cara:
1. Menghindari Risiko
Cara yang paling jelas dan mudah adalah menghindari risiko. Kita dapat
menghindari kemungkinan risiko luka atau kemati an akibat kecelakaan
pesawat terbang dengan cara menghindari naik pesawat terbang, atau kita dapa
menghindari risiko rugi pada bursa saham dengan tidak membeli saham.
Sering kali menghindari risiko bukan cara yang efektif.
2. Mengontrol Risiko
Kita dapat mengontrol risiko dengan cara pencegahan. Untuk mencegah
kemungkinan kehilangan mobil kita dapat menerapkan langkah-langkah
pencegahan seperti pemasangan kunci ekstra, alarm mobil.
3. Menerima Risiko
Menerima risiko berarti menerima semua tanggung jawab finansial pada risiko
tersebut.
4. Mentransfer Risiko
Ketika seseorang mentransfer atau mengalihkan risiko kepihak lain, orang itu
mengalihkan tanggung jawab financialnya untuk suatu risiko kepada pihak
lain dengan membayar jasa tersebut. Cara paling umum untuk individual,
keluarga dan bisnis untuk metode ini biasanya dengan membeli asuransi
B. Pengukuran Risiko Pembiayaan
Pengukuran risiko dilakukan untuk memperkirakan risiko yang mungkin
timbul atas aktivitas dan produk bank, serta untuk memperoleh gambaran
efektifitas penerapan manajemen risiko. Metode pengukuran ini dilakukan
dapat bersifat kualitatif, kuantitatif atau kombinasi antara keduanya.
Sedangkan model pengukuran risiko yang digunakan harus sesuai dengan
kebutuhan bank, ukuran, dan kompleksitas bank, manfaat yang dapat
diperoleh, serta yang berlaku.
Pengukuran Risiko dibutuhkan sebagai dasar (tolak ukur) untuk memahami
signifikansi dari akibat (kerugian) yang akan ditimbulkan oleh terealisirnya
suatu risiko, baik secara individual maupun portofolio, terhadap tingkat
kesehatan dan kelangsungan usaha bank. Pemahaman yang akurat tentang
signifikansi tersebut akan menjadi dasar bagi pengelolaan risiko yang terarah
dan berhasil guna.
C. Pemantauan Risiko Pembiayaan
1. Bank harus mengembangkan dan menerapkan sistem informasi dan
prosedur untuk memantau kondisi setiap debitur dan counterparty pada
seluruh portofolio pembiayaan bank.
2. Sistem pemantau risiko pembiayaan sekurang-kurangnya memuat
ukuran-ukuran dalam rangka:
a. Memastikan bahwa bank mengetahui kondisi keuangan terakhir
dari debitur atau counterparty,
b. Memantau kepatuhan terhadap persyaratan dalam perjanjian
pembiayaan atau kontrak transaksi risiko pembiayaan,
c. Menilai kecukupan agunan dibandingkan dengan kewajiban debitur
atau counterparty,
d. Mengidentifikasi ketidaktepatan pembayaran dan
mengklasifikasikan pembiayaan bermasalah secara tepat waktu,
dan
e. Menangani dengan cepat pembiayaan bermasalah.
3. Bank juga harus melakukan pemantauan eskposur risiko pembiayaan
dibandingkan dengan limit risiko pembiayaan yang telah diterapkan,
antara lain dengan menggunakan kolektibilitas atau internal risk rating.
4. Pemantauan eksposur risiko pembiayaan tersebut harus dilakukan
secara berkala dan terus menerus oleh SKMR dengan cara
membandingkan risiko pembiayaan aktual dengan limit risiko
pembiayaan yang ditetapkan.
E. PENGENDALIAN RISIKO PEMBIAYAAN SYARIAH
Pengendalian risiko pembiayaan syariah adalah proses pengelolaan risiko yang
terkait dengan pembiayaan yang diberikan oleh LKS. Tujuannya adalah untuk
mengurangi risiko kerugian dan melindungi kepentingan nasabah serta kepentingan
LKS itu sendiri. Dalam pengendalian risiko pembiayaan syariah, risiko-risiko yang
biasa dihadapi oleh LKS dalam memberikan pembiayaan harus ditanggulangi dengan
baik. Berikut adalah beberapa risiko yang harus ditanggulangi dalam pengendalian
risiko pembiayaan syariah:
1. Risiko Kredit
Risiko kredit adalah risiko yang dihadapi oleh LKS dalam memberikan
pembiayaan kepada nasabah. Risiko kredit dapat terjadi ketika nasabah tidak dapat
memenuhi kewajiban pembayaran pembiayaan kepada LKS. Oleh karena itu, LKS
harus melakukan analisis kredit yang cermat terhadap calon nasabah sebelum
memberikan pembiayaan, seperti analisis profil nasabah, kemampuan finansial
nasabah, dan sebagainya.
2. Risiko Kepatuhan Syariah
Risiko kepatuhan syariah adalah risiko yang dihadapi oleh LKS dalam
mematuhi prinsip-prinsip syariah dalam aktivitas pembiayaan. Oleh karena itu, LKS
harus memastikan bahwa produk pembiayaan yang diberikan sesuai dengan prinsip-
prinsip syariah dan dilakukan dengan benar.
3. Risiko Operasional
Risiko operasional adalah risiko yang dihadapi oleh LKS dalam menjalankan
operasi sehari-hari, seperti kesalahan manusia, kecurangan, atau kegagalan sistem
teknologi informasi. Risiko ini dapat mempengaruhi kepercayaan nasabah terhadap
LKS. Oleh karena itu, LKS harus memiliki sistem pengendalian internal yang efektif
untuk mengurangi risiko operasional.
LANGKAH-LANGKAH PENGENDALIAN RISIKO PEMBIAYAAN SYARIAH
1. Identifikasi Risiko

Langkah pertama dalam pengendalian risiko pembiayaan syariah adalah identifikasi


risiko. Identifikasi risiko dilakukan melalui analisis internal dan eksternal untuk
mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang mungkin muncul.
2. Evaluasi Risiko

Setelah risiko diidentifikasi, langkah selanjutnya adalah evaluasi risiko. Evaluasi


risiko dilakukan dengan menganalisis dan mengukur risiko yang telah diidentifikasi.
Evaluasi risiko dapat dilakukan melalui penggunaan alat evaluasi risiko, seperti Risk
Matrix.
3. Pengendalian Risiko
Pengendalian risiko adalah serangkaian tindakan yang dilakukan untuk mengurangi
dampak negatif dari risiko yang dihadapi oleh suatu organisasi atau entitas.
Pengendalian risiko bertujuan untuk mencegah, mengurangi, atau meminimalkan
terjadinya risiko yang dapat mengancam keselamatan, keamanan, dan stabilitas
organisasi atau entitas tersebut. Pengendalian risiko melibatkan identifikasi risiko,
penilaian risiko, pemilihan tindakan pengendalian, implementasi pengendalian,
serta pemantauan dan evaluasi terhadap efektivitas pengendalian yang dilakukan.
Dalam konteks lembaga keuangan syariah, pengendalian risiko menjadi sangat
penting untuk menjaga keberlangsungan usaha dan stabilitas keuangan lembaga
keuangan tersebut.Monitoring Risiko Setelah langkah-langkah pengendalian risiko
dilakukan, monitoring risiko dilakukan untuk memastikan bahwa risiko yang
diidentifikasi dan diatasi tidak muncul kembali.
4. Evaluasi Kinerja Pengendalian Risiko

Evaluasi kinerja pengendalian risiko dilakukan untuk menilai efektivitas langkah-


langkah pengendalian risiko yang telah dilakukan. Evaluasi kinerja pengendalian
risiko dapat dilakukan melalui penggunaan alat evaluasi kinerja pengendalian risiko,
seperti Key Risk Indicator.
5. Penyesuaian Pengendalian Risiko

Jika terdapat kekurangan dalam langkah-langkah pengendalian risiko yang telah


dilakukan, penyesuaian pengendalian risiko dilakukan untuk meningkatkan efektivitas
langkah-langkah pengendalian risiko.
CONTOH PENGENDALIAN RISIKO PEMBIAYAAN SYARIAH
Contoh pengendalian risiko pembiayaan syariah dapat dilakukan melalui penerapan
prinsip-prinsip pembiayaan syariah. Prinsip-prinsip pembiayaan syariah yang harus
diterapkan adalah sebagai berikut:
1. Prinsip Mudharabah
Prinsip mudharabah dapat diterapkan dalam pengendalian risiko pembiayaan syariah
dengan cara membagi risiko antara LKS dan nasabah. LKS bertindak sebagai
penyedia dana, sedangkan nasabah bertindak sebagai pengusaha. Keuntungan dari
bisnis dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung oleh LKS.
2. Prinsip Musyarakah

Prinsip musyarakah dapat diterapkan dalam pengendalian risiko pembiayaan syariah


dengan cara membagi risiko antara LKS dan nasabah. LKS bertindak sebagai
penyedia dana, sedangkan nasabah bertindak sebagai pengusaha. Keuntungan dari
bisnis dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung oleh LKS
dan nasabah secara proporsional.
3. Prinsip Murabahah

Prinsip murabahah dapat diterapkan dalam pengendalian risiko pembiayaan syariah


dengan cara melakukan pembiayaan atas dasar jual beli. LKS membeli barang yang
dibutuhkan oleh nasabah, kemudian menjualnya kembali kepada nasabah dengan
harga yang ditentukan. Risiko kerugian dalam proses transaksi jual beli ditanggung
oleh LKS.
4. Prinsip Ijarah

Prinsip ijarah dapat diterapkan dalam pengendalian risiko pembiayaan syariah dengan
cara melakukan pembiayaan dengan prinsip sewa-menyewa. LKS menyediakan
barang atau jasa yang dibutuhkan oleh nasabah, kemudian nasabah membayar sewa
atas barang atau jasa tersebut. Risiko kerugian dalam proses transaksi sewa-menyewa
ditanggung oleh LKS.
Selain menerapkan prinsip-prinsip pembiayaan syariah, pengendalian risiko
pembiayaan syariah juga dapat dilakukan melalui penerapan manajemen risiko yang
baik dan pengawasan yang ketat terhadap pelaksanaan pembiayaan syariah. LKS
harus memiliki tim manajemen risiko yang kompeten dan memiliki pengetahuan yang
memadai tentang produk dan layanan pembiayaan syariah. LKS juga harus
melakukan pengawasan terhadap nasabah dan mengambil tindakan yang tepat jika
terjadi pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku.

KESIMPULAN
Pengendalian risiko pembiayaan syariah sangat penting dilakukan untuk
meminimalkan kerugian yang mungkin terjadi akibat risiko yang ada dalam bisnis
pembiayaan syariah. Langkah-langkah pengendalian risiko meliputi identifikasi
risiko, penilaian risiko, pengembangan strategi pengendalian risiko, monitoring risiko,
evaluasi kinerja pengendalian risiko, dan penyesuaian pengendalian risiko. Penerapan
prinsip-prinsip pembiayaan syariah juga dapat membantu dalam pengendalian risiko
pembiayaan syariah. LKS harus memiliki tim manajemen risiko yang kompeten dan
melakukan pengawasan terhadap nasabah untuk memastikan pelaksanaan pembiayaan
syariah berjalan dengan baik.

Terdapat beberapa contoh pengendalian risiko yang dapat dilakukan dalam


pembiayaan syariah, antara lain:

1. Analisis kredit yang baik


Analisis kredit yang baik harus dilakukan sebelum memberikan pembiayaan kepada
nasabah. Analisis kredit harus meliputi penilaian kemampuan nasabah untuk
membayar kembali pembiayaan dan analisis risiko yang mungkin terjadi dalam bisnis
nasabah. Analisis kredit yang baik dapat membantu Lembaga Keuangan Syariah
(LKS) untuk mengurangi risiko gagal bayar dan risiko kerugian lainnya.
2. Diversifikasi portofolio pembiayaan
Diversifikasi portofolio pembiayaan dapat dilakukan untuk mengurangi risiko kredit.
Diversifikasi portofolio pembiayaan dapat dilakukan dengan memberikan pembiayaan
pada berbagai sektor atau jenis bisnis yang berbeda. Diversifikasi portofolio
pembiayaan dapat membantu LKS mengurangi risiko kerugian yang disebabkan oleh
kegagalan bisnis nasabah dalam satu sektor atau jenis bisnis.
3. Penggunaan jaminan
Penggunaan jaminan dapat dilakukan untuk mengurangi risiko gagal bayar. Jaminan
dapat berupa agunan atau jaminan lainnya yang dapat memberikan kepastian bahwa
nasabah akan membayar kembali pembiayaan. Penggunaan jaminan dapat membantu
LKS untuk mengurangi risiko kerugian yang disebabkan oleh gagal bayar nasabah.
4. Pengelolaan risiko pasar
Pengelolaan risiko pasar dapat dilakukan untuk mengurangi risiko yang terkait dengan
fluktuasi pasar, seperti risiko suku bunga dan risiko nilai tukar. Pengelolaan risiko
pasar dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen keuangan, seperti swap dan
opsi, untuk mengurangi risiko suku bunga dan risiko nilai tukar.
5. Pengawasan ketat terhadap pelaksanaan pembiayaan
Pengawasan ketat terhadap pelaksanaan pembiayaan dapat dilakukan untuk
memastikan bahwa nasabah menggunakan pembiayaan sesuai dengan tujuan yang
telah disepakati dan membayar kembali pembiayaan tepat waktu. Pengawasan ketat
terhadap pelaksanaan pembiayaan dapat membantu LKS untuk mengurangi risiko
kerugian yang disebabkan oleh kegiatan yang tidak sesuai dengan tujuan pembiayaan
atau gagal bayar nasabah.

Kesimpulannya, pengendalian risiko pembiayaan syariah harus dilakukan secara


terus-menerus dan terstruktur untuk meminimalkan kerugian yang mungkin terjadi.
Contoh pengendalian risiko yang dapat dilakukan antara lain analisis kredit yang baik,
diversifikasi portofolio pembiayaan, penggunaan jaminan, pengelolaan risiko pasar,
dan pengawasan ketat terhadap pelaksanaan pembiayaan.
DAFTAR PUSTAKA

Al Arif, M. Nur Rianto. (2012). Lembaga Keuangan Syariah, Suatu Kajian Teoretis
Praktis. Bandung: CV Pustaka Setia.
Aziz, M.Ag., Dr. Abdul. (2021). Manajemen Risiko Pembiayaan pada Lembaga
Keuangan Syariah. Depok: Rajawali Pers.
Soemitra, M.A., Dr. Andri. (2009). Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta:
PRENADAMEDIA GROUP.
Abdul Aziz, A. Z. (2021). Manajemen Risiko Pembiayaan pada Lembaga Keuangan
Syariah.
Yulianti, R. T., Bustami, A., Atiqoh, N., & Anjellah, R. (2018). Studi komparasi
penerapan manajemen risiko produk pembiayaan di Lembaga Keuangan
Mikro Syariah. Jurnal Syarikah: Jurnal Ekonomi Islam, 4(1).
Rais, S. (2013, November). MANAJEMEN RISIKO DI LEMBAGA KEUANGAN
SYARIAH: BANK SYARIAH. In Performance (Vol. 18, No. 2).

Anda mungkin juga menyukai