Sinistra
Oleh :
Pembimbing :
BANJARMASIN
Juli, 2023
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................. 1
BAB IV PENUTUP............................................................................. 49
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 50
ii
PENDAHULUAN
yang melibatkan sepertiga bagian bawah, tengah dan atas wajah. Ini termasuk
jaringan lunak dan keras pada wajah dan rongga mulut. Trauma maksilofasial
adalah salah satu cedera yang paling umum terjadi dan kecelakaan lalu lintas
menunjukkan bahwa 300.000 orang meninggal setiap tahun akibat kecelakaan lalu
lintas. Juga, ada perkiraan bahwa angka ini dapat meningkat sekitar 5% setiap
tahun. 1,2
Wajah adalah bagian yang sangat penting dari segi fungsi dan estetika.
fisiologi dan anatominya. Kualitas hidup pasien dipengaruhi oleh tatalaksana yang
permanen.3
1
Universitas Lambung Mangkurat
Selain itu, pasien dengan trauma maksilofasial memiliki resiko tinggi
disertai dengan cedera kepala. Trauma maksilofasial sangat erat kaitannya dengan
cedera kepala karena letaknya yang sangat berdekatan dengan basis kranii.
Deteksi dini adanya cedera kepala merupakan prosedur penting pada pasien-
maksilofasial. 4
Berikut disajikan laporan kasus mengenai seorang cedera kepala sedang ec.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Maksilofasial
Sepertiga tengah dari skeleton wajah (Gambar 2.1) terdiri dari 2 os maksila,
vomer, etmoid yang berlengketan dengan konka, pterigoid plate dari sfenoid.5
Konsep buttress (Gambar 2.2) mewakili bidang dengan tulang yang lebih
kuat yang mendukung unit fungsional wajah (otot, mata, oklusi gigi, saluran
pernafasan) dalam hubungan yang optimal dan menentukan bentuk wajah dengan
3
Universitas Lambung Mangkurat
melewati os nasal dan lakrimal ke os frontal. (b) Pada lateral, sepasang
lateral, malar dari zigoma kemudian ke superior sepanjang rima orbita lateral ke
os frontal. Buttress ini juga lateral meluas ke os temporal melalui arkus zigoma.
pterigoid plate dari os spenoid. (d) Garis tengah tulang septum nasi, terdiri dari
1. Definisi
lunak dan keras pada daerah wajah dan rongga mulut, meliputi gigi dan struktur
vital dari kepala dan leher yang dapat menyebabkan morbiditas yang signifikan
cedera kepala. Trauma maksilofasial sangat erat kaitannya dengan cedera kepala
karena letaknya yang sangat berdekatan dengan basis kranii. Penentuan cedera
kepala yang tepat pada pasien sangat penting untuk meningkatkan kelangsungan
hidup dan pemulihan pasien. Ketika cedera terjadi, otak dapat kehilangan fungsi
walaupun tanpa kerusakan yang terlihat pada kepala. Cedera kepala adalah
gangguan pada otak yang bersifat non degeneratif dan non kongenital yang
kerusakan kognitif, fisikal, dan fungsi psikososial yang permanen atau sementara,
2. Epidemiologi
Trauma maksilofasial adalah salah satu cedera yang paling umum terjadi
dan kecelakaan lalu lintas adalah penyebab utama di negara berkembang. Statistik
kecelakaan lalu lintas. Juga, ada perkiraan bahwa angka ini dapat meningkat
trauma.3
Menurut penelitian Rahman dkk (2021) diketahui usia pasien pada saat
cedera berkisar antara 4 - 82 tahun, dengan usia rata-rata 28,08 tahun. Insiden
31,3%). Distribusi spesifik usia pada pasien menunjukkan tren yang meningkat
hingga dekade ketiga dengan insidensi yang menurun pada setiap dekade
dekade kedua, 103 (31,31%) pada dekade ketiga, 50 (15,19%) pada dekade
(2,13%) pada dekade ketujuh, 02 (0,61%) pada dekade kedelapan. Pediatrik (usia
kurang dari 18 tahun) fraktur menyumbang 28,27% (n = 93) pasien, dan 2,74% (n
= 9) berusia lebih dari 60 tahun. Pria lebih banyak daripada wanita di di semua
3. Etiologi
a. Kecelakaan lalu lintas jalan yang melibatkan mobil, sepeda motor atau
dari cedera rahang atas adalah kecelakaan lalu lintas jalan, yang mencakup 70%
kasus. Trauma karena jatuh menyumbang 19% dari cedera. Sebagian besar kasus,
pasien jatuh sendiri atau tergelincir pada kendaraan roda dua, anak-anak yang
jatuh saat bermain, orang lanjut usia yang jatuh karena penyakit sistemik atau pria
yang berada di bawah pengaruh alkohol. Penyerangan oleh orang yang dikenal
dilaporkan.1
Penelitian Haidar dkk (2021) menemukan bahwa kecelakaan lalu lintas jalan
diikuti oleh kekerasan fisik (n=28; 8,51%) dan jatuh yang tidak disengaja (n=27;
4. Klasifikasi
c. Fraktur maksila (termasuk Le Fort I, Le Fort II, Le Fort III dan kombinasi
dari ketiganya);
d. Fraktur os nasal;
bagian yang paling sering mengalami fraktur (47%). Kerentanan tulang mandibula
wajah. Pada distribusi lokasi anatomi fraktur pada mandibular, didapatkan bahwa
fraktur parasimfisis adalah yang paling umum, yakni 28% dari kasus, dan yang
paling jarang terjadi adalah fraktur koronoid (0,6%). Orang dewasa muda yang
5. Diagnosis
Deteksi dini adanya cedera kepala merupakan prosedur penting pada pasien-
maksilofasial. Penilaian cedera kepala dan perkiraan luas dan akibatnya sulit
pemeriksaan darah rutin dan gula darah telah terbukti berguna dalam
kehilangan kesadaran atau Glasgow Coma Scale (GCS) yang rendah. Tetapi pada
pasien fraktur maksilofasial, adanya cedera kepala dapat terjadi tanpa adanya
pasien yang mengalami tanda klinis muntah, kehilangan kesadaran atau GCS yang
tomography (CT) scan. Saat evaluasi klinis menunjukkan adanya fraktur, penting
6. Tatalaksana awal
penatalaksanaan definitif awal, membuka secara luas segmen fraktur dan reposisi
awal dari fraktur sepertiga tengah wajah meliputi prinsip umum dari
C. Fraktur Mandibula
yang tidak terlindungi bagian tubuh lain. Penyebab tersering fraktur mandibula
adalah kecelakaan, kekerasan, serta cedera saat olahraga atau pekerjaan. 9,10
Namun, di Amerika Serikat terjadi >2.500 kasus fraktur mandibula setiap tahun.
Selain fraktur mandibula, jenis fraktur maksilofasial sering lainnya adalah fraktur
wajah lainnya, seperti fraktur gigi. trauma kepala, temporal, mata, nasal, dan
leher/cervical.11,12
1. Klasifikasi
mandibula yaitu sebagai berikut : lokasi yang paling sering terjadi adalah
10
sebagai berikut : lokasi yang paling sering terjadi adalah corpus mandibular
menyebabkan nyeri, tanda peradangan lokal, dan maloklusi. Selain itu, terdapat
juga kondisi lain yang bergantung pada lokasi trauma mandibula. 14 Pasien dengan
fraktur mandibula seringkali disertai cedera bagian wajah lainnya, seperti trauma
patah bagian coronoid process jarang terjadi karena posisinya yang terlindungi
terjadi.15,16
11
pada angulus dan corpus tulang mandibula. Fraktur pada angulus dapat
hilangnya bentuk mandibula dari luar. Selain itu, jika nervus mandibularis
terdampak akan mengakibatkan anestesi, parestesia, atau disestesi bibir bawah. 17,18
hilangnya gigi insisivus bawah dan hilangnya celah pada arcus mandibula.19
2. Diagnosis
Diagnosis fraktur mandibula terutama dari keluhan pasien, yaitu nyeri area
mandibula, wajah yang tidak simetris, gangguan mengunyah, dan anestesi pada
a. Anamnesis
12
mekanisme dan penyebab fraktur harus ditanyakan dengan jelas agar diketahui
Riwayat medis juga penting untuk diagnosa yang tepat pada fraktur
pada anterior dagu dapat menyebabkan frakur kondil bilateral dan gaya oblique
kontralateral.21
b. Pemeriksaan Maloklusi
pasien dapat menggigit dengan normal atau tidak. Gigitan yang normal adalah
gigi maksila berada lebih dekat ke arah labial atau buccal dibandingkan gigi
mandibula. Sedangkan gigitan yang tidak normal jika gigi maksila bagian anterior
Selain itu, maloklusi juga bisa dinilai dari lokasi gigi maksila terhadap gigi
mandibula. Keadaan yang normal adalah gigi maksila anterior lebih maju 2−3 mm
13
maloklusi tidak dapat dinilai dari anamnesis akibat pasien tidak sadar, tidak
c. Pemeriksaan Fisik
bagian wajah, harus dipastikan tidak terdapat sumbatan jalan napas. Selain itu,
1) Inspeksi : Posterior open bite dapat terjadi pada fraktur pada prosesus
hematoma pada area fraktur dapat meningkatkan risiko infeksi. Gigi terlihat
tidak intak atau rusak harus dipertimbangkan untuk dilakukan ekstraksi gigi.
Indikasi ekstraksi gigi antara lain luksasi, patah, dan karies yang dapat
meningkatkan terjadinya infeksi. Selain itu, gigi bawah yang hilang juga
14
dengan posisi ibu jari pada gigi-geligi dan jari lainnya pada batas bawah
mobilitas yang terbatas dan tidak terdapat maloklusi, maka fraktur dikatakan
anestesi pada bibir bawah. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan
operasi.12,13,20
atau berbicara. ROM pada TMJ dikatakan normal apabila mulut dapat
membuka hingga 35‒45 mm. jika mulut hanya bisa membuka <25 mm,
d. Pemeriksaan Penunjang
15
Bilateral oblique view: melihat fraktur pada area angle dan horizontal
branch
3. Tatalaksana
normal kembali. Fraktur dengan mobilitas yang minimal dan tanpa maloklusi
dapat diberikan jika luka terbuka, sesuai dengan penanganan fraktur terbuka.
Secara prinsip terapi harus dilakukan secepat mungkin, akan tetapi keadaan
umum pasien dan trauma pada daerah tubuh yang lain juga perlu menjadi bahan
16
dilakukan baik dengan Arch Bar misalnya tipe Schucardt, miniscrew, Arch bar
model Münster (harus dilakukan pencetakan rahang atas dan bawah terlebih
Pengembalian oklusi gigi ke keadaan yang normal (seperti saat sebelum fraktur)
adalah mutlak di dalam perawatan fraktur mandibula. Oklusi yang tidak baik
yang sangat sulit untuk diperbaiki. Pada beberapa kasus diperlukan untuk
atau reduksi. Tahap kedua adalah melakukan fiksasi pada posisi normal. Jika
trauma terjadi <10 hari, maka fiksasi dapat dilakukan secara manual. Stabilisasi
fraktur dapat dilakukan dengan metode closed reduction atau open reduction.12,20,24
a. Closed Reduction
bersamaan pada kasus maloklusi, sehingga pasien tidak dapat membuka mulut
untuk beberapa waktu. Fiksasi ini dipertahankan selama 4−6 minggu, hingga
17
lama.16,23
karena open reduction dapat merusak perkembangan gusi dan gigi. Indikasi lain
adalah tidak adanya atau minimal displacement, mobilitas fraktur, dan maloklusi.
Faktor lain yang dipertimbangkan untuk tindakan closed reduction adalah pasien
tanpa infeksi, pasien kooperatif sehingga dapat di follow up dengan baik, dan
dapat melakukan reposisi fragmen fraktur dengan baik. Selain itu, biaya lebih
terjangkau daripada open reduction. Kekurangan metode ini adalah waktu fiksasi
yang cukup lama, yaitu 4‒6 minggu. Kondisi ini akan membuat pasien mengalami
1) Diet : Diet dalam bentuk cair atau semi cair. Pasien diinstruksikan untuk
Mandibula.
rongga mulut. Sikat gigi lunak, dengan cara sikat gigi direndam dalam air
geligi, arch bar dan kawat. Obat kumur chlorhexidine digunakan minimal
18
pasca pemasangan dan pada saat pelepasan fiksasi Maksilo Mandibula. Pada
b. Open Reduction
secara rigid atau semirigid. Metode open reduction dipertimbangkan pada kasus
fraktur mandibula yang gagal atau tidak dapat dilakukan closed reduction. 16,20,25
mulutnya, yang dimulai dengan diet lunak. Plate pada open reduction harus
metode ini, termasuk bekas operasi yang meninggalkan scar hingga keloid, dan
melepas plate.16,20,25
19
dan pasien yang tingkat kerja samanya diragukan. Pada perawatan fraktur dengan
fiksasi internal perlu dilakukan pemasangan mini plat (prinsip champhy) sesuai
10 hari tergantung dari tingkat keparahan fraktur. Kecuali pada pasien epilepsi
dan non compliance pasien (retardasi mental, ketergantungan alkohol dan obat-
mini plat ini umumnya dapat dilakukan dari intraoral, kecuali pada fraktur
mentalis/kanalis mandibula. 21
A B
20
D. Fraktur Maksila
1. Klasifikasi
bawah rima alveolar maksilaris pada arah bawah. Fraktur mulai dari septum
nasi ke rima pirifomis lateral, berjalan secara horizontal ke atas apeks gigi,
b. Fraktur Le Fort II (piramidal) hasil dari trauma pada mid maksila. Seperti
fraktur yang mempunyai bentuk piramidal dan melewati nasal bridge atau di
inferolateral melewati os lakrimal dan lantai serta rima orbita inferior atau
mengikuti trauma pada nasal bridge atau maksila bagian atas. Ini hasil dari
21
cabang dari fraktur meluas melalui dasar dari perpendicular plate dari
etmoid, melalui vomer dan melalui penghubung dari pterigoid plate ke dasar
dari sfenoid. 5
2. Diagnosis
a. Anamnesis
mekanisme cedera.
b. Pemeriksaan fisik
22
(pada area periorbital, konjungtiva, dan sklera), edema, hematoma subkutan, dan
gejala okular (visus, diplopia, dan hambatan gerak bola mata). 21 Nervus kranial
kranial II,III,IV dan VI), nervus trigeminal pada semua bagian dan terutama
fungsi nervus wajah, tidak hanya untuk dokumentasi tetapi juga untuk
dengan kranium. Mobilitas maksila dapat dinilai dengan cara memegang kuat
bagian anterior maksila di antara ibu jari dengan keempat jari lainnya, saat
maksila digerakkan maka akan terdengar suara krepitasi jika terjadi fraktur. Jika
ada pergerakan relatif arkus maksila dan maksila terhadap os frontal, fraktur Le
Fort dapat dicurigai. Selain itu, dilakukan pemeriksaan sensorik wajah pada regio
infraorbital.. 5,21
atau anterior yang dapat dilihat pada kanal hidung ataupun telinga melalui
endoskopi. Fraktur pada fossa kranial tengah atau anterior biasanya terjadi pada
cedera yang parah. Hal tersebut dapat dilihat melalui pemeriksaaan fisik dan
radiologi. Jika mandibula utuh, adanya maloklusi gigi menunjukkan dugaan kuat
c. Radiografi
23
frekuen gagal untuk memberikan informasi yang detail mengenai sifat dan luas
fraktur dasar tengkorak, trauma dinding orbita, fraktur pterigoid plate, fraktur
manfaat untuk evaluasi tulang dan memberikan informasi detail tentang alur
perluasan edema, adanya benda asing, hematom retrobulbar dan terjepitnya otot
ekstraokular.5
3. Tatalaksana
Manajemen gawat darurat pada pasien sangat penting, dan tindakan ini
terhadap intubasi melalui hidung, dan pasien-pasien ini membutuhkan jalan napas
Namun, dengan glidescope dan fiberoptic scopes, beberapa dokter anestesi merasa
lebih mudah untuk mengintubasi pasien-pasien ini melalui hidung. Pilihan lainnya
yaitu intubasi submental jika dilakukan oleh dokter bedah. Pada dasarnya, pasien
diintubasi secara oral, sayatan dibuat di bawah dagu di area submental, dan tabung
ditarik masuk. 26
mempertahankan fungsi dan estetika. Waktu perawatan juga penting, karena cacat
estetika mungkin sulit untuk dilihat pada fase akut pasca trauma, dan penting
24
Prinsip terapi adalah mengoptimalkan kondisi: oklusi, fungsi hidung dan sinus
paranasal, posisi bola mata, pergerakan bola mata, perdarahan retrobulbar, fungsi
penglihatan, reposisi tulang wajah terutama pilar utama wajah ke posisi normal
dan kemudian melakukan fiksasi tulang pada posisi yang optimal. Terapi yang
tidak memiliki masalah estetika atau fungsional, atau dalam kasus pasien yang
tidak stabil secara medis, dimana anestesi umum berisiko terlalu tinggi. Terapi
Manajemen konservatif akan mencakup analgesia rutin, diet lunak atau tanpa
Indikasi mutlak untuk pembedahan yaitu jika terdapat masalah pada orbita,
khususnya jika perdarahan retrobulbar menyebabkan kompresi saraf optik. Hal ini
mengenai oklusi. Jika rahang atas mengalami fraktur sepenuhnya dan sangat
25
rekonstruksi dengan reduksi terbuka dan fiksasi internal sebagai terapi yang
paling umum dilakukan tanpa komplikasi (cacat sensorik, oklusi, atau pembukaan
mulut) yang ditemukan pada pasien-pasien ini. Para peneliti mengatakan bahwa
alasan keberhasilan ini adalah karena reduksi anatomi yang stabil dan tepat yang
dimungkinkan oleh teknik ini. Proses reposisi dan fiksasi menggunakan implan
buttress vertikal dan horizontal sesuai dengan garis fraktur. Bila dengan teknik
tersebut tidak didapatkan fiksasi yang adekuat, digunakan alat fiksasi eksterna
secara penuh nasofrontal, orbital medial dan regio zigoma. Untuk fraktur Le Fort
Fraktur dari anterior meluas ke fraktur palatum dapat dicapai melalui insisi
26
dengan multiple screw. Harus berhati-hati untuk mencegah trauma pada akar gigi.
Perluasan posterior fraktur palatum biasanya dapat direduksi dengan cara tertutup
27
28
LAPORAN KASUS
I. Identitas Penderita
Nama : An BH
Umur : 16 tahun
Pekerjaan : Siswa
II. Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran post KLLD 2 hari yang
lalu.
Mechanism of injury :
yang dialami pasien. Keluarga dilaporkan oleh pihak sekolah bahwa pasien
terlibat KLLD sepeda motor dengan pengendara motor lain. Setelah kejadian tidak
diketahui apakah pasien ada pingsan atau pun muntah. Kemudian pasien dibawa
ke RSUD Kota Baru. Saat di RS dikatakan oleh orang tua karena banyak keluar
darah dari mulut dokter mencurigai ada masuk ke dalam paru-paru dan pasien
29
Universitas Lambung Mangkurat
kemudian dipasang selang bantu nafas (ETT). Pasien selanjutnya dirujuk ke
Primary Survey
A : Clear, gurgling (-), snoring (-), without c-spine motion restriction --> Clear
D : GCS E3 V1ett M6, pupil isokor (3/3mm) RC (+/+) lateralisasi (-) --> Clear
E : edem ar facial
Secondary survey:
A : (-)
M : (-)
P : (-)
L : (-)
(-/-)
30
KGB
aksila (-/-)
Paru:
- - - -
- - - -
- - - -
rh wh
Abdomen :
Palpasi: supel (+), defans (-), Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
31
Status Maxillo-Facial :
A/r frontalis
A/r orbita
A/r nasal
Inspeksi : wound (-), swelling (-), hematom (-), deformitas (-), perdarahan
(-/-)
A/r maxilla
A/r zygoma
32
A/r mandibula
Inspeksi : ETT (+), fraktur palatina (-), maloklusi (-), edentulous (-)
V. Pemeriksaan Penunjang
WITA)
33
WITA)
34
FOTO KLINIS
35
paru
36
37
- ventrikulomegaly (-)
38
1. ANAMNESIS
Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran post KLLD 2 hari yang lalu
Mechanism of injury :
bahwa pasien terlibat KLLD sepeda motor dengan pengendara motor lain. Setelah
kejadian tidak diketahui apakah pasien ada pingsan atau pun muntah. Kemudian
pasien dibawa ke RSUD Kota Baru. Saat di RS dikatakan oleh orang tua karena
banyak keluar darah dari mulut dokter mencurigai ada masuk ke dalam paru-paru
2. PEMERIKSAAN FISIK
Primary Survey
A: Clear, gurgling (-), snoring (-), without c-spine motion restriction --> Clear
D: GCS E3 V1ett M6, pupil isokor (3/3mm) RC (+/+) lateralisasi (-) --> Clear
E: edem ar facial
39
A: (-)
M: (-)
P: (-)
L: (-)
RCL/RCTL (+/+)
Status lokalis:
A/r maxilla
A/r mandibula
Inspeksi : ETT (+), fraktur palatina (-), maloklusi (-), edentulous (-)
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
40
- ventrikulomegaly (-)
VII. DIAGNOSIS
Cedera kepala sedang ec. edema cerebri + fraktur maxilla sinsitra + fraktur
aspirasi
VIII. PENATALAKSANAAN
Head up 30⁰
Ventilator
41
- konservatif
- MRS ICU
- Weaning O2 di ICU
- ORIF Elektif
- Rawat bersama
IX. FOLLOW UP
Assesmen CKS + Edema Cerebri + Fr. Maxilla CKS + Edema Cerebri + Fr. Maxilla
t Sinistra + Fr. Parasimphisis Sinistra + Fr. Parasimphisis
Mandibula Sinistra + Susp. Mandibula Sinistra + Susp.
Pneumonia Aspirasi Pneumonia Aspirasi
42
Assesmen CKS + Edema Cerebri + Fr. Maxilla CKS + Edema Cerebri + Fr. Maxilla
t Sinistra + Fr. Parasimphisis Sinistra + Fr. Parasimphisis
Mandibula Sinistra Mandibula Sinistra
43
44
45
46
PEMBAHASAN
Trauma maksilofasial adalah trauma yang melibatkan struktur dari jaringan lunak
dan keras pada daerah wajah dan rongga mulut, meliputi gigi dan struktur vital
dari kepala dan leher yang dapat menyebabkan morbiditas yang signifikan dengan
31,3%). Kasus pada anak (usia kurang dari 18 tahun) menyumbang 28,27% (n =
93) pasien, dan 2,74% (n = 9) berusia lebih dari 60 tahun. Alasan yang
ketiga kehidupan adalah fakta bahwa pada periode kehidupan tersebut lebih aktif
lebih banyak daripada wanita di di semua kelompok usia. Rasio laki-laki dan
Penyebab cedera kepala sedang pada pasien adalah akibat kecelakaan lalu
lintas. Trauma maksilofasial adalah salah satu cedera yang paling umum terjadi
dan kecelakaan lalu lintas adalah penyebab utama di negara berkembang. Statistik
47
penyebab paling umum dari cedera rahang atas adalah kecelakaan lalu lintas jalan,
yang mencakup 70% kasus.1 Penelitian Haidar dkk (2021) menemukan bahwa
kecelakaan lalu lintas jalan adalah etiologi yang paling umum (n=266; 80,85%).8
penelitian Kanala dkk (2021) diketahui bahwa mandibula adalah bagian yang
Pada distribusi lokasi anatomi fraktur pada mandibular, didapatkan bahwa fraktur
parasimfisis adalah yang paling umum, yakni 28% dari kasus, dan yang paling
menjadi salah satu alasan utama tingginya kejadian fraktur simfisis/parasfisis yang
Pada regio mandibula didapatkan sweeling, krepitasi dan nyeri tekan pada
krepitasi dan nyeri tekan pada maxilla sinistra. Hal ini sesuai dengan teori, pada
fraktur secara umum menyebabkan nyeri dan tanda peradangan lokal, dan
48
mobilitas yang terbatas dan tidak terdapat maloklusi, maka fraktur dikatakan stabil
dan dapat ditangani secara konservatif. 12,21 Tak jauh berbeda pada fraktur maksila,
dengan cara memegang kuat bagian anterior maksila di antara ibu jari dengan
keempat jari lainnya, saat maksila digerakkan maka akan terdengar suara
krepitasi jika terjadi fraktur. Jika ada pergerakan relatif arkus maksila dan
maksila terhadap os frontal, fraktur maksila dapat dicurigai. Selain itu, dilakukan
kuantitatif berat ringannya suatu cedera kepala sering digunakan GCS, dan
kesadaran seseorang. GCS memiliki rentang skor 3-15, dimana skor ini dapat
menjadi pembanding kondisi pasien dalam rentang waktu tertentu yang penting
dalam penanganan. Pasien dengan skor GCS lebih dari 12 dikategorikan sebagai
cedera kepala ringan, 9-12 sebagai cedera kepala sedang dan kurang dari 8
harus ditangani terlebih dahulu bagian bedah saraf. Setelah keadaan pasien
49
pada kasus fraktur maksilofasialnya.29 Pada pasien ini dinyatakan nilai GCS 10,
yang menandakan cedera kepala sedang dan oleh karena itu pada pasien tidak
Pada pasien ini direncakan akan menjalani open reduction internal fixation
(ORIF) elektif. Hal ini sesuai teori, dimana secara umum perawatan definitif
fungsi hidung, perbaikan bicara serta estetis wajah dan gigi. Untuk mencapai
open reduction internal fixation (ORIF) sebagai terapi yang paling umum
dilakukan tanpa komplikasi (cacat sensorik, oklusi, atau pembukaan mulut) yang
alasan keberhasilan ini adalah karena reduksi anatomi yang stabil dan tepat yang
Tak hanya itu, secara spesifik rekonstruksi dengan reduksi terbuka fiksasi
semua fraktur yang tidak stabil dan pasien yang tingkat kerja samanya diragukan.
50
mini plat (prinsip champhy) sesuai dengan arah trajection force dari rahang
bawah.21
memerlukan insisi pada kelopak mata bawah. Fraktur Le Fort III pendekatan
medial dan regio zigoma. Untuk fraktur Le Fort I, miniplate ditempatkan pada
II, tambahan miniplate pada nasofrontal dan infraorbital. Untuk Le Fort III,
fraktur palatum dapat dicapai melalui insisi ginggivobukal yang digunakan untuk
mengekspos dan memperbaiki buttress vertikal. Tulang diatas gigi anterior lebih
untuk mencegah trauma pada akar gigi. Perluasan posterior fraktur palatum
biasanya dapat direduksi dengan cara tertutup jika mukoperiosteum palatum intak.
5
51
PENUTUP
Telah dilaporkan kasus pasien seorang laki-laki berusia 16 tahun tahun yang
masuk RSUD Ulin Banjarmasin pada tanggal 17 Mei 2023 dengan keluhan utama
selanjutnya dirawat di ruang ICU RSUD Ulin Banjarmasin selama 7 hari serta
ruang Bedah Umum RSUD Ulin Banjarmasin selama 3 hari dan mengalami
perbaikan. Pasien diizinkan pulang pada 28 Mei 2023 dan kontrol ulang di
52
7. Hopper RA, Salemy S, Sze RW. Diagnosis of midface fractures with CT:
what the surgeon needs to know. RadioGraphics. 2006; 26(3):783–93.
10. Rosello EG, Granado AMQ, Garcia MA, Marti SJ, Sala GL, Marmol BB,
et. al. Facial fractures: Classification and highlights for a useful reports.
Insights into Imaging. 2020;11(49):1-15.
53
12. Pickrell BB, Serebrakian AT, Maricevich RS. Mandible fractures. Seminars
in Plastic Surgery. 2017;31(2):100-107.
15. Baykul T, Aydin MA, Aksoy MC, Findik Y. Unusual unilateral fracture of
the condylar and coronoid processes of the mandible. Journal of Clinical
Imaging Sciences. 2014;4(3):1-4.
54
23. Gunardi OJ, Diana R, Kamadjaja DB, Sumarta NPM. Closed reduction in
the treatment of neglected mandibular fractures at the Department of Oral
and Maxillofacial Surgery, Universitas Airlangga. Dental Journal Majalah
Kedokteran Gigi. 2019;52(3):147-153.
24. Alshahhat OS, Amin MA, Safwat AM. Early versus late fixation of
mandibular fractures in adults. The Egyptian Journal of Hospital Medicine.
2018;73(11):7963-7967.
25. Koshy JC, Feldman EM, Chike-Obi CJ, Bullocks JM. Pearls of mandibular
trauma management. Seminars in Plastic Surgery. 2010;24(4): 357-374.
29. Fauzi A, Kawulusan NN. Fraktur Le Fort II disertai fraktur basis kranii
( laporan kasus ). 2018;7(2):105–9.
55