Anda di halaman 1dari 17

KOMPETENSI SOSIAL

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan Profesi Guru (PPG)

Dosen Pengampu : Reksiana, MA. Pd

Disusun Oleh :

Semester 5D

Kelompok VI

1. Ade Kamalia (15311603)


2. Endang Mastuti (15311612)
3. Nida Nabilah (15311621)
4. Nuzul Aulia (15311624)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


(PAI) FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT ILMU AL-QURAN (IIQ) JAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2016/2017
‫بسم ه لرحمن لرحممم‬
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup
menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta yakni Nabi Muhammad Saw.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu mata kuliah “Pengembangan
Profesi Guru (PPG)” yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah
ini disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun
maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari
Allah SWT akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.

Makalah ini memuat tentang “Kompetensi Sosial”, yang mana nantinya akan dijelaskan
tentang pengertian kompetensi sosial, bagaimana pentingnya kompetensi sosial pada guru, dan
bagaimana hubungan guru di masyarakat.

Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca.
Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan, penyusun membutuhkan kritik dan
saran dari pembaca yang membangun. Terima kasih.

Jakarta, 3 Desember 2017

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1

A. Latar Belakang.............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................1
C. Tujuan Makalah............................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................2

A. Pengertian Kompetensi Sosial......................................................................................2


B. Pentingnya Kompetensi Sosial.....................................................................................3
C. Hubungan Sekolah dengan Masyarakat.......................................................................8

BAB III PENUTUP..................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Guru adalah pendidik profesional wajib memiliki kualifikasi, kompetensi dan sertifikasi
pendidik. Kompetensi guru terdiri dari: kompetensi peadagogik, profesional, kepribadian dan
sosial. Kompetensi sosial berarti kemampuan dan kecakapan seorang guru (dengan kecerdasan
sosial yang dimiliki) dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain yakni siswa secara
efektif dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Kompetensi sosial guru sangat diperlukan dalam
proses pembelajaran agar guru menjadi tokoh teladan bagi para siswa dalam mengembangkan
pribadi siswa yang memiliki hati nurani, peduli dan empati kepada sesama. Kompetensi sosial
guru dapat dikembangkan melalui peningkatan kecerdasan sosial, mengikuti pelatihan-pelatihan
yang berhubungan dengan kompetensi sosial dan beradaptasi di tempat tugas.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian kompetensi sosial?
2. Bagaimana pentingnya kompetensi sosial pada guru?
3. Bagaimana hubungan guru di masyarakat?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian kompetensi sosial.
2. Untuk mengetahui pentingnya kompetensi sosial pada guru.
3. Untuk mengetahui bagaimana hubungan guru di masyarakat.
D. Kegunaan Penulisan
Untuk melatih agar mampu menyusun makalah ini secara benar dan cermat. Kegunaan penulisan
ini Memberikan pemikiran baik berupa konsep teoritis maupun konsep praktis. Serta memperluas
wasan dan memberikan manfaat bagi perkembangan konsep keilmuan bagi perkembangan konsep
keilmuan.
E. Defenisi Operasional
Agar tidak terjadi dalam keselahan dalam mengartikan istilah yang digunakan dalam makalah ini,
maka akan menjelaskan beberapa istilah atau defenisi oprasinal yaitu :
1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika
Kemampuan berpikir Kreatif Matematika adalah kemampuan menyelesaikan masalah
matematika sehingga menciptakan atau menghasilkan jawaban yang baru dan inofatif.
Kemampuan berpikir kreatif di tandai dengan; 1) berpikir lancar, yaitu kemampuan
mengahsilkan gagasan; 2) berpikir luwes, yaitu kemampuan untuk mengemukakan
berbagai macam pemecahan masalah atau pendekatan terhadap masalah; 3) berpikir
orisinil, yaitu kemampuan untuk mencetuskan gagasan dengan cara yang asli atau tidak
1
Klise yang berbeda dengan orang lain;4) berpikir elaborasi, yaitu kemampuan
mengembangkan atau memperkaya gagasan suatu jawaban.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kompetensi Sosial


Menurut Suharsimi, kompetensi sosial berarti guru harus memiliki kemampuan
berkomunikasi sosial dengan siswa, sesama guru, kepala sekolah dan masyarakatnya.1
Pakar psikolog pendidikan Gadner menyebut kompetensi sosial itu sebagai social
intellegence atau kecerdasan sosial. Kecerdasan sosial merupakan salah satu dari 9 kecerdasan
(logika, bahasa, musik, raga, uang, pribadi, alam skuliner) yang berhasil diidentifikasi oleh
Gadner.2
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan,
penjelasan pasal 28 ayat 3 butir (d) dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi
sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul
secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali
peserta didik, dan masyarakat sekitar.3
Kompetensi ini meliputi subkompetensi dengan indikator efektif berupa:
1. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik.
2. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan tenaga kependidikan.
3. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali.
4. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik dan masyarakat
sekitar.4

Apabila guru tersebut telah memiliki keempat kompetensi tersebut maka guru tersebut
telah memilik hak atas profesionalitas karena ia telah jelas memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:

1. Mendapat pengakuan dan perlakuan hukum terhadap batas wewenang keguruan yang
menjadi tanggung jawabnya.

1
M.Hasbi Ashsiddiqi, Kompetensi Sosial Guru dalam Pembelajaran dan Pegembangannya, Ta’dib, Vol.
XVII, No. 01, Edisi Juni 2012, hlm. 62
2
M.Hasbi Ashsiddiqi, Kompetensi Sosial Guru dalam Pembelajaran dan Pegembangannya, Ta’dib, Vol.
XVII, No. 01, Edisi Juni 2012, hlm. 62
3
PP-Nomor-32-tahun2013.pdf
4
Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 165

3
2. Memiliki kebebasan untuk mengambil langkah-langkah interaksi edukatif dalam batas
tanggung jawabnya dan ikut serta dalam proses pengembangan pendidikan setempat.
3. Menikmati teknis kepemimpinan dan dukungan pengelolaan yang efektif dan efisien dalam
rangka menjalankan tugas sehari-hari.
4. Menerima perlindungan dan penghargaan yang wajar terhadap usaha-usaha dan prestasi
yang inovatif dalam bidang pengabdiannya.5

Berdasarkan pengertian kompetensi sosial di atas, maka kompetensi sosial guru berarti
kemampuan dan kecakapan seorang guru dengan kecerdasan sosial yang dimiliki dalam
berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain, yakni siswa secara efektif dalam pelaksanaan
proses pembelajaran.

B. Pentingnya Kompetensi Sosial


Abduhzen mengungkapkan bahwa Imam Al-Ghazali menempatkan profesi guru pada
posisi tertinggi dan termulia dalam berbagai tingkat pekerjaan masyarakat. Guru dalam
pandangan Al-Ghazali mengemban dua misi sekaligus, yaitu tugas keagamaan, ketika guru
melakukan kebaikan dengan menyampaikan ilmu pengetahuan kepada manusia sebagai makhluk
termulia di muka bumi ini. Sedangkan yang termulia dari tubuh manusia adalah hatinya. Guru
bekerja menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, dan membawakan hati itu mendekati
Allah SWT. Kedua, tugas sosiopolitik (kekhalifahan), dimana guru membangun, memimpin dan
menjadi teladan yang menegakkan keteraturan, kerukunan, dan menjamin keberlangsungan
masyarakat, yang keduanya berujung pada pencapaian kebahagiaan di akhirat. Oleh karena itu,
guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa,
mandiri, dan disiplin.6
Kompetensi sosial guru memegang peranan penting, karena sebagai pribadi yang hidup
ditengah-tengah masyarakat, guru juga perlu memiliki kemampuan untuk berbaur dengan
masyarakat melalui kemampuannya, antara lain melalui kegiatan olahraga, keagamaan, dan
kepemudaan. Keluwesan bergaul harus dimiliki, sebab kalau tidak pergaulannya akan menjadi
kaku dan berakibat yang bersangkutan kurang diterima oleh masyarakat.
Sedikitnya terdapat tujuh kompetensi sosial yang harus dimiliki guru agar dapat
berkomunikasi dan bergaul secara efektif, baik di sekolah maupun di masyarakat. Ketujuh
kompetensi tersebut dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
5
Rusman, Model-model Pembelajaran, (Depok: PT. RajaGrafindo Persada, 2014), hlm. 23
6
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hlm.
174

4
1. Memiliki pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial maupun agama.
2. Memiliki pengetahuan tentang budaya dan tradisi.
3. Memiliki pengetahuan tentang inti demokrasi.
4. Memiliki pengetahuan tentang estetika.
5. Memiliki apresiasi dan kesadaran sosial.
6. Memiliki sikap yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan.
7. Setia terhadap harkat dan martabat manusia.7

Guru profesional juga memiliki kompetensi sosial yang dapat diandalkan. Kompetensi ini
nampak dalam kemampuannya untuk berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain secara
efektif (siswa, rekan guru, orangtua, kepala sekolah, dan masyarakat pada umumnya). Menurut
Permendiknas No. 16 tahun 2007, kemampuan dalam standar kompetensi ini mencakup empat
kompetensi utama yakni: 1) Bersikap inklusif dan bertindak objektif serta tidak diskriminatif
karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar bekang keluarga, dan status
ekonomi; 2) Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua dan masyarakat; 3) Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah
Republik Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya; 4) Berkomunikasi dengan
komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain. Berikut ini
akan dijelaskan secara lebih spesifik keempat kompetensi utama tersebut:

1. Bersikap Inklusif, Berindak Objektif, dan tidak Diskriminatif


Bersikap inklusif artinya bersikap terbuka terhadap berbagai perbedaan yang dimiliki
oleh orang lain dalam berinteraksi. Guru harus bisa berinteraksi dan bergaul dengan siswa
atau rekan sejawat, atau bahkan anggota masyarakat yang berbeda latar belakang.
Dalam latar pembelajaran berhadapan dengan siswa yang memiliki keragaman
semacam ini guru harus mampu mengelola kelas dengan baik. Ia harus bisa menempatkan
dirinya di tengah perbedaan-perbedaan itu. Dengan bertindak demikian, maka guru telah
melaksanakan amanat dari Deklarasi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua (Education for
All) yang dicanangkan di Jomtien Thailand, tahun 1990 yang lalu. Salah satu butir deklarasi
menyatakan bahwa pendidikan harus dapat dinikmati oleh semua orang tanpa memandang
usia, latar belakang ras, agama, dan sebagainya. Dengan itu guru bertindak non diskriminatif
karena ia tidak membeda-bedakan peserta didik berdasarkan latar belakang mereka.8

7
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hlm.176
8
Rusman. Model-Model Pembelajaran. Depok: PT. RajaGrafindo Persada. 2014, hlm. 177

5
Dalam berinteraksi dengan rekan sejawat atau pun masyarakat sebagai pemangku
kepentingan dalam pendidikan, guru juga harus bisa menempatkan diri dalam situasi yang
mungkin penuh dengan keragaman latar belakang.
Guru juga dituntut untuk bertindak objektif baik dalam memberikan penilaian terhadap
hasil belajar siswa, maupun dalam memberikan pandangan-pandangan atau pendapat
terhadap suatu persoalan tertentu. Meskipun dalam hal tertentu pandangan atau sikap guru
terpaksa berpihak, namun keberpihakan guru harus dilandasi oleh kebenaran ilmiah,
rasional, dan etis. Di atas sikap objektif ini terdapat penghargaan yang tinggi terhadap nilai-
nilai kemanusiaan.
Sikap objektif guru tidak boleh dikalahkan oleh desakan-desakan pragmatis atau
kepentingan sesaat. Banyak guru yang menjadi tidak objektif dan tidak kritis terhadap
persoalan tertentu atau melacurkan profesinya hanya karena kepentingan sesaat. Misalnya
kecurangan-kecurangan yang selalu terjadi sebelum, selama dan setelah perhelatan ujian
nasional (UN) yang dilakukan oleh sejumlah oknum guru menjadi bukti bahwa banyak guru
kita yang belum bertindak objektif dan independen, tetapi masih bekerja di bawah pesanan,
tekanan, atau intrik-intrik tetentu.9

2. Bekomunikasi secara Efektif, Empatik dan Santun


Pada prinsipnya, komunikasi yang efektif terjadi apabila pesan yang disampaikan oleh
pengirim pesan (guru) dapat diterima dengan baik oleh penerima (orang tua, rekan sejawat,
atau masyarakat pada umumnya), dipahami maksudnya dan bisa menghasilkan efek yang
diharapkan dalam diri penerima pesan. Efektif komunikasi tergantung pada beberapa faktor
yakni: penerima pesan (komunikan), pengirim pesan (komunikator), pesan, dan situasi.
Komunikasi yang efektif mempersyaratkan guru dalam berkomunikasi dengan orang
lain haruslah memperhatikan kebutuhan dasar, kecenderungan, minat dan aspirasi, serta
nilai-nilai yang mereka anut. Di pihak guru sendiri selaku komunikator juga harus
memperhatikan kredibilitas dan daya tarik yang dimilikinya. Kredibilitas berkaitan dengan
kemampuan dan keahlian yang dimiliki guru sehingga apa yang disampaikan kepada orang
lain selaku penerima pesan dapat diterima dengan baik karena dianggap berasal sumber yang
dapat dipercaya atau diandalkan. Kredibilitas yang dimiliki guru selaku komunikator juga
sekaligus berlaku sebagai daya tarik tertentu bagi orang lain, sehinga pesan-pesan guru dapat

9
Marselus R. Payong, Sertifikasi Profesi Guru: Konsep Dasar, Problematika, dan Implementasinya, (Jakarta:
PT.Indeks Jakarta, 2011), hlm. 62

6
memikat perhatian mereka. Pesan juga memiliki pengaruh tertentu bagi efektif tidaknya
suatu komunikasi. Komunikasi yang efektif mempersyaratkan bahwa pesan dan kemasannya
harus menarik, membangkitkan minat, dan dapat dipahami oleh orang lain selaku penerima
pesan. Selain itu situasi juga ikut menentukan efektif tidaknya suatu komunikasi. Situasi
yang dimaksud berkaitan dengan waktu penyampaian pesan, kondisi pada saat penyampaian
pesan dan ada tidaknya gangguan pada saat penyampaian pesan. Jika guru ingin agar
komunikasi dengan orang lain berlangsung efektif maka hendaknya memperhatikan keempat
faktor tersebut secara baik.10
Berkomunikasi berarti komunikasi yang memungkinkan komunikator dapat merasakan
apa yang dirasakan oleh penerima pesan. Istilah empati sendiri berasal dari kata bahasa
Jerman einfuhlung yang berarti “merasakan”. Berempati dengan seseorang berarti
merasakan apa yang seorang itu rasakan, mengalami apa yang seseorang itu alami, atau
melihat dari sudut pandang orang itu tetapi tanpa kehilangan idetintas atau jati diri sendiri.
Guru dapat berkomunikasi secara empatik dengan orang lain apabila ia dapat menyelami dan
berusaha untuk merasakan, apa yang dirasakan oleh orang lain atau mengalami apa yang
dirasakan oleh mereka. DeVito menyarankan, jika ingin berkomunikasi secara empatik maka
dilakukan tiga hal berikut: 1) Nyatakan keterlibatan aktif anda dengan orang lain melalui
eksperesi wajah atau gerak-gerik tertentu yang cocok, 2) Fokuskan konsentrasi, misalnya
dengan menjaga kontak mata, postur tubuh, dan kedekatan fisik, 3) Gunakan sentuhan-
sentuhan setepatnya bila perlu.11
Komunikasi juga harus dilakukan secara santun, artinya harus disesuaikan dengan
kebiasaan, adat istiadat atau kebudayaan setempat. Mengingat orang lain yang dihadapi guru
bisa berasal dari latar kultur yang berbeda-beda, ada kemungkinan makna santun dalam
berkomunikasi dapat bervariasi. Penggunaan kata-kata dan dinamikanya, ekspresi wajah,
termasuk paralinguistik (tekanan suara, keras lembut suara, sentuhan, dan sebagainya) harus
diperhatikan kesesuaiannya dengan kebiasaan berkomunikasi setempat. Itulah sebabnya,
pengetahuan tentang multikulturaslisme bagi guru sangatlah penting karena menjadi dasar

10
Marselus R. Payong, Sertifikasi Profesi Guru: Konsep Dasar, Problematika, dan Implementasinya,
(Jakarta: PT.Indeks Jakarta, 2011), hlm. 63
11
Marselus R. Payong, Sertifikasi Profesi Guru: Konsep Dasar, Problematika, dan Implementasinya,
(Jakarta: PT.Indeks Jakarta, 2011), hlm. 63

7
bagi guru untuk memupuk kemampuannya komunikasinya dengan orang lain yang berasal
dari latar belakang yang berbeda-beda.12

3. Beradaptasi di Tempat Tugas di Seluruh Wilayah RI


Guru Indonesia telah disiapkan untuk mampu bekerja di seluruh Indonesia. Ia telah
disiapkan sebagai abdi negara dan abdi masyarakat di mana saja di seluruh wilayah
Indonesia. Karena itu guru harus memiliki cultural intelligence (CI) yakni kemampuan
untuk beradaptasi dengan kondisi budaya yang beraneka ragam di seluruh Indonesia.
Kemampuaan beradaptasi ini antara lain ditunjukkan dengan kemampuan untuk
menempatkan diri sebagai bahasa pergaulan, dan kemampuan untuk menghargai keunikan,
kekhasan dan nilai-nilai budaya dan adat istiadat dari masyarakat setempat.
Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang kemudian dipertegas
melalui Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2008 tentang Guru yang telah direvisi menjadi
Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2017 membuka kemungkinan bagi guru untuk bekerja di
seluruh wilayah Indonesia. Dalam keadaan darurat misalnya, pemerintah dapat menerapkan
wajib kerja bagi guru ditempatkan di mana saja bila dibutuhkan. Selain itu, dalam rangka
distribusi pemerataan guru di seluruh Indonesia maka terdapat kemungkinan perpindahan
guru dan redistribusi guru antar kabupaten maupun antar provinsi di seluruh Indonesia.
Akibat dari kondisi-kondisi ini, keharusan untuk memupuk kecerdasan kultural (cultural
intelligence) adalah suatu keharusan di samping pemahaman tentang multikulturalisme di
Indonesia

4. Berkomunikasi dengan Komunikasi Profesi Sendiri dan Profesi Lain


Kemampuan komunikasi guru tidak hanya sebatas berkomunikasi dalam konteks
pembelajaran yang melibatkan interaksi guru dengan siswa, tetapi juga kemampuan untuk
bisa berkomunikasi secara ilmiah dengan komunitas seprofesi maupun komunitas profesi
lain dengan menggunakan berbagai macam media dan forum. Berkaitan dengan Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) No. 16
tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya tentang penilaian angka
kreditnya pada pasal 11 menyatakan bahwa salah satu sub unsur yang dapat dinilai terkait
dengan pengembangan keprofesian berkelanjutan adalah publikasi ilmiah berupa hasil

12
Ibid hlm 64

8
penelitian atau gagasan inovatif pada bidang pendidikan formal, atau juga publikasi buku
teks pelajaran, buku pengayaan, dan pedoman guru.
Melalui komunikasi semacam ini guru dapat memberikan pencerahan kepada
masyarakat melalui media seperti majalah, surat kabar, bahkan melalui website-website
gratis yang sekarang banyak tersedia di dunia maya. Saat ini memang sudah banyak guru
yang memanfaatkan media online ini untuk pembelajaran, bahkan penyampaian ide-idenya
kepada masyarakat luas. Berbeda dengan komunikasi melalui media surat kabar, majalah,
atau jurnal ilmiah, komunikasi melalui media online dikelola oleh guru sendiri. Karena itu
selain kemampuan berbahasa tulis yang baik, guru juga dituntut untuk melek ICT
(Information and Communications Technology) seperti bagaimana membuat konten-konten
media online dan menyebarluaskannya melalui situs online. Karena itu kemampuan dasar
untuk kompetensi ini terkait erat dengan kemampuan ICT yang telah dikemukakan di depan.
Komunikasi dengan sejawat seprofesi maupun profesi lain, juga dapat dilakukan
melalui penyajian hasil penelitian atau pemikiran dalam forum-forum ilmiah seperti seminar,
local karya, panel, dan lain sebagainya. Pada berbagai level (lokal, nasional, maupun
internasional).13

C. Hubungan Sekolah dengan Masyarakat


Sekolah berada di tengah-tengah masyarakat dan dapat dikatakan berfungsi sebagai pisau
bermata dua. Mata yang pertama adalah menjaga kelestarian nilai-nilai yang positif yang ada
dalam masyarakat, agar pewarisan nilai-nilai masyarakat itu berlangsung dengan baik. Mata yang
kedua adalah sebagai lembaga yang dapat mendorong perubahan nilai dan tradisi itu sesuai
dengan kemajuan dan tuntutan kehidupan serta pembangunan. Kedua fungsi ini seolah-olah
bertentangan, namun sebenarnya keduanya dilakukan dalam waktu bersamaan. Oleh karena itu
fungsinya yang kontroversial ini, diperlukan saling pemahaman antara sekolah dan masyarakat.
Nilai-nilai yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan tetap dijaga kelestariannya sedang
yang tidak sesuai harus diubah. Pelaksanaan fungsi sekolah ini, terlebih-lebih sekolah menengah
yang berada di tengah-tengah masyarakat terpencil, menjadi tumpukan harapan masyarakat
untuk kemajuan mereka. Untuk dapat menjalankan fungsi ini hubungan sekolah-masyarakat
harus selalu lebih baik. Dengan demikian terdapat kerjasama serta situasi saling membantu
antara sekolah dan masyarakat. Di samping itu pendidikan merupakan tanggung jawab bersama

13
Ibid hlm 65

9
antara sekolah, pemerintah dan masyarakat. Realisasi tanggung jawab itu tidak dapat
dilaksanakan apabila hubungan antara sekolah dan masyarakat tidak terjalin sebaik-baiknya.
Husemas adalah suatu proses komunikasi antara sekolah dengan masyarakat untuk
meningkatkan pengertian masyarakat tentang kebutuhan dan kegiatan pendidikan serta
mendorong minat dan kerjasama dalam peningkatan dan pengembangan sekolah. Husemas ini
merupakan usaha koperatif untuk menjaga dan mengembangkan saluran informasi dua arah yang
efisien serta saling pengertian antara sekolah, personel sekolah dengan masyarakat. Definisi
tersebut mengandung beberapa elemen penting, yakni sebagai berikut:
1. Adanya kepentingan yang sama antara sekolah dan masyarakat. Masyarakat memerlukan
sekolah untuk menjamin bahwa anak-anak sebagai generasi penerus akan dapat hidup lebih
baik, demikian pula sekolah.

2. Untuk memenuhi harapan masyarakat itu, masyarakat perlu berperan serta dalam
pengembangan sekolah. Yang dimaksud dengan peran serta adalah kepedulian masyarakat
tentang hal-hal yang terjadi di sekolah, serta tindakan sebagai membangun dalam usaha
perbaikan sekolah.
3. Untuk meningkatkan peran serta itu diperlukan kerjasama yang baik, melalui komunikasi
dua arah yang efisien.14
Tujuan utama yang ingin dicapai dengan mengembangkan kegiatan husemas adalah
sebagai berikut:
1. Peningkatan pemahaman masyarakat tentang tujuan serta sasaran yang ingin direalisasikan
sekolah.
2. Peningkatan pemahaman sekolah tentang keadaan serta aspirasi masyarakat tersebut
terhadap sekolah.
3. Peningkatan usaha orang tua siswa dan guru-guru dalam memenuhi kebutuhan anak didik,
serta meningkatkan kuantitas serta kualitas bantuan orang tua siswa dalam kegiatan
pendidikan di sekolah.
4. Peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya peran serta mereka dalam
memajukan pendidikan di sekolah dalam era pembangunan.
5. Terpeliharanya kepercayaan masyarakat terhadap sekolah serta apa yang dilakukan oleh
sekolah.

14
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hlm.
178

1
0
6. Pertanggungjawaban sekolah atas harapan yang dibebankan masyarakat kepada sekolah.
7. Dukungan serta bantuan dari masyarakat dalam memperoleh sumber-sumber yang
diperlukan untuk meneruskan dan meningkatkan program sekolah.16
Adapun peran guru di masyarakat dalam kaitannya dengan kompetensi sosial dapat
diuraikan sebagai berikut:

1. Guru sebagai Petugas Kemasyarakatan


Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas bahwa guru memegang peranan sebagai
wakil masyarakat yang representatif sehingga jabatan guru sekaligus merupakan jabatan
kemasyarakatan. Guru bertugas membina masyarakat agar masyarakat berpartisipasi dalam
pembangunan. Untuk melaksanakan tugas itu, guru harus memiliki kompetensi sebagai
berikut ini:
a. Aspek normatif kependidikan, yaitu untuk menjadi guru yang baik tidak cukup
digantungkan kepada bakat, kecerdasan, kecakapan saja, tetapi juga harus bertitikad baik
sehingga hal ini menyatu dengan norma yang dijadikan landasan dalam melaksanakan
tugasnya.
b. Pertimbangan sebelum memilih jabatan guru.
c. Mempunyai program meningkatkan kemajuan masyarakat dan kemajuan pendidikan.
2. Guru di Mata Masyarakat
Dalam pandangan masyarakat, guru memiliki tempat tersendiri karena fakta
menunjukkan bahwa ketika seorang guru berbuat kurang senonoh, menyimpang dari
ketentuan atau kaidah-kaidah masyarakat dan menyimpang dari apa yang diharapkan
masyarakat, langsung saja masyarakat memberikan suara sumbang kepada guru itu.
Kenakalan anak yang kini merajalela di berbagai tempat, sering pula tanggung jawabnya
ditudingkan kepada guru sepenuhnya dan sering pula dilupakan apa yang dilihat, didengar
anak serta pergaulan anak dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Dalam kedudukan seperti itu, guru tidak lagi dipandang sebagai pengajar di kelas,
tetapi darinya diharapkan pula tampil sebagai pendidik bukan saja terhadap peserta didiknya
di kelas, namun juga sebagai pendidik di masyarakat yang seyogianya memberikan teladan
yang baik kepada masyarakat.

16
E. Mulyasa hlm 182-183

11
Demikianlah atas dasar analisis sepintas ternyata kedudukan guru bukan hanya
terbatas pada keempat dinding kelas di sekolah, bergeser jauh menembus batas halaman
sekolah dan berada langsung di tengah-tengah masyarakat. Untuk itu, guru harus memiliki
kompetensi sebagai berikut:
a. Mampu berkomunikasi dengan masyarakat.
b. Mampu bergaul dan melayani masyarakat dengan baik.
c. Mampu mendorong dan menunjang kreativitas masyarakat.
d. Menjaga emosi dan perlaku yang kurang baik.
3. Tanggung Jawab Sosial Guru
Peranan guru di sekolah tidak lagi terbatas untuk memberikan pembelajaran, tetapi
harus memikul tanggung jawab yang lebih banyak, yaitu bekerja sama dengan pengelola
pendidikan lainnya di dalam lingkungan masyarakat. Untuk itu, guru harus mempunyai
kesempatan lebih banyak melibatkan diri dalam kegiatan di luar sekolah.
Perangkat kompetensi yang dijabarkan secara operasional di atas merupakan bekal
bagi calon guru dalam menjalankan tugas dan taggung jawabnya di lapangan dan di
sekolah.17

17
E. Mulyasa Ibid hlm 184

12
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Kompetensi sosial adalah kemampuan dan kecakapan seorang guru dengan

kecerdasan sosial yang dimiliki dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang

lain, yakni siswa secara efektif dalam pelaksanaan proses pembelajaran.

Kemampuan dalam standar kompetensi ini mencakup empat kompetensi utama

yakni:

1. Bersikap inklusif dan bertindak objektif serta tidak diskriminatif karena

pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar bekang keluarga,

dan status ekonomi;

2. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik,

tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat;

3. Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang

memiliki keragaman sosial budaya;

B. Saran

Guru bukan hanya dipandang sebagai pengajar di kelas, tetapi seorang guru diharapkan
pula tampil sebagai pendidik bukan saja terhadap peserta didiknya di kelas, namun juga sebagai
pendidik di masyarakat yang dapat memberikan teladan yang baik kepada masyarakat.

13
DAFTAR PUSTAKA

Ashsiddiqi, Hasbi. Kompetensi Sosial Guru dalam Pembelajaran dan Pegembangannya, Ta’dib,
Vol. XVII. 2012.
Mulyasa. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2009.
Nasution. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. 1995.
Payong, Marselus R. Sertifikasi Profesi Guru: Konsep Dasar, Problematika, dan
Implementasinya. Jakarta: PT Indeks Jakarta. 2011.
PP-Nomor-32-tahun2013.pdf.
Rusman. Model-Model Pembelajaran. Depok: PT. RajaGrafindo Persada. 2014.

14

Anda mungkin juga menyukai