Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

KOMPETENSI SOSIAL

Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Pengembangan Profesi Guru


Dosen Pengampu : Ummu Fauzi Saja’ah, M.Pd

Oleh

Carini 1920.01.020011
Euis Susanti 1920.01.020014
Siti Aminah 1920.01.020004
Widia Saleha 1920.01.020006

STKIP AL-AMIN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
Oktober 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala, karena atas berkat
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kompetensi Sosial” ini tepat
pada waktunya. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan profesi
guru yang diampu oleh ibu Ummu Fauzi Saja’ah, M.Pd.
Segala upaya telah kami lakukan untuk menyempurnakan makalah ini, namun bukan
tidak mungkin dalam penulisan makalah ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang dapat dijadikan masukan dalam
menyempurnakan makalah lain di masa yang akan datang.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua, serta menjadi sumbangan pemikiran bagi
pihak yang membutuhkan, khususnya bagi saya sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai,
Aamiin.

Indramayu, 20 Oktober 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................


DAFTAR ISI ...................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. LatarBelakang ....................................................................................... 1
B. RumusanMasalah .................................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan ................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Kompetensi Sosial................................................................ 3
B. Pentingnya Kompetensi Sosial ............................................................... 4
C. Hubungan Sekolah Dengan Masyarakat ................................................. 8
D. Aspek-aspek Kompetensi Sosial Guru ................................................... 11
E. Indikator Kompetensi Sosial Guru ......................................................... 11
F. Karakteristik Guru Yang Memiliki Kompetensi Sosial........................... 13
G. Cara Mengembangkan Kompetensi Sosial Guru .................................... 14
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................. 15
B. Saran........................................................................................................ 16

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 17


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Guru adalah pendidik profesional wajib memiliki kualifikasi, kompetensi dan sertifikasi
pendidik. Kompetensi guru terdiri dari: kompetensi peadagogik, profesional, kepribadian dan
sosial. Kompetensi sosial berarti kemampuan dan kecakapan seorang guru (dengan
kecerdasan sosial yang dimiliki) dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain
yakni siswa secara efektif dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Kompetensi sosial guru
sangat diperlukan dalam proses pembelajaran agar guru menjadi tokoh teladan bagi para
siswa dalam mengembangkan pribadi siswa yang memiliki hati nurani, peduli dan empati
kepada sesama. Kompetensi sosial guru dapat dikembangkan melalui peningkatan kecerdasan
sosial, mengikuti pelatihan-pelatihan yang berhubungan dengan kompetensi sosial dan
beradaptasi di tempat tugas.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pada Pasal 4 ayat 1,
menyatakan “pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak
diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai cultural,
dan kemajuan bangsa”. Pernyataan ini menunjukan bahwa pendidikan diselenggarakan secara
demokratis dan berkeadilan, tidak dapat diurus dengan paradigma birokratik. Karena jika
paradigma birokratik yang dikedepankan, tentu ruang kreatifitas dan inovasi dalam
penyelenggaraan pendidikan khususnya pada satuan pendidikan sesuai semangat UUSPN
2003 tersebut tidak akan terpenuhi.
Penyelenggaraan pendidikan secara demokratis khususnya dalam memberi layanan belajar
kepada peserta didik mengandung dimensi social, oleh karena itu dalam melaksanakan tugas
sebagai pendidik mengedepankan sentuhan social.
Standar kompetensi merupakan sebuah terobosan yang dikeluarkan oleh kementrian
pendidikan dan kebudayaan yang berusaha untuk memberikan gambaran mengenai hal-hal
yang harus dimiliki oleh seorang guru yang berujung untuk meningkatkan mutu serta kualitas
pendidikan di Indonesia dengan meningkatkan keprofesionalitasan guru atau pembimbing.
Dan hal ini telah tercantum dalam undang-undang guru dan dosen yang menyebutkan
bahwasanya seorang guru harus memiliki 4 kemampuan atau kompetensi diantaranya
kompetensi pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian, bahkan ada rumusan yang lebih

Page | 1
banyak lagi dengan menambahkan dengan kompetensi leadership yang tentunya bagi kita
mahasiswa jurusan keguruan haruslah dapat memahami dan memiliki kelima kompetensi
tersebut sebelum kita benar-benar menjadi seorang pendidik.
Bagaimana kompetensi-kompetensi tersebut dijelaskan, dalam makalah ini penyusun akan
mengulas dan menjelaskan salah satu kompetensi tersebut yaitu kompetensi sosial.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian kompetensi sosial?
2. Bagaimana pentingnya kompetensi sosial pada guru?
3. Bagaimana hubungan guru di masyarakat?
4. Apa saja aspek-aspek kompetensi sosial guru?
5. Apa saja indicator kompetensi sosial guru?
6. Bagaimana karakteristik guru yang memiliki kompetensi sosial?
7. Bagaimana cara mengembangkan kompetensi sosial guru?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian kompetensi sosial.
2. Untuk mengetahui pentingnya kompetensi sosial pada guru.
3. Untuk mengetahui bagaimana hubungan guru di masyarakat.
4. Untuk mengetahui aspek-aspek kompetensi sosial guru.
5. Untuk mengetahui indicator-indikator kompetensi sosial guru.
6. Untuk mengetahui karakteristik guru yang memiliki kompetensi sosial.
7. Untuk mengetahui cara mengembangkan kompetensi sosial guru.

Page | 2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kompetensi Sosial


Menurut Suharsimi, kompetensi sosial berarti guru harus memiliki kemampuan
berkomunikasi sosial dengan siswa, sesama guru, kepala sekolah dan masyarakatnya.
Pakar psikolog pendidikan Gadner (1983) menyebut kompetensi sosial itu sebagai social
intellegence atau kecerdasan sosial. Kecerdasan sosial merupakan salah satu dari 9 kecerdasan
(logika, bahasa, musik, raga, uang, pribadi, alam skuliner) yang berhasil diidentifikasi oleh
Gadner.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan,
penjelasan pasal 28 ayat 3 butir (d) dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi
sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan
bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang
tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Kompetensi ini meliputi sub kompetensi dengan indikator efektif berupa:
1. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik.
2. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan tenaga kependidikan.
3. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali.
4. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik dan masyarakat
sekitar.
Apabila guru tersebut telah memiliki keempat kompetensi tersebut maka guru tersebut
telah memilik hak atas profesionalitas karena ia telah jelas memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
1. Mendapat pengakuan dan perlakuan hukum terhadap batas wewenang keguruan yang
menjadi tanggung jawabnya.
2. Memiliki kebebasan untuk mengambil langkah-langkah interaksi edukatif dalam batas
tanggung jawabnya dan ikut serta dalam proses pengembangan pendidikan setempat.
3. Menikmati teknis kepemimpinan dan dukungan pengelolaan yang efektif dan efisien dalam
rangka menjalankan tugas sehari-hari.

Page | 3
4. Menerima perlindungan dan penghargaan yang wajar terhadap usaha-usaha dan prestasi
yang inovatif dalam bidang pengabdiannya.
Berdasarkan pengertian kompetensi sosial di atas, maka kompetensi sosial guru berarti
kemampuan dan kecakapan seorang guru dengan kecerdasan sosial yang dimiliki dalam
berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain, yakni siswa secara efektif dalam
pelaksanaan proses pembelajaran.
B. Pentingnya Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial guru memegang peranan penting, karena sebagai pribadi yang hidup
ditengah-tengah masyarakat, guru juga perlu memiliki kemampuan untuk berbaur dengan
masyarakat melalui kemampuannya, antara lain melalui kegiatan olahraga, keagamaan, dan
kepemudaan. Keluwesan bergaul harus dimiliki, sebab kalau tidak pergaulannya akan menjadi
kaku dan berakibat yang bersangkutan kurang diterima oleh masyarakat. Sedikitnya terdapat
tujuh kompetensi sosial yang harus dimiliki guru agar dapat berkomunikasi dan bergaul
secara efektif, baik di sekolah maupun di masyarakat. Ketujuh kompetensi tersebut dapat di
identifikasikan sebagai berikut:
1. Memiliki pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial maupun agama.
2. Memiliki pengetahuan tentang budaya dan tradisi.
3. Memiliki pengetahuan tentang inti demokrasi.
4. Memiliki pengetahuan tentang estetika.
5. Memiliki apresiasi dan kesadaran sosial.
6. Memiliki sikap yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan.
7. Setia terhadap harkat dan martabat manusia.
Guru profesional juga memiliki kompetensi sosial yang dapat diandalkan. Kompetensi ini
nampak dalam kemampuannya untuk berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain secara
efektif (siswa, rekan guru, orangtua, kepala sekolah, dan masyarakat pada umumnya).
Menurut Permendiknas No. 16 tahun 2007, kemampuan dalam standar kompetensi ini
mencakup empat kompetensi utama yakni: 1) Bersikap inklusif dan bertindak objektif serta
tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar bekang
keluarga, dan status ekonomi; 2) Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan
sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat; 3) Beradaptasi di tempat
bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya; 4)
Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau

Page | 4
bentuk lain. Berikut ini akan dijelaskan secara lebih spesifik keempat kompetensi utama
tersebut:
1. Bersikap Inklusif, Berindak Objektif, dan tidak Diskriminatif
Bersikap inklusif artinya bersikap terbuka terhadap berbagai perbedaan yang dimiliki
oleh orang lain dalam berinteraksi. Guru harus bisa berinteraksi dan bergaul dengan siswa
atau rekan sejawat, atau bahkan anggota masyarakat yang berbeda latar belakang. Dalam latar
pembelajaran berhadapan dengan siswa yang memiliki keragaman semacam ini guru harus
mampu mengelola kelas dengan baik. Ia harus bisa menempatkan dirinya di tengah
perbedaan-perbedaan itu. Dengan bertindak demikian, maka guru telah melaksanakan amanat
dari Deklarasi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua (Education for All) yang dicanangkan
di Jomtien Thailand, tahun 1990 yang lalu. Salah satu butir deklarasi menyatakan bahwa
pendidikan harus dapat dinikmati oleh semua orang tanpa memandang usia, latar belakang
ras, agama, dan sebagainya. Dengan itu guru bertindak non diskriminatif karena ia tidak
membeda-bedakan peserta didik berdasarkan latar belakang mereka.
Dalam berinteraksi dengan rekan sejawat atau pun masyarakat sebagai pemangku
kepentingan dalam pendidikan, guru juga harus bisa menempatkan diri dalam situasi yang
mungkin penuh dengan keragaman latar belakang.
Guru juga dituntut untuk bertindak objektif baik dalam memberikan penilaian terhadap
hasil belajar siswa, maupun dalam memberikan pandangan-pandangan atau pendapat terhadap
suatu persoalan tertentu. Meskipun dalam hal tertentu pandangan atau sikap guru terpaksa
berpihak, namun keberpihakan guru harus dilandasi oleh kebenaran ilmiah, rasional, dan etis.
Di atas sikap objektif ini terdapat penghargaan yang tinggi terhadap nilainilai kemanusiaan.
Sikap objektif guru tidak boleh dikalahkan oleh desakan-desakan pragmatis atau kepentingan
sesaat. Banyak guru yang menjadi tidak objektif dan tidak kritis terhadap persoalan tertentu
atau melacurkan profesinya hanya karena kepentingan sesaat. Misalnya kecurangan-
kecurangan yang selalu terjadi sebelum, selama dan setelah perhelatan ujian nasional (UN)
yang dilakukan oleh sejumlah oknum guru menjadi bukti bahwa banyak guru kita yang belum
bertindak objektif dan independen, tetapi masih bekerja di bawah pesanan, tekanan, atau
intrik-intrik tetentu.

Page | 5
2. Bekomunikasi secara Efektif, Empatik dan Santun
Pada prinsipnya, komunikasi yang efektif terjadi apabila pesan yang disampaikan oleh
pengirim pesan (guru) dapat diterima dengan baik oleh penerima (orang tua, rekan sejawat,
atau masyarakat pada umumnya), dipahami maksudnya dan bisa menghasilkan efek yang
diharapkan dalam diri penerima pesan. Efektif komunikasi tergantung pada beberapa faktor
yakni: penerima pesan (komunikan), pengirim pesan (komunikator), pesan, dan situasi.
Komunikasi yang efektif mempersyaratkan bahwa pesan dan kemasannya harus menarik,
membangkitkan minat, dan dapat dipahami oleh orang lain selaku penerima pesan. Selain itu
situasi juga ikut menentukan efektif tidaknya suatu komunikasi. Situasi yang dimaksud
berkaitan dengan waktu penyampaian pesan, kondisi pada saat penyampaian pesan dan ada
tidaknya gangguan pada saat penyampaian pesan. Jika guru ingin agar komunikasi dengan
orang lain berlangsung efektif maka hendaknya memperhatikan keempat faktor tersebut
secara baik.
Berkomunikasi berarti komunikasi yang memungkinkan komunikator dapat merasakan
apa yang dirasakan oleh penerima pesan. Istilah empati sendiri berasal dari kata bahasa
Jerman einfuhlung yang berarti “merasakan”. Berempati dengan seseorang berarti merasakan
apa yang seorang itu rasakan, mengalami apa yang seseorang itu alami, atau melihat dari
sudut pandang orang itu tetapi tanpa kehilangan idetintas atau jati diri sendiri. Guru dapat
berkomunikasi secara empatik dengan orang lain apabila ia dapat menyelami dan berusaha
untuk merasakan, apa yang dirasakan oleh orang lain atau mengalami apa yang dirasakan oleh
mereka. DeVito menyarankan, jika ingin berkomunikasi secara empatik maka dilakukan tiga
hal berikut: 1) Nyatakan keterlibatan aktif anda dengan orang lain melalui eksperesi wajah
atau gerak-gerik tertentu yang cocok, 2) Fokuskan konsentrasi, misalnya dengan menjaga
kontak mata, postur tubuh, dan kedekatan fisik, 3) Gunakan sentuhansentuhan setepatnya bila
perlu.
Komunikasi juga harus dilakukan secara santun, artinya harus disesuaikan dengan
kebiasaan, adat istiadat atau kebudayaan setempat. Mengingat orang lain yang dihadapi guru
bisa berasal dari latar kultur yang berbeda-beda, ada kemungkinan makna santun dalam
berkomunikasi dapat bervariasi. Penggunaan kata-kata dan dinamikanya, ekspresi wajah,
termasuk paralinguistik (tekanan suara, keras lembut suara, sentuhan, dan sebagainya) harus
diperhatikan kesesuaiannya dengan kebiasaan berkomunikasi setempat. Itulah sebabnya,
pengetahuan tentang multikulturaslisme bagi guru sangatlah penting karena menjadi dasar

Page | 6
bagi guru untuk memupuk kemampuannya komunikasinya dengan orang lain yang berasal
dari latar belakang yang berbeda-beda.
3. Beradaptasi di Tempat Tugas di Seluruh Wilayah RI
Guru Indonesia telah disiapkan untuk mampu bekerja di seluruh Indonesia. Ia telah
disiapkan sebagai abdi negara dan abdi masyarakat di mana saja di seluruh wilayah
Indonesia. Karena itu guru harus memiliki cultural intelligence (CI) yakni kemampuan untuk
beradaptasi dengan kondisi budaya yang beraneka ragam di seluruh Indonesia. Kemampuaan
beradaptasi ini antara lain ditunjukkan dengan kemampuan untuk menempatkan diri sebagai
bahasa pergaulan, dan kemampuan untuk menghargai keunikan, kekhasan dan nilai-nilai
budaya dan adat istiadat dari masyarakat setempat.
Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang kemudian dipertegas
melalui Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2008 tentang Guru yang telah direvisi menjadi
Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2017 membuka kemungkinan bagi guru untuk bekerja di
seluruh wilayah Indonesia. Dalam keadaan darurat misalnya, pemerintah dapat menerapkan
wajib kerja bagi guru ditempatkan di mana saja bila dibutuhkan. Selain itu, dalam rangka
distribusi pemerataan guru di seluruh Indonesia maka terdapat kemungkinan perpindahan
guru dan redistribusi guru antar kabupaten maupun antar provinsi di seluruh Indonesia.
Akibat dari kondisi-kondisi ini, keharusan untuk memupuk kecerdasan kultural (cultural
intelligence) adalah suatu keharusan di samping pemahaman tentang multikulturalisme di
Indonesia.
4. Berkomunikasi dengan Komunikasi Profesi Sendiri dan Profesi Lain
Kemampuan komunikasi guru tidak hanya sebatas berkomunikasi dalam konteks
pembelajaran yang melibatkan interaksi guru dengan siswa, tetapi juga kemampuan untuk
bisa berkomunikasi secara ilmiah dengan komunitas seprofesi maupun komunitas profesi lain
dengan menggunakan berbagai macam media dan forum. Berkaitan dengan Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) No. 16
tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya tentang penilaian angka
kreditnya pada pasal 11 menyatakan bahwa salah satu sub unsur yang dapat dinilai terkait
dengan pengembangan keprofesian berkelanjutan adalah publikasi ilmiah berupa hasil.
penelitian atau gagasan inovatif pada bidang pendidikan formal, atau juga publikasi buku
teks pelajaran, buku pengayaan, dan pedoman guru.

Page | 7
Melalui komunikasi semacam ini guru dapat memberikan pencerahan kepada masyarakat
melalui media seperti majalah, surat kabar, bahkan melalui website-website gratis yang
sekarang banyak tersedia di dunia maya. Saat ini memang sudah banyak guru yang
memanfaatkan media online ini untuk pembelajaran, bahkan penyampaian ide-idenya kepada
masyarakat luas. Berbeda dengan komunikasi melalui media surat kabar, majalah, atau jurnal
ilmiah, komunikasi melalui media online dikelola oleh guru sendiri. Karena itu selain
kemampuan berbahasa tulis yang baik, guru juga dituntut untuk melek ICT (Information and
Communications Technology) seperti bagaimana membuat konten-konten media online dan
menyebarluaskannya melalui situs online. Karena itu kemampuan dasar untuk kompetensi ini
terkait erat dengan kemampuan ICT yang telah dikemukakan di depan.
Komunikasi dengan sejawat seprofesi maupun profesi lain, juga dapat dilakukan melalui
penyajian hasil penelitian atau pemikiran dalam forum-forum ilmiah seperti seminar, local
karya, panel, dan lain sebagainya. Pada berbagai level (lokal, nasional, maupun
internasional).
C. Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
Sekolah berada di tengah-tengah masyarakat dan dapat dikatakan berfungsi sebagai pisau
bermata dua. Mata yang pertama adalah menjaga kelestarian nilai-nilai yang positif yang ada
dalam masyarakat, agar pewarisan nilai-nilai masyarakat itu berlangsung dengan baik. Mata
yang kedua adalah sebagai lembaga yang dapat mendorong perubahan nilai dan tradisi itu
sesuai dengan kemajuan dan tuntutan kehidupan serta pembangunan. Kedua fungsi ini
seolah-olah bertentangan, namun sebenarnya keduanya dilakukan dalam waktu bersamaan.
Oleh karena itu fungsinya yang kontroversial ini, diperlukan saling pemahaman antara
sekolah dan masyarakat.
Nilai-nilai yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan tetap dijaga kelestariannya
sedang yang tidak sesuai harus diubah. Pelaksanaan fungsi sekolah ini, terlebih-lebih
sekolah menengah yang berada di tengah-tengah masyarakat terpencil, menjadi tumpukan
harapan masyarakat untuk kemajuan mereka. Untuk dapat menjalankan fungsi ini hubungan
sekolah-masyarakat harus selalu lebih baik. Dengan demikian terdapat kerjasama serta
situasi saling membantu antara sekolah dan masyarakat. Di samping itu pendidikan
merupakan tanggung jawab bersama antara sekolah, pemerintah dan masyarakat. Realisasi
tanggung jawab itu tidak dapat dilaksanakan apabila hubungan antara sekolah dan
masyarakat tidak terjalin sebaik-baiknya. Husemas adalah suatu proses komunikasi antara

Page | 8
sekolah dengan masyarakat untuk meningkatkan pengertian masyarakat tentang kebutuhan
dan kegiatan pendidikan serta mendorong minat dan kerjasama dalam peningkatan dan
pengembangan sekolah. Husemas ini merupakan usaha koperatif untuk menjaga dan
mengembangkan saluran informasi dua arah yang efisien serta saling pengertian antara
sekolah, personel sekolah dengan masyarakat. Definisi tersebut mengandung beberapa
elemen penting, yakni sebagai berikut:
1. Adanya kepentingan yang sama antara sekolah dan masyarakat. Masyarakat memerlukan
sekolah untuk menjamin bahwa anak-anak sebagai generasi penerus akan dapat hidup
lebih baik, demikian pula sekolah.
2. Untuk memenuhi harapan masyarakat itu, masyarakat perlu berperan serta dalam
pengembangan sekolah. Yang dimaksud dengan peran serta adalah kepedulian
masyarakat tentang hal-hal yang terjadi di sekolah, serta tindakan sebagai membangun
dalam usaha perbaikan sekolah.
3. Untuk meningkatkan peran serta itu diperlukan kerjasama yang baik, melalui komunikasi
dua arah yang efisien.
Tujuan utama yang ingin dicapai dengan mengembangkan kegiatan husemas adalah
sebagai berikut:
1. Peningkatan pemahaman masyarakat tentang tujuan serta sasaran yang ingin
direalisasikan sekolah.
2. Peningkatan pemahaman sekolah tentang keadaan serta aspirasi masyarakat tersebut
terhadap sekolah.
3. Peningkatan usaha orang tua siswa dan guru-guru dalam memenuhi kebutuhan anak
didik, serta meningkatkan kuantitas serta kualitas bantuan orang tua siswa dalam
kegiatan pendidikan di sekolah.
4. Peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya peran serta mereka dalam
memajukan pendidikan di sekolah dalam era pembangunan.
5. Terpeliharanya kepercayaan masyarakat terhadap sekolah serta apa yang dilakukan
oleh sekolah.
6. Pertanggungjawaban sekolah atas harapan yang dibebankan masyarakat kepada
sekolah.
7. Dukungan serta bantuan dari masyarakat dalam memperoleh sumber-sumber yang
diperlukan untuk meneruskan dan meningkatkan program sekolah.

Page | 9
Adapun peran guru di masyarakat dalam kaitannya dengan kompetensi sosial dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Guru sebagai Petugas Kemasyarakatan
Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas bahwa guru memegang peranan
sebagai wakil masyarakat yang representatif sehingga jabatan guru sekaligus merupakan
jabatan kemasyarakatan. Guru bertugas membina masyarakat agar masyarakat
berpartisipasi dalam pembangunan. Untuk melaksanakan tugas itu, guru harus memiliki
kompetensi sebagai berikut ini:
a. Aspek normatif kependidikan, yaitu untuk menjadi guru yang baik tidak cukup
digantungkan kepada bakat, kecerdasan, kecakapan saja, tetapi juga harus bertitikad
baik sehingga hal ini menyatu dengan norma yang dijadikan landasan dalam
melaksanakan tugasnya.
b. Pertimbangan sebelum memilih jabatan guru.
c. Mempunyai program meningkatkan kemajuan masyarakat dan kemajuan pendidikan.
2. Guru di Mata Masyarakat
Dalam pandangan masyarakat, guru memiliki tempat tersendiri karena fakta
menunjukkan bahwa ketika seorang guru berbuat kurang senonoh, menyimpang dari
ketentuan atau kaidah-kaidah masyarakat dan menyimpang dari apa yang diharapkan
masyarakat, langsung saja masyarakat memberikan suara sumbang kepada guru itu.
Kenakalan anak yang kini merajalela di berbagai tempat, sering pula tanggung jawabnya
ditudingkan kepada guru sepenuhnya dan sering pula dilupakan apa yang dilihat,
didengar anak serta pergaulan anak dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Dalam kedudukan seperti itu, guru tidak lagi dipandang sebagai pengajar di kelas,
tetapi darinya diharapkan pula tampil sebagai pendidik bukan saja terhadap peserta
didiknya di kelas, namun juga sebagai pendidik di masyarakat yang seyogianya
memberikan teladan yang baik kepada masyarakat.
Demikianlah atas dasar analisis sepintas ternyata kedudukan guru bukan hanya
terbatas pada keempat dinding kelas di sekolah, bergeser jauh menembus batas halaman
sekolah dan berada langsung di tengah-tengah masyarakat. Untuk itu, guru harus
memiliki kompetensi sebagai berikut:
a. Mampu berkomunikasi dengan masyarakat.
b. Mampu bergaul dan melayani masyarakat dengan baik.

Page | 10
c. Mampu mendorong dan menunjang kreativitas masyarakat.
d. Menjaga emosi dan perlaku yang kurang baik.
3. Tanggung Jawab Sosial Guru
Peranan guru di sekolah tidak lagi terbatas untuk memberikan pembelajaran, tetapi
harus memikul tanggung jawab yang lebih banyak, yaitu bekerja sama dengan pengelola
pendidikan lainnya di dalam lingkungan masyarakat. Untuk itu, guru harus mempunyai
kesempatan lebih banyak melibatkan diri dalam kegiatan di luar sekolah.
Perangkat kompetensi yang dijabarkan secara operasional di atas merupakan bekal
bagi calon guru dalam menjalankan tugas dan taggung jawabnya di lapangan dan di
sekolah.
D. Aspek-aspek Kompetensi Sosial
Gullotta dkk (1990) mengemukakan beberapa aspek kompetensi sosial, yaitu :
1. Kapasitas kognitif, merupakan hal yang mendasari keterampilan sosial dalam menjalin
dan menjaga hubungan interpersonal positif. Kapasitas kognitif meliputi harga diri yang
positif, kemampuan memandang sesuatu dari sudut pandang sosial, dan keterampilan
memecahkan masalah interpersonal.
2. Keseimbangan antara kebutuhan bersosialisasi dan kebutuhan privasi. Kebutuhan
sosialisasi merupakan kebutuhan individu untuk terlibat dalam sebuah kelompok dan
menjalin hubungan dengan orang lain. Sedangkan kebutuhan privasi adalah keinginan
untuk menjadi individu yang unik, berbeda, dan bebas melakukan tindakan tanpa
pengaruh orang lain.
3. Keterampilan sosial dengan teman sebaya, merupakan kecakapan individu dalam menjalin
hubungan dengan teman sebaya sehingga tidak mengalami kesulitan dalam menyesuaikan
diri dengan kelompok dan dapat terlibat dalam kegiatan kelompok.

E. Indikator Kompetensi Sosial


Kompetensi social menurut Slamet PH (2006) terdiri dari Sub-Kompetensi:
1. Memahami dan menghargai perbedaan (respek) serta memilikikemampuan mengelola
konflik dan benturan.
2. Melaksanakan kerjasama secara harmonis dengan kawan sejawat, kepala sekolah dan
wakil kepala sekolah, dan pihak-pihak terkait lainnya.
3. Membangun kerja tim (teamwork) yang kompak, cerdas, dinamis, dan lincah.

Page | 11
4. Melaksanakan kominikasi (oral, tertulis, tergambar) secara efektif dan menyenangkan
dengan seluruh warga sekolah, orangtua peserta didik dengan kesadaran sepenuhnya
bahwa masing-masing memiliki peran dan tanggungjawab terhadap kemajuan
pembelajaran.
5. Memiliki kemampuan memahami dan menginternalisasikan perubahan lingkungan yang
berpengaruh terhadap tugasnya.
6. Memiliki kemampuan mendudukan dirinya dalam system nilai yang berlaku di
masyarakat sekitarnya.
7. Melaksanakan prinsip-prinsip tata kelola yang baik (misalnya: partisipasi, transparansi,
akuntabilitas, penegakan hokum, dan profesionalisme).
Pada kompetensi social masyarakat adalah perangkat perilaku yang merupakan dasar
bagi pemahaman diridengan bagian yang tidak terpisahkan dari lingkungan social serta
tercapainya interaksi social secara objektif dan efisien. Ini merupakan penghargaan guru di
masyarakat, sehingga mereka mendapatkan kepuasan diri dan menghasilkan kerja yang
nyata dan efisien, terutama dalam pendidikan nasional.
Kompetensi social mencakup perangkat perilaku yang menyangkut:
a. Kemampuan interaktif; yaitu kemampuan yang menunjang efektifitas interaksi dengan
orang lain seperti keterampilan ekspresi diri, berbicara efektif, memahami pengaruh
orang lain terhadap diri sendiri, menafsirkan motif orang lai, mencapai rasa aman
bersama orang lain.
b. Ketrampilan memecahkan masalah kehidupan, seperti mengatur waktu, uang, kehidupan
berkeluarga, memahami nilai kehidupan dan sebagainya.
Dari sub-ranah diatas, dijabarkan menjadi indikator-indikator untuk menilai
kemampuan social guru, yaitu:
1. Berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik.
2. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesame pendidik.
3. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan tenanga kependidikan
4. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/ wali peserta didik.
5. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif masyarakat sekitar.
6. Menguasasi langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam
pengetahuan/ materi bidang studi.

Page | 12
Menurut Panduan Serftifikasi Guru Tahun 2006 bahwa terdapat empat indikator untuk
menilai kemampuan sosial seorang guru, yaitu:
1. Bertindak objektif serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin,agama, ras,
kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi.
2. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua, dan masyarakat.
3. Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki
keragaman sosial budaya.
4. Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan
atau bentuk lain.
Dengan demikian, indicator kemampuan social guru adalah mampu berkomunikasi dan
bergaul dengan peserta didik, sesama pendidik dan tenaga kependidikan, orang tua dan wali
murid, masyarakat dan lingkungan sekitar, dan mampu mengembangkan jaringan.
F. Karakteristik Guru Yang Memiliki Kompetensi Sosial
Menurut Musaheri, ada dua karakteristik guru yang memiliki kompetensi sosial, yaitu :
1. Berkomunikasi secara santun
Les Giblin menawarkan lima cara terampil dalam melakukan komunikasi dengan
santun, yaitu:
a. Ketahuilah apa yang ingin anda katakana
b. Katakanlah dan duduklah
c. Pandanglah pendengar
d. Bicarakan apa yang menarik minat pendengar
e. Janganlah membuat sebuah pidato.
2. Bergaul secara efektif
Bergaul secara efektif mencakup mengembangkan hubungan secara efektif dengan
siswa. Dalam bergaul dengan siswa, haruslah menggunakan prinsip saling menghormati,
mengasah, mengasuh dan mengasihi.
Ada 7 kompetensi sosial yang harus dimiliki agar guru dapat berkomunikasi dan bergaul
secara efektif, baik disekolah maupun dimasyarakat, yakni :
1. Memiliki pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial maupun agama.
2. Memiliki pengetahuan tentang budaya dan tradisi.
3. Memiliki pengetahuan tentang inti demokrasi.

Page | 13
4. Memiliki pengetahuan tentang estetika.
5. Memiliki apresiasi dan kesadaran sosial.
6. Memiliki sikap yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan.

7. Setia terhadap harkat dan martabat manusia.


G. Pengembangan Kompetensi Sosial Guru
Kemasan pengembangan kompetensi sosial untuk guru, calon guru (mahasiswa
keguruan), dan siswa tentu berbeda. Kemasan itu harus memerhatikan karakteristik masing-
masing, baik yang berkaitan dengan aspek psikologis maupun sistem yang mendukungnya.
Untuk mengembangkan kompetensi sosial seorang pendidik, kita perlu tahu target atau
dimensi-dimensi kompetensi ini. Beberapa dimensi ini, misalnya, dapat kita saring dari
konsep life skills. Dari 35 life skills atau kecerdasan hidup itu, ada 15 yang dapat
dimasukkan ke dalam dimensi kompetensi sosial, yaitu :
1. Kerja tim 9. Toleransi
2. Melihat peluang 10. Solusi konflik
3. Peran dalam kegiatan kelompok 11. Meneria perbedaan
4. Tanggung jawab sebagai warga 12. Kerjasama
5. Kepemimpinan 13. Komunikasi
6. Relawan sosial 14. Berempati
7. Kedewasaan dalam berelasi 15. Berbagi
8. Kepedulian kepada sesama
Kelima belas kecerdasan hidup ini dapat dijadikan topik silabus dalam pembelajaran
dan pengembangan kompetensi sosial bagi para pendidik dan calon pendidik. Topik-topik
ini dapat dikembangkan menjadi materi ajar yang dikaitkan dengan kasus-kasus yang aktual
dan relevan atau kontekstual dengan kehidupan masyarakat kita. Cara mengembangkan
kecerdasan sosial di lingkungan sekolah antara lain: diskusi, berani menghadapi masalah,
bermain peran, kunjungan langsung ke masyarakat dan lingkungan sosial yang beragam.
Jika kegiatan dan metode pembelajaran tersebut dilakukan secara efektif maka akan dapat
mengembangkan kecerdasan sosial bagi seluruh warga sekolah, sehingga mereka menjadi
warga yang peduli terhadap kondisi sosial masyarakat dan ikut memecahkan berbagai
permasalahan sosial yang dihadapi oleh masyarakat.

Page | 14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kompetensi sosial adalah kemampuan dan kecakapan seorang guru dengan kecerdasan
sosial yang dimiliki dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain, yakni siswa
secara efektif dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Kemampuan dalam standar
kompetensi ini mencakup empat kompetensi utama yakni: 1) Bersikap inklusif dan bertindak
objektif serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi
fisik, latar bekang keluarga, dan status ekonomi; 2) Berkomunikasi secara efektif, empatik,
dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat; 3)
Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki
keragaman sosial budaya; 4) Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi
lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain. Guru bukan hanya dipandang sebagai pengajar
di kelas, tetapi seorang guru diharapkan pula tampil sebagai pendidik bukan saja terhadap
peserta didiknya di kelas, namun juga sebagai pendidik di masyarakat yang dapat
memberikan teladan yang baik kepada masyarakat.
Dalam kompetensi sosial ini terdapat sub kompetensi, diantaranya adalah: seorang guru
harus mampu bergaul secara efektif dengan peserta didik, mampu begaul secara efektif
dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang lain, dan yang terakhir adalah mampu
berkomunikasi secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitanya.
Seorang guru yang memiliki kompetensi sosial akan diterima baik di lingkungan
masyarakat sekitar. Hal tersebut terjadi karena dengan penguasaan kompetensi sosial bagi
guru, maka ia mampu berkomunikasi dengan baik dengan masyarakat, dapat menyesuaikan
diri dengan nilai-nilai yang menjadi pegangan masyarakat dimana ia bertugas, serta mampu
mengatasi masalah sosial yang timbul di masyarakat. Seorang guru juga menjadi teladan
bagi masyarakat. Oleh sebab itu kompetensi sosial perlu dimiliki oleh setiap guru agar
nantinya ia mampu beradaptasi dan diterima oleh masyarakat dengan baik. Apabila guru
bisa beradaptasi dengan baik dan tidak ada pertentangan di dalam masyarakat, maka tujuan
pendidikan pun akan mudah untuk dicapai.
Kelima belas kecerdasan hidup dapat dijadikan topik silabus dalam pembelajaran dan
pengembangan kompetensi sosial bagi para pendidik dan calon pendidik. Topik-topik

Page | 15
tersebut dapat dikembangkan menjadi materi ajar yang dikaitkan dengan kasus-kasus yang
aktual dan relevan atau kontekstual dengan kehidupan masyarakat kita.
Cara mengembangkan kecerdasan sosial di lingkungan sekolah antara lain: diskusi,
berani menghadapi masalah, bermain peran, kunjungan langsung ke masyarakat dan
lingkungan sosial yang beragam. Jika kegiatan dan metode pembelajaran tersebut dilakukan
secara efektif maka akan dapat mengembangkan kecerdasan sosial bagi seluruh warga
sekolah, sehingga mereka menjadi warga yang peduli terhadap kondisi sosial masyarakat
dan ikut memecahkan berbagai permasalahan sosial yang dihadapi oleh masyarakat.
B. Saran
Dalam meningkatkan kompetensi sosial bagi tenaga pendidik perlu adanya kualitas
yang baik juga bersinergi dalam hal ini agar menghasilkan tenaga kependidikan yang
berkualitas baik dari segi intelektual ataupun moralnya.

Page | 16
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/35464469/KOMPETENSI_SOSIAL
Ashsiddiqi, Hasbi. Kompetensi Sosial Guru dalam Pembelajaran dan Pegembangannya, Ta’dib,
Vol. XVII. 2012. Mulyasa. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya. 2009. Nasution. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. 1995. Payong,
Marselus R. Sertifikasi Profesi Guru: Konsep Dasar, Problematika, dan Implementasinya.
Jakarta: PT Indeks Jakarta. 2011. PP-Nomor-32-tahun2013.pdf. Rusman. Model-Model
Pembelajaran. Depok: PT. RajaGrafindo Persada. 2014.

Page | 17

Anda mungkin juga menyukai