KAJIAN TEORI
2.1 Definisi Konseptual
2.1.1 Adult Attachment
Adult Attachment Menurut Bowlby dalam (Rholes, dkk 2001: 421) Attachment
adolescence give rise to internal working models of the self and significant others that
guide behavior and perception in relationships. Most attachment research to date has
Beberapa penelitian terhadap dunia orang dewasa dan hubungan yang dijalin pada
masa itu, sehingga keterikatan emosional yang menjadi topik disebut adult attachment.
Pola adult attachment merupakan replikasi dari pola-pola yang terbentuk semasa bayi,
namun adult attachment dan infant-parent attachment bukanlah hal yang sama. Relasi
orang tua terhadap anak berupa caregiving (memberi), sementara relasi anak pada orang
tua adalah attachment (meminta), masing-masing sifatnya satu arah. Sedangkan pada
pasangan suami isteri relasinya adalah dua arah yaitu caregiving dan attachment, dan
masing-masing individu memiliki peran sebagai figur attachment yang memberi dan
Jadi, dapat disimpulkan bahwa Adult attachment merupakan kelekatan pada orang
dewasa yang ditandai dengan adanya kasih sayang antar pasangan tanpa batas untuk
mengikat satu sama lain dalam menyelesaikan masalah bersama dengan pasangan baik
itu dalam merasa, berfikir dan bertindak untuk membuat keputusan. Pola adult
Blehar, Waters, & Wall menemukan tiga pola utama dari attachment yaitu secure,
Secure attachment, gaya kelekatan ini merupakan bentuk dari keintiman. Individu
dengan kelekatan yang aman lebih mudah menjadi dekat dengan seseorang, mandiri dan
penuh kebijakan.
saling menutup diri dan sulit untuk terbuka dengan pasangannya, bahkan
Menurut Judith A. Feeney (2008), berdasarkan pada temuan yang dilakukan oleh
Carnelley, Pietromonaco dan Jaffe (1996), berikut adalah aspek-aspek utama pada
berat, distress dan tersakiti dalam menghadapi konflik yang meliputi taktik
yang rendah.
pada dasarnya rasa cemas berfungsi sebagai mekanisme kontrol terhadap diri
untuk tetap waspada terhadap apa yang akan terjadi. Namun, jika level
maka hal itu jelas akan sangat menggagu dan dapat merugikan. Kecemasan
selalu ada dalam berbagai hal termasuk dalam diri setiap atlet. Misalnya atlet
merasa takut kalau tidak memenuhi harapan atau tuntutan pelatih, tim
manager, teman satu regu, penonton dan pihak yang bersangkutan. Evans
(1976) dalam (Pratama 2014:8) mengatakan bahwa: ‟Anxiety sebagai suatu
keadaan stres tanpa penyebab yang jelas dan hampir selalu disertai gangguan
pada susunan saraf otonom dan gangguan pada pencernaan.‟ Lebih lanjut
jenis, dalam membagi kecemasan menjadi dua, yaitu State Anxiety dan Trait
Anxiety.
1. State anxiety atau biasa disebut sebagai A-state. A-State ini adalah
pengaruh luar pun atlet sudah berada dalam kondisi cemas. Jika
kebergantungan satu sama lain dan koneksi yang rendah, dukungan yang
rendah atau kurang pada pasangan yang meliputi ekspresi emosional yang
Pendapat dari tokoh lain yang membuat konsep mengenai attachment style pada
dewasa adalah Bartholomew. Berbeda dari penelitian sebelumnya pada attachment style
membaginya menjadi 4 menurut Baron & Byrne dalam (Yauma, 2016: 29)
a) Gaya kelekatan aman Memiliki self esteem yang tinggi dan positif terhadap
self esteem dan kepercayaan interpersonal yang rendah. Gaya ini termasuk
c) Gaya kelekatan ter-preokupasi Suatu gaya yang memiliki self esteem yang
sebagai gaya yang mengandung pertentangan dan tidak aman individu ini
d) Gaya kelekatan menolak Suatu gaya yang memiliki self esteem yang tinggi
gaya yang memiliki konflik dan agak tidak aman dimana individu merasa dia
attachment style yang di konsepkan menurut Myers dalam (Iriani & Ninawati, 2005: 48)
dari penelitian Ainsworth, Blehar, Waters, & Wall yang menemukan tiga pola utama dari
psikologis anak terpenuhi dengan cepat dan konsisten, maka berkembang model positif
pada diri dan positif pada orang lain orang lain (secure attachment), sehingga individu
tersebut akan menunjukan fleksibilitas, keseimbangan dan dapat mengatasi pengala man
yang menyakitkan serta tetap terhubung dalam sebuah hubungan (Bowlby, 1973).
Namun, jika respon pada anak tidak tanggap dan tidak konsisten maka akan mengarah
pada pengembangan model negatif terhadap diri mereka sendiri (anxious attachment)
yang ditandai dengan harga diri rendah, tidak layak mendapatkan kasih sayang dan takut
di tinggalkan. Jika kebutuhan anak diabaikan maka anak dapat mengembangkan model
kerja negatif terhadap orang lain (avoindance attachment) yang dapat mengakibatkan
(Karreman & Vingerhoets, 2012), sedangkan anxious dan avoidance attachment, ber
hubungan dengan kesejahteraan yang lebih rendah (Kafetsios & Sideridis, 2006; Landen
& Wang, 2010; Lavy & Littman-Ovadia, 2011). Individu dengan secure attachment
memiliki hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, dan
Hal ini berhubungan dengan emosi positif dan memiliki tingkat kepuasan yang
lebih tinggi dalam hubungan romantik. (Collins & Feeney 2004; Gleeson & Fitzgerald
2014). Oleh karena itu, mereka dapat terlibat dalam hubungan yang mendalam dan masih
merasa nyaman dengan hubungan yang saling ketergantungan (Bartholomew & Horowitz
1991; Mikulincer & Shaver 2007). Sedang kan, individu yang menunjukkan avoidance
attachment akan mengalami kesulitan dalam hubungan dengan orang lain, mengelola
lingkungan secara tepat, dan menunjukkan tingkat penerimaan diri yang rendah
(Quevedo, Hernandez & Cabrera, 2018), individu yang memiliki anxious attachment juga
menunjukan otonomi penerimaan diri rendah (Bartholomew & Horowitz, 1991; Collins
& Read 1990; Mikulincer & Shaver, 2007). Variabel berikutnya yang diduga memiliki
motivasional, menurunnya motivasi untuk balas dendam dan motivasi untuk menghindar
orang yang telah menyakiti, yang cenderung mencegah seseorang berespon yang
destruktif dalam interaksi sosial dan mendorong seseorang untuk menunjukan perilaku
2.1.2 Penyintas
Penyintas merupakan seseorang yang sedang ebrjuang dan mampu bertahan hidup
dari tindakan kekerasan (Nurfaizah 2019). Orang yang sedang ebrjuang tersebut
merupakan seorang korban kekerasan yang memebranikan diri untuk terbuka di ruang
publik dan mengikuti jalanannya proses pemulihan. Penyintas bukan korban pasif
namun seorang yang mempunyai daya dan kekuatan untuk bertahan menjalankan hidup
dari pengalaman buruk yang tejadi. Dapat dikatakan penyintas apabila orang tersebut
sudah berjuang dari dampak kekerasan yang dialami. Oleh karena itu, penyintas dapat
keluar dari situasi yang mengguncang dirinya melalui pemulihan terhadap rasa trauma
mendapatkan respon yang tepat dalam kondisi traumatik. Dari pemulihan tersebut, maka
penyintas dapat mengambil tindakan dan memahami dampak yang akan diterima atas
tindakannya sendiri (Nurfaizah 2019). Hal tersebut kemudian akan membantu proses
biasa, dan menganggap itu sebuah dinamika kehidupan yang harus dijalani. Sehingga
banyak perempuan rumah tangga yang tidak berani untuk melaporkan kekerasan yang
dialaminya karena beranggapan itu sebuah aib dalam keluarga yang tidak seharusnya
orang lain mengetahuinya. Fenomena kekerasan tersebut seoalah seperti gunung es.
Artinya bahwa kasus yang terungkap (publik) hanyalah sebagaian kecil dari bentuk
kekerasan pada perempuan dalam rumah tangga yang belum terekspose kepermukaan.
Tentu ini menjadi tugas semua pihak bahwa segala bentuk kekerasan harus dihilangkan,
yakni:
1. Kekerasan Fisik, yakni perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit,
rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya,
dan/ atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Dapat dicontohkan seperti
lain sebagainya. Kekerasan psikis ini apabila terjadi pada anak tentu akan
mengalami trauma berkepanjangan. Hal ini juga dapat terjadi pada perempuan.
seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak
disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial
dan/atau tujuan tertentu, yang meliputi: (a) pemaksaan hubungan seksual yang
dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut;
(b) pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah
tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
Bentuk kekerasan seksual inilah yang biasa banyak terjadi pada perempuan,
lingkup rumah tangga, padahal menurut hukum yang berlaku bagi yang
atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.
Dilihat dari penjelasan pasal tersebut, penelantaran rumah tangga tidak hanya
dan pendidikan, tidak memberikan kasih sayang, kontrol yang berlebihan, dll).
Sedikitnya ada dua faktor penyebab kekerasan KDRT adalah Pertama, faktor
terhadap anggota keluarga yang lemah. Kedua, faktor eksternal akibat dari
intervensi lingkungan di luar keluarga yang secara langsung atau tidak langsung
anak.
Selain itu Rocmat Wahab menyimpulkan bahwa KDRT ternyata bukan sekedar
masalah ketimpangan gender. Hal tersebut acapkali terjadi karena kurangnya komunikasi,
ketidakmampuan mencari solusi masalah rumah tangga apapun, serta kondisi mabuk
karena minuman keras dan narkoba. Dalam banyak kasus terkadang pula suami
melakukan kekerasan terhadap isterinya karena merasa frustasi tidak bisa melakukan
penghasilan tetap untuk mencukupi kebutuhan, dan keterbatasan kebebasan karena masih
menumpang pada orangtua/ mertua. Dari kondisi tersebut, sering sekali suami/ laki-laki
mencari pelarian dengan hal-hal negatif (mabuk, judi, narkoba, seks) sehingga berujung
pada pelampiasan terhadap isteri dengan berbagai bentuk, baik kekerasan fisik, psikis,
Secara ringkas dapat dijelaskan bahwa penyebab KDRT terhadap perempuan bisa
terjadi banyak faktor. Faktor diatas bukanlah satu-satunya penyebab, melainkan salah
satu pemicu KDRT terhadap perempuan yang selama terus meningkat. Namun demikian,
terlepas dari apapun penyebabnya, bahwa segala bentuk kekerasan baik yang terjadi
terhadap perempuan merupakan kejahatan berat kemanusiaan. Hal ini apabila dibiarkan
dan berlangsung secara terus menerus dapat mengakibatkan berbagai permasalahan baru
dikemudian hari.
dikaji dalam penelitian dan digunakan untuk memberikan arahan bagi pengukurannya.
Kegiatan penelitian terpusat pada upaya memahami, mengukur, dan menilai keterkaitan
antar variabel. Tentang hal ini perlu diperhatikan bahwa variabel penelitian bukanlah
dikembangkan atau dirumuskan berdasarkan angan- angan atau intuisi peneliti, tetapi
J (Nasution,1998, hal. 23 dalam Moha & sudrajat, 2019) menjelaskan bahwa pendekatan
statistik. Dari pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa penelitian kualitatif merupakan
Pendekatan kualitatif dipilih dalam kajian penelitian ini karena mengangkat tentang
deskripsi berupa pemaparan langsung dari informan sehingga sulit jika diukur secara
sistematis melalui sistem pengukuran, selain itu pendekatan kualitatif digunakan karena
dirasa bersifat adaptif dengan kondisi masyarakat masa kini, agar pada saat melakukan
Dalam penelitian ini variabel-variabel yang akan dikaji adalah: (1) Adult
(internal working models) pada diri dan hubungannya dengan orang lain yang
berkembang seiring waktu melalui pengalaman dengan orang lain yang signifikan
yang dapat memengaruhi perasaan dan perilaku serta cara memandang dan
Terdapat dua kerangka besar yaitu secure attachment dan insecure attachment.
Secure attachment ditandai dengan model kerja internal yang positif dari diri dan
orang lain, sedangkan insecure attachment ditandai dengan model kerja yang negatif
anxious attachment, di mana individu mencari kedekatan, kemauan, dan perhatian dari
kesulitan menjadi tergantung pada orang lain dan meninggalkan pencarian kedekatan
(Ainsworth et al. 1978; Fraley dan Roisman 2014; Fraley dan Waller 1998). Dimensi
tersebut mengarah pada orientasi attachment yang berbeda, yaitu (a) secure
attachment ketika kedua dimensi tersebuat berada pada level rendah, (b) anxious
attachment tingkat anxious tinggi dan tingkat avoidance yang rendah, dan (c)
tangga. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran Adult Attachment yang
biasa, dan menganggap itu sebuah dinamika kehidupan yang harus dijalani. Sehingga
banyak perempuan rumah tangga yang tidak berani untuk melaporkan kekerasan yang
dialaminya karena beranggapan itu sebuah aib dalam keluarga yang tidak seharusnya
orang lain mengetahuinya. Fenomena kekerasan tersebut seoalah seperti gunung es.
Artinya bahwa kasus yang terungkap (publik) hanyalah sebagaian kecil dari bentuk
kekerasan pada perempuan dalam rumah tangga yang belum terekspose kepermukaan.
Tentu ini menjadi tugas semua pihak bahwa segala bentuk kekerasan harus dihilangkan,
khususnya pada perempuan. Penelitian ini memberikan gambaran bagaiaman konsep
DAFTAR PUSTAKA
Rholes, W. S., Simpson J. A., Lorne. C., & Jami, G. 2001. Adult Attachment and the Transitions
Iriani, Fransisca. dan Ninawati. 2005. Gambaran kesejahteraan Psikologis Pada Dewasa Muda
Feeney, J.A. (2008). Adult Romantic Attachment: Developments in the Study of Couple
Research, and Clinical Applications (p.456-481). New York: The Guilford Press.
Fraley, R. C., & Shaver, P.R. (2000). Adult Romantic Attachment: Theoretical Developments,
4(2), 132-154.