Anda di halaman 1dari 23

Nice Maylani Asril, M.Psi., Ph.D.

, Psikolog

Psychological Growth: Conflict, Defense


Mechanism and Self-acceptance
Presented for: Parahita Education Provider

01
Konflik Psikologis Menurut Ahli
Psikolog Charles Brenner (1994, 2002) mengartikan bahwa konflik adalah
bentuk “kompromi” pada keinginan yang tidak terpenuhi atau dorongan yang
bermuatan emosi negatif (ketidaksenangan) yang ditimbulkan oleh
kecemasan dan depresi (unresolved), pertahanan, dan ketakutan akan
hukuman atau masalah harga diri

Bromberg (1998) memandang konflik sebagai serangkaian keadaan disosiatif


(lari dari kenyataan dengan cara tidak sehat) yang mempengaruhi organisasi
kepribadian dan dipicu oleh trauma.

2
Conflicts can be described as :

1) Inter-systemic:
-between id, ego and superego

3
2) Intra-systemic:

-due to the existence of some contradictory tendencies and


instinctual pairs of opposites:
a) Love and hate
b) polaritas activity/passivity
c) bisexuality (homo versus hetero-sexuality)

Later on, conflicts were described as between the Life and


the Death instincts

4
Mekanisme Pertahanan Diri

Dalam teori psikoanalitik, mekanisme pertahanan


(defense mechanism) memperkuat ego atau diri
individu.

Di bawah tekanan kecemasan berlebihan yang


dihasilkan oleh pengalaman individu terhadap
lingkungannya, ego dipaksa untuk menghilangkan
kecemasan dengan membela diri. Langkah-langkah
yang diperlukan untuk melakukan ini disebut
sebagai "mekanisme pertahanan".

5
Semua mekanisme pertahanan memiliki dua
karakteristik yang sama:
• mereka menyangkal, mendistorsi, atau
memalsukan kenyataan
• mereka beroperasi secara tidak sadar.

Beberapa mekanisme pertahanan bersifat adaptif


dan mendukung fungsi dewasa individu, sementara
yang lain maladaptif dan menghambat pertumbuhan
individu.

Umumnya pertahanan menghambat proses


eksplorasi dalam terapi, dan untuk alasan ini mereka
sering dihadapkan pada model terapi analitik yang
lebih ekspresif.
6
Gangguan Penggunaan Zat
Adiktif

Dalam pengobatan gangguan penggunaan zat,


pertahanan dilihat sebagai sarana untuk
menolak perubahan-perubahan yang berkaitan
dengan berhenti atau setidaknya mengurangi
penggunaan narkoba.

Mark dan Luborsky (1992) mencatat bahwa dua pertahanan yang


sering terlihat pada mereka dengan gangguan penggunaan zat
adalah penyangkalan (denial), rasionalisasi, dan proyeksi.

7
Mekanisme Pertahanan
Mekanisme pertahanan yang paling umum digunakan oleh mereka yang menderita
gangguan penggunaan zat adalah:
• Denial; adalah penolakan untuk menerima informasi faktual atau kenyataan.
• Rasionalisasi; hal ini digunakan untuk membela diri terhadap perasaan bersalah,
serta untuk melindungi diri dari kritik dan menjaga harga diri
• Proyeksi; memungkinkan orang yang berkonflik untuk mengekspresikan
kemarahannya.
• Represi; berkaitan dengan menyembunyikan kenangan menyakitkan secara tidak
sadar, pikiran yang tidak diinginkan, atau keyakinan tidak logis

8
Mekanisme Pertahanan
•Pemindahan; atau displacement menargetkan emosi yang kuat, seperti
frustrasi, terhadap seseorang atau objek yang tidak merasa mengancam.
•Regresi; melarikan diri ke tahap perkembangan awal dalam hidup yang
disebabkan oleh perasaan cemas atau terancam dan mengalami
kehilangan atau trauma.
•Penghindaran; terdiri dari menjauh dari lingkungan, situasi, individu, atau
hal tertentu.

9
Kegagalan dan Malu Meningkatkan Penghindaran
Penghindaran membantu mengurangi
tanggung jawab untuk perubahan dan
3. menyelamatkan perasaan gagal dan malu.
Co-dependency
Tapi, penghindaran meniadakan pencapaian
“mutual enabling”
serta kepercayaan diri seseorang!

1. 2.
Sociopathology
Neurosis
“Yes, but so
Semakin besar tumpang “Yes, but…”
what?!”
tindih, semakin besar
kecenderungan untuk
menghindari

10
Rasa Bersalah & Malu
• Anak berjuang dengan perasaan tidak mampu dan inkompetensi untuk menghadapi tuntutan hidup
(insecure attachment with caregiver)

• Malu menghasilkan harga diri yang rendah dan perasaan tidak berharga

11
Rasa Bersalah & Malu
• Konsep diri (saya tidak berharga) dan ideal diri (saya sangat penting) sering kali sangat ekstrem.

• Kegagalan dan penolakan melahirkan luka dan kemarahan yang dipicu oleh lebih banyak rasa
bersalah dan malu.

• Kemarahan sering diekspresikan dalam istilah pasif-agresif (depresi, ketidakberdayaan,


kecanduan)

• Rasa malu menghasilkan ketakutan akan keintiman atau risiko bahwa ketidakmampuan akan
terekspos

12
Rasa Malu memunculkan:
• Sabotase Pencapaian/Penghindaran Risiko: merusak kesuksesan dalam tugas-tugas kehidupan, seperti


pekerjaan atau kinerja akademik, hubungan intim (Jones dan Berglas; 1978)
Co-Dependency: Ketergantungan pada orang lain untuk melindungi diri agar ketidakmampuan tidak


terekspos dan untuk menghindari tanggung jawab (Schoenleber & Berenbaum, 2012).
Perfeksionisme, Arogansi, Eksibisionisme, dan Distorsi Kognitif lainnya: pandangan negatif tentang
perilaku orang lain; fokus selektif pada peristiwa negatif; aturan dan harapan yang kaku; keraguan untuk


yakin mengelola diri. (Schoenleber & Berenbaum, 2012).
Fantasi: penghindaran dan penolakan rasa malu dan perasaan bersalah (Schoenleber & Berenbaum,


2012).
Kemarahan/Agresi: tindakan balasan untuk mengatasi pemicu berbasis rasa malu


(Schoenleber&Berenbaum, 2012); Kekuasaan atas orang lain
Perebutan kekuasaan, pasif-agresif, termasuk depresi, penggunaan zat, gangguan makan, dan
penarikan diri, isolasi atau kegagalan (Adler)
Co-dependency
Co-dependency = ketergantungan yang berlebihan pada pasangan atau orang
lain untuk mendapatkan persetujuan dan identitas diri.
1. Berkembang di masa kecil
•individuasi yang tidak memadai (masalah saat pembentukan konsep diri)
•pengasuhan berbasis rasa bersalah dan malu
2. Hasil
•harga diri yang buruk
•kebutuhan terus-menerus akan keamanan dan validasi
3. Resiko
•Bentuk hubungan yang memberikan perlindungan untuk terhindar dari risiko,
serangan dan tuntutan tanggung jawab (mutual enable)
•pola ketergantungan bersama antargenerasi 14
Bagaimana Pola Co-dependency Terbentuk

1. Seseorang mengembangkan peran yang terlalu berfungsi dan kurang berfungsi.


2. Peran-peran tersebut saling bergantung, saling melengkapi dan timbal balik.
3. Pola tersebut muncul pada situasi:
•mengekspresikan keintiman dan konflik
•berhubungan dengan anggota keluarga lainnya
•membuat keputusan dan memecahkan masalah
•menunjukkan kesetiaan
•menegaskan kembali metode untuk menghindari 1) kemarahan dan 2) penolakan

15
Bagaimana Pola Co-dependency Terbentuk

4. Biasanya, satu pasangan (seringkali pengguna) sangat kaku dan tidak terlibat, sementara yang lain
sangat terikat.
5. Beberapa kodependen merasa bahwa merawat orang yang paling membutuhkannya memberi
mereka rasa berharga dan mereka dapat merasa aman dari validasi yang diberikan hubungan
semacam itu kepada mereka.
6. Kodependen dimotivasi oleh kurangnya cinta diri, berharap untuk mendapatkan cinta yang mereka
tuangkan ke orang lain sebagai balasannya.

16
Rasa bersalah dan malu
memicu rasa tidak mampu dalam diri
anak,
memunculkan perasaan tidak berdaya
dan
Co-dependency hingga dewasa.
(Worth-less-ness)

17
Ciri-ciri orang dengan codependency:
1. Menjadi marah ketika orang mencoba menetapkan batasan.
2. Merasa seolah-olah perlu tunduk pada tuntutan pasangan atau
mereka akan pergi.
3. Ketidakmampuan untuk menetapkan batasan atau menyatakan
kebutuhan.
4. Rasionalisasi perilaku buruk atau kurangnya tanggung jawab.
5. Penolakan dalam hubungan (membenarkan perilaku buruk).
6. Harga diri rendah dalam hubungan.
7. Membuat diri sendiri bertanggung jawab atas masalah orang lain.
8. Upaya untuk mengendalikan orang lain.
9. Merasa cemas atau depresi karena masalah hubungan.

18
Individu yang Co dependency Mengembangkan
Masalah Sosial
1. Individu rentan terhadap perasaan malu, tidak mampu dan tidak berharga

2. Masalah dengan Keintiman (kesulitan dengan kepercayaan dan kedekatan)

3. Masalah dengan Kemarahan, Kekuatan dan Kontrol

4. Penghindaran Agresif

19
Self-Acceptance
Penerimaan diri sejati adalah merangkul the real self,
tanpa kualifikasi, kondisi, atau pengecualian apa pun
(Seltzer, 2008).
Definisi ini menekankan pentingnya menerima semua
aspek diri. Tidak cukup hanya dengan merangkul hal-
hal baik saja, cakupannya juga merangkul bagian yang
kurang diinginkan, negatif, dan jelek dari the real self.

Dengan benar-benar menerima diri kita sendiri, kita dapat memulai proses
perbaikan diri yang bermakna. Dengan kata lain, kita harus terlebih dahulu mengakui
bahwa kita memiliki sifat dan kebiasaan yang tidak diinginkan sebelum kita memulai
perjalanan menuju perbaikan.
20
Self Acceptance Treatment Targets

2. Reconcile Power
Issues 3. Improve Self-worth
1. Heal Trauma/Shame
a) Lepaskan dan arahkan Kembangkan kepercayaan,
pulihkan depresi dan kembali permainan
kecemasan keintiman, dan “ketertarikan
kekuasaan yang ada, b) sosial” melalui
dengan mengelola rekonsiliasi rasa sakit dan
Rasa bersalah, marah dan a) keterlibatan yang berarti;
kebutuhan untuk b) menavigasi tugas-tugas
malu membalas dendam, dan c) hidup, dan c)
bekerja untuk menebus mengumpulkan prestasi
kesalahan dan belajar
menerima tanggung jawab.

tujuan yang saling melengkapi dan saling menguatkan


21
Gambaran Umum Proses
Penanganan/Intervensi

Memulihkan Rekonsiliasi daya Bekerja untuk Action dan


Trauma/Stres dan kemampuan Membangun relapse
diri Harga Diri prevention

22
Thank you!
Email:nicemaylani.asril@undiksha.ac.id
IG: nice_psychologist
Linkedin: Nice Maylani Asril

23

Anda mungkin juga menyukai