Pejabat untuk penagihan pajak pusat ialah Kepala Kantor Pelayanan Pajak atau Kepala Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, sementara pejabat untuk penagihan pajak daerah ialah Kepala
Dinas Pendapatan Daerah dengan wewenang sebagai berikut:
Disamping pejabat tersebut diatas, pihak lain yang banyak terlibat adalah jurusita pajak.
Jurusita Pajak merupakan pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan
sekaligus, pemberitahuan surat paksa, penyitaan dan penyanderaan. Tugas Jurusita Pajak yaitu:
Dalam melaksanakan tugas, Jurusita Pajak harus dilengkapi dengan kartu tanda pengenal
jurusita pajak dan harus diperlihatkan kepada penanggung pajak untuk membuktikan bahwa ia
adalah jurusita yang sah. Jurusita pajak dilengkapi dengan berbagai kewenangan, seperti memasuki
dan memeriksa semua ruangan termasuk membuka lemari, laci, dan tempat lain untuk menemukan
objek sita di tempat usaha, di tempat kedudukan, di tempat tinggal penanggung pajak, atau ditempat
lain yang diduga sebagai tempat penyimpanan objek sita. Kewenangan ini berdasarkan landasan
bahwa jurusita pajak perlu menemukan objek sita, yang tidak boleh disamakan dengan
penggeledahan. Oleh karena itu, dalam menemukan objek sita perlu mengindahkan norma yang
berlaku di masyarakat seperti meminta izin penanggung pajak terlebih dahulu.
Jurusita pajak dapat meminta bantuan berbagai pihak, seperti kepolisian, kejaksaan, kalau
ternyata penanggung pajak tidak memberi izin atau menghalangi pelaksanaan penyitaan. Bisa juga
dengan meminta bantuan kepada instansi lain seperti departemen hukum dan perundang-undangan,
pemerintah daerah, Badan Pertanahan Nasional, Pengadilan Negeri, Bank, dll untuk objek penyitaan
berupa benda tidak bergerak seperti tanah, dll.
Pada dasarnya jurusita pajak melaksanakan tugas di wilayah kerja pejabat yang
mengangkatnya, namun bila dalam suatu kota terdapat beberapa wilayah kerja pejabat maka jurusita
pajak dapat melaksanakan tugasnya diluar wilayah kerja pejabat yang mengangkatnya apabila telah
ada Keputusan Menteri.
D. SURAT PAKSA
Surat paksa ialah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak yang
dikeluarkan jurusita pajak apabila tidak melaksanakan kewajiban membayar pajak dalam waktu yang
telah ditentukan di dalam Surat Teguran.
Surat paksa mempunyai kekuatan eksekutorial, kekuatan hukum yang sama seperti grosse
dari putusan hakim sebuah peradilan, sehingga memiliki kekuatan memaksa untuk dapat
dilaksanakan tanpa harus proses peradilan.
Surat paksa digunakan sebagai instrumen untuk menagih pajak maupun biaya penagihan
yang dapat dilanjutkan dengan penyitaan, penyanderaan maupun pencegahan.
Surat pajak digunakan oleh Jurusita Pajak Pusat & Daerah yang berisi:
1. Kepala surat dan nomor surat diikuti kalimat berbunyi “Demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.”;
2. Nama wajib pajak/penanggung pajak;
3. Uraian atau keterangan tentang alasan yang menjadi dasar penagihan;
4. Perintah membayar kewajiban pajak dan penyitaan sebagai tindak lanjut;
5. Bagian penutup yang berisi tanggal, nama dan tanda tangan dari pejabat berwenang.
1. Bagian kepala surat hampir sama dengan kepala surat, nomor surat dan kalimat yang sama;
2. Bagian kedua berisi identitas. Surat paksa berisi identitas penanggung pajak, putusan
peradilan berisi identitas pihak bersengketa;
3. Uraian mengenai alasan yang menjadi dasar penagihan. Dalam putusan pengadilan juga
memuat mengenai uraian ringkatan gugatan, jawaban, dan proses persidangan;
4. Perintah membayar dalam surat paksa dan perintah mengenai kewajiban, hak para pihak,
posisi hubungan hukum dalam putusan pengadilan peradilan perdata;
5. Bagian penutup yang garis besarnya sama, hanya untuk putusan peradilan sebelum memuat
nama dan tanda tangan, diuraikan mengenai siapa saja para pihak yang hadir pada saat
penetapan putusan termasuk susunan hakim yang menangani perkara.