ANATOMI DAN HISTOLOGI SAMBUNGAN
SKUAMO-KOLUMNAR(SSK)
a. Perbatasan epitel skuamous berlapis
dari ektoserviks dan epitel kolumnar
endoserviks
b. Selama masa perimenars SSK berada
pada/dekat ostium uteri eksternum
c. Pada wanita masa reproduksi SSK pada
umumnya berada pada ektoserviks
d. Kadar estrogen yang tinggi dari
kehamilan dan pil kontrasepsi
mendorong eversi SSK lebih jauh
Zona Transformasi (ZT)
a. Berada antara SSK original dan SSK baru
b. Penting untuk identifikasi NIS
METAPLASIA SQUAMOSA
a. Disebabkan eversi epitel kolumnar
(pengaruh estrogen) → terpapar
terhadap pH vagina yang asam
b. Proses metaplasia menggantikan epitel
kolumnar dengan epitel skuamous yang
lebih kuat
c. Terlihat sebagai pendataran dan
penyatuan dari struktur yang villous
epitel glanduler
d. Permukaan menjadi lebih halus
menyerupai susu
NEOPLASMA INTRAEPITHELIAL
SERVIKS(DISPLASIA SERVIKS)
Displasia serviks : perkembangan atipikal sel-sel
epitel skuamosa imatur yang tidak menembus
membran basalis serviks → prekursor kanker
serviks
Etiologi
Infeksi HPV yang persisten. Jenis yang paling
umum adalah HPV-16 (55-60%) dan HPV-18 (10-
15%)
Diagnosis
Microscopic
a. Peningkatan pertumbuhan sel
b. Inti sel atipik(besar)
c. Peningkatan rasio N/C
KANKER SERVIKS
Etiologi
a. Infeksi HPV(80%), tipe 16 dan 18 adalah
resiko tertinggi penyebab kanker serviks
b. Teori saat ini: akibat inflamasi kronik
dan oksidatif stress
c. Inflamasi → membentuk radikal bebas
(oksidatif stress) → merusak sel →
kondisi ini mempermudah transformasi
malignan
d. Protein HPV E6 dan E7 → diusulkan
berperan dalam patogenesis kanker
serviks terkait HPV
e. E6 bekerja dengan membentuk
kompleks dengan ubiquitin ligase
(UBE3A) dan p53 yang mengurangi
aktivitas p53
f. E7 bekerja dengan menghambat kerja
protein retinoblastoma yang berfungsi
sebagai regulator siklus sel
Diagnosis
Terjadinya karsinoma serviks yang invasif
berlangsung dalam beberapa tahap
1. Lesi pre-invasif: displasia (anisositosis,
poikilositosis, hiperkromatik sel, dan
2. adanya gambaran sel yang sedang
bermitosis dalam jumlah yang tidak
biasa)
 3. Lesi invasif: perdarahan intermenstrual
dan post koitus, discharge vagina
purulen yang berlebihan berwarna
kekuningkuningan terutama bila lesi
nekrotik, berbau dan dapat bercampur
dengan darah
Pencegahan Kanker Serviks
A. Pencegahan primer
1. Edukasi
2. Imunisasi (vaksin HPV)
B.Pencegahan sekunder
1. Deteksi dini dan terapi lesi
prakanker
2. Skrining/penapisan
• Skrining sitologi:
Tes PAP(spatula/brush)
➢ Syarat: dilakukan
sebelum pemeriksaan
bimanual, hindari
kontaminasi dengan
pelumas, tidak
melakukan hubungan
seksual atau pemberian
obat pervaginam serta
pencucian vagina dalam
3x24 jam
➢ Merupakan tes skrining
yang paling banyak
dilakukan
➢ Untuk deteksi dini lesi
prakanker serviks dan
infeksi HPV
• Skrining non-sitologi:
Visual
➢ Inspeksi visual dengan
Asam Asetat (IVA
➢ SERVIKOGRAFI
➢ SPEKULOSKOPI
Non-visual
➢ Tes DNA HPV
➢ TruScan (The Polar
Probe)
C.Pencegahan tersier
Menemukan kanker serviks stadium
serendah mungkin dan tatalaksana seoptimal
mungkin
Deteksi Dini Kanker Serviks dengan IVA
a. Pertama kali diperkenalkan oleh
Hinselman pada tahun 1925 dengan
cara mengusap servik dengan kapas
yang telah dicelup asam asetat 5%
b. Syarat: semua SSK harus terlihat, jika
tidak terlihat → PAP Smear
c. IVA(+): timbul bercak putih(aceto white
epithelium)
Cryotherapy(terapi gas dingin)
1. Kerusakan bioseluler lapis epitel < -
20C
2. Freezing → kristalisasi intraseluler
→ kerusakan struktur sel & DNA
3. Efek freezing CO2 → -60C , N2O → -
80C
4. Efektif untuk terapi lesi prakanker
servik
5. Tidak efektif untuk lesi > 5 mm –
invasif
Indikasi:
1. IVA(+)
2. Low Grade SIL (NIS 1)
3. High Grade SIL (NIS 2)
4. NIS 3 → Kolposkopi → (Krio Double
Freeze)
Bethesda System (1988) → mengklasifikasikan
berdasarkan hasil sitologi abnormal lesi
premalignant jadi 3 kategori :
1. Atypical squamous cells (ASC)
2. Low grade squamous intraepithelial
lesions (LSIL) → CIN I, koilocytic atypia,
dysplasia ringan
3. High grade squamous intraepithelial
lesion (HSIL) → CIN II, CIN III