Anda di halaman 1dari 36

BUKU PANDUAN

KEWENANGAN KLINIS
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER GIGI

BEDAH MULUT DAN MAXILLOFASIAL

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Jalan Veteran Malang


Jawa Timur - 65145
Indonesia
(0341) 576161

fkg@ub.ac.id

http://www.fkg.ub.ac.id
LEMBAR PENGESAHAN

Buku Panduan Kewenangan Klinis program studi profesi ini telah disusun berdasarkan kurikulum dan prosedur
yang telah ditetapkan, serta dinyatakan sah untuk digunakan dalam proses pembelajaran bagi mahasiswa Program
studi profesi dokter gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Brawijaya.

Malang, Juni 2023


Ketua Departemen FKG UB,

Dr. drg. Yuanita Lely Rachmawati., M.Kes


NIP. 1978012820005012008
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya sehingga buku Modul
Pedoman Profesi Klinik Ilmu Bedah Mulut dan Maksilofasial ini bisa di selesaikan. Isi buku ini
mengacu pada requirement nasional yang diputuskan oleh AFDOKGI dengan penguraian macam
macam requirement yang harus dikerjakan mahasiswa ko-ass, serta manual prosedur yang harus
dikerjakan di profesi klinik Ilmu Bedah Mulut dan Maksilofasial. Kami berharap buku ini dapat
menjadi panduan bagi mahasiswa klinik Kedokteran Gigi RSGM UB serta memperlancar mahasiswa
Program Studi Profesi Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Brawijaya dalam ujiannya
nanti. Dalam buku ini diuraikan macam-macam
Kami berhadap buku ini bisa digunakan dengan semestinya dan mohon kritik serta saran
sebagai masukan, sehingga pada waktunya buku ini perlu dilakukan evaluasi dan direvisi supaya
kedepannya menjadi lebih baik dan selalu dapat meningkatkan mutunya.

Penanggung Jawab Profesi

TTD

drg. Fitriana, Sp. BM


NIP. 198905262022032005
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Deskripsi
Ilmu Bedah Mulut dan Maksilofasial adalah ilmu yang mempelajari tentang infeksi
oromaksilofasial, trauma regio oromaksilofasial, penyakit kongenital, kelainan kelenjar ludah,
neoplasma rungga mulut, kelainan TMJ dan kedaruratan di bagian Bedah Mulut dan
Maskilofasial, dan bedah mayor maupun minor pada area kepala dan leher (Maksilofasial).
Adapun aspek psikomotor yang akan ditekankan pada pembelajaran profesi kedokteran gigi
meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik secara umu dan sistem stomatognatik, kemampuan
interpretasi, keterampilan prosedural, dan komunikasi, informasi, dan edukasi. Dalam hal ini
tahap kompetensinya sesuai yang diatur oleh KKI dan AFDOGI. Diharapkan mahasiswa
berkompeten dalam melakukan perawatan dan manajemen pasien di bidang Bedah Mulut dan
Maksilofasial sesuai dengan SKDGI 2015

1.2 Peserta Kepaniteraan Klinik


Mahasiswa profesi kedokteran gigi

1.3 Jadwal
Sesuai yang ditetapkan oleh koordinator profesi baik pada putaran luar dan dalam

1.4 Lokasi
Departemen Bedah Mulut RSGM Universitas Brawijaya Malang Jl Soekarno – Hatta Malang,
Veteran, RSSA, dan RSUD Mojokerto
BAB 2

PEMBELAJARAN

2.1 Tujuan Pembelajaran


Meliputi TIU (Tujuan Instruksional Umum) dan TIK (Tujuan Instruksional Khusus) dari
pembelajaran pada Program Profesi Ilmu Bedah Mulut dan Maksilofasial yang merupakan
breakdown dari Standar Kompetensi yang ditetapkan oleh AFDOKGI
A. TIU (Tujuan Instruksional Umum)
● Memahami proses penyakit / kelainan di bidang Ilmu Bedah Mulut dan Maksilofasial
secara terintegrasi dengan departemen klinis lainnya.
● Memahami prinsip sterilisasi, desinfeksi dan asepsis serta menjadikannya sebagai bagian
dari perilaku.
● Memahami prinsip perawatan dan obat-obatan yang digunakan untuk mengatasi
kelaiann dan penyakit gigi dan mulut di bidang Ilmu Bedah Mulut dan Maksilofasial,
termasuk efek samping serta komplikasi yang bisa terjadi,cara penanganan, serta
mekanisme rujukan yang tepat.
B. TIK (Tujuan Instruksional Khusus)
● Mampu mengindentifikasi keluhan utama penyakit atau gangguan sistem stomatognatik
● Membuat rekam medik secara akurat dan komprehensif
● Memahami rekam medik sebagai dokumen legal yang baik
● Memahami cara menegakkan diagnosis sementara dan diagnosis kerja berdasarkan
analisis hasil pemeriksaan riwayat medik, temuan klinis, temuan laboratoris, temuan
radiografis dan temuan instrumen penunjang yang lain
● Mampu melakukan perawatan pada pasien secara terintegrasi dengan bagian lain
dengan memperhatikan skala prioritas perawatan.
● Memahami pemilihan obat secara rasional dan cara penulisan resep obat secara benar
● Mampu memilih obat secara rasional dan menuliskan resep obat dengan benar

2.2 Metode Pembelajaran


Kegiatan pembelajaran kepaniteraan di departemen Ilmu Bedah Mulut dan Maksilofasial antara
lain : journal reading dan diskusi rekam medis yang akan terjadwal, observasi pada putaran luar
profesi, asistensi sebelum melakukan tindakan mandiri.
2.3 Requirement Kasus
Jumlah kasus atau requirement BMM yang harus dipenuhi sampai akhir kepaniteraan klinik adalah
segai berikut :

Ekstraksi gigi Diskusi 1


Anterior Rahang Asistensi Ekstraksi 1
Atas Anestesi lokal (infiltrasi) 1
Pelaksanaan ekstraksi 1
Kontrol pasca ekstraksi 1

Ekstraksi gigi Diskusi 1


Anterior Rahang Asistensi Ekstraksi 1
Bawah Anestesi lokal (infiltrasi) 1
Pelaksanaan ekstraksi 1
Kontrol pasca ekstraksi 1

1
Ekstraksi gigi Diskusi 1
Posterior Rahang Asistensi Ekstraksi 1
Atas (MINICEX) Anestesi lokal (blok) 1
Pelaksanaan ekstraksi 1
Kontrol pasca ekstraksi

Ekstraksi gigi Diskusi 1


Posterior Rahang Asistensi Ekstraksi 1
Bawah (DOPS) Anestesi lokal (blok) 1
Pelaksanaan ekstraksi 1
Kontrol pasca ekstraksi 1

Indikasi Pasien 1
Bedah Minor 1
Asistensi steril 1
Asistensi nonsteril 1
Diskusi Awal 1
Anestesi Blok 1
Pelaksanaan Bedah Minor 1
Kontrol H+1, H+3, H+7 1
DIskusi Akhir 1

Indikasi kasus pasien 3


Diskusi Kasus DIskusi awal 3
Bedah Mayor Diskusi akhir 3

Observasi poli Bedah Mulut 10


Stase RS Luar Observasi OK Mayor 10
Bedside teaching (Pasien ruangan) 10
Visite (Pasien ruangan)
10
IGD (Emergensi) 10
BAB 3
Sistem Penilaian

3.1 Metode Penilaian


Cara penilaian yang dilakukan di kepaniteraan klinik departemen Ilmu Bedah Mulut dan maksilofasial
antara lain : mini CEX, DOPS, presentasi jurnal reading, diskusi kasus dan rekam medis, serta ujian
portofolio sebelum dinyatakan lulus dari departemen Ilmu Bedah Mulut dan Maksilofasial.

3.2 Borang dan Kriteria Penilaian


Borang penilaian di departemen Ilmu Bedah Mulut dan Maksilofasial yang digunakan sebagai
instrumen penilaian meliputi:
1. Borang Mini CEX yang dilakukan untuk menilai penatalaksanaan flap dan penjahitan saat
melakukan operasi odontektomi mandiri.
2. Borang DOPS yang digunakan untuk melakukan penilaian pada tindakan pencabutan gigi
rahang atas dan rahang bawah.
Penilaian ini dapat dilakukan diakhir dari pemenuhan requiremen kasus pencabutan
atau di saat jumlah requirement belum terpenuhi. Namun dengan persyaratan
sebagai berikut:
▪ Bila mahasiswa gagal mencapai nilai minimum lulus (60) maka yang
bersangkutan dinyatakan gugur dalam penilaian dan diwajibkan menambah 3
kasus tindakan ekstraksi sebelum meminta penilaian ulang
▪ Bila mahasiswa berhasil lulus dalam penilaian namun nilai lulus tidak
mencapai nilai 80, maka sisa requirement yang belum terselesaikan pada
kategori tersebut tetap harus dipenuhi hingga selesai
▪ Bila mahasiswa berhasil lulus dalam penilaian dengan nilai 80 maka sisa
regiurement pada kategori tersebut dinyatakan selesai karena kompetensi
minimum telah tercapai.
3. Borang penilaian ujian lisan sebagai instrumen pengujian akhir sebelum dinyatakan lulus dari
departemen Ilmu Bedah Mulut dan Maksilofasial.
4. Penilaian pada fase KMBM pada putaran luar diserahkan pada kebijakan instruktur pada
institusi setempat dengan mengacu pada borang penilaian yang telah disepakati sebelumnya.

Adapun komposisi dari masing-masing instrumen penilaian pada penentuan nilai akhir departemen
adalah:
Nilai pekerjaan klinik departemen BMM putaran dalam : 35 %
Nilai observasi klinik KMBM putaran luar : 15 %
Nilai diskusi dan jurnal :5%
Nilai DOPS dan MINI CEX : 20 %
Nilai ujian lisan termasuk profesionalisme : 25 %
BORANG PENILAIAN BEDAH MINOR DEPARTEMEN ILMU
BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL

Nama Mahasiswa :........................................................................................


NIM :........................................................................................
Tanggal Ujian :........................................................................................
Keterangan kasus :........................................................................................
........................................................................................

No TAHAPAN NILAI KETERANGAN


( 60 – 99 )
1. Persiapan alat dan bahan, operator dan pasien

2. Anestesi lokal

3. Desain flap dan prosedur insisi

4. Prosedur pembukaan flap dengan rasparatorium


termasuk handling jaringan / flap dan pengurangan
tulang (jika diperlukan)
5. Teknik suturing

6. Tahapan finishing

7. Instruksi pasien

Total skor :......................

Keterangan:
❖ Nilai masing-masing point memiliki bobot yang sama sehingga nilai akhir adalah rata-rata dari
keseluruhan nilai yang dicapai
❖ Penilaian dapat diambil dari kasus pencabutan multiple, kasus pencabutan dengan penyulit,
atau kasus odontektomi mandiri.

Penguji Bedah Minor,

(...............................................)
BORANG PENILAIAN DOPS/MINICEX EKSTRAKSI
DEPARTEMEN ILMU BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL

Nama Mahasiswa :........................................................................................


NIM :........................................................................................
Tanggal Ujian :........................................................................................
Kriteria : Rahang Atas / Rahang Bawah

No TAHAPAN NILAI KETERANGAN


( 60 – 99 )
1. Persiapan alat dan bahan

2. Persiapan penderita

3. Persiapan operator

4. Prosedur asepsis

5. Prosedur anestesi
● meliputi teknik, ketepatan prosedur dan
evaluasi keberhasilan anestesi

6. Prosedur pencabutan
● meliputi ketrampilan dalam penggunaan alat-
alat yang tepat baik untuk mencabut maupun
untuk tahap finishing
● mempertimbangkan waktu dan keadaan
soket post pencabutan
7. Instruksi post ekstraksi dan peresepan

Total skor :......................


Keterangan:
❖ Nilai masing-masing point memiliki bobot yang sama sehingga nilai akhir adalah rata-rata dari
keseluruhan nilai yang dicapai
❖ Bila didapatkan nilai rata-rata < 60, maka peserta ujian tersebut dinyatakan tidak lulus DOPS.
Untuk mengikuti ujian remidi, peserta ujian harus melampaui requirement tambahan 3x
ekstraksi pada regio yang diujikan (rahang atas atau rahang bawah)
❖ Bila nilai akhir ≥ 80 maka peserta ujian dinyatakan tutup requirement sehingga tidak perlu
melanjutkan sampai seluruh requirement yang diujikan terpenuhi.

Penguji DOPS,

(...............................................)
BORANG PENILAIAN PORTOFOLIO
DEPARTEMEN ILMU BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL

Nama Mahasiswa :........................................................................................


NIM :........................................................................................
Tanggal Ujian :........................................................................................
Keterangan kasus :.................................................................................
.................................................................................

No TAHAPAN NILAI KETERANGAN


( 60 – 99 )
1. Aspek kognitif berkaitan dengan pengelolaan
penderita pada kasus yang diujikan
(anamnesa s/d rencana perawatan)
2. Aspek kognitif tentang INFEKSI RONGGA MULUT

3. Aspek kognitif tentang BEDAH MINOR

4. Aspek kognitif tentang TRAUMA DAN TMJ

5. Aspek kognitif tentang KONGENITAL

6. Aspek kognitif tentang NEOPLASMA

7. Kemampuan komunikasi dan Profesionalisme

Total skor :......................

Keterangan:
❖ Nilai masing-masing point memiliki bobot yang sama sehingga nilai akhir adalah rata-rata dari
keseluruhan nilai yang dicapai
❖ Ujian ini ditempuh sebagai syarat kelulusan dari Departemen Ilmu Bedah Mulut dan
Maksilofasial
❖ Syarat mengikuti ujian lisan adalah telah mengikuti DOPS RA, DOPS RB, DOPS Flap dan
Suturing serta 80% requirement tercapai

Penguji Ujian Akhir Departemen,

(...............................................)
BORANG PENILAIAN OBSERVASI KASUS
COMPROMISE MEDIS/EMERGENCY MEDIS MAHASISWA PROFESI
No Kriteria penilaian Nilai ( 50 Keterangan
– 99)
1 Anamnesis
Kemampuan menggali informasi dari pasien untuk
mengungkapkan keluhan utamanya berkaitan dengan
permasalahan di rongga mulut. Mencakup kualitas
pertanyaan yang diajukan serta respon yang sesuai
dengan apa yang disiratkan oleh pasien
2 Riwayat penyakit penyerta (compromise
medis) Mengetahui tentang jenis compromise medis
yang dihadapi berikut gejala klinis yang menonjol, tahap
perawatan yang sedang dijalani oleh pasien, serta tingkat
keparahan penyakit yang diderita penderita
3 Pemeriksaan Fisik Umum
Mengetahui cara melakukan pemeriksaan fisik, termasuk
informasi apakah yang diharapkan diperoleh dari
pemeriksaan fisik tersebut serta gunanya dalam
kaitannya dengan penatalaksanaan pasien secara holistik
4 Pemeriksaan Fisik Maksilofasial
Mengetahui cara melakukan pemeriksaan fisik secara
khusus pada rongga mulut berkaitan dengan keluhan
penderita maupun saat didapatkan abnormalitas pada
rongga mulut baik pada gigi, jaringan penyangga gigi,
tulang maupun jaringan lunak di sekitarnya
5 Pemeriksaan Penunjang
Mengetahui macam pemeriksaan penunjang yang
dibutuhkan untuk mendukung tatalaksana penderita
(Radiografi, pemeriksaan laboratorium darah atau
spesimen lain yang diperlukan) dalam hubungannya
dengan faktor resiko yang mungkin terjadi
6 Penegakan Diagnosa
Kemampuan mensitesa data-data sebelumnya menjadi
suatu konsep pikir yang terintegrasi sehingga dapat
menentukan diagnosa dan diagnosa banding dari kasus
tersebut
7 Rencana Terapi
Mengetahui rencana terapi yang akan dilakukan pada
kasus tersebut dengan mempertimbangkan berbagai
resiko yang mungkin dihadapi sehingga dapat pula
menentukan waktu terbaik untuk memulai perawatan
yang direncanakan serta dapat mengetahui cara
mengealuasi hasil perawatan yang akan diberikan
8 Disiplin dan Profesionalitas
Penilaian berkaitan dengan disiplin dan profesionalitas
mahasiswa selama pengambilan data kasus, berdiskusi
dan mempresentasikan hasil diskusinya
BAB 5

TOPIK

Tindakan Medik Kedokteran Gigi


Bedah Mulut

Ekstraksi Gigi Bedah Minor Diskusi Kasus Emergency Journal Reading


Anterior RA Odontektomi Kasus OK Mayor Perdarahan
Anterior RB Ekstraksi dengan Syok
Posterior RA komplikasi Trauma
Posterior RB Dental Emergency
Sisa akar
BAB 6

MODUL PEMBELAJARAN

Modul 1. ANAMNESA

TOPIK 1: ANAMNESIS

Tujuan dari anamnesis


Tujuan dari anamnesis adalah untuk mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang bersangkutan, baik data
medis organobiologis, psikososial, maupun lingkungan pasien. Anamnesis digunakan untuk menggali informasi mengenai
keluhan yang dirasakan pasien dan penyertanya untuk mendapat kesimpulan diagnosis dan rencana perawatan.

Dari anamnesis kita dapat mendapatkan keluhan utama, keluhan tambahan, riwayat gigi sekarang, riwayat gigi dahulu,
riwayat penyakit sistemik, riwayat penyakit herediter, riwayat penyakit alergi.

a. Keluhan utama
Keluhan terpenting yang membawa pasien datang berobat yang membawa pasien meminta pertolongan dokter atau
petugas kesehatan lainnya. Keluhan utama secara singkat beserta lamanya Misalnya gigi sakit sejak 3 hari yang lalu.
Contoh pernyataan agar mendapat keluhan utama:
1. Apa yang Anda keluhkan/rasakan?
2. Apa yang menyebabkan Anda ke dokter?
3. Mulai kapan hal itu Anda rasakan?
b. Keluhan tambahan
Merupakan keluhan penyerta yang timbul bersamaan atau beberaasaat setelah keluhan utama timbul. Keluhan ini
dapat dicatat lebih dari 1 dan ditulis secara singkat dan tepat
c. Riwayat penyakit gigi sekarang
Dapat memberi gambaran jelas tentang penyakit yang diderita oleh pasien. Riwayat penyakit sekarang mencakup
berbagai hal seperti:
a. Keadaan pasien sebelum menderita keluhan atau penyakit sekarang
b. Rincian keluhan yang timbul pertama kali dan keadaan pasien saat itu
c. Perjalanan atau perkembangan penyakit atau keluhan pasien sejak keluhan itu timbul pertama kali sampai pasien
dating untuk berobat
d. Keadaan keluhan saat pasien bertemu dengan dokter sekarang ini
e. Alasan pasien berobat sekarang
f. Perkembangan dari keluhan setelah ditangani serta pengobatan yang sudah diterima
Riwayat penyakit sekarang harus ditulis secara kronologis, lengkap, jelas, serta sistematis. Keluhan atau riwayat
penyakit yang dialami pasien harus ditulis dengan bahasa yang digunakan oleh pasien itu sendiri secara apa adanya
d. Riwayat penyakit gigi dahulu
Informasi tentang penyakit yang diderita sebelumnya sangat penting, kemungkinan berhubungan dengan penyakit
yang sedang dideritanya sekarang dan berpengaruh pada
penatalaksanaannya.
Sebagai contoh:
Seorang datang dengan keluhan sakit gigi dengan abses di sisi kanan bawah, ditanyakan penyakit yang pernah diderita
pada masa lalu; apakah pernah mengalami kecelakaan, pernah dioperasi, dsb? Hal ini perlu dipikirkan bahwa
kecelakaan dan operasi yang dialami berhubungan dengan keluhan yang sekarang diderita yaitu abses gigi sebelah
kanan bawah.
Pada saat melakukan anamnesis permasalahan kesehatan masa lalu, dapat dipergunakan pertanyaan tertutup dan
terbuka tergantung informasi yang dibutuh spesifik atau tidak
spesifik. Contohnya menanyakan tentang kemungkinan pernah menderita penyakit diabetes allergi, hipertentsi, asma,
penyakit infeksi dan lain-lain.
e. Riwayat penyakit sistemik
Penyakit sistemik dapat bermanifestasi pada rongga mulut sehingga menyebabkan penyakit mulut. Penyakit gigi
dan mulut juga dapat menjadi salah satu faktor resiko adanya penyakit sistemik. Pada pasien yang memiliki penyakit
sistemik harus dikompromikan terlebih dahulu sebelum dilakukan tindakan yang berkaitan dengan penyakit tersebut.
Beberapa penyakit yang merupakan kondisi medically-compromised adalah diabetes melitu, anemia, hipertensi, dan
gagal ginjal kronik.
f. Riwayat penyakit herediter
Riwayat herediter didapatkan dari riwayat penyakit keluarga, hal ini dikarenakan ada beberapa penyakit yang
bersifat herediter. Anamnesis ini digunakan untuk mencari ada tidaknya penyakit keturunan dari pihak keluarga
(diabetes mellitus, hipertensi, tumor, dll) atau riwayat penyakit yang menular.
g. Riwayat penyakit alergi
Riwayat alergi terhadap makanan dan obat-obatan juga perlu diperhatikan, hal ini berguna untuk menentukan
alternatif pemberian obat ataupun tindakan lain.

TOPIK 2: PEMERIKSAAN FISIK SECARA UMUM DAN SYSTEM STOMATOGANIK


Pemeriksaan fisik bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi umum pasien. Pemeriksaan ini ditekankan pada
pemeriksaan tanda-tanda kehidupan (vital sign), keadaan sakit, dan kondisi gizi.
a. Keadaan Umum
Penilaian ini melihat seberapa berat kondisi sakit pasien, apakah pasien secara umum terlihat baik, sakit ringan,
sakit sedang, atau sakit berat
b. Kesadaran
Tingkat kesadaran pasien biasanya dibagi menjadi
● Kompos Mentis
Pasien sadar penuh dan dapat menjawab pertanyaan tentang dirinya dan lingkungannya.
● Apatis
Pasien bersikap tidak peduli, acuh tak acuh dan segan berhubungan dengan orang dan lingkungannya.
● Somnolen
Pasien mengantuk dan cenderung untuk tertidur, masih dapat dibangunkan dengan rangsangan dan mampu
memberikan jawaban secara verbal namun mudah tertidur kembali.
● Delirium
Pasien gelisah, kebingungan, dapat dikuti dengan disorientasi, gangguan memori dan agitasi.
● Sopor/stupor
Kesadaran pasien hilang, hanya berbaring dengan mata tertutup, tidak menunjukkan reaksi bila dibangunkan
kecuali dengan rangsang nyeri.
● Koma
Kesadaran pasien hilang, tidak memberikan reaksi walaupun dengan semua rangsangan dari luar termasuk
rangsang nyeri. Pada koma yang dalam, semua refleks tidak didapatkan.

Penilaian kesadaran juga dapat menggunakan skala koma Glasgow (GCS/Glasgow Coma Scale) yaitu dengan
memperhatikan respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan dan menilai respons tersebut dengan skor tertentu.
Respons yang diperhatikan adalah respons membuka mata, respons motorik (gerakan), dan respons verbal (bicara).
Biasanya disingkat dengan menggunakan istilah bahasa Inggris yaitu EMV (E=Eye, M=Motor responses, V= Verbal
responses).
Tabel 1. Skala Koma Glasgow

Tanda tanda vital meliputi: tekanan darah, frekuensi nafas, denyut nadi, suhu.
A. Pengukuran tekanan darah
Pengukuran tekanan darah adalah bagian penting pemeriksaan fisis kardiovaskular. Tekanan darah sistolik
adalah tekanan puncak tertinggi yang timbul pada pembuluh darah arteri segera setelah ventrikel berkontraksi
atau mengalami fase sistolik. Tekanan darah diastolik adalah tekanan darah terendah saat tekanan menurun
selama fase diastolik ventrikel. Tekanan darah normal menurut Joint National Comittee JNC VIII: sistolik <
130 dan diastolik < 85 mmHg.

Tabel 2. Tabel Golongan Hipertensi berdasarkan Join National Committee (JNC)


VIII 2018
Tekanan darah diukur dengan manset atau cuff yang dilingkarkan pada lengan atas dengan pusatnya pada arteri
brakialis. Pada pengukuran tekanan darah cuff dikembangkan sampai penuh dan denyut arteri menghilang lalu
dikempiskan perlahan-lahan 3-4 mmg per detik sampai denyut arteri kembali.

Lima bunyi yang berbeda akan terdengar pada saat cuff dikempiskan yang disebut bunyi Korotkoff. Berikut
adalah bunyi Korotkoff pada tiap fasenya:
Fase 1 Suara detak (A thud)
Fase 2 Suara meniup (A blowing noise)
Fase 3 Detak lemah (A softer thud)
Fase 4 Suara mulai menghilang (A disappearing blowing noise) Sering tidak ada, biasanya 20 mmHg di atas
fase 5
Fase 5 Suara/bunyi menghilang

Tekanan sistolik adalah bunyi pertama yang terdengar (Korotkoff I). Penurunan tekanan secara perlahan terus
dilanjutkan. Tekanan diastolik adalah saat bunyi hilang (Korotkoff V)

Rangkuman rekomendasi AHA pada pengukuran tekanan dariah


1. Pasien harus dalam keadaan tenang, sudah istirahat 5 menit. Pastikan lengan yang digunakan untuk
pengukuran bebas dari pakaian sempit
2. Pasien duduk di kursi dengan sandaran, kaki menapak lantai, lengan beristirahat di meja atau topangan
Iain, posisikan lengan sehingga arteri brakialis sejajar dengan jantung dan sedikit fleksi pada siku.
3. Palpasi arteri brakialis untuk mengkonfirmasi adanya pulsasi
4. alon di dalam manset harus melingkupi paling tidak 80 % lingkar lengan pada orang dewasa, bila manset
terlalu kecil harus dicatat.
5. Bagian tengah balon diposisikan pada arteri brakialis, ikatan manset jangan terlalu kencang, dan batas
bawah manset berada 2 cm di atas fossa cubiti, untuk memberi ruangan peletakan stetoskop.
6. Manometer diletakkan sedemikian, sehingga kolom pembacaan berada sejajar garis pandangan mata, dan
selang manset ke manometer tidak terlipat
7. Manset dikembangkan secepatnya sampai 70 mmHg, lalu naik pelan - pelan 10 mmHg sampai denyut nadi
radialis hilang, untuk menghindari kesalahan menganggap celah suara sebagai sistolik.
8. Stetoskop menggunakan frekuensi rendah (bell), kanula kuping diposisikan agak miring sedikit ke anterior
sedemikian sehingga pas di tempatnya.
9. Kepala stetoskop diletakkan di atas fossa cubiti, daerah medial, di atas arteri brakialis, di bawah batas
bawah manset, kepala stetoskop sebaiknya tidak diselipkan di manset karena dapat mengacaukan bunyi,
terutama pada penggunaan bell.
10. Manset dikembangkan lagi secara cepat sampai 20 - 30 mmHg di atas tekanan yang diperoleh dengan cara
palpasi, kemudian turunkan perlahan( 2 mmHg/detik) sampai terdengar bunyi korotkoff.
11. Saat bunyi korotkoff terdengar, penurunan tekanan tidak boleh melebihi 2 mmHg/detik, dan
mengidentifikasi fase 1, fase 4, dan fase 5.
12. Setelah bunyi Korotkoff menghilang, manset dikempiskan perlahan-lahan untuk 10 mmHg lagi, untuk
mendeteksi kemungkinan kesalahan pendengaran kemudian baru dikempiskan secara cepat. Pasien
kemudian dipersilakan isirahat selama 30 detik.

13. Data yang perlu dicatat adalah nama pasien, tanggal dan jam, sisi lengan, posisi pasien, ukuran manset bila
tidak standar, dan tekanan darah. Tekanan darah dapat ditulis fase 1/fase 4/fase 5 (missal: 120/50/44
mmHg) bila suara terdengar sampai mendekati 0 mmHg.
14. Pengukuran diulang setelah minimal 30 detik, dan dua pembacaan di rata-ratakan

B. Frekuensi nafas : metode inspeksi gerak naik turun perut dan dada tiap menit
Frekuensi pernafasan normal dalah 14-20 x per menit
Bradipnea adalah frekuensi nafas kurang dari 14 x per menit
Takipnea adalah frekuensi pernafasan lebih dari 20x per menit
C. Frekuensi nadi: arteri radialis
Pulsasi arteri radialis biasanya dapat dirasakan maksimal di medial radius di dekat pergelangan tangan
menggunakan 2 atau 3 jari tengah pemeriksa. Pemeriksaan nadi arteri radialis dengan palpasi dilakukan pada
arteri radialis kanan dan kiri.

Yang harus diperhatikan pada saat pemeriksaan nadi adalah Frekuensi denyut nadi. Frekuensi denyut nadi
diperiksa dalam satu menit. Pemeriksaan nadi sebaiknya dilakukan setelah pasien istirahat 5 - 10 menit.
Brakikardia: (pulsus rasus) adalah frekuensi nadi kurang dari 60 kali per menit. Bradikardia dapat ditemukan
pada kondisi kelainan pada hantaran rangsang jantung atau hipertoni parasimpatis.
Takikardia: (pulsus frequent) adalah frekuensi nadi lebih dari 100 kali per menit. Frekuensi nadi yang cepat
dapat ditemukan pada kondisi demam, saat latihan jasmani, atau nyeri.

D. Pengukuran Suhu: axilla


Suhu tubuh diperoleh dari keseimbangan antara produksi dan pelepasan panas dari tubuh ke lingkungan.
Suhu tubuh manusia normal adalah antara 36º Celcius dan 37,5º. Jika suhu tubuh di bawah normal itu disebut
hipotermia dan jika di atas itu disebut demam (pyrexia) dan hipertermia. Pengukuran suhu tubuh dapat
dilakukan pada beberapa lokasi yaitu oral, rektal, aksila, dan membrane timpani. Pengukuran suhu pada axilla
memiliki kelebihan yaitu aman dan non-invasif, thermometer dipasangkan pada ketiak pasien dan menurunkan
lengan pasien serta disilangkan lengan bawah pasien unruk mempertahankan posisi thermometer yang tepat
diatas pembuluh darah daerah aksila. Apabila menggunakan thermometer air raksa tunggu hingga 5-10 menit.
Pengukuran di aksila memerlukan waktu yang lama agar memperoleh hasil yang akurat.

c. Cara Pemeriksaan
1. INSPEKSI
Inspeksi merupakan metode pemeriksaan pasien dengan melihat langsung seluruh tubuh pasien atau hanya
bagian tertentu yang diperlukan. Metode ini berupaya melihat kondisi pasien dengan menggunakan sense of
sign baik melalui mata telanjang atau alat bantu penerangan lampu.
Pada ekstraoral dan ekstraoral inspeksi dapat dilakukan apabila ada kelainan yang dapat dilihat oleh mata
seperti pembekakan/benjolan untuk menentukan ukuran, permukaan, warna, sifat, atau adakah ulkus.
2. PALPASI
Merupakan metode pemeriksaan pasien dengan menggunakan sense of touch. Palpasi adalah suatu
tindakan pemeriksaan yang dilakukan dengan perabaan dan penekanan bagian tubuh dengan menggunakan jari
atau tangan. Tangan dan jari-jari adalah instrumen yang sensitif digunakan untuk mengumpulkan data,
misalnya metode palpasi ini dapat digunakan untuk mendeteksi suhu tubuh, konsistensi, nyeri tekan, dll.
3. PERKUSI
Perkusi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan mendengarkan bunyi getaran/gelombang suara yang
dihantarkan kepermukaan tubuh dari bagian tubuh yang diperiksa.

d. Pemeriksaan Eksraoral
• Mata
Pemeriksaan mata biasanya dilihat dengan inspeksi, palpasi, dan juga menggunakan bantuan alat. Perhatikan
apakah ada konjungtiva yang pucat, hal ini dapat ditemukan pada pasien yang mengalami anemia. Sklera yang
terdapat icterus berwarna kekuningan dapat menandakan pasien memiliki gangguan hepar. Apabila pupil mata
yang memiliki bentuk dan ukuran yang sama besar, maka disebut isokor.
• THT
Pemeriksaan telinga dan hidung dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, dan menggunakan bantuan alat untuk
melihat apakah normal atau tidak. Pemeriksaan tenggorokan dilakukan dengan inspeksi menggunakan alat spatula
lidah untuk melihat keadaan faring apakah terdapat hiperemi atau tidak, posisi uvula ditengah atau tidak, letak
tonsil, serta apakah terdapat detritus atau tidak, dan apakah terdapat post nasal drip pada dinding faring posterior
• Bibir
Inspeksi dinilai dari kesimetrisan bentuk bibir, tanda-tanda bibir pucat dan sianosis.
• Kelenjar Getah Bening, submandibular dan submental
Pemeriksaan dilakukan dengan inspeksi dan palpasi untuk menentukan apakah terdapat pembesar kelenjar
getah bening, hal ini dapat dijumpai pada tuberculosis kelenjar, leukemia, limfoma malignum. Apabila terdapat
pembesaran perlu dideskripsikan letak, ukuran, jumlah, unilateral/bilateral, konsistensi, mobilitas, dan ada tidaknya
nyeri tekan. Pemeriksaan palpasi dengan menggunakan ujung telunjuk dan jari tengah pada kelenjar submandibular
dan submental.

Gambar 1. Kelenjar Getah Bening pada Leher

• Asimetri wajah
Pemeriksaan secara inspeksi wajah simetri atau tidak.

TOPIK 3: ANESTESI
A. Anestesi Lokal
Anestesi lokal didefinisikan sebagai hilangnya sensasi pada area tubuh yang terbatas, disebabkan oleh depresi
eksitasi di ujung saraf atau nerve ending atau akibat penghambatan proses konduksi pada saraf perifer. Anestesi lokal
menghasilkan hilangnya sensasi nyeri tanpa menyebabkan hilangnya kesadaran. Hal ini yang membedakan anestesi
lokal dengan general anestesi
a. Anterior Palatine
1. Saraf yang dituju adalah nervus palatina anterior atau nervus palatina majus yang keluar dari foramen
palatinus majus
2. Mengeringkan area yang akan didesinfeksi
3. Daerah yang akan dilakukan injeksi diolesi dengan antiseptic melingkar dari tengah keluar

4. Memegang syringe dengan cara "pensgrap" untuk persiapan insersi jarum


5. Menusukkan jarum dengan bevel menghadap ke tulang pada mukosa di atas foramen palatinus majus yang
secara klinis terletak di antara gigi molar kedua dan ketiga rahang atas sejauh kira-kira 10 mm dari gingival
marginal bagian palatal gigi tersebut

6. Setelah jarum masuk, dilakukan aspirasi, dengan cara tangan kiri memegang tabung syringe untuk fiksasi
dan tangan kanan menarik sedikit handle pada syringe sesaat untuk memastikan jarum tidak masuk ke
pembuluh darah
7. Menginjeksikan cairan anestesi sekitar 0,25 - 0,5 ml dengan perlahan-lahan
8. Setelah minimal 5 menit injeksi, menanyakan kepada pasien apakah sudah terasa tebal, kebas, kesemutan
pada daerah yang dianastesi
9. Melakukan pengecekan apakah obat anastesi sudah bekerja, menggunakan alat tumpul pada:
1. mukoperiosteum dan mukosa palatal duapertiga posterior palatum durum
2. mulai dari pertengahan kaninus atas sampai dengan batas posterior palatum durum

b. Nasopalatine Nerve Block


1. Nervus yang dituju adalah n. nasopalatina yang keluar dari foramen insisivus
2. Insersi pada batas lateral papilla insisivus sedalam 5 mm dengan bevel menghadap tulang
3. Aspirasi
4. Injeksi 0,25 ml-0,5 ml secara perlahan
5. Lepas jarum perlahan untuk mencegah perdarahan
6. Evaluasi selama 5 menit, tanyakan pasien apakah merasa kebal, kebas dan kesemutan. Cek dengan
instrument yang tumpul pada mucoperiosteum 1/3 anterior palatum durum/ palatum gigi insisivus RA
c. Mandibular Block
1. Nervus yang dituju adalah n.alveolaris inferior dan cabangnya: rami dentalis, n.insisivus, n.mentalis, dan
n.lingualis
2. Mengeringkan daerah yang akan dianastesi
3. Melakukan asepsis dengan antiseptik melingkar dari tengah keluar Melibatkan daerah untuk injeksi
mandibular block dan injeksi paraperosteal
4. Lakukan perabaan dengan jari telunjuk pada mucobuccal fold gigi-gigi molar rahang bawah, kemudian
tulang ditelusuri sampai teraba linea oblique externa dan batas anterior ramus ascendens, dari situ ujung jari
telunjuk digeser ke posterior sejauh kirakira 10 mm untuk mendapatkan cekungan yang disebut dengan
coronoid notch.
Untuk tindakan pada sisi kiri perabaan di atas menggunakan ibu jari kiri
Catatan: coronoid notch terletak pada garis horizontal yang sama dengan foramen mandibularis

5. Memasukkan jarum dari sisi berlawanan yakni antara premolar pertama dan kedua rahang bawah
kontralateral dengan bevel menghadap ke arah tulang, kemudian jarum ditusukkan tepat di pertengahan
ujung jari telunjuk tadi sampai ujung jarum menyentuh tulang

6. Jarum ditarik sedikit kemudian arah syringe diubah sehingga menjadi sejajar dengan gigi -gigi posterior
rahang bawah pada sisi yang sama, kemudian jarum dimasukkan ke arah posterior sejauh kira-kira 10 mm
sambil menyusuri tulang linea oblique interna
7. Kemudian syringe diubah lagi posisinya dengan arah kontralateral, langkah terakhir masukkan lagi jarum
ke dalam jaringan sampai ujung jarum terasa menyentuh tulang

8. Jarum ditarik sedikit, dilakukan aspirasi, kemudian larutan anestesi lokal diinjeksikan secara perlahanlahan
sebanyak 1,0 ml
9. Setelah injeksi pada inferior alveolar nerve block maka dilanjutkan dengan injeksi lingual nerve block
10. Menarik jarum sejauh kirakira 10 mm dari posisi terakhir inferior alveolar nerve block

11. Dilakukan aspirasi untuk memastikan tidak masuk pembuluh darah, kemudian arutan anestesi lokal
diinjeksikan secara perlahanlahan sebanyak 0,5 ml, setelah selesai jarum ditarik ke luar dari mukosa
dengan perlahan
12. Melakukan pengecekan apakah obat anastesi sudah bekerja atau belum setelah minimal 5 menit injeksi,
dengan cara : menanyakan kepada pasien apakah sudah terasa tebal, kebas, kesemutan pada daerah yang
dianastesi serta, memastikan dengan palpasi dgn alat tumpul pada area yang SEHARUSNYA
TERANASTESI
13. Saraf yang teranestesi: nervus alveolaris inferior dan cabang-cabangnya yaitu: rami dentalis, nervus
mentalis dan nervus incisivus, dan nervus lingualis beserta cabang cabangnya
14. Daerah yang teranestesi: sama dengan daerah yang teranestesi oleh teknik inferior alveolar nerve block
tersebut di atas, ditambah dengan daerah yang dilayani oleh nervus lingualis yaitu: dua pertiga anterior
lidah, mukosa dasar mulut, dan mukosa gingiva dan alveolaris sisi lingual mulai region retromolar sampai
dengan linea mediana
d. Paraperiosteal
1. Nervus yang dituju adalah cabang saraf simpatis dari n.sensoris
2. Menginsersikan pada cekungan terdalam mukobukal/mukolabial fold dengan sudut 45 o dan bevel
menghadap tulang
3. Insersi hingga menyentuh tulang setinggi apeks gigi yang bersangkutan
4. Aspirasi
5. Injeksi 1 ml secara perlahan
6. Lepas jarum secara perlahan untuk mencegah perdarahan
7. Melakukan pengecekan apakah obat anastesi sudah bekerja atau belum setelah minimal 5 menit injeksi,
dengan cara : menanyakan kepada pasien apakah sudah terasa tebal, kebas, kesemutan pada daerah yang
dianastesi serta, memastikan dengan palpasi dgn alat tumpul pada area mukosa gingiva
bukal/labial/pulpa/tulang allveolar
Topik 4 : ODONTEKTOMI DENGAN TEKNIK SEPARASI
Odontektomi adalah pengambilan gigi dengan prosedur bedah dengan pengangkatan mukoperiosteal flap
dan membuang tulang yang ada diatas gigi dan juga tulang disekitar akar sisi bukal dengan chisel, bur, atau rongeurs.

TAHAPAN ODONTEKTOMI M3 BAWAH KELAS IA MESIOANGULAR


NO TAHAPAN KET
ILUSTRASI
1. Membuat insisi marginal mulai dari distal M3 hingga mesial
M2

2. Apabila akses ke daerah operasi dirasa kurang setelah melewati


mesial M2, dapat dilakukan insisi angular.

3. Melakukan pemisahan flap mukoperiosteal dengan tulang


menggunakan rasparatorium

4. Dengan menggunakan handpiece straight lowpseed, bur round


dan irigasi, lakukan pengurangan tulang bukal dan distal yang
menyebabkan retensi gigi M3

5. Lakukan separasi dengan arah bukal lingual untuk memisahkan


sisi mesial dan distal gigi M3

6. Masukkan bein di celah separasi tersebut, kemudian rotasikan


sedikit agar terpisah antara bagian mesial dan distal

7. Goyang kan masing-masing fragmen gigi secara perlahan baik


dari median atau dari lateral hingga ke superfisial atau sampai
keluar

8. Pengambilan fragmen gigi yang ada di superfisial dapat dibantu


dengan tang sisa akar atau arteri klem
9. Menghaluskan bagian tulang yang tajam dengan Bone file
10. Lakukan irigasi soket dengan larutan irigasi atau normal saline
untuk menghilangkan serpihan tulang atau fragmen gigi

11. Lakukan pengembalian flap dengan suturing simple interupted


sesuai panjang insisi pada distal M2 sampai dengan daerah
distal M2 atau daerah socket M3
Instrumen Pencabutan Gigi dan Odontektomi

Tang pemotong tulang Bone files

Tang Trismus

Bur Round Bur Fissure


Desain Insisi M3 Bawah
Komplikasi Odontektomi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada saat odontektomi gigi impaksi dapat terjadi saat introperatif
maupun postoperative, sebagai berikut :

INTRAOPERATIF POSTOPERATIF
- Perdarahan - Sakit
- Fraktur apikal gigi - Bengkak
- Kerusakan gigi terdekat - Hematoma
- Kerusakan jaringan lunak - Trismus
- Fraktur mandibular - Parestesi nervus labialis dan lingualis
- Infeksi jaringan lunak dan tulang

Topik 5 : PENCABUTAN GIGI PERMANEN


Keberhasilan Pencabutan Gigi Ditentukan oleh :
- Pemahaman yang baik tentang bentuk anatomi gigi dan jaringan pendukungnya,
baik secara klinis maupun rontgenologis.
- Prosedur diagnosa yang baik dan benar.
- Penguasaan dalam menyusun rencana terapi.
- Pemahaman tentang alat dan bahan yang digunakan.
- Penguasaan teknik pencabutan.

Indikasi Pencabutan Gigi :


- Gigi yang sudah tidak dapat dirawat lagi.
- Gigi goyang (grade II & III) dengan kerusakkan alveolar lebih dari 2/3 panjang akar
- Untuk keperluan perawatan Ortodonti dan pembuatan protesa.
- Gigi sulung persistensi.
- Gigi sulung dan permanen penyebab ulkus dekubitalis.
- Gigi dengan dental granuloma besar (lebih dari 1/3 apikal)
- Gigi dengan kista radikular.
- Gigi yang merupakan fokal infeksi.
- Gigi berlebih (supernumerary).
- Gigi supraklusi.
- Gigi yang mengalami fraktur akar (lebih dari 1/3 panjang akar).
- Gigi yang malposisi, malerupsi dan impaksi.
- Gigi yang posisinya tepat pada garis fraktur tulang rahang.

Kontra Indikasi Pencabutan Gigi

1. Kontra Indikasi Lokal :


- Gingivitis dan periodontitis akut
- Perikoronitis akut, abses
- Infeksi periapikal akut, osteomielitis
- Pulpitis akut.
- Sinusitis maksilaris akut
2. Kontra Indikasi Sistemik :

- Cardiac disease
- Rheumatic heart disease
- Blood dyscratia (anemi, leukemi, trombositopeni, hemofili)
- Nephritis.
- Toxic goiter
- Jaundice, hepatitis
- Hipertensi
- Gravid trisemester I & III.
- Therapi kortikosteroid dan antikoagulan
Komplikasi Pencabutan Gigi :
- Fraktur mahkota, akar, tulang alveolar atau tulang rahang.
- Laserasi gingiva, trauma jaringan lunak.
- Cedera N. Alveolaris inferior.
- Perdarahan.
- Perforasi Sinus maksilaris, akar terdorong ke rongga sinus.
- Luksasi mandibula, trauma pada sendi temporomandibula.
- Komplikasi saat penyembuhan : infeksi, abses, drysocket, osteomielitis.

Teknik Pencabutan Gigi


Gerakan utama yang dilakukan untuk mencabut gigi adalah :
- Gerakan rotasi; gigi diputar ke arah mesiolingua/palatinal dan distolingual/palatinal
dengan sudut putar sekitar 10° guna merobek membran periodontal yang
melekatkan akar gigi dengan tulang alveolar.
- Gerakan luksasi : gigi digoyang dengan arah buko/labio-linguo/palatal untuk
melebarkan alveolus.
- Gerakan menarik : untuk melepaskan gigi dari alveolus.

Pencabutan gigi insisif sentral rahang atas :


Bentuk akarnya lurus, mengkerucut dan
penampangnya oval.
Paruh tang cabut diletakkan sedikit mengarah ke
apikal dari
cemento-enamel junction.
Cukup dilakukan dengan rotasi saja, kemudian
dilakukan gerakan penarikan gigi.
Pencabutan gigi molar pertama dan kedua rahang
atas :
- Akar palatal adalah paling kuat dan seringkali divergen
dibanding akar-akar bukalnya.
- Ujung akar seringkali berbatas sangat tipis dengan dasar sinus
maksilaris, sehingga beresiko tinggi untuk terjadinya perforasi
sinus.
- Gerakan pencabutannya adalah luksasi, dengan arah ke bukal
lebih banyak karena puncak alveolar bukal jauh lebih tipis
dibanding palatal.
- Gigi ditarik keluar mengarah kebukal mengikuti kurva dari akar
palatal.

- Pada kasus dimana gigi telah kehilangan mahkota, sehingga


sulit dilakukan pencabutan dengan tang cabut, maka perlu
dilakukan separasi ketiga akar gigi tersebut.
- Separasi menggunakan bor dan yang pertama diseparasi
adalah akar palatal dari kedua akar bukalnya dengan arah
separasi mesio-distal.
- Setelah akar palatal terpisah, maka separasi akar mesiobukal
dengan akar distobukal dan arah preparasinya buko-palatal.

- Pertama ungkit akar distobukal dengan elevator/bein di daerah


distopalatal akar gigi tersebut dan menggunakan akar palatal
sebagai tumpuan.
- Kemudian akar gigi distobukal yang telah goyah dicabut
dengan tang sisa akar.
- Akar mesiobukal dikeluarkan dengan elevator dari daerah
mesial mengarah ke distal, yakni ke ruang kosong yang
ditinggalkan oleh akar distobukal.
- Penggunaan elevator/bein pada pengungkitan kedua akar
tersebut harus hati-hati karena beresiko masuknya akar ke
dalam rongga sinus maksilaris.
- Jika pencabutan dengan menggunakan “Horn tang” masih
Sulit dilakukan, maka perlu dilakukan separasi akar gigi
dengan bor.
- Arah separasi adalah buko-lingual hingga akar gigi terpisah.

- Setelah kedua akar mesial dan distal terpisah, masukkan


elevator/cryer ke celah yang paling dalam pada akar distal,
kemudian akar tersebut diungkit keluar dari socket.

- Akar mesial dikeluarkan dengan cara meletakkan cryer ke


dalam socket kosong yang ditinggalkan oleh akar distal.
- Cryer ditekan kuat dengan arah rotasi mesio-superior guna
menghancurkan tulang septum bifukarsi.
- Jika sulit karena tulang septum bifurkasi tebal, maka tulang
tersebut dapat dipotong dengan menggunakan knobel tang
(“Rongeur”).
- Selanjutnya ulangi gerakan cryer sebagaimana sebelumnya,
guna mengungkit akar mesial keluar dari socket.
- Jika semua prosedur tersebut tadi tidak berhasil, maka dibuat
insisi flap dan membuka tulang bukal untuk mengeluarkan
akar
gigi yang tertinggal.
Daftar Pustaka
Andreasen J.O. Petersen.J.K. Laskin D.M.1997: Textbook and Color Atlas of Tooth Impaction.
Munksgaard. St Louis. Mosby
Archer, W.H. 1975. Oral and Maxillofacial Surgery.Vol.I &II. 5thed. Philadelphia &London : W.B.
Saunders Co.
Birn, H. & Winter, J.E. 1975.Manual of Minor Oral Surgery.Philadelphia, London & Toronto. W.B.
Saunders Co.
Dimitroulis G. 1997. A Synopsis of Minor Surgery.1st ed. Oxford. Reed Educational and Professional
Publising Ltd
Gans, B.J. (1972) :Atlas of Oral Surgery. 1st ed., St. Louis, The CV. Mosby Co.
Gibson. 1994. Psychology, Pain and Anesthesia. New York : Chapman & Hall.
Gray,H. 1975. Anatomy of Human Body. 29ed. Philadelphia : Lea & Febiger.
Howe, G.L. & Whitehead, F.I.H. 1992. Local Anaesthesia in Dentistry.Bristol : John Wright &
Sons Ltd.
Kruger, 1984, Oral and Maxillofacial Surgery, 6th ed, C.V Mosby Company, St.Lois, Toronto.
Laskin, D.M. 1971. Oral and Maxillofacial Surgery.Vol.I, C.V Mosby Company, St.Lois, Toronto.
Malamed, S.F. 1998. Handbook of Local Anesthesia. 4thed. St. Louis &London : C.V. Mosby
Co.
Ogden G.R. 2001: Removal of Unerupted Teeth in PedlerJ, Frame J.W. Oral and Maxillofacial
Surgery An objective – based textbook. Edinburg.Churchill Livingstone
Olaf E, Langland, Roher, P Langlais. John W. Preece. Principles of Dental Imaging. 2 nd ed. Lippicont
Williams & Willkins, 2002.
Peterson L.J. 1998. Principle of Management of Impacted Teeth in Petersen L.J. Ellis. E. Hupp J.R.
Tucker M.R. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery. 3nd ed. St Louis. Mosby.
Whaites E. Essential of Dental Radiolography and Radiology. Churchill Livingstone, London 2002
Zederfelt B.H. & Hunt, T.K. 1990, Wound Closure; materials and Techniques. New Jersey, Davis &
Greck Medical Device Division American Cyanamid Co.
BAB 6

PENUTUP

Buku Modul Kepaniteraan klinik Ilmu Bedah Mulut dan Maksilofasial ini memuat semua macam
perawatan kedokteran gigi ang sesuai dengan kompetensi. Dalam buku ini terdapat macam-macam
requirement wajib yang harus diselesaikan oleh mahasiswa Program Studi Profesi Dokter Gigi FKGUB
serta manual prosedur yang benar dan tepat dari setiap macam tindakan perawatan. Dengan adanya
buku ini, mahasiswa diharapkan mampu menyelesaikan requirement yang wajib dikerjakan, dan
meiliki skill yang baik dalam melakukan perawatan gigi

Anda mungkin juga menyukai