Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persoalan upah buruh merupakan topik penting dibahas karena upah

adalah komponen utama bagi buruh dalam menopang kehidupan mereka sehari-

hari. Upah menurut pasal 1 butir 30 Undang-undang Nomor 13 tahun 2003

tentang ketenagakerjaan adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan

dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada

pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian,

kesepakatan atau peraturan perundang-undangan. Termasuk tunjangan bagi

pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/jasa atau telah atau akan

dilakukan.

Dalam pelaksanaannya, penentuan besaran jumlah upah di Indonesia

biasanya ditentukan berdasarkan kesepakatan antara buruh dan pihak perusahaan.

Namun untuk melindungi pekerja/buruh terhadap ketidak-adilan upah pemerintah

mengeluarkan Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 pasal 88 ayat 2 dan pasal 89

ayat 1 yang mengatur tentang kebijakan upah minimum. Tujuan ditetapkannya

upah minimum tersebut sebagai jaring pengaman (safety net), sehingga tingkat

upah tidak lebih rendah dari ketetapan.1

Artinya meski besaran upah ditetapkan berdasarkan kesepakatan, pihak

pengusaha tidak boleh membayarkan upah yang lebih rendah dari besaran upah

minimum yang ditetapkan. Faktanya masih terdapat beberapa perusahaan di

1
Kelana, Yatim, dkk. 1993. Sorotan Pers tentang Ketenagakerjaan 1988-1993. PT Saro Media.
Hal 202-203.

1
Indonesia yang membayar upah lebih rendah dari besaran upah minimum yang

sudah ditetapkan.

Tabel 1.1
Tabel persentase buruh yang dibayar dibawah upah minimum

Sumber: Publikasi ILO (International Labour Organization) yang diakses melalui pada
26 September 2014 http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---ed_dialogue/---
actrav/documents/meetingdocument/wcms_210427.pdf

Terkait penentuan jumlah besaran upah minimum ini, peneliti mengamati

terdapat konflik kontroversial antara buruh dan pengusaha disejumlah

pemberitaan di media massa. Pihak pengusaha diwakili oleh Asosiasi Pengusaha

(Apindo) dan buruh diwakili oleh Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Pihak pengusaha

kerap kali keberatan akan besaran jumlah upah minimum yang ditetapkan.

Hariyadi Sukamdi, Ketua Apindo bidang Pengupahan, misalnya menilai pola

penentuan upah minimum semakin keluar dari koridor karena hasil yang

diputuskan oleh pemerintah daerah tidak realistis. Misalnya, dalam penetapan

UMP DKI Jakarta 2013 sebesar Rp2,2 juta dinilai contoh kebijakan yang

mengedepankan popularitas pengambil kebijakan, tanpa mempertimbangkan

keberlangsungan usaha.2

2
Kepopularitasan ini berkaitan dengan Joko Widodo yang baru saja terpilih menjadi Gubernur
Provinsi DKI Jakarta. Lihat SKH Bisnis Indonesia, edisi 22 November 2012.

2
Sofjan Wanandi, Ketua Apindo menyatakan beberapa pengusaha

berencana merelokasi pabrik ke negara lain karena tidak sanggup membayar upah

yang semakin tinggi. Ade Sudrajat, Ketua Asosiasi Pertekstilan (API) menuturkan

putusan pemerintah yang menaikkan upah terlalu tinggi menyebabkan investor

tidak percaya kepada pemerintah yang dinilai tidak memberikan kepastian hukum.

Sementara itu, Suryadi Sasmitam Wakil Ketua Asosiasi Pemasok Garmen dan

Aksesoris Indonesia (APGAI) mengatakan dampak kenaikan upah tersebut

bahkan akan me-rumah-kan separuh Sales Promotion Girls (SPG).3 Dalam siaran

persnya, pihak pengusaha juga mengaku siap menempuh jalur hukum untuk

mendebatkan besaran upah minimum.4

Menariknya, masalah kenaikan upah buruh lebih sering dikeluhkan

pengusaha daripada membongkar penyebab ekonomi tinggi, seperti biaya siluman

(Invisible cost). Biaya siluman misalnya biaya-biaya punggutan liar yang harus

dibayarkan pengusaha dalam memperoleh izin usaha, produksi, dan lain

sebagainya. Padahal upah buruh Indonesia hanya sekitar lima persen dari total

biaya produksi sementara biaya siluman itu bisa mencapai 40 persen.5

Di sisi lain, pihak buruh/pekerja tidak pernah merasa mendapatkan upah

layak. Hal ini dikarenakan ketidak-mampuan buruh dalam mencukupi kehidupan

sehari-hari yang semakin bertambah dan harga kebutuhan yang terus menaik.

Presiden Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KBSI) Mudkofir, mengatakan sikap

3
SKH Kompas, edisi 3 November 2012.
4
Hal ini terkait dengan ketidaksetujuan pengusaha atas besaran Upah minimum Provinsi DKI
sebesar Rp 2.216.243. Lihat SKH bisnis Indonesia, edisi 14 november 2012.
5
Sumarsono, Sonny. 2003. Ekonomi: manajemen Sumberdaya Manusia dan Ketenagakerjaan.
Yogyakarya: Graha Ilmu. Hal 177.

3
penolakan kenaikan upah minimum di provinsi, kabupaten dan kota merupakan

suatu upaya menjalankan upah murah tapi ingin produktivitas yang tinggi.

Akibatnya, buruh turun ke jalan menuntut kenaikan upah. Buruh menuntut

kesejahteraan. Tidak sedikit masyarakat yang merasa terganggu terhadap aksi

unjuk rasa buruh. Hal Ini misalnya, Kurnelius Budi Kuncoro dalam rubrik

“Pembaca Menulis” SKH Bisnis Indonesia mengharapkan aksi unjuk rasa buruh

yang akan diadakan pada tanggal 12 Juli 2012 tidak menggangu ketertiban seperti

aksi unjuk rasa sebelumnya dengan memblokir Jalan Tol Bekasi dan di Pertamina

yang menyebabkan kemacetan parah dan panjang di Pantura Indramayu.

Dalam hal ini, pemerintah sebagai pelindung dinilai juga tidak pernah

tegas dalam menangani permasalahan ketenagakerjaan terutama soal pengupahan.

Berbagai peraturan yang dikeluarkan atau Undang-undang ketenagakerjaan juga

belum memihak kepentingan buruh. Misalnya, melalui Inpres No 9 Tahun 2013

Tentang Kebijakan Penetapan Upah Minimum dalam Rangka Keberlangsungan

Usaha dan Peningkatan Kesejahteraan Pekerja, Presiden secara langsung ikut

campur dalam penetapan upah minimum.6

6
Padahal berdasarkan Pasal 89 UU Ketenagakerjaan, Upah Minimum ditetapkan oleh Gubernur.
Dalam Inpres ini, pemerintah mencarut marutkan konsep upah minimum, yang berdasarkan UU
Ketenagakerjaan dapat berupa upah minimum provinsi/kabupaten/kota dan upah minimum sektor
pada provinsi/kota, menjadi “untuk daerah yang upah minimumnya masih berada di bawah nilai
KHL, kenaikan upah minimum dibedakan antara industri padat karya tertentu dengan industri
lainnya” yang secara nyata dapat diartikan bahwa upah minimum provinsi/kabupaten/kota
dikesampingkan dan hanya ada upah minimum sektoral. Selanjutnya dengan adanya Inpres
tersebut, Presiden telah mem-privatkan penetapan UMP/K yang sudah mencapai KHL dengan
kesepakatan pemberi kerja dan pekerja. Hal ini mustahil terjadi, mengingat relasi kuasa antara
pengusaha dan pekerja sudah timpang. Secara langsung Presiden melarang kenaikan UMP/K jika
besarannya sudah sesuai dengan KHL. Padahal dalam UU Ketenagakerjaan, kenaikan UMP/K
ditetapkan oleh Gubernur, bukan melalui perundingan/bipartit pekerja-pemberi kerja. Lihat
http://www.bantuanhukum.or.id/web/wp-content/uploads/2014/05/Kertas-Posisi-May-Day-2014-
LBH-Jakarta.pdf diakses pada 26 Mei 2014

4
Berdasarkan penjelasan tersebut peneliti tertarik untuk menelisik lebih

jauh bagaimana polemik kenaikan upah minimum ini dibangun dan pada akhirnya

menjadi sebuah wacana dominan di media massa. Melalui analisis wacana kita

tidak hanya mengetahui bagaimana teks berita, tetapi juga bagaimana pesan itu

disampaikan. Lewat kata, frasa, kalimat, metafora macam apa suatu berita

disampaikan. Dengan melihat bagaimana bangunan struktur kebahasaan tersebut,

analisis wacana lebih bisa melihat makna yang tersembunyi dari suatu teks.

Melalui wacana, individu bukan hanya didefenisikan tetapi juga dibentuk,

dikontrol dan didisplinkan.7

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis wacana van Dijk yang

menekankan pada kognisi sosial sebagai pisau analisis. Analisi kognisi sosial

memusatkan perhatian pada struktur mental, proses pemaknaan, dan mental

wartawan. Pendekatan kognitif ini didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak

mempunyai makna, karena makna sesungguhnya diberikan oleh pemakai bahasa,

atau lebih tepatnya proses kesadaran mental dari pemakai bahasa. Berita dalam

hal ini dipandang dari representasi wartawan. Pandangan, kepercayaam,

stereotipe, dan kepercayaan wartawan mempengaruhi bagaimana teks berita yang

dihasilkan.

Media yang digunakan ialah SKH Bisnis Indonesia. Hal ini dikarenakan

sebagai koran pertama bersegmentasi ekonomi, SKH Bisnis Indonesia sendiri

diterbitkan dari golongan pengusaha terkemuka di Indonesia yang berperan aktif

dalam aktivitas perekonomian Indonesia. SKH Bisnis Indonesia di mata para

7
Eriyanto. 2001. Analisis wacana: Pengantar analisis Teks Media .Yogyakarta: Lkis. Hal xv.

5
pelaku bisnis, birokrat, ekonom, akademisi dan segmen pembaca lainnya diterima

sebagai penyaji informasi akurat dan terpercaya (data superbrand 2007). Dengan

membangun trust dan komitmen untuk memberikan informasi yang layak

dipercaya, SKH Bisnis Indonesia telah menjadi pemimpin pasar (market leader)

dalam pemberitaan bisnis dan ekonomi.8 Bahkan SKH Bisnis Indonesia meraih

Silver Winner The Best of news Politic and Business Tabloid Tahun 2013.9

Untuk pemilihan time frame, peneliti menganalisis berita headline SKH

Bisnis Indonesia edisi November 2012. Hal ini karena setiap tanggal 1 November

sesuai ketentuan penetapan upah minimum, pemerintah daerah wajib memutuskan

jumlah besaran upah minimum di wilayahnya masing-masing atau sesuai instruksi

Menakertrans, selambat-lambatnya pada tanggal 20 November atau 40 hari

sebelum berlakunya upah minimum, yakni pada tanggal 1 Januari 2013.10

Sedangkan pemilihan tahun 2012 karena upah minimum tahun 2013 ialah rata-

rata kenaikan upah minimum tertinggi dalam sejarah kenaikan upah buruh di

Indonesia, yakni sekitar 40 persen. Sedangkan proses penetapan upah minimum

2013 tersebut dilaksanakan pada tahun 2012.11 Adapun sebagai referensi untuk

penelitian mengenai upah minimum ini, peneliti menggunakan beberapa

8
http://www.bisnis.com/big-media/profile.html diakses pada tanggal 3 Oktober 2014
9
http://www.solopos.com/2014/02/08/indonesia-print-media-award-bisnis-indonesia-solopos-
harian-jogja-borong-penghargaan-ipma-2014-488113 diakses pada tanggal 3 oktober 2014
10
Fakta di lapangan tidak semua Gubernur di setiap provinsi menetapkan besaran UMP pada
Tanggal 1 November dengan berbagai alasan. Misalnya menunggu ditetapkannya UMP DKI agar
Pemerintah Daerah bisa menyesuaikan dengan kenaikan UMP di wilayahnya, karena unjuk rasa
buruh, tidak hadirnya salah satu pemangku kepentingan diantara buruh, pengusaha, atau
pemerintah dalam rapat sidang keputusan, dan lain sebagainya.
11
Untuk diketahui, dalam pembahasan kenaikan UMP 2014, pemerintah dinilai perlu hati-hati
dalam memutuskan kenaikan UMP karena dampak UMP 2013 perusahaan di Indonesia masih
terbebani baik biaya upah pekerja sendiri maupun kondisi perekonomian di Indonesia.
Sebagaimana diketahui bahwa pada pertengahan tahun 2013 kondisi perekonomian global
mengalami penurunan meski tidak berpengaruh besar pada kondisi perekonomian Indonesia.

6
penelitian terdahulu yang revelan. Pertama, penelitian skripsi mengenai

pelaksanaan upah minimum provinsi DIY bagi pekerja waktu tertentu di PT

Anindya Mitra Internasional (perusahaan pemerintah daerah). Dalam penelitian

skrispsi tersebut disimpulkan bahwa pelaksanaan upah minimum belum

dilaksanakan sepenuhnya dikarenakan alasan kondisi keuangan perusahaan

kurang baik dan gaji pekerja didasarkan pada kualitas/produktivitas kerja.

Menariknya, sebagian besar pekerja tidak mengetahui komponen upah minimum.

Para pekerja hanya mengetahui bahwa gaji yang mereka terima sudah termasuk

gaji pokok, gaji tunjangan tetap, dan tunjangan tidak tetap. Padahal tunjangan

tidak tetap tidak dapat disertakan dalam upah yang harus disesuaikan dengan upah

minimum. 12

Kedua, penelitian skripsi mengenai pengawasan pemerintah terhadap

perusahaan yang telah memperoleh pengupahan di Yogyakarta. Dalam penelitian

ini pengawasan dilakukan oleh pegawai Disnakertans, Purawisata dan Taman

Asmukita terhadap perusahan yang menangguhkan upah minimum. Pengawasan

belum dilaksanakan sepenuhnya karena pegawai pengawas melakukan inspeksi

dan pemeriksaan terhadap keuangan dan kondisi para pekerja hanya di akhir

jangka waktu penangguhan, selebihnya memberi suatu pembinaan kepada

manajemen perusahaan. Hal ini dikarenakan jumlah pegawai pengawas di

Disnakertrans Kota Yogyakarta hanya berjumlah 8 orang. Kedelapan pegawai

pengawas tersebut bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan terhadap

12
Krisnawati, Veronika Tyas. 2012. Pelaksanaan Upah Minimum Provinsi DIY Bagi Pekerja
Waktu Tertentu di PT Anindya Mitra Internasional. Universitas Atmajaya Yogyakarta

7
1422 perusahan yang terdaftar dan pengawasan terhadap perusahaan yang

melakukan penangguhan upah minimum.13

Sedangkan referensi untuk analisis wacana ialah penelitian skripsi oleh

Noviana mengenai analisis wacana pemberitaan bencana letusan Gunung Merapi

di SKH Kedaulatan Rakyat (KR). Dalam analisisnya, pemberitaan bencana

headline SKH KR kebanyakan berisi proses, kronologi meletusnya Gunung

Merapi dan informasi tentang aktivitas Merapi yang semakin meningkat. Bahasa

yang digunakan memang tergolong wajar, tetapi jika dianalisis dari struktur

bahasanya, ada diksi yang menace pada perendahan martabat manusia. Misalnya

kata ‘terpanggang’ yang menerangkan keadaan korban Merapi yang tewas.

Dalam tahap analisis skema wartawan, ia menemukan wartawan KR

memahami peristiwa bencana Gunung Merapi. Wartawan KR menambahkan detil

pada informasi yang dirasa penting dan kuat, tetapi ada pula maksud yang

diungkapkan secara tersamar, misalnya diksi “mengamuk” yang menekankan

pada penyebab Merapi mengamuk atau meletus yang ditujukan kepada warga

lereng sekitar Merapi yang menjadi penyebab Merapi meletus. Sementara dalam

tahap analisis sosial ia menemukan dari berbagai referensi bahwa masyarakat

pada umumnya menanggapi berita yang berkembang dari media, baik elektronik

maupun cetak.14

13
Triswantoro, Yoga. 2007. Pengawasan Terhadap Perusahaan yang Melaksanakan Penangguhan
Upah Minimum Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta di Kota Yogyakarta. Universitas Atmajaya
Yogyakarta. Hal 58.
14
Dewi Wijayanti, Noviana. 2011. Media Cetak dan Pemberitaan Bencana Letusan Gunung
Merapi: Analisis Wacana Pemberitaan Bencana Letusan Gunung Merapi Pada Headline Surat
Kabar Kedaulatan Rakyat periode 27 Oktober 2010 sampai 26 november 2010). Universitas
Atmajaya Yogyakarta. Hal 134.

8
B. Rumusan Masalah

Bagaimana wacana dominan polemik kenaikan upah minimum tahun 2013

yang dibangun di SKH Bisnis Indonesia pada edisi November 2012?

C. Tujuan

Untuk mengetahui wacana dominan polemik kenaikan upah minimum

tahun 2013 yang dibangun di SKH Bisnis Indonesia pada edisi November 2012

D. Manfaat

- Manfaat akademis/ teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan menjadi

referensi bagi pengembangan Ilmu Komunikasi, khususnya dalam penelitian yang

menggunakan analisis wacana kritis model van Djik yang digunakan peneliti.

- Manfaat praktis

Memberikan pengetahuan bagi masyarakat tentang wacana polemik kenaikan

upah minimum yang diberitakan di media massa. Selanjutnya, sebagai bahan

refleksi dan masukan bagi media massa terhadap pemberitaan atau mewacanakan

suatu peristiwa. Terutama dalam wacana kenaikan upah minimum di Indonesia.

E. Kerangka Teori

E.1 Wacana dalam Pandangan Kritis

Kata wacana telah banyak digunakan oleh berbagai bidang ilmu

pengetahuan mulai dari bahasa, psikologi, sosiologi, politik, komunikasi, sastra

dan sebagainya. Masing-masing displin ilmu memiliki pengertian, defenisi dan

batasan-batasan tersendiri mengenai istilah wacana tersebut, namun wacana pada

dasarnya berbicara mengenai studi mengenai atau pemakaian bahasa. Setidaknya

9
ada tiga pandangan mengenai bahasa dalam analisis wacana. Pandangan pertama

berasal dari kaum positivisme-empiris yang melihat bahasa sebagai jembatan

antara manusia dengan objek di luar dirinya. Dalam pandangan ini analisis

wacana dimaksudkan untuk menggambarkan tata aturan kalimat, bahasa, dan

pergertian bersama yang diukur berdasarkan kaidah-kaidah sintaksis dan semantik

bahasa.15

Pandangan kedua oleh kaum konstrukstivisme, disini bahasa tidak hanya

dilihat sebagai alat untuk untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkan

dari subjek sebagai penyampai pernyataan, justru melihat subjek sebagai faktor

sentral dalam kegiatan wacana serta hubungan-hubungan sosialnya. Kaum ini

memandang analisis wacana dimaksudkan sebagai analisis untuk membongkar

maksud-maksud dan makna-makna tertentu. Wacana adalah suatu upaya

pengungkapan maksud tersembunyi dari sang subjek yang mengemukakan suatu

pernyataan. Pengungkapan dilakukan diantaranya dengan menempatkan diri pada

posisi sang pembicara dengan penafsiran mengikuti struktur makna dari sang

pembicara.16

Ketiga, Pandangan kaum kritis yang berfokus pada konstelasi kekuatan

atau kuasa yang ada pada masyarakat sehingga berpengaruh pada setiap proses

produksi dan reproduksi makna dalam bahasa. Di sini bahasa tidaklah dipahami

sebagai medium netral yang berada di luar pembicara tetapi merupakan hasil

sebuah representasi yang berperan membentuk subjek, tema atau wacana tertentu.

Dalam hal ini wacana melihat bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan,

15
Eriyanto, op. cit., hal 4.
16
Eriyanto, op. cit., hal 5-6.

10
terutama pembentukan subjek, dan berbagai tindakan representasi yang terdapat

dalam masyarakat. Dengan demikian analisis wacana dalam pandangan kritis

dipakai untuk membongkar kuasa yang ada dalam setiap proses bahasa: batasan-

batasan apa yang diperkenankan menjadi wacana, perspektif yang mesti dipakai,

topik apa yang dibicarakan.17 Menurut Fairlough dan Wodak:

Analisis wacana kritis melihat wacana -pemakaian bahasa dalam tutur dan

tulisan- sebagai bentuk dari praktik sosial. Menggambarkan wacana sebagai

praktik sosial menyebabkan sebuah hubungan dialektis di antara peristiwa

diskursus tertentu dengan situasi, institusi, dan struktur sosial yang

membentuknya. Praktik wacana bisa jadi menampilkan efek ideologi: ia dapat

memproduksi dan mereproduksi hubungan kekuasaan yang tidak imbang antara

kelas sosial, laki-laki dan wanita, kelompok mayoritas dan minoritas melalui

mana perbedaan itu dipresentasikan dalam posisi sosial yang ditampilkan. 18

Dalam hal ini, wacana dipandang sebagi sesuatu yang hadir dari proses

interaksi atau kegiatan sosial yang terjadi pada masyarakat. Praktik wacana

muncul dari praktik kekuasaan yang tidak seimbang di masyarakat. Bahasa dalam

hal ini menjadi faktor penting untuk melihat bagaimana ketidak-seimbangan

hubungan kekuasan tersebut terjadi di masyarakat.

Lebih jauh, berikut karaterisitik penting dari analisis wacana kritis dari van

Dijk, Fairlough, dan Wodak. 19

17
Eriyanto, op. cit., hal 6.
18
Eriyanto, op. cit., hal 7.
19
Eriyanto, op.cit., hal 8.

11
1. Tindakan

Wacana dipahami sebagai sebuah tindakan (action). Ada beberapa

konsekuensi bagaimana wacana harus dipandang. Pertama, wacana dipandang

sebagai sesuatu yang bertujuan, apakah untuk mempengaruhi, mendebat,

membujuk, menyangga, bereaksi, dan sebagainya. Kedua, sebagai sesuatu yang

diekspresikan secara sadar, bukan sesuatu yang diluar kendali.

2. Konteks

Analisis wacana kritis mempertimbangkan konteks wacana, seperti latar,

situasi, peristiwa dan kondisi. Guy Cook menyebut ada tiga hal yang sentral dalam

pengertian wacana: teks, konteks dan wacana. Teks adalah semua bentuk bahasa,

bukan hanya kata-kata yang tercetak di kertas, tetapi juga semua jenis ekspresi

komunikasi, ucapan, musik, gambar, efek suara, citra, dan sebagainya. Konteks

mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam bahasan situasi di

mana teks tersebut diproduksi, fungsi yang dimaksudkan, dan sebagainya.

Wacana di sini, kemudian dimaknai sebagai teks dan konteks bersama-sama. Titik

perhatian dari analisis wacana adalah menggambarkan teks dan konteks dalam

suatu proses komunikasi.

3. Historis

Menempatkan wacana dalam konteks sosial tertentu, berarti wacana

diproduksi dalam konteks tertentu dan tidak dapat dimengerti tanpa menyertakan

konteks yang menyertainya. Salah satu aspek penting untuk bisa mengerti teks

adalah menempatkan wacana itu dalam konteks historis tertentu. Misalnya, kita

melakukan analisis wacana teks selebaran mahasiswa menentang Soeharto.

12
Pemahaman mengenai wacana teks ini hanya akan diperoleh kalau kita bisa

memberikan konteks historis dimana teks itu diciptakan. Bagaimana situasi sosial

politik pada saat itu. Oleh karena itu, pada waktu analisis perlu tinjauan mengapa

wacana yang berkembang atau dikembangkan seperti itu, mengapa bahasa yang

dipakai seperti itu, mengapa bahasa yang dipakai seperti itu, dan seterusnya.

4. Kekuasaan

Di sini, setiap wacana yang muncul, dalam bentuk teks, percakapan atau

apapun, tidak dipandang sebagai sesuatu yang ilmiah, wajar, dan netral tetapi

merupakan bentuk pertarungan kekuasaan. Kekuasaan dalam wacana, penting

untuk melihat apa yang disebut sebagai kontrol. Seseorang atau kelompok

mengontrol orang atau kelompok lain lewat wacana. Kontrol di sini tidaklah harus

selalu dalam bentuk fisik dan langsung tetapi dapat juga berupa kontrol secara

mental atau psikis.

Kontrol tersebut juga diwujudkan dalam bentuk mengontrol struktur

wacana. Seseorang yang mempunyai lebih besar kekuasaan bukan hanya

menentukan bagian mana yang perlu ditampilkan dan mana yang tidak tetapi juga

bagaimana ia harus ditampilkan.

5. Ideologi

Ideologi juga konsep sentral dalam analisis wacana yang bersifat kritis.

Hal ini karena teks, percakapan, dan lainnya adalah bentuk dari praktik ideologi

atau pencerminan dari ideologi tertentu. Seperti dikatakan Teun A. van Dijk,

ideologi terutama dimaksudkan untuk mengatur masalah tindakan dan praktik

individu atau anggota dari suatu kelompok. Ideologi membuat anggota dari suatu

13
kelompok akan bertindak dalam situasi yang sama, dapat menghubungkan

masalah mereka, dan memberikan kontribusi dalam membentuk solidaritas dan

kohesi di dalam kelompok.

Analisis wacana tidak bisa menempatkan bahasa secara tertutup, tetapi

harus melihat konteks terutama ideologi dari kelompok-kelompok yang ada dalam

membentuk wacana. Dalam teks berita misalnya, dapat dianalisis apakah teks

tersebut mencerminkan ideologi dari penulisnya seperti feminis, antifeminis,

kapitalis, atau sosialis.

E.2 Wacana Dominan

Michael Foucault mengatakan bahwa ciri utama wacana adalah

kemampuannya untuk menghimpun suatu wacana yang berfungsi membentuk dan

melestarikan hubungan-hubungan kekuasaan dalam suatu masyarakat.20 Meski

dalam proses sosial masyarakat terdapat berbagai macam topik yang berbeda,

kekuasaan yang ada akan lebih memilih dan mendukung wacana tertentu sesuai

kepentingan pemegang kekuasaan tersebut. Wacana yang dimunculkan terus

menerus perlahan pada akhirnya memuat wacana tersebut menjadi dominan

sementara wacana lainnya akan terpinggirkan, dialihkan bahkan sengaja

dipendam.

Melalui wacana dominan misalnya, kelompok tertentu memberikan arahan

bagaimana suatu objek atau peristiwa dibaca, dipandang dan dipahami sehingga

membatasi pandangan yang lebih luas mengenai objek atau peristiwa tersebut.

20
Setiap kekuasaan pada dasarnya berusaha membentuk pengetahuannya sendiri, menciptakan
rezim kebenarannya sendiri. Kekuasaan selalu datang dengan memproduksi suatu ekonimi politik
kebenaran, melalui mana kekuasaan dengan begitu dimapankan, disusun, dan diwujudkan serta
dilestarikan. Lihat Eriyanto, op. cit., hal 76-77.

14
Bahkan melalui kekuasaan yang ada, kelompok tertentu mampu melestarikan dan

memapankan bentuk wacana dominan sesuai keinginan mereka. Hal ini, menurut

van Dijk, dikarenakan kelompok dominan lebih mempunyai akses dibandingkan

dengan kelompok yang tidak dominan. Kelompok dominan lebih mempunyai

akses seperti pengetahuan, uang, pendidikan, dibandingkan dengan kelompok

yang tidak dominan.21 Sehingga dalam penelitian ini peneliti akan menganalisis

seperti apa wacana dominan yang disajikan SKH Bisnis Indonesia, siapa aktor

dominan dan bagaimana ia disajikan dalam mencerminkan realitas polemik

kenaikan upah buruh.

E.3 Bahasa pada Media

Kaitan bahasa dengan media menjadi sangat penting untuk melihat

bagaimana bahasa yang digunakan media dalam menyampaikan informasi.

Setidaknya penelitian mengenai fungsi bahasa sebenarnya sudah banyak

dilakukan sejak zaman Yunani kuno. Seiring perkembangan zaman makin

disadari bahwa bahasa hadir bersamaan dengan sejarah kehidupan sosial

masyarakat. Bahasa berada ditengah-tengah aktivitas sosial masyarakat. Bahasa

menstruktur pengalaman atau sering disebut sebagai realitas. Pengalaman atau

realitas tersebut juga turut membentuk bahasa. Dalam hal ini bahasa,

“...bukan semata-mata sebagai alat komunikasi atau sebuah sistem kode


atau nilai yang secara sewenang-wenang menunjuk suatu realitas
monolitik. Bahasa adalah suatu kegiatan sosial. Secara sosial ia terikat,
dikontruksikan, dan direkonstruksi dalam kondisi khusus dan setting sosial
tertentu, ketimbang tertata menurut hukum yang diatur secara ilmiah dan
universal.” 22

21
Eriyanto, op. cit., hal 12.
22
Di Indonesia praktik pemakaian bahasa sudah dilegimitasi melalui pengunaan bahasa Indonesia
yang baik dan benar melalui Ejaan Yang Disempurnakan. Namun perlu diketahui legimitasi
tersebut merupakan upaya negara, terutama Orde Baru untuk mengatur baik cara pikir, sikap dan

15
Hal ini berarti bahasa bukanlah medium netral yang berada di sisi luar si

pembicara. Sebaliknya, akibat aktivitas maupun peran sosial dalam masyarakat

pada akhirnya bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan, terutama dalam

pembentukan subjek dan berbagai tindakan representasi yang ada di masyarakat.

Seiring dengan penjelasan di atas, demikian kaum kritis juga selalu

mempertanyakan posisi wartawan dan media dalam keseluruhan struktur sosial

dan kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat. Pada akhirnya, posisi tersebut

mempengaruhi berita, bukan pencerminan dari realitas yang sesungguhnya.23

Pertama, pada posisi wartawan. Wartawan adalah mahluk sosial, sebagai mahluk

sosial ia berinteraksi dan memiliki peran sosial dalam siklus hubungan sosial yang

ada di masyarakat. Dengan demikian jelas bahwa wartawan merupakan bagian

dari suatu kelas atau kelompok tertentu yang ada dalam masyarakat. Wartawan

memiliki nilai-nilai tertentu dalam bagaimana memandang dunia yang pada

akhirnya berpengaruh pada bagaimana ia memandang suatu peristiwa dan

menuliskannya menjadi berita. Bahkan Eriyanto mengatakan:

Pihak elit dalam media sengaja mengontrol wartawan dan memberi


hukuman bagi yang tidak mengikutinya atau tidak menuruti proses-kontrol
dan sensor diri- dan imbalan bagi yang patuh dan mengikuti proses. Oleh
karena itu, kerja wartawan bukanlah diatur dalam proses dan pembagian
kerja, tetapi kontrol kesadaran kelas mereka dalam posisi dengan
kelompok elit. 24

tindakan masyarakat menuju sistem politik “tertib” atau terkontrol. Lewat bahasa yang
digunakannya para petinggi negara bukan hanya menyembunyikan atau menciptakan realitas,
tetapi juga bersembunyi dari realitas dan perilakunya yang sesungguhnya. Lihat Latif, Yudi, op.
cit., hal 34-35.
23
Eriyanto, op. cit., hal 32.
24
Proses kontrol dan sensor ini dimaksudkan dengan teknik kerja wartawan yang mengacu pada
kenapa ia bekerja seperti ini bukan seperti itu, kenapa ia harus menulis seperti itu, bukan seperti
ini, bukanlah karena proses penjaga gerbang, tetapi bagian dari kontrol dan sensor diri. Bentuk
sensor ini diwujudkan dalam penghukuman dan imbalan. Lihat Eriyanto, op. cit., hal 42

16
Selanjutnya, media bukanlah sekedar saluran yang bebas, ia juga subjek

yang mengkontruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias dan pemakaiannya.

Seperti dikatakan Tony Bennet, media dipandang sebagai agen konstruksi sosial

yang mendefenisikan realitas sesuai kepentingannya.25 Dalam hal ini, bagaimana

realitas atau peristiwa dijadikan berita sebenarnya dipengaruhi oleh ideologi

ataupun kepentingan kelompok yang ada dalam masyarakat ataupun media itu

sendiri.

Dalam masyarakat misalnya, konflik hubungan industrial antara pengusaha

dan buruh. Pengusaha akan lebih mudah mengakses media ataupun mengadakan

konferensi pers dibandingkan buruh dalam menyatakan pandangannya mengenai

konflik hubungan industrial tersebut. Hal ini dikarenakan pengusaha memiliki

biaya ataupun kekuasaan dibandingkan buruh. Akhirnya, berpengaruh pada

bagaimana media memberitakan konflik tersebut. Demikian halnya media,

pengiklan, pemilik media yang juga pengusaha ataupun politikus juga dapat

mempengaruhi isi berita.

Dengan demikian, bahasa yang digunakan media sebenarnya dapat

menciptakan realitas tertentu kepada khalayak. Berita, melalui kata-kata tertentu

tidak hanya memfokuskan perhatian khalayak pada masalah tertentu tetapi juga

membatasi persepsi kita dan mengarahkannya pada cara berpikir dan keyakinan

tertentu.26

Dengan demikian dapat kita pahami bahwa berbagai peristiwa yang telah

disajikan oleh media/surat kabar merupakan realitas yang telah dikonstruksikan.


25
Eriyanto, op. cit., hal 36.
26
Badara, Adris. 2012. Analisis Wacana: Teori, Metode, dan Penerapannya pada Wacana Media.
Jakarta: Kencana Media Group. Hal 57.

17
Seluruh berita yang disajikan dan yang kita baca setiap hari merupakan

pembentukan realitas oleh media. Lebih jauh,

Media bukan hanya memilih peristiwa dan menentukan sumber berita


melainkan juga berperan dalam mendefenisikan aktor dan peristiwa.
Lewat bahasa, lewat pemberitaan media dapat membingkai peristiwa
dengan bingkai tertentu yang pada akhirnya menentukan bagaimana
khalayak harus melihat dan memahami peristiwa dalam kaca mata
tertentu.27

Sehingga dalam penelitian ini, peneliti akan menganalisis bagaimana

praktik pemakaian bahasa yang digunakan SKH Bisnis Indonesia dalam

mencerminkan realitas mengenai polemik kenaikan upah buruh menjadi sebuah

berita yang utuh.

F. Metodologi Penelitian

F.1 Jenis Penelitian

Peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif untuk menganalisis

wacana polemik kenaikan upah minimum. Began dan Taylor mendefenisikan

“metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang

dapat diamati.28 Riset kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan

sedalam-dalamnya. Di sini yang lebih ditekankan adalah persoalan kedalaman

(kualitas) data bukan banyaknya (kuantitas) data.29

Oleh karena itu, data penelitian baik berupa teks, hasil wawacacara, kajian

referensi dan literatur yang direlevan akan dipahami dan dianalisis sedalam-

27
Eriyanto, op. cit., hal 24.
28
Lexy J. Meleong. 1998. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Hal 3.
29
Kriyanto, Rachmat. 2008. Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset
Media, Public Relation, Advertising, Komunikasi organisasi, Komunikasi Pemasaran. Jakarta;
Kencana. Hal 56-67.

18
dalamnya sebagai satu kesatuan unit analisis atau holistik dengan tujuan untuk

mencapai pemaknaan atas wacana yang dibangun, ditampilkan SKH Bisnis

Indonesia.

F.2 Obyek Penelitian

Obyek penelitian dalam penelitian ini adalah berita headline SKH Bisnis

Indonesia edisi November 2012 yang menyajikan berita polemik kenaikan upah

minimum.

F.3 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan dua cara, yaitu:

a. Data primer,

Data primer merupakan data yang dikumpulkan langsung peneliti dari

sajian berita headline di SKH Bisnis Indonesia. Hal ini headline atau berita utama

adalah informasi atau berita yang dianggap penting dari seluruh informasi yang

disajikan suatu koran. Berita utama atau headline juga dianggap sebagai berita

paling aktual pada hari terbit, sehingga ditempatkan pada halaman depan di sudut

kiri atau kanan atas.30 Dengan demikian dengan menyajikan berita polemik upah

minimum menjadi headline atau berita utama maka penting bagi SKH Bisnis

Indonesia untuk menginformasikan kepada pembacanya.

Untuk melihat bagaimana gambaran umum polemik kenaikan upah

minimum, peneliti mendokumentasikan seluruh berita yang disajikan oleh SKH

Bisnis Indonesia selama penetapan peraturan hingga dampak upah minimum

tersebut, yakni pada bulan Mei 2012 hingga april 2013. Selama periode waktu

30
Mallarangeng, Rizal. 2010. Orde Baru: Tinjauan isi Kompas dan Suara Karya. Gramedia:
Jakarta. Hal 33

19
tersebut, berita yang disajikan oleh SKH Bisnis Indonesia terkait polemik

kenaikan upah minimum 2013 berjumlah 40 berita. Berdasarkan judul,

pemberitaan mengenai sistem pengupahan berjumlah 4 berita, usulan besaran dan

penetapan upah 7 berita, dampak negatif polemik kenaikan upah minimum dan

aksi unjuk rasa buruh 7 berita, dampak positif kenaikan upah minimum 3 berita,

aksi unjuk buruh 5 berita, penangguhan upah minimum 7 berita, kritik terhadap

pemerintah 2 berita, penundaan UMP 3 berita, dan keberatan kenaikna upah

minimum berjumlah 3 berita. Dari 40 berita terdapat 7 berita headline, yang

peneliti dijadikan sebagai teks yang akan dianalisi yakni;

- Rabu, 7 November 2012, Gejolak Buruh Ganggu Investasi

- Jumat, 9 November 2012, Upah buruh diusulkan Rp 2 juta

- Sabtu, 10 November 2012, SBY Instruksikan Solusi Win-win

- Kamis, 22 November 2012, Pengusaha Pasrah

- Jumat, 23 November 2012, Buruh Beraksi, Pasar Berspekulasi

- Sabtu, 24 November 2012, UKM Bisa Penangguhan UMP

- Rabu, 28 November 2012, Pemerintah Terkesan Lepas tangan

Selain itu, peneliti juga melakukan wawancara kepada wartawan maupun

redaksi SKH Bisnis Indonesia yang berhubungan dengan topik penelitian.

b. Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang dikumpulkan oleh peneliti dari kajian

pustaka seperti buku-buku ataupun kumpulan artikel yang berkaitan dengan

sejarah upah minimum, situasi perekonomian Indonesia serta data media SKH

20
Bisnis Indonesia yang digunakan untuk data ataupun analisis penelitian yang

berkaitan dengan wacana polemik kenaikan upah minimum tahun 2013.

F.4 Analisis Data

Analisis data yang digunakan ialah analisis wacana kritis model Teun van

Djik. Peneliti menggunakan buku “Analisis wacana” karangan Eriyanto sebagai

referensi utama.

F.4.1 Analisis Wacana Kritis Model Teun van Dijk

Model analisis van Dijk sering disebut sebagai kognisi sosial. Hal ini

dikarenakan van Dijk tidak mengekslusikan modelnya dengan menganalisis teks

semata. Ia juga melihat bagaimana struktur sosial, dominasi, dan kelompok

kekuasaan yang ada dalam masyarakat dan bagaimana kognisi/pikiran dan

kesadaran yang membentuk dan berpengaruh terhadap teks tertentu.31 Artinya

bahwa berita yang disajikan media merupakan hasil dari suatu praktik produksi

yang dipengaruhi oleh kognisi sosial wartawan dan praktik kekuasaan yang ada

dalam masyarakat.

Suatu teks yang cenderung memarjinalkan posisi perempuan, misalnya,

lahir karena kognisi/kesadaran mental di antara wartawan bahkan kesadaran dari

masyarakat yang memandang perempuan secara rendah. Dalam hal ini, teks hadir

dan bagian dari representasi yang menggambarkan masyarakat yang patrikal.

Sedangkan media membentuk konsesus dan pembenar bahwa seperti itulah

kenyataannya. 32

31
Eriyanto, op. cit., hal 224.
32
Media dipandang memiliki peran penting dalam membentuk, memproduksi dan mereproduksi
suatu wacana. Sebagian besar informasi kelompok minoritas mengenai kelompok lain berasal dari
media. Bila tidak ada sumber-sumber alternatif mengenai suatu masalah, maka media menjadi

21
Untuk membongkar bagaimana wacana pada teks media, van Dijk

membagi tiga dimensi atau bangunan yang digabungkan menjadi satu unit analisis

yang utuh, yakni analisis pada level teks, level kognisi sosial dan level konteks

sosial.

teks
Kognisi sosial

Konteks

Gambar 1.1 : Dimensi analisis wacana Teun A.van Dijk33

F.4.1.1 Level Teks

Pada level teks, van Dijk melihat teks terdiri atas tiga struktur atau

tingkatan yang saling mendukung. Pertama, struktur makro yang merupakan

struktur makna global atau umum teks untuk melihat topik atau tema suatu berita.

Kedua, superstruktur. Hal ini berhubungan dengan kerangka suatu teks, misalnya

bagian pendahuluan, isi, penutup, dan kesimpulan suatu berita. Ketiga, bagian

kecil dari teks berupa kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, parafrase, dan

gambar.

Menurut van Dijk ketiga elemen di atas membentuk suatu kesatuan yang

saling mendukung satu sama lain. Ketiga elemen tersebut merupakan unit analisis

untuk melihat tema, susunan alur cerita dan pilihan kata, kalimat, proposisi dan

sumber bagi opini publik mengenai masalah tersebut. tidak jarang orang berkata: “ini benar, aku
membacanya di surat kabar kemarin.” Lewat media, bukan hanya informasi mengenai kelompok
lain disediakan. Tetapi juga terjadi konsensus. Media memberi polarisasi pada kelompok dengan
cara memusatkan perhatian pada diri kita dan mereka. Lihat Eriyanto, op. cit., hal 221-224.
33
Eriyanto, op. cit., hal 225.

22
lain sebagainya dimuat menjadi sebuah teks atau berita. Dari situ kemudian akan

dapat dilihat bagaimana media mengungkapkan suatu peristiwa tertentu lewat

pilihan bahasa atau retorika yang digunakan kepada khalayak pembaca. Berikut

akan diuraikan satu persatu elemen van Dijk tersebut:34

a. Tematik

Elemen ini berkaitan dengan inti, ringkasan, topik, tema yang ingin

diungkapkan wartawan dalam pemberitaannya. Inti, ringkasan, topik, atau tema

ini misalnya dapat kita ketahui setelah membaca keseluruhan berita. Dengan

demikian dapat dilihat gagasan atau inti apa yang dikedepankan wartawan saat

memandang peristiwa. Apakah berita tersebut menunjukkan dominasi, kekuasaan,

atau memarjinalkan kelompok lain.

b. Skematik

Skematik berkaitan dengan bagaimana alur atau urutan berita yang

disampaikan wartawan. Menurut van Dijk, arti penting skematik adalah strategi

wartawan untuk mendukung topik tertentu yang ingin disampaikan dengan

menyusun bagian-bagian dengan urutan tertentu. Skematik memberikan tekanan

mana yang didahulukan, dan bagian mana yang bisa sebagai strategi untuk

menyembunyikan informasi penting.35 Upaya penyembunyian informasi atau

peristiwa penting biasanya dilakukan dengan menempatkan informasi atau

peristiwa tersebut dibagian akhir berita.

Dua kategori yang biasanya untuk melihat strategi skematik ini ditandai

dengan skema besar. Pertama, summary yang umumnya ditandai dengan dengan

34
Eriyanto, op. cit., hal 228.
35
Eriyanto, op. cit., hal 234.

23
dua elemen yakni judul dan lead. Judul dan lead umumnya menunjukkan tema

yang ingin ditampilkan wartawan. Lead biasanya digunakan sebagai pengantar

ringkasan sebelum masuk ke dalam isi berita. Kedua, story berupa isi berita secara

keseluruhan. Story memiliki dua subkategori yakni peristiwa yang berkaitan

dengan proses berjalannya suatu peristiwa dan reaksi verbal berupa komentar

yang ingin ditampilkan pada teks berita.

c. Semantik

Hal ini berkaitan dengan makna yang ingin ditekankan dalam teks berita.

Semantik ini terdiri dari latar, detil, maskud dan praanggapan. Berikut uraiannya

akan dijelaskan satu persatu: 36

- Latar

Hal ini berkaitan dengan latar apa yang dipilih dan kearah mana

pandangan khalayak hendak dibawa dalam berita. Kadang maksud atau isi utama

tidak dibeberkan dalam teks, tetapi dengan melihat latar apa yang ditampilkan dan

bagaimana latar tersebut disajikan, kita bisa menganalisis apa maksud yang

tersembunyi yang ingin dikemukan oleh wartawan sesungguhnya.37

Misalnya, bagi yang setuju pada demonstrasi buruh, latar yang dipakai

ialah keberhasilan berbagai gerakan buruh dalam melakukan perubahan.

Sebaliknya, yang tidak setuju akan memakai latar berbagai dampak negatif akibat

demonstrasi buruh.

36
Eriyanto, op. cit., hal 235.
37
Eriyanto, op. cit., hal 235.

24
- Detil

Elemen ini berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan

seseorang. Misalnya, hal yang mengguntungkan komunikator atau pembuat teks

akan diuraikan secara detil dan terperinci, sebaliknya fakta yang tidak

menguntungkan, detil informasi akan dikurangi. 38

Dalam demontrasi buruh tersebut misalnya, peristiwa demontrasi

diuraikan secara detil bagaimana buruh mengumpulkan massa, memadati

sepanjang jalan lokasi pabrik, mendekati dan melempari pabrik, merusak

peralatan pabrik, dan lain sebagainya. Dalam hal ini pemahaman pembaca akan

tampak semakin buruk terhadap citra demonstrasi buruh.

- Maksud

Dalam konteks media, elemen maksudnya menunjukkan bagaimana

informasi yang mengguntungkan komunikator akan diuraikan secara eskplisit dan

jelas. Misalnya sikap penolakan pengusaha terhadap kenaikan upah, misalnya

disajikan secara jelas bagaimana dampak analisis kenaikan upah ini seperti

kenaikan biaya produksi perusahaan, rasionalisasi pekerja, menutup relokasi

pabrik, inflasi tinggi, jumlah pengangguran dengan lapangan kerja yang timpang

yang biasanya tidak mendukung kenaikan upah, aksi unjuk rasa yang menggangu

aktivitas warga bahkan menutup pabrik yang berakibat pada kerugian perusahaan

dan lain sebagainya.

38
Eriyanto, op. cit., hal 238.

25
- Praanggapan

Elemen ini berkaitan dengan pernyataan yang digunakan untuk

mendukung suatu teks. Praanggapan ini hadir dengan pernyataan yang dipandang

terpercaya sehingga tidak perlu dipertanyakan.39 Praanggapan ini padahal bisa

saja berupa tafsiran oleh wartawan atau media dari pernyataan seseorang. Dengan

demikian praanggapan tersebut bisa saja belum tentu kebenaran atau fakta

sebenarnya

Misalnya, seseorang yang setuju dengan demontrasi mahasiswa akan

memakai praanggapan berupa “ perjuangan mahasiswa menyuarakan hati nurani

rakyat”. Pernyataan ini adalah suatu premis dasar yang akan menentukan posisi

dukungannya terhadap gerakan mahasiswa pada kalimat berikutnya. Setelah

pernyataan itu, umumnya akan diikuti oleh pernyataan yang isinya mendukung

gerakan mahasiswa. Pernyataan itu mengandaikan bahwa perjuangan mahasiswa

itu murni, tidak dipengaruhi oleh motif politik. sehingga setiap demonstrasi

mahasiswa harus didukung karena menyuarakan suara rakyat.40

d. Sintaksis

Elemen ini yang berfungsi untuk meneliti bagaimana kalimat (bentuk,

susunan) yang dipiih. Sintaksis dapat dibagi menjadi subkategori, diantaranya:

- Bentuk Kalimat

Bentuk kalimat adalah segi sintaksis yang berhubungan dengan cara

berpikir logis, yaitu prinsip kausalitas. Di mana ia menanyakan apakah A yang

menjelaskan B, ataukah B yang menjelaskan A. Logika kausalitas ini kalau

39
Eriyanto, op. cit., hal 256.
40
Eriyanto, op. cit., hal 256.

26
diterjemahkan ke dalam bahasa menjadi susunan subjek (yang menerangkan) dan

predikat (yang diterangkan).41 Dalam hal ini pada susunan kalimat yang dituliskan

wartawan bisa menentukan posisi seseorang terhadap suatu peristiwa, apakah ia

menjadi subjek atau obyek pemberitaan.

Misalnya, dalam kalimat “polisi menembak buruh” menempatkan polisi

sebagai subjek. Dengan penempatan posisi awal di kalimat, memberi glorifikasi

atas kesalahan polisi. Sebaliknya kalimat “buruh ditembak polisi”, polisi

ditempatkan secara sembunyi. Makna yang muncul dari susunana kalimat ini

berbeda, karena posisi sentral dalam kedua kalimat ini adalah buruh.

- Koherensi

Koherensi berkaitan dengan kata penghubung yang digunakan wartawan

dalam menulis berita untuk menjelaskankan suatu peristiwa. Pilihan-pilihan

terhadap kata penghubung yang dipakai atau digunakan ditentukan oleh sejauh

mana kepentingan yang terlibat dalam suatu peristiwa. Misalnya, penghubung

tertentu peristiwa yang berbeda dapat digabungkan sehingga tampak koheren atau

mendukung suatu perisitiwa.

Sebagai contoh, proposisi “demonstrasi buruh” dan nilai tukar rupiah

melemah” adalah dua fakta yang berlainan. Ketika disajikan menjadi

“demonstrasi buruh yang berlangsung dalam sepekan menyebabkan nilai tukar

melemah” dapat menjadi suatu peristiwa mendukung, yakni nilai tukar rupiah

melemah akibat demonstrasi buruh.

41
Eriyanto, op. cit., hal 251

27
- Kata Ganti

Elemen kata ganti ini sering digunakan untuk memanipulasi bahasa

dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif. Misalnya, penggunaan kata

“saya” atau “kami” yang menggambarkan sikap seseorang atau komunitas.

Dengan menunjukkan apa yang menjadi sikap komunikator juga menjadi sikap

komunitas secara keseluruhan.42 Hal ini akan mempengaruhi pembaca bagaimana

ia memandang komunitas tersebut. Padahal sikap komunikator tersebut belum

tentu dapat mewakili sikap komunitas tersebut secara keseluruhan.

- Pengingkaran

Elemen ini berkaitan dengan menunjukkan seolah-olah wartawan setuju

terhadap suatu pernyataan atau peristiwa tertentu, padahal yang ia inginkan ialah

sebaliknya. Dengan demikian ketidak-setujuannya tersebut ditandai dengan

memberi argumentasi atau fakta yang bertentangan atau menyangkal pernyataan

sebelumnya.

e. Stilistik

Merupakan kategori bagaimana pilihan kata yang dipakai dalam teks

dalam berita. Indikatornya, ialah leksikon.43 Pada dasarnya elemen ini

menandakan bagaimana seseorang melakukan pemilihan kata atau label atas

berbagai kemungkinan kata yang tersedia.44 Misalnya pemilihan kata “pekerjaan

domestik” dipakai dalam pembagian kerja pada suatu artikel dapat menunjukkan

sikap, ideologi, atau sistem sosial patriaki yang ada di masyarakat.

42
Eriyanto, op. cit., hal 253-254.
43
Eriyanto, op. cit., hal 229.
44
Eriyanto, op cit., hal 255.

28
f. Retoris

Berhubungan dengan bagaimana dan dengan cara apa penekanan

dilakukan. Penekanan ini dapat dilihat dari penyajian grafis atau metafora.45

- Grafis

Elemen ini merupakan bagian untuk menekankan atau menonjolkan apa

yang dianggap penting dari suatu teks. Bagian-bagian yang ditonjolkan ini

menekankan bagian yang penting dan berusaha untuk menarik perhatian

pembacanya. Misalnya melalui penggunaan tabel, caption, pemakaian huruf tebal,

huruf miring, dan lain sebagainya.

Pemakaian angka-angka dalam berita misalnya digunakan untuk

mensugesti kebenaran, ketelitian dan posisi dari suatu laporan. Pemakaian jumlah,

ukuran-ukuran statistik menurut van Dijk, bukan semata bagian standar jurnalistik

tetapi juga mensugesti presisi dari apa yang hendak dikatakan dalam teks.46

Dalam demonstrasi buruh misalnya dipaparkan jumlah buruh yang

mengalami luka-luka bukan hanya bagian dari standar jurnalistik, tetapi ada upaya

strategi dari wartawan untuk menyakinkan bahwa peristiwa demonstrasi yang

berlangsung anarkis, ricuh dan brutal adalah benar adanya, faktual dan didukung

oleh fakta-fakta.

- Metafora

Dalam suatu wacana, seorang wartawan tidak hanya menyampaikan pesan

pokok lewat teks, tetapi juga kiasan, ungkapan, metafora yang digunakan sebagai

45
Eriyanto, op. cit., hal 229.
46
Eriyanto, op. cit., hal 258.

29
ornamen atau bumbu dari suatu berita.47 Hal yang harus diperhatikan ialah

bagaimana metafora yang digunakan wartawan dalam memperkuat makna yang

ingin disampaikan sehingga mempengaruhi sikap pembacanya. Bahkan untuk

memperkuat isi pesan tak jarang misalnya wartawan mengambil dari kata-kata

kuno, kata-kata bijak dari tokoh terkemuka, pepatah, peribahasa dan pesan-pesan

ayat suci.

F.4.2 Pada Level Kognisi Sosial

Pada level kognisi sosial van Dijk mengkaji mengenai proses produksi

teks berita yang melibatkan kognisi individu wartawan. Menurutnya, penting

untuk meneliti bagaimana kondisi kesadaran mental seorang wartawan dalam

menuliskan sebuah berita. Artinya, perlu untuk melihat bagaimana pengetahuan,

kepercayaan atau prasangka wartawan dalam memandang suatu peristiwa dalam

menuliskan sebuah peristiwa menjadi sebuah berita. Hal ini bertujuan agar kita

dapat lebih mudah membongkar makna atau pesan tersembunyi dari berita yang ia

tuliskan. Hal tersebut karena:

Pendekatan kognitif didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak mempunyai


makna, tetapi makna itu diberikan oleh pemakai bahasa, atau lebih
tepatnya proses kesadaran mental dari pemakai bahasa. 48

Di sini pemakai bahasa adalah wartawan. Wartawanlah yang memberikan

makna pada suatu kata-kata tertentu atau pada berita terhadap suatu peristiwa

yang diliputnya. Meski akhirnya bagaimana berita yang disajikan media berada di

tangan editor atau redaktur, tetapi tetap saja, wartawanlah yang pertama kali

47
Eriyanto, op. cit., hal 259.
48
Eriyanto, op. cit., hal 260.

30
berhadapan dengan sebuah peristiwa, memaknai peristiwa tersebut hingga ditulis

menjadi sebuat berita.

Van Dijk membagi beberapa elemen untuk mengkaji kognisi wartawan

dalam proses produksi berita, yaitu pertama, skema atau model yang berkaitan

kerangka berpikir individu dalam memandang dan memahami suatu peristiwa

dipengaruhi oleh pandangannya terhadap manusia, peran sosial dan peristiwa.

Dalam hal ini, model atau skema bersifat personal dan subjektif yang

menampilkan bagaimana individu melihat, menafsirkan, dan mengkontruksikan

suatu peristiwa. Kedua, memori yang dipakai untuk menjelaskan suatu peristiwa

berdasarkan ingatan yang diperoleh dari berbagai pengalaman ataupun

pengetahuan.

Ketiga seleksi, berkaitan dengan strategi yang kompleks yang

menunjukkan bagaimana sumber, peristiwa, informasi diseleksi wartawan untuk

ditampilkan ke dalam berita. kedua, reproduksi yang berhubungan dengan apakah

informasi dikopikan, digandakan atau tidak dipakai sama sekali. Selanjutnya,

penyimpulan berkaitan dengan bagaimana realitas yang kompleks dipahami dan

ditampilkan ringkas. Kelima, transformasi lokal yang berkaitan dengan bagaimana

peristiwa yang kompleks akan ditampilkan dalam struktur teks.49 Dengan

demikian ketika melihat peristiwa, wartawan menggunakan model atau skema

tertentu dalam pemahaman peristiwa tersebut kemudian ia menyeleksi,

menyimpulkan, dan menyajikan berbagai peristiwa yang ia lihat, pahami, dan

dituliskan menjadi sebuah berita.

49
Eriyanto, op. cit ., hal 268-270

31
F.4.3 Level Analisi Sosial

Pada level analisis sosial, menurut van Dijk, wacana adalah bagian dari

wacana yang berkembang dalam masyarakat, sehingga untuk meneliti teks perlu

dilakukan analisis intertekstual dengan meneliti bagaimana wacana tentang suatu

hal diproduksi dan dikonstruksi dalam masyarakat. Hal ini untuk menunjukkan

bagaimana makna yang dihayati bersama, kekuasaan diproduksi lewat praktik

diskursus dan legimitasi.50 Dengan demikian kita dapat melihat bagaimana

sejauhmana pemaknaan suatu hal dianggap benar, sah, dan sewajarnya baik di

media dan masyarakat lewat praktik wacana dan kekuasaan yang ada.

Misalnya mengapa pemberitaan mengenai demonstrasi buruh selalu

dicitrakan buruk. Untuk memahami lebih jauh mengenai hal ini kita harus melihat

bisa saja sistem pasar yang dianut suatu negara dan masyarakat ialah sistem

kapitalis yang mengutamakan keuntungan maksimal sehingga demonstrasi

berdampak pada kerugian perusahaan, masyarakat dan negara. Dengan demikian

demonstrasi dilegimitasi menjadi suatu tindakan yang buruk dan harus dihindari

agar tidak menganggu situasi kondusif negara atau masyarakat.

Dalam analisis mengenai masyarakat ini, van Dijk membagi dua poin yang

penting untuk melihat bagaimana wacana berkembang di masyarakat, yakni:

a. Praktik Kekuasaan

Van dijk mendefenisikan kekuasaan tersebut sebagai kepemilikan yang

dimiliki oleh suatu kelompok (atau anggotanya), satu kelompok untuk mengontrol

50
Eriyanto, op. cit., hal 271.

32
kelompok (atau anggota) dari kelompok lain.51 Kekuasaan ini dapat bersifat fisik

seperti uang, status pengetahuan ataupun berbentuk persuasif yang dapat

mengontrol tingkah laku, pikiran, cara pandang, sikap, pengetahuan dan lain

sebagainya. Dalam hal ini, lewat kekuasaan yang dimilikinya suatu kelompok

mampu mendominasi kelompok lain.

Misalnya, dalam zaman orde baru, lewat kekuasaan yang dimiliki oleh

Presiden Soeharto ia mampu mengontrol berbagai bidang tingkat kehidupan

masyarakat di Indonesia sesuai dengan visi misi pembangunan yang diembannya,

seperti penggunaan Keluarga Berencana (KB) guna mengontrol angka kelahiran

masyarakat atau lewat program normalisasi kehidupan kampus (NKK) agar

mahasiswa tidak ikut terlibat lagi secara langsung dalam kegiatan politik.

b. Akses Mempengaruhi wacana

Menurut van Dijk, mereka yang lebih berkuasa mempunyai kesempatan

lebih besar untuk mempunyai akses pada media, dan kesempatan lebih besar

untuk mempengaruhi kesadaran khalayak. Akses yang lebih besar bukan hanya

memberi kesempatan untuk mengontrol kesadaran khalayak lebih besar, tetapi

juga menentukan topik apa dan isi wacana apa yang dapat disebarkan dan

didiskusikan kepada khalayak. 52

Dalam hal ini, masyarakat yang tidak memiliki akses selain sebagai

konsumen juga telah diatur untuk memperluas topik dan isi wacana lewat di

lingkungan sosialnya. Misalnya, dalam masa orde baru, lewat kekuasaan dan

akses yang dimilikinya, pemerintah mewajiibkan masyarakat untuk menonton

51
Eriyanto, op. cit., hal 272.
52
Eriyanto, op. cit., hal 274-275.

33
film dokumenter G30/SPKI setiap tanggal 30 September di sekolah, layar tancap

ataupun bioskop-bioskop sehingga secara tidak langsung masyarakat menganggap

Partai Komunis adalah musuh negara.

F.4.4 Kerangka Analisis

Berikut kerangka analisis van Dijk untuk menganalisis wacana polemik

kenaikan upah minimum:

STRUKTUR METODE
Teks Critical lingustic
Menganalisis bagaimana strategi Analisis stuktur teks melalui berita
wacana dominan yang dipakai untuk headline edisi November SKH Bisnis
menggambarkan polemik upah Indonesia
minimum terutama pada November
2012
Kognisi Sosial Wawancara mendalam
Menganalisi bagaimana kognisi Dalam hal ini peneliti akan
wartawan dalam memahami polemik mewawancarai jajaran redaksi SKH
upah minimum yang akanBisnis Indonesia yang terikat/terlibat
ditulis/diberitakan dalam pemberitaan polemik kenaikan
upah minimum
Analisis sosial Studi pustaka melalui buku, situs
Menganalisis bagaimana wacana website, artikel, surat pembaca, opini,
yang berkembang dalam masyarakat dan lain sebagainya yang berkaitan
mengenai polemik kenaikan upah dengan polemik kenaikan upah
minimum minimum.

34

Anda mungkin juga menyukai