Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

INVESTASI PEMBIAYAAN PENDIDIKAN


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Pembiayaan Pendidikan

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Drs. Ali Idrus, M.Pd., ME.

Dr. Dra. Hj. Aprillitzavivayarti, M.M.

Dr. Friscilla Wulan Tersta, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh Kelompok 6:


Aiza Miftahul Aulia A1D521003
Nanita Laundry A1D521017
Aprilia Dwiyanti A1D521028
R-001

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT. yang telah memberikat berkat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Investasi Pembiayaan
Pendidikan”. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas kelompok pada Mata Kuliah Manajemen
Pembiayaan Pendidikan.
Penulis menyadari bahwa makalah ini dapat diselesaikan karena adanya arahan dan bimbingan
dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. Drs. Ali
Idrus, M.Pd., ME., Dr. Dra. Hj. Aprillitzavivayarti, M.M., Dr. Friscilla Wulan Tersta, S.Pd., M.Pd.
selaku dosen pengampu, dan teman-teman serta teman-teman yang ikut serta dalam menyelesaikan
tugas kelompok pada makalah ini, serta semua pihak yang memberikan penulis informasi yang sangat
berguna untuk penulis maupun pada orang yang membaca makalah ini.
Tidak ada yang sempurna melainkan Allah SWT. begitupun dengan makalah yang kami buat
yang masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami selaku pembuat makalah ini meminta maaf
jika terjadi kesalahan dan kekurangan. Jika terdapat kritik dan saran mengenai apa yang dibahas dalam
makalah ini penulis dapat untuk menerimanya, agar makalah yang penulis buat lebih baik dan berguna
di masa yang mendatang.

Jambi, 02 Maret 2024

Penulis,

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................................................... iii
BAB I ................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................................... 3
1.3 Tujuan ......................................................................................................................................... 3
BAB II .................................................................................................................................................. 4
PEMBAHASAN .................................................................................................................................. 4
2.1 Pendidikan Gratis, Mungkinkah? ............................................................................................... 4
2.2 Pendidikan sebagai unit perekonomian ...................................................................................... 6
2.3 Pendidikan Sebagai Investasi Sumber Daya Manusia ................................................................ 9
2.4 Memposisikan Peserta Didik dalam Proses Pendidikan ........................................................... 12
BAB III ............................................................................................................................................... 16
PENUTUP .......................................................................................................................................... 16
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................................... 16
3.2 Saran ......................................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................ 18

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pendidikan sudah menjadi kebutuhan setiap orang. Setiap awal tahun pelajaran baru, banyak
orang tua yang rela antri berjam-jam untuk mendaftarkan anaknya ke sekolah yang diinginkan. Saat
ini sangat aneh jika ada anak yang tidak sekolah. lebih aneh lagi jika masih ada orang tua yang
melarang anaknya sekolah. sekolah yang menjadi tempat berlangsungnya proses pendidikan seolah-
olah merupakan bagian tidak terpisahkan dari kehidupan anak-anak.

Belakangan ini upaya pengembangan pendidikan dalam roda kehidupan merupakan suatu
keharusan dan kewajaran. Dikatakan sebagai suatu keharusan, karena pendidikan sangat berperan
sebagai bentuk untuk mengembangkan sumber daya manusia. Disebut sebagai suatu kewajaran,
karena kehadiran pendidikan yang merupakan suatu produk budaya masyarakat dan bangsa, yang
terus berkembang untuk mencari karakternya yang paling cocok, sesuai dengan perubahan dinamis
yang terjadi di dalam masyarakat setiap bangsa (fleksibel).

Pendidikan sebagai salah satu elemen yang sangat penting dalam mencetak generasi penerus
bangsa juga masih jauh dari yang diharapkan. Seharusnya pendidikan merupakan hak bagi seluruh
rakyat Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD R.I Tahun 1945 bahwa tujuan
Negara yaitu “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Hal ini memiliki konsekuensi bahwa Negara harus
menyelenggarakan dan memfasilitasi seluruh rakyat Indonesia untuk memperoleh pendidikan yang
layak bagi kehidupannya.

Dalam konteks penyelenggaraan pendidikan baik ditingkat makro (negara) maupun di tingkat
mikro (lembaga) yang dianggap penting adalah masalah tentang pembiayaan, pembiayaan merupakan
unsur yang multak harus tersedia. Sebagai contoh pemerintah Republik Indonesia sesuai Jurnal Ilmiah
Pendidikan Dasar 44 amanat Undang-Undang setiap tahunnya telah mencanangkan alokasi anggaran
pendidikan sebesar minima 20% dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),
demikian pula pemerintah daerah setiap tahun menetapkan anggaran untuk pendidikan seperti untuk
gaji guru dan gaji tenaga kependidikan lainnya di daerah.

Pendidikan yang berkualitas merupakan suatu investasi yang mahal. Kesadaran masyarakat
untuk menanggung biaya pendidikan pada hakekatnya akan memberikan suatu kekuatan pada
masyarakat untuk bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan pendidikan. Pendidikan dipandang
1
sebagai sektor publik yang dapat melayani masyarakat dengan berbagai pengajaran, bimbingan dan
latihan yang dibutuhkan oleh peserta didik. Pelaksanaan PP No. 19 Tahun 2005 membawa implikasi
terhadap perlunya disusun standar pembiayaan yang meliputi standarisasi komponen biaya pendidikan
yang meliputi biaya operasional, biaya investasi dan biaya personal. Selanjutnya dinyatakan bahwa
standar biaya-biaya satuan pendidikan ini ditetapkan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Standar pembiayaan pendidikan ini diharapkan dapat
dijadikan acuan dalam penyelenggaraan pendidikan di setiap Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah
Pertaman (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di seluruh Indonesia.

Pendidikan adalah awal dari kebangkitan semua aspek masyarakat misalnya bidang teknologi,
sosial, ekonomi, politik dan sebagainya. Investasi pendidikan merupakan investasi jangka panjang
yang sangat bermanfaat dan sudah seharusnya menjadi prioritas. Seseorang yang berhasil dalam dunia
pendidikan akan sukses pula mengembangkan bidang-bidang di atas. Pendidikan yang baik sangat
penting untuk masa depan anak dan orang tua. Menurut Jack Clark Francis (1991), investasi adalah
penanaman model yang diharapkan dapat menghasilkantambahan dana di masa yang akan datang.
Selanjutnya menurut Farnk Reilly (2009), mengatakan investasi adalah komitmen satu dolar dalam
satu periode tertentu, akan mampu memenuhi kebutuhan investor di masa yang akan datang dengan
: (1) waktudana tersebut digunakan, (2) tingkat inflasi yang terjadi, (3) ketidakpastian kondisi
ekonomi di masa yang akan datang. Berdasarkan definisi-definis di atas, dapat disimpulkan bahwa
investasi merupakan suatu bentuk pengorbanan kekayaan di masa sekarang untuk mendapatkan
keuntungan di masa depan dengan tingkat resiko tertentu.Sedangkan UU RI No 20 Tahun 2003 bahwa
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pembiayaan pendidikan merupakan suatu konsep yang seharusnya ada dan tidak dapat
dipahami tanpa mengkaji konsep-konsep yang mendasarinya. Pembiayaan pendidikan tidak lepas dari
persoalan ekonomi pendidikan. Johns dan Morphet (1983) mengemukakan bahwa "pendidikan itu
mempunyai peranan vital terhadap ekonomi dan negara modem". Secara urnum pembiayaan
pendidikanadalah sebuah kompleksitas, yang didalamnya akan terdapat saling keterkaitan pada setiap
komponennya, yang memiliki rentang yang bersifat mikro (satuan pendidikan) hingga yang makro
(nasional), yang meliputi sumber-sumber pembiayaan pendidikan, sistem danmekanisme
2
pengalokasiannya, efektivitas dan efisiensi dalam penggunaanya, akuntabilitas hasilnya yang
diukur dari perubahan-perubahan yang terjadi pada semua tataran, khususnya lembaga
pendidikan, dan permasalahan-pennasalahan yang masih terkait dengan pembiayaan pendidikan,
sehingga diperlukan studi khusus untuk lebih spesifk mengenal pembiayaan pendidikan ini.

Menurut Supriyono dalam Dinda (2019), biaya adalah pengorbanan ekonomis yang dibuat
untuk memperoleh barang atau jasa. Secara bahasa, biaya dapat diartikan sebagai pengeluaran,
dalam istilah ekonomi biaya pengeluaran dapat berupa uang atau bentuk moneter lainnya. Menurut
Levin dalam Dinda, pembiayaan pendidikan adalah proses dimana pendapatan dan sumber daya yang
tersedia digunakan untuk menyusun dan menjalankan lembaga pendidikandi berbagai wilayah dengan
tingkat pendidikan yang berbeda-beda. Biaya pendidikan, menurut Supriyadi (2003), merupakan salah
satu komponen instrumental (instrumental-input) yang sangat penting dalam penyelenggaraan
pendidikan (di sekolah). Biaya dalam pengertian ini memiliki cakupan yang luas, yakni semua
jenis pengeluaran yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan, baik dalam bentuk uang
maupun barang dan tenaga.

Menurut Nanang Fattah (2009) biaya pendidikan merupakan jumlah uang yang dihasilkan
dan dibelanjakan untuk berbagai keperluan penyelenggaraan pendidikan yang mencakup gaji
guru, peningkatan profesional peralatan, pengadaan alat-alat dan buku pelajaran, alat tulis
kantor (ATK), kegiatan ekstrakurikuler, kegiatan pengelolaan pendidikan, dan supervisi
pendidikan.

1.2 Rumusan Masalah

1) Mungkinkah pendidikan gratis?


2) Bagaimana pendidikan sebagai unit perekonomian?
3) Bagaimana pendidikan sebagai investasi sumber daya manusia?
4) Bagaimana memposisikan peserta didik dalam proses pendidikan?

1.3 Tujuan

1) Mengetahui terkait pendidikan gratis


2) Memahami pendidikan sebagai unit perekonomian
3) Memahami pendidikan sebagai investasi sumber daya manusia
4) Mengetahui posisi peserta didik dalam proses pendidikan

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pendidikan Gratis, Mungkinkah?

UUD 1945 Pasal 31 ayat 2, UU Sisdiknas Pasal 6 ayat 1, Pasal 7, dan Pasal 34 mengamanatkan
bahwa setiap warga negara Indonesia berhak mendapat pendidikan, bahwa warga negara yang berusia
tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar dan setiap warga negara yang
berusia 6 tahun dapat mengikuti program wajib belajar serta orangtua dari anak usia wajib belajar
berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anknya. Namun hanyalah biaya pendidikan
seringkali menjadi kendala bagi mereka yang memiliki ekonomi lemah untuk melanjutkan sekolah.
Oleh karena itu untuk mewujudkan amanat undang-undang tersebut pemerintah mulai tahun 2004
telah memutuskan untuk mewujudkan program pendidikan gratis yang diperuntukan terlebih dahulu
bagi siswa Sekolah Dasar Negeri diseluruh Indonesia (Syahyono & Emal, 2017).

Polemik pendidikan gratis masih terus berkembang di masyarakat. Definisi pendidikan gratis
apabila mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah pendidikan yang tidak dipungut
biaya apapun. Definisi pendidikan gratis menurut Wikipedia ensiklopedia menyebutkan pendidikan
gratis sebagai pendidikan yang diberikan kepada siswa tanpa pungutan biaya. Akan tetapi, siswa
mungkin tetap mempunyai pengeluaran untuk mendapatkan pendidikan gratis, seperti buku dan bahan
ajar lain. pendidikan gratis dapat pula diberikan kepada siswa dalam bentuk beasiswa atau hibah yang
menutup semua atau hampir semua pengeluaran siswa untuk sekolah.

Impian masyarakat akan datangnya pendidikan gratis yang telah ditunggu-tunggu dari sejak
zaman kemerdekaan Republik Indonesia telah muncul dengan seiring datangnya fenomena
pendidikan gratis untuk Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Fenomena pendidikan
gratis ini memang sangat ditunggu-tunggu, pasalnya Pemerintah mengeluarkan dana BOS (Biaya
Operasional Sekolah) untuk menutupi harga-harga buku yang kian hari kian melambung, sumbangan
ini itu, gaji guru yang tidak cukup dan biaya-biaya lainnya (Rida, 2011).

Pemberlakuan sekolah gratis bukan berarti penurunan kualitas pendidikan, penurunan minat
belajar para siswa, dan penurunan tingkat kinerja guru dalam kegiatan belajar mengajar di dunia
pendidikan. Untuk itu bukan hanya siswa saja yang diringankan dalam hal biaya, namun kini para
guru juga akan merasa lega dengan kebijakan pemerintah tentang kenaikan akan kesejahteraan guru.
Tahun 2011 pemerintah telah memenuhi ketentuan UUD 1945 pasal 31 tentang alokasi APBN untuk
4
pendidikan sebesar 20%. Sehingga tersedianya anggaran untuk menaikkan pendapatan guru, terutama
guru pegawai negeri sipil (PNS) berpangkat rendah yang belum berkeluarga dengan masa kerja 0
tahun, sekurang-kurangnya berpendapatan Rp. 2 juta (Rida, 2011).

Penyelenggaraan pendidikan gratis bertujuan untuk meningkatkan pemerataan kesempatan


belajar bagi semua anak usia sekolah, meningkatkan mutu penyelenggaraan dan lulusan, serta
meningkatkan relevansi pendidikan yang berbasis kompetensi agar dapat mengikuti perkembangan
global. Selain itu untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan gratis
untuk memenuhi mutu dan produktivitas SDM yang unggul. kesempatan untuk memperoleh
pendidikan yang layak, relevan dan bermutu adalah merupakan hak dari setiap warga negara
sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Anggapan masyarakat dengan adanya kebijakan pendidikan gratis adalah gratis sepenuhnya
Pandangan masyarakat terhadap kebijakan pendidikan gratis ini pada awalnya sangat senang sekali
karena membantu seluruh biaya pendidikan, baik operasional maupun non operasional atau pribadi.
Jadi mereka menganggap bahwa dengan adanya pendidikan gratis, orang tua sudah tidak membayar
semua keperluan di dalam pendidikan anaknya sampai dengan keperluan pribadi siswa seperti
seragam sekolah.

Padahal yang dimaksud gratis disini adalah mengenai pembiayaan seluruh kegiatan operasional
seperti SPP, biaya dari komite atau dana pembangunan, pembiayaan dalam rangka penerimaan siswa
baru mulai dari biaya pendaftaran, penggandaan formulir, administrasi pendaftaran, daftar ulang,
fotocopy panitia, konsumsi panitia, uang lembur panitia dan lain sebagainya. Begitu pula untuk biaya
penunjang kegiatan belajar mengajar mulai dari pembelian buku referensi dan buku teks pelajaran
koleksi di perpustakaan.

Pendidikan gratis adalah pendidikan dimana semua lapisan masyarakat terutama masyarakat
kurang mampu dapat melaksanakan kegiatan belajarnya dengan murah dan mudah dan orang tua tidak
dipungut biaya khususnya biaya operasional, tapi biaya yang dipergunakan siswa harus dibiayai
sendiri, misalnya buku, meskipun sudah ada dana buku BOS tetapi masih menggunakan buku
pendamping, buku-buku latihan atau LKS, dan seragam sekolah.

Tetapi pemahaman dari orang tua yang kurang, karena mereka menganggap yang dimaksud
gratis itu adalah biaya secara keseluruhan. Kebijakan pendidikan gratis merupakan salah satu upaya

5
yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam rangka penuntasan program wajib belajar pendidikan
dasar 9 tahun yang kemudian di susul pemerintah pusat dengan jalan menaikkan biaya satuan.

2.2 Pendidikan sebagai unit perekonomian

Teori modal manusia menjelaskan proses dimana pendidikan memiliki pengaruh positif pada
pertumbuhan ekonomi. Teori ini telah mendominasi literatur pembangunan ekonomi dan pendidikan
dari pasca perang dunia kedua sampai pada tahun 70-an. pendukung teori ini adalah manusia yang
memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi, yang diukur juga dengan lamanya waktu sekolah, akan
memiliki pekerjaan dan upah yang lebih baik dibandingkan dengan yang pendidikannya lebih rendah.
Apabila upah mencerminkan produktivitas, maka semakin banyak orang yang memiliki pendidikan
tinggi, maka akan semakin tinggi produktivitas, sehingga hasilnya ekonomi nasional akan bertumbuh
lebih tinggi (Nugroho, 2016).

Pendidikan dalam pandangan tradisional selama beberapa dekade dipahami sebagai bentuk
pelayanan sosial yang harus diberikan oleh pemerintah sebagai bentuk pelayanan sosial yang harus
diberikan oleh pemerintah ke masyarakat. Dalam konteks ini pelayanan pendidikan sebagai bagian
dari public service atau jasa layanan umum dari negara kepada masyarakat yang tidak memberikan
dampak langsung bagi perekonomian masyarakat, dan karenanya tidak perlu memperoleh anggaran
yang cukup untuk pembangunan pendidikan (Irianto, 2017).

Opini yang berkembang, adanya anggapan bahwa pembangunan sektor pendidikan hanyalah
sektor yang bersifat memakan anggaran tanpa kejelasan akan manfaatnya (terutama secara ekonomi).
Pandangan demikian mambawa orang pada kondisi keraguan bahkan ketidakpercayaan terhadap
pembangunan sektor pendidikan sebagai pondasi bagi kemajuan pembangunan disegala sektor.
Ketidakyakinan ini, misalnya terwujud dalam kecilnya komitmen anggaran untuk sektor pendidikan.
Mengalokasikan anggaran untuk sektor pendidikan dianggap membuang-buang uang yang tidak
bermanfaat. Akibatnya, alokasi anggaran sektor pendidikan pun biasanya merupakan sisa anggaran
(irianto, 2017).

Menurut Widiansyah (2017) Investasi dalam pendidikan merupakan penanaman modal dengan
cara mengalokasikan biaya untuk penyelenggaraan pendidikan serta mengambil keuntungan dari
sumber daya manusia yang dihasilkan melaluipendidikan itu. Dalam konteks ini pendidikan ini
dipandang sebagai industri pembelajaran manusia, artinya melalui pendidikan dihasilkan manusia-

6
manusia yang mempunyai kemampuan dan keterampilan yang sangat diperlukan bagiperekonomian
suatu negara untuk meningkatkan pendapatan individu dan pendapatan nasional.

Konsep pendidikan sebagai sebuah investasi telah berkembang secara pesat dan semakin
diyakini oleh setiap negara bahwa pembangunan sektor pendidikan merupakan persyaratan kunci bagi
pertumbuhan sektor-sektor pembanguna lainnya. Konsep investasi sumber daya manusia yang dapat
menunjang pertumbuhan ekonomi, sebenarnya telah mulai dipikirkan sejak zaman Adam Smith
(17760, Heinrich Von Thunen (1875), dan para teoritis klasik lainnya sebelum abad ke-19 yang
menekankan pentingnya investasi keterampilan manusia. Pembanguan sektor pendidikan dengan
manusia sebagai fokus intinya telah memberikan kontribusi langsung terhadap pertumbuhan ekonomi
suatu negara, melalui peningkatan keterampilan dan kemampuan produksi dari tenaga kerja (Irianto,
2017).

Peran ekonomi dalam pendidikan cukup menentukan tetapi bukan sebagai pemegang peranan
penting. Sebab ada hal lain yang lebih menentukan hidup atau matinya dan maju mundurnya suatu
lembaga pendidikan dibandingkan dengan ekonomi, yaitu dedikasi, keahlian dan ketrampilan
pengelola guru-gurunya. Inilah yang merupakan kunci keberhasilan suatu sekolah atau perguruan
tinggi.

Artinya apabila pengelola dan guru-guru atau dosen-dosen memiliki dedikasi yang memadai,
ahli dalam bidangnya dan memiliki keterampilan yang cukup dalam melaksanakan tugasnya, memberi
kemungkinan lembaga pendidikan akan sukses melaksanakan misinya walaupun dengan ekonomi
yang tidak memadai. Fungsi ekonomi dalam pendidikan adalah menunjang kelancaran proses
pendidikan bukan merupakan modal yang dikembangkan dan juga mendapatkan keuntungan yang
berlimpah. Disini peran ekonomi dalam sekolah juga merupakan salah satu bagian dari sumber
pendidikan yang membuat anak mampu mengembangkan kognisi, afeksi, psikomotor untuk menjadi
tenaga kerja yang handal dan mampu menciptakan lapangan kerja sendiri, memiliki etos kerja dan
bisa hidup hemat. Selain sebagai penunjang proses pendidikan ekonomi pendidikan juga berfungsi
sebagai materi pelajaran dalam masalah ekonomi dalam kehidupan manusia.

Pendidikan sangat memberikan kontribusi secara signifikan terhadap pembangunan ekonomi,


hal ini telah menjadi sebuah justifikasi yang bersifat absolut dan aksiomatis. Berbagai kajian akademis
dan empiris telah membuktikan keabsahan tesis tersebut. Pendidikan merupakan jalan menuju
kemajuan dan pencapaian kesejahteraan sosial dan ekonomi. Sedangkan kegagalan membangun

7
pendidikan akan melahirkan berbagai problem krusial, seperti: pengangguran, kriminalitas,
penyalahgunaan narkoba, dan welfare defendency yang pada akhirnya bermuara tidak saja pada aspek
sosial, akan tetapi juga pada beban ekonomi yang akan ditanggung oleh berbagai pihak, khususnya
Pemerintah.

Pendidikan pada umumnya bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup bangsa dan mengejar
ketertinggalan dari negaranegara maju. Penelitian yang dilakukan oleh (Nuraini dalam Wulandari,
2019), juga mengungkap bahwa pendidikan merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam
meningkatkan atau menurunkan disparitas pendapatan. Disparitas pendidikan yang rendah cenderung
menghasilkan disparitas pendapatan yang rendah begitu pula sebaliknya jika disparitas pendidikan
tinggi maka disparitas pendapatan juga tinggi

Hubungan antara tingkat pendidikan dan tingkat sosial ekonomi seseorang digambarkan oleh
Clark (dalam Wulandari, 2019) sebagai berikut:

1) Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin tinggi pula tingkat penghasilannya. Tidak
dapat dipungkiri, pada umumnya karyawan dengan tamatan pendidikan SD, SMP, SMA,
maupun perguruan tinggi memiliki tingkat pen dapatannya. Semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang, semakin tinggi pula tingkat pendapatannya.
2) Tamatan sekolah dasar (atau sekolah menengah pertama) akan mendapat penghasilan
maksimal pada usia sekitar 25-34 tahun; tamatan sekolah menengah atas akan mendapatkan
penghasilan maksimal pada usia sekitar 35-44 tahun dan tamatan perguruan tinggi akan
mendapat hasil maksimal pada usia sekitar 45-54 tahun.
3) Tamatan sekolah dasar dan sekolah menengah pertama pada usia tua mendapat hasil yang
lebih rendah dari hasil ketika mereka mulai bekerja. Tamatan sekolah menengah atas pada usia
tua mendapat hasil yang seimbang dengan hasil ketika mereka mulai bekerja. Tamatan
perguruan tinggi pada usia tua mendapat hasil yang lebih besar ketika mereka mulai bekerja.

Menurut Mutrofin (dalam Widiansyah, 2017), menyatakan bahwa negara-negara maju memiliki
komitmen yang jelas dalam membangun sektor pendidikan. Komitmen tersebut diimplementasikan
dengan dukungan ekonomi yang sangat jelas pula. Dimana sistem ekonomi diorientasikan kepada
kebutuhan pendidikan yang didasari pada pemenuhan kebutuhan masyarakat modern yang meliputi:
teknologi tinggi, fleksibilitas dan mobilitas angkatan kerja. Dalam konteks dan perspektif Indonesia,
pembangunan pendidikan mendapat tempat strategis, dengan munculnya Link and Match, kebijaksan

8
ini mengharapkan dunia pendidikan menyiapkan tenaga-tenaga kerja yang sesuai dengan pasaran
kerja, mencakup mutu, dan jumlah serta jenisnya dengan dukungan ekonomi yang memadai.

Vizey 1996 (dalam Widiansyah, 2017) menyatakan ukuran yang paling populer dalam melihat
peranan ekonomi dalam pendidikan adalah mempertautkan antara ekonomi dan pendidikan itu sendiri.
Pemikiran Vizey ini didasarkan pada asumsi bahwa pendidikan merupakan human capital. Pemikiran
ini muncul pada era industrialisasi dalam masayarkat modern. Argumen ini memiliki dua aspek, yaitu:

1) Pendidikan merupakan suatu bentuk investasi nasional untuk meningkatkan kualitas


sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam pertumbuhan ekonomi modern.
2) Pendidikan diharapkan menghasilkan suatu peningkatan kesejahteraan dan kesempatan
yang lebih luas dalam kehidupan nyata. Peran ekonomi dalam pendidikan menunjang
kelancaran proses pendidikan, dan sebagai bahan pengajaran ekonomi yang membentuk
manusia ekonomi yaitu manusia yang dalam kehidupan sehari-harinya memiliki
kemampuan dan kebiasaan memiliki etos kerja, tidak bekerja setengah-setengah, produktif,
dan hidup efesien.

2.3 Pendidikan Sebagai Investasi Sumber Daya Manusia

Menurut Lucya & Anis (2019) Pendidikan adalah salah satu faktor yang menjadi tolak ukur
untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia. Selain itu, melalui peningkatan sektor pendidikan
cenderung meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Melalui sektor pendidikan, seseorang dapat
mengembangkan keterampilan serta kemampuannya. Selanjutnya hal tersebut pada akhirnya akan
bermanfaat untuk memasuki dunia kerja. Seseorang yang memiliki keterampilan tinggi cenderung
akan dapat bekerja dengan pendapatan yang tinggi pula.” Dengan modal manusia yang berkualitas,
kinerja ekonomi diyakini juga akan lebih baik (UNDP, 2013) dengan demikian pendidikan memiliki
peranan penting dalam upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Sehingga akan
berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi. dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia
dilakukan perhitungan rate of return dari bentuk investasi terhadap sumberdaya manusia yang
dihasilkan. Jika rate of return yang dihasilkan baik, maka investasi sumberdaya manusia yang
dilakukan tergolong bermanfaat dan menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas.

Di lihat dari segi ekonomi manfaat pendidikan adalah peningkatan produktivitas, dan kenaikan
pendapatan, baik secara individual dan sosial, maka persoalan ekonomi pendidikan dalam kerangka
analisis kebijakan, perencanaan, dan pengambilan keputusan dapat didekati dengan teori ekonomi.
9
Membicarakan investasi SDM melalui pendidikan tidak bisa lepas dari isu dan faktor-faktor terkait,
seperti; globalisasi, transformasi struktur ekonomi, ketenagakerjaan, dan kependudukan
(Kamarubiani, 2019).

Pengembangan SDM melalui pendidikan menyokong secara langsung terhadap pertumbuhan


ekonomi, dan karenanya pengeluaran untuk pendidikan harus dipandang sebagai investasi yang
produktif dan tidak semata-mata dilihat sebagai sesuatu yang konsumtif tanpa manfaat balikan yang
jelas (rate of return). Tidak ada negara di dunia yang mengalami kemajuan pesat dengan dukungan
SDM yang rendah pendidikannya. Jadi kalau kita mengharapkan kemajuan pembangunan, maka
modal manusia (sektor pendidikan) harus dijadikan sebagai prasyarat utama. Permasalahan tersebut
diatas merupakan permasalahan yang banyak dihadapi oleh negara berkembang termasuk Indonesia.
Peranan pendidikan bila dikaji secara ekonomi, maka akan memberikan kontribusi terhadap peranan
pemerintah dan masyarakat terhadap dampak yang akan dialami negara Indonesia dalam jangka
panjang kedepan dengan kebijakan pembangunan pendidikan sebagai dasar pembangunan negara
(Widiansyah, 2017).

Sumber daya manusia sebagai salah satu faktor produksi selain sumber days alam, modal,
entrepreneur untuk menghasilkan output. Semakin tinggi kualitas sumber days manuals, maka
semakin meningkat pula efisiensi dan produktivitas suatu negara. Sejarah mencatat bahwa negara
yang menerapkan paradigma pembangunan berdimensi manusia telah mampu berkembang meskipun
tidak memiliki kekayaan sumber daya alam yang berlimpah. Penekanan pada investasi manusia
diyakini merupakan basis dalam meningkatkan produktivitas faktor produksi secara total. Tanah,
tenaga kerja, modal fisik bisa saja mengalami diminishing return, namun ilmu pengetahuan tidak.
Robert M. Solow menekankan kepada peranan ilmu pengetahuan dan investasi modal sumber daya
manusia dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Dad teori Solow ini kemudian dikembangkan teori
baru pertumbuhan ekonomi yang dikenal sebagai The New Growth Theory. (H. A. R. Tilaar, 2000)

Pendidikan di Indonesia belum dijadikan perioritas dalam pembangun-an sumber daya


manusianya. Oleh karenanya wajar Indonesia senantiasa ter-tinggal dalam berbagai hal, terutama
rendahnya kualitas SDM. Hal ini sebagai akibat dari pendidikan tidak dimulai dari usia dini pada
dekade akhir abad 20, sehingga Indonesia tidak mampu berkompetisi dalam arena pasar kerja global.
pendidikan memiliki nilai ekonomis yang dapat dilihat sebagai tenaga kerja yang dapat menyumbang
devisa negara. Namun, di pihak lain pendidikan juga memiliki nilai manusiawi yang memiliki karakter
suatu bangsa sebagai penopang berdirinya suatu bangsa itu. Dengan demikian, pendidikan merupakan
10
suatu proses investasi sumber daya manusia untuk melahirkan manusia yang unggul, profesional, dan
kompetitif di masa depan. Pendidikan sebagai suatu bentuk investasi sumber daya manusia, setidak-
nya harus memiliki tiga tujuan: sebagi suatu konsumsi, sebagai peningkatan pengetahuan dan
ketrampilan, dan sebagai pemerataan memperoleh pendidikan. Dalam hal ini, Ace Suryadi (dalam
Rasyid, 2015) menegaskan bahwa pendidikan sebagai suatu bentuk investasi sumber daya manusia
bertujuan untuk: Pertama pendidi-kan ialah suatu bentuk konsumsi yang dapat memenuhi kepuasa
seseorang untuk menikmati perolehan pengetahuan dan ketrampilan pada waktu sekarang.

Rendahnya pemahaman konsep tentang pendidikan sebagai investasi masa depan, yang
menjadikan manusia sebagai bahan unggul dalam investasi itu, menjadi ciri para pejabat negara sejak
dari pusat hingga daerah. Akhirnya, pengembangan sumber daya manusia Indonesia tidak
terperhatikan secara baik (Aristiarini,2006). Hal ini bisa dilihat dari rendahnya standar pengajaran
yang ma-sih buruk, kurangnya pelatihan dan kemampuan guru, rendahnya gaji guru, dan kurangnya
pengembangan multi potensi anak sejak usia dini, bahkan terabaikan. Padahal, potensi anak Indonesia
jika dibina dengan serius sejak usia dini dalam berbagai hal memiliki kehadalan. Salah satu buktinya
ialah dalam mengi-kuti berbagai event olipiade internasional. Misalnya, dalam bidang matematika,
fisika, biologi, dan sain membuktikan kemampuan anak bangsa yang mengagumkan dengan
perolehan berbagai medali, sejak tingkat dasar hingga menengah. Sayang sekali potensi ini belum
dieksplorasi secara sistemik dan terintegrasi.

Tingkat pendidikan memproyeksikan kualitas sumber daya manusia suatu negara, semaki tinggi
tingkat pendidikan seorang individu maka akan semakin tinggi kualitas individu tersebut dan akan
semakin efektif dan efisien individu tersebut dalam berproduksi. Lebih jauh rentetan efek ini akan
memberikan pengaruh langsung terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia (Lucy & Anis, 2019).

Pendidikan sangat memberikan kontribusi secara signifikan terhadap pembangunan ekonomi,


hal ini telah menjadi sebuah justifikasi yang bersifat absolut dan aksiomatis. Berbagai kajian akademis
dan empiris telah membuktikan keabsahan tesis tersebut. Menurut teori human capital, kontribusi
pendidikan sangat berpengaruh terhadap pembangunan ekonomi. Kontribusi tersebut dapat dicapai
melalui peningkatan keterampilan dan produktivitas kerja. Petumbuhan Ekonomi yang cepat di
Negara-negara Asia dan perubahan progresif dalam produksi menuju industry dan jasa berteknologi
tinggi mengakibatkan meningkatnya tuntutan dari dunia usaha terhadap perlunya SDM yang terampil
dan terdidik (berkualitas). SDM yang berkualitas tersebut hanya dapat dihasilkan oleh sebuah sistem
pendidikan yang berkualitas pula (Widiansyah, 2017).
11
2.4 Memposisikan Peserta Didik dalam Proses Pendidikan

Orientasi ke Pendidik

Mengajar (teaching) merupakan kata yang sangat mempengaruhi keberhasilan sebuah proses
pendidikan, mengajar pulalah yang memperoleh kritik pedas dari Paulo Freire dengan model
pembelajaran pasif, yakni pendidik menerangkan, peserta didik mendengarkan, pendidik
mendiktekan, peserta didik mencatat, pendidik bertanya, peserta didik menjawab, dan seterusnya.
Kenyataan seperti ini diistilahkan Paulo Freire sebagai pendidikan gaya bank (banking system), yakni
pendidikan model deposito, pendidik sebagai deposan yang mendepositokan pengetahuan serta
berbagai pengalamannya kepada peserta didik, sedangkan peserta didik hanya menerima, mencatat
dan menyimpan semua informasi yang disampaikan pendidik. Pendidikan gaya bank tersebut
merupakan model penindasan terhadap para peserta didik, karena menghambat kreativitas dan
pengembangan potensi peserta didik (Elias, 1994:113 dalam Rosyada, 2004:89).

Pembelajaran model di atas, oleh Muska Mosston kadangkala disebut sebagai pendidikan gaya
komando (command style), yang mengembangkan prinsip distribusi sebuah keputusan harus
dilakukan secara hirarkis, dari atas ke bawah, dari guru/pendidik kepada peserta didik (Mosston,
1972:35 dalam Pramudia, 2006). Dalam pembelajaran gaya komando, semua perencanaan ditentukan
oleh guru/pendidik, disampaikan pada peserta didik, dan peserta didik menerima pelajaran baru. Akan
tetapi mereka tidak terlibat dalam proses analisis untuk penerapan pengalaman baru tersebut pada
konteks kehidupan lain, dan lebih jauh lagi, mereka juga tidak terlibat dalam pembahasan feed back
buat guru/pendidik.

Dari beberapa pandangan tentang pembelajaran diatas, definisi terkini tentang mengajar dan
membelajarkan sudah sangat berbasis pada peserta didik, guru/pendidik hanya mengambil peran
dalam perancangan untuk memberi peluang pada para peserta didik mengembangkan aktivitas belajar,
serta mengeksplorasi berbagai pengalaman baru untuk mencapai berbagai kompetensi yang
diidealkannya, dan telah menjadi kesepakatan- kesepakatan kelas bersama dengan guru atau
pendidiknya. Seiring dengan perkembangan dan kemajuan tersebut, tampaknya paradigma
behaviorisme sudah mulai dikritik dengan dikembangkannya aliran construktivism sebagai aliran dari
psikologi kognitif (Kauchak, 1998:6 dalam Pramudia, 2006). Aliran behaviorisme memandang bahwa
belajar adalah mengubah perilaku peserta didik dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti
menjadi mengerti, dan tugas guru/pendidik adalah menontrol stimulus dan lingkungan belajar agar

12
perubahan mendekati tujuan yang diinginkan, dan guru pemberi hadiah atau hukuman pada peserta
didik, yakni hadiah diberikan kepada peserta didik yang telah mampu memperlihatkan perubahan
bermakna, sedangkan hukuman diberikan kepada peserta didik yang tidak memperlihatkan perubahan
bermakna. Karena itu, aliran behaviorism meletakkan proses reinforcement dalam posisi amat penting
bagi peserta didik untuk mencapai perubahan yang diinginkan.

Sedangkan aliran psikologi kognitif memandang bahwa belajar adalah mengembangkan


berbagai strategi untuk mencatat dan memperoleh berbagai informasi, peserta didik harus aktif
menemukan informasi- informasi tersebut, dan guru/pendidik bukan mengontrol stimulus, tetapi
menjadi partner peserta didik dalam proses penemuan berbagai informasi dan makna-makna dari
informasi yang diperolehnya dalam pelajaran yang mereka bahas dan kaji bersama (Kauchak, 1998:6
dalam Pramudia, 2006). Aliran constructvism yang dikembangkan dari psikologi kognitif ini
menekankan teorinya bahwa peserta didik amat berperan dalam menemukan ilmu baru.
Konstruktivisme adalah aliran yang mengembangkan pandangan tentang belajar yang menekankan
pada empat komponen kunci, yaitu:

1) Peserta didik membangun pemahamannya sendiri dari hasil mereka belajar bukan karena
disampaikan kepada mereka.
2) Pelajaran baru sangat bergantung pada pelajaran sebelumnya.
3) Belajar dapat ditingkatkan dengan interaksi sosial.
4) Penugasan-penugasan dalam belajar dapat meningkatkan kebermaknaan

Orientasi ke Peserta Didik

Dehumanisasi, meskipun merupakan fakta sejarah yang konkret, bukanlah takdir yang turun
dari langit, tetapi akibat tatanan yang tidak adil yang melahirkan kekerasan dari tangan-tangan para
penindas, yang pada gilirannya mendehumanisasikan kaum tertindas (Freire, 1968:28 dalam
Pramudia, 2006).

Ungkapan Freire di atas mempertegas perbedaan-perbedaan pedagogis pokok antara


conscientizacao dan bentuk-bentuk pendidikan lainnya. Conscientizacao bukanlah teknik untuk
transfer informasi, atau bahkan untuk pelatihan keterampilan, tetapi merupakan proses dialogis yang
mengantarkan individu-individu secara bersama-sama untuk memecahkan masalah-masalah
eksistensial mereka. Conscientizacao mengemban tugas pembebasan, dan pembebasan itu berarti
penciptaan norma, aturan, prosedur dan kebijakan baru. Pembebasan bermakna transformasi atas
13
sebuah sistem realitas yang saling terkait dan kompleks, serta reformasi beberapa individu untuk
mereduksi konsekuensi-konsekuensi negatif dari perilakunya.

Perbedan-perbedaan pedagogis pokok antara conscientizacao dan bentuk-bentuk pendidikan


lainnya adalah bahwa pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam conscientizacao tidak memiliki
jawaban yang telah diketahui sebelumnya. Pendidikan bukanlah pengeoragnisasian fakta yang sudah
diketahui sedemikian rupa sehingga orang bodoh melihatnya sebagai sesuatu yang baru. Pendidikan
tidak hanya mengajarkan materi kepada peserta didik, tetapi merupakan pencarian jawaban secara
kooperatif atas masalah-masalah yang tak terpecahkan yang dihadapi oleh sekelompok orang. Setiap
individu memiliki kebenaran yang sama, tetapi berbeda dalam hal cara melihat persoalan yang harus
didefinisikan dan cara mencari jawabannya yang harus diformulasikan. Partisipasi bukanlah
merupakan sebuah alat pendidikan yang tepat, tetapi merupakan inti dari proses pendidikan.

Didasari oleh pikiran-pikiran Freire tentang conscientizacao dan pendidikan pembebasan bagi
kaum tertindas, sangat tepat apabila memposisikan peserta didik dalam kapasitas individu yang
memiliki kebebasan untuk berkespresi, mengembangkan potensi kreatifnya, dan pengembangan
kapasitas intelektualnya. Peserta didik harus ditempatkan sebagai pusat (center) dari aktivitas
pendidikan dan pembelajaran. Guru/penddik merupakan fasilitator, pembimbing yang menjadi mitra
didik peserta didik di dalam kegiatan pembelajaran. Itulah pedagogik pembebasan (Tilaar, 2000:44),
ialah pedagogik yang memberdayakan peserta didik dalam rangka membangun masyarakat baru,
yakni masyarakat madani. Dalam koteks ini, pendidikan berarti suatu proses humanisasi, oleh sebab
itu perlu dihormati hak-hak asasi manusia. Anak didik bukanlah robot tetapi manusia yang harus
dibantu di dalam proses pendewasaannya agar dia dapat mandiri dan berpikir kristis. Sekaitan dengan
itu, proses pendidikan dan pembelajaran harus diarahkan agar potensi yang ada pada peserta didik
dapat dikembangkan seoptimal mungkin sesuai dengan fitrahnya, peserta didik dapat
menyumbangkan kemampuannya untuk pengembangan dirinya, pengembangan masyarakat, dan
seteru Di dalam proses pemberdayaan peserta didik tentunya diperlukan berbagai prasyarat serta
prasarana di dalam melaksanakannya. Yang utama, tentunya lingkungan kehidupan peserta didik
harus memberikan kesempatan untuk pengembangan potensinya. Lingkungan tersebut hendaknya
memberikan kesempatan kepada perkembangan peserta didik agar dia tidak terkungkung atau dibatasi
dalam suatu tujuan yang telah direkayasakan. Berilah kesempatan kepada peserta didik untuk
berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada dirinya. Dengan demikian tidak hanya lingkungan
yang merupakan sumber daya pendidikan yang harus diperkaya, tetapi juga manajemen serta para
14
pelaksana proses pendidikan tersebut haruslah sesuai dengan tuntutan kemerdekaan dan hak asasi
yang ada dalam peserta didik. Sistem pendidikan yang demikian adalah sistem pendidikan yang
diarahkan kepada pemberdayaan peserta didik. Pemberdayaan tersebut haruslah merupakan bagian
dari kebudayaan masyarakat sehingga lingkungan mengkondisikan terbentuknya sikap yang produktif
dari peserta didik. Pedagogik pembebasan yang berkembang akhir-akhir ini tidak lain adalah proses
pendidikan yang memberdayakan peserta didik, masyarakat, juga negara, yang memberikan
kesempatan seluas-luasnya kepada pribadi- pribadi yang bebas dari segala jenis opperesive, baik
penindasan ekonomis, politik, maupun psikis.

Intinya, menurut Andrias Harefa (2004:67 dalam Pramudia, 2006), visi dasar atau tujuan umum
proses pendidikan dan pembalajaran pada esensinya adalah mendampingi manusia sedini mungkin
untuk secara bertahap memanusiakan dirinya agar menjadi dewasa dan mandiri, dan kemudian
membina hubungan saling bergantung, dalam proses mengaktualisasikan seluruh potensinya menjadi
manusia seutuhnya (fully human). Pandangan- pandangan mengenai kedudukan peserta didik di
dalam proses pembelajaran juga dipertegas oleh teori-teori belajar yang banyak mengkritik teori
behaviorisme yang dituduh mematikan kreativitas peserta didik. Misalnya saja, teori belajar
humanistik memandang bahwa bentuk pengelolaan pembelajaran berpusat kepada peserta didik dalam
pengertian peserta didik bebas memilih, guru atau pendidik hanya berfungsi sebagai pembantu bukan
pembimbing. Demikian pula pandangannya tentang partisipasi, menurut aliran ini partisipasi aktif dari
peserta didik diutamakan dan anak belajar dengan bekerja.

15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Undang-undang terkait hak pendidikan bagi setiap warga negara Indonesia, yang secara prinsip
menyatakan bahwa pendidikan adalah hak bagi semua individu. Meskipun demikian, kendala biaya
sering menjadi hambatan utama bagi mereka yang memiliki keterbatasan ekonomi. Untuk mengatasi
masalah ini, pemerintah telah menerapkan program pendidikan gratis, dimulai dari tingkat Sekolah
Dasar Negeri. Namun, polemik terus muncul terkait konsep pendidikan gratis itu sendiri, dengan
beberapa definisi yang mencakup semua biaya pendidikan dan yang lainnya yang menekankan bahwa
siswa masih harus membayar sejumlah biaya tambahan seperti buku dan seragam.

Meskipun demikian, pemberlakuan pendidikan gratis tidak boleh mengorbankan kualitas


pendidikan, minat belajar siswa, atau kinerja guru. Selain itu, terdapat pula argumen ekonomi yang
menekankan bahwa pendidikan merupakan investasi dalam modal manusia, yang pada gilirannya
akan berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi suatu negara. Secara filosofis, paradigma
pendidikan telah berubah dari model pengajaran pasif menjadi model yang lebih berorientasi pada
peserta didik, dengan tujuan untuk memposisikan mereka sebagai subjek utama dalam proses
pembelajaran. Pendekatan ini, yang mengintegrasikan konsep-konsep seperti conscientizacao dan
pedagogi pembebasan, bertujuan untuk mengembangkan peserta didik menjadi individu yang mandiri,
kreatif, dan berpikir kritis, serta mampu memanfaatkan seluruh potensi mereka untuk mencapai
kemajuan pribadi dan sosial.

Pendidikan dianggap sebagai faktor kunci dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia,
dan hal ini memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara. Melalui
investasi dalam pendidikan, individu dapat mengembangkan keterampilan dan pengetahuan yang
diperlukan untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan mereka. Peningkatan kualitas sumber
daya manusia juga dianggap sebagai investasi produktif karena dapat meningkatkan efisiensi faktor
produksi dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Negara-negara yang
berhasil mengembangkan sistem pendidikan yang berkualitas telah menunjukkan pertumbuhan
ekonomi yang stabil, bahkan dalam kondisi sumber daya alam yang terbatas. Oleh karena itu,
pendidikan harus dipandang sebagai investasi jangka panjang yang tidak hanya memiliki nilai
ekonomis, tetapi juga nilai manusiawi dalam membangun fondasi yang kuat bagi kemajuan suatu

16
bangsa. Meskipun masih terdapat pemahaman yang rendah tentang pentingnya pendidikan sebagai
investasi masa depan, namun peran pendidikan dalam pembangunan ekonomi tetaplah krusial.
Pentingnya pengembangan sistem pendidikan yang berkualitas untuk menghasilkan sumber daya
manusia yang terampil dan terdidik sesuai dengan tuntutan pasar kerja global yang semakin kompleks
menjadi kunci bagi kemajuan ekonomi suatu negara dalam jangka panjang.

3.2 Saran

Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah di atas masih
banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat
membangun selalu kami harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan makalah kami. Untuk para
pembaca dan teman-teman yang lainnya, jika ingin menambah wawasan dan ingin mengetahui lebih
jauh, maka penulis mengharapkan dengan rendah hati agar lebih sering membaca buku-buku yang
berkaitan dengan judul “Manajemen Pembiayaan Pendidikan”.

17
DAFTAR PUSTAKA
Aristiarini Agnes. (2006). Membangun Keindonesiaan baru: Sewindu Reformasi mencari visi
Indonesia 2030. Kompas, 19 Mei 2006.

H. A. R Tilaar. 2000. Pendidikan Abad ke-21 Menunjang Knowlegde-Based Economy. Analisis CSIS.
Tahun XXIX/2000, No.3, Jakarta, Hlm : 257 - 285

Irianto, H. A. (2017). Pendidikan sebagai investasi dalam pembangunan suatu bangsa. Kencana.

Kamarubiani, N. (2019). PENDIDIKAN NON FORMAL DAN INVESTASI SUMBER DAYA


MANUSIA. Jurnal Pendidikan Luar Sekolah, 4(2).

Lucya, C., & Anis, A. (2019). Pengaruh teknologi dan pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi di
indonesia. Jurnal Kajian Ekonomi dan Pembangunan, 1(2), 509-518.

Nugroho, S. B. M. (2016). Pengaruh pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Media Ekonomi dan
Manajemen, 29(2).

Pramudia, J. R. (2006). Orientasi baru pendidikan: Perlunya reorientasi posisi pendidik dan peserta
didik. Jurnal Pendidikan Luar Sekolah, 3(1), 29-35.

Rasyid, H. (2015). Membangun generasi melalui pendidikan sebagai investasi masa depan. Jurnal
Pendidikan Anak, 4(1).

Rida Fironika, K. (2011). Pembiayaan pendidikan di Indonesia. Jurnal Ilmiah Pendidikan


Dasar, 26(1), 43-63.

Rosyada, D. (2004). Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam
Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Subarna, B. (2014). Pendidikan Gratis Sekolah Menengah Pertama:: Antara Harapan Dan
Kenyataan. Deepublish.

Syahyono, S. E., & Emal, M. M. (2017). Hubungan Kualitas Layanan Pendidikan Gratis Terhadap
Kepuasan Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) Di Wilayah Kecamatan
Tambun Selatan. Jurnal AKP│ Vol, 7(2).

Tilaar, HAR. (2000). Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta.

UNDP. (2013) Human Development Report.


18
Widiansyah, A. (2017). Peran ekonomi dalam pendidikan dan pendidikan dalam pembangunan
ekonomi. Cakrawala: Jurnal Humaniora Bina Sarana Informatika, 17(2), 207-215.

Wulandari, R. T. (2019). PENDIDIKAN DAN MOBILITAS SOSIAL. KATA PENGANTAR, 153.

http://en.wikipedia.org/wiki/free%5Feducation

19

Anda mungkin juga menyukai