Anda di halaman 1dari 4

Penjelasan mengenai Wirid atau Amalan Harian

Surat al-Faatihah

Grandsyekh Abdullah Fa’iz ad-Daghestani (q) berkata, “Bila seseorang membaca


al-Faatihah, ia tidak akan meninggalkan dunia ini tanpa memperoleh Kenikmatan
Ilahiah yang tersembunyi di balik arti surat al-Faatihah yang membuatnya dapat
mencapai keadaan pasrah kepada Allah (swt). Berkah yang Allah berikan bersama surat
al-Faatihah sejak diturunkan kepada Nabi Muhammad (s) tidak akan berhenti, dan
akan terus berlangsung selamanya, bersama orang yang membaca surat al-Faatihah.
Hanya Allah (swt) dan Rasulullah (s) yang mengetahui banyaknya berkah yang terdapat
di dalam surat al-Faatihah. Siapapun yang membaca surat ini dengan niat untuk
mendapatkan tajalinya, ia akan mencapai maqam yang tinggi dan derajat yang baik.
Sedangkan bagi yang membacanya tanpa niat seperti itu, ia hanya akan mendapat
Kenikmatan Ilahiah yang umum. Surat ini memiliki maqam yang tidak terhitung dan
tidak terbatas dalam pandangan Allah (swt).

Ayat Amana ‘r-Rasul [QS 2:285-286]

Siapapun yang membaca ayat ini, akan mendapat derajat yang tinggi dan maqam yang
baik. Ia akan mendapat keselamatan dari al-Aman (Yang Maha Memberi Keamanan),
dalam kehidupan di dunia dan akhirat. Ia akan memasuki Lingkaran Keamanan dalam
Hadirat Ilahi Yang Maha Tinggi dan Maha Perkasa, dan ia akan mencapai semua
maqam dalam Tarekat Naqsybandi yang mulia. Ia akan menjadi pewaris Rahasia
Rasulullah (s) dan para awliya dan akan sampai pada maqam Bayazid al-Bisthami (q),
Imam tarekat, yang berkata, “Aku adalah Sang Kebenaran (al-Haqq)” Ini merupakan
tajali yang luar biasa yang dimiliki oleh ayat ini, dan juga ayat-ayat yang lain.
Grandsyekh Khalid al-Baghdadi (q), salah satu Imam tarekat ini, menerima Penglihatan
Spiritual dan Rahasia dari ayat ini, yang dengannya Allah (swt) menjadikan beliau
seorang yang istimewa di masanya.

Surat al-Insyirah [QS 94]

Pada setiap huruf dan masing-masing ayat terdapat tajali yang berbeda dengan
ayat-ayat pada surat lainnya. Siapapun yang membaca sebuah ayat atau satu huruf
al-Qur’an, ia akan mendapat Kasih Ilahiah yang khusus dan bersifat khas terhadap ayat
atau huruf tersebut.

Jika seseorang membaca surat ini, ia akan menerima Kasih Ilahiah, tajali dan kebaikan.
Siapapun yang mengharapkan kebaikan tersebut, ia harus menjaga awrad ini setiap hari
bersama kewajiban lainnya. Barulah ia akan mendapat Kehidupan yang Sejati dan
Kehidupan yang Abadi.

Maqam dan Kasih Ilahiah yang terus-menerus ini adalah satu kesatuan dan tidak bisa
dipisahkan, jadi satu kekurangan dalam awrad secara otomatis akan mengurangi
banyaknya Kasih Ilahiah yang akan diterima. Sebagai contoh, jika kita ingin mencuci
tangan, kita bisa menunggu di depan keran sampai air keluar. Tetapi jika pipanya tidak
tersambung dengan baik, sehingga air tidak sampai ke keran, berapa pun lamanya kita
menunggu, air tidak akan pernah keluar. Jadi kita harus menjaga jangan sampai terjadi
kekurangan dalam zikir kita sampai kita mendapat semua tajali dan Kasih Ilahiah.

Surat al-Ikhlash [Qs 112]

Siapapun yang membacakan surat ini dengan sungguh-sungguh akan mendapat tajali
dari dua Nama Allah (swt), yaitu: al-Ahad (Yang Maha Esa) dan ash-Shamad (Yang
Maha Dibutuhkan). Siapapun yang membacanya akan mendapat sebagian dari tajali
tersebut.

Surat al-Falaq [Qs 113] dan an-Naas [Qs 114]

Hakikat dari Rahasia dan Kesempurnaan yang menyeluruh (kamal) dari Kebesaran
Nama-Nama Allah (swt) dihubungkan dengan kedua surat ini. Karena keduanya
menjadi surat penutup al-Qur’an, keduanya terhubung dengan seluruh tajali dan Kasih
Ilahiah. Melalui awrad ini, para guru Tarekat Naqsybandi menjadi Samudra
Pengetahuan dan seorang yang ahli. Grandsyekh Abdullah Fa’iz ad-Daghestani (q)
berkata, “Kalian sekarang telah mencapai awalnya, di mana setiap ayat, huruf dan surat
dalam al-Qur’an mempunyai tajalinya masing-masing, yang tidak bertumpang-tindih
satu sama lain.” Untuk itu Rasulullah (s) bersabda, “Aku telah meninggalkan tiga hal
untuk umatku, kematian yang akan membuat mereka takut, mimpi yang benar yang
akan membawa berita gembira bagi mereka, dan al-Qur’an yang akan menjadi pedoman
bagi mereka.” Melalui al-Qur’an Allah (swt) akan membuka pintu Kasih Ilahiah pada
saat-saat terakhir, sebagaimana ketika al-Qur’an diturunkan pada masa Rasulullah (s)
dan para sahabat, pada masa khalifah dan di masa para awliya.

Awrad untuk tiga tingkatan murid ini harus dilakukan sekali dalam 24 jam bersama
dengan kewajiban lainnya sesuai dengan syariah Rasulullah (s). Semua yang dibawa
oleh beliau dapat ditemukan dalam awrad ini. Ini adalah cara bagi para hamba untuk
mencapai kunci kedekatan dengan Allah (swt). Dengan awrad tersebut para rasul,
anbiya dan awliya mencapai Sang Penciptanya dan melalui awrad ini pula kita dapat
mencapai seluruh maqam dalam tarekat Naqsybandi yang mulia.

Para guru tarekat Naqsybandi mengatakan bahwa siapapun yang menganggap dirinya
tergabung dalam salah satu dari 40 tarekat atau menjadi pengikut tarekat Naqsybandi
yang mulia tetapi tidak pernah melakukan khalwat walaupun sekali seumur hidup,
maka seharusnya orang itu malu untuk berhubungan dengan murid-murid yang lain.

Grandsyekh Syekh ‘Abdullah Fa’iz ad-Daghestani (q) berkata, “Siapapun yang hidup di
akhir zaman dan berharap untuk mendapat maqam-maqam yang tinggi dan derajat
yang mulia serta ingin mendapat apa yang didapatkan oleh orang yang berkhalwat dan
melakukan latihan-latihan spiritual (zikir), maka ia harus mengerjakan awrad ini.
Dengan awrad ini, berarti kita telah meletakkan fondasi untuk maqam yang lebih tinggi
yang akan dibangun di atasnya. Seorang murid harus menyadari bahwa jika ia gagal
mencapai posisi yang tinggi dan terhormat di dunia ini karena kurang berusaha, maka
seharusnya ia tidak terpisah dari dunia ini, tetapi Syekh membuat ia dapat mencapainya
dan mendapatkan maqamnya baik selama ia hidup atau pada saat 7 napas terakhir
menjelang kematiannya.”

“Jika seorang melakukan awrad (zikir) ini tetapi kemudian melakukan tindakan yang
tidak pantas, berarti ia bagaikan membangun rumah di tepi karang yang terjal,
kemudian rumahnya itu runtuh sehingga hancur berantakan. Jadi kita harus selalu
waspada dan awas terhadap segala tindakan kita, menimbangnya dengan cermat
apakah tindakan tersebut halal atau haram, atau apakah Allah (swt) akan murka
terhadap tindakan tersebut atau tidak. Kita juga harus mengetahui bahwa segala hal
yang haram akan melemahkan fondasi kita. Oleh karena itu kita harus berpikir sebelum
melakukan sesuatu. Rasulullah (s) bersabda, “Satu jam bertafakur lebih baik dari 70
tahun beribadah.” Kita harus bisa melakukan segala aktivitas kita dengan cara yang
benar, tanpa ada intervensi dari sesuatu yang diharamkan.”

“Dalam kehidupan ini, Allah (swt) telah membagi hari ke dalam 3 bagian, 8 jam untuk
beribadah, 8 jam untuk bekerja, dan 8 jam untuk tidur. Seseorang yang tidak menerima
dan mengikuti pembagian energi ini akan menjadi contoh yang tepat bagi hadis yang
berbunyi, ‘Barang siapa yang kehidupannya tidak teratur, ia juga akan mengalami
kekacauan di neraka.’ Siapa yang hanya mengikuti kemauannya tidak akan mencapai
kemajuan dan siapa yang ingin mencapai maqam yang tinggi dan terhormat
sebagaimana yang berusaha didapatkan oleh generasi sebelumnya dengan berkhalwat,
maka ia harus mengingat Allah (swt) setiap saat.”

Grandsyekh melanjutkan, “Mereka yang membaca awrad secara rutin akan mendapat
air dari Kehidupan yang Sejati, yang dengan air itu ia akan melakukan pembersihan
diri. Ia akan mandi di dalamnya dan akan meminumnya, dengan jalan itu ia akan
mencapai tujuannya. Ada orang yang mengaku telah mengikuti tarekat selama 30
tahun, tetapi ia belum bisa melihat sesuatu dan tidak mendapat sesuatu yang istimewa.
Jawaban bagi orang itu adalah melihat kembali ke belakang, berapa banyak kekurangan
yang telah dilakukannya? Pada saat kalian mengetahui kekurangan tersebut, segeralah
hindari hal tersebut, dengan demikian kalian akan mencapai Allah (swt). Ketika murid
meninggalkan tugas harian (wazifa) yang diperintahkan oleh Syekhnya, maka ia akan
terhambat dalam mencapai kemajuan dan ia tidak akan mampu mencapai satu maqam
apapun yang telah dicapai sebelumnya. Tidak ada nabi yang mencapai kenabiannya
atau tidak ada seorang wali pun yang mencapai kewaliannya, dan tidak ada seorang
mukmin yang mencapai tahapan keimanan tanpa menggunakan waktunya untuk
melakukan zikir harian.”

Sumber:
The Naqshbandi Sufi Tradition: Guidebook of Daily Practices and Devotions
by Shaykh Muhammad Hisham Kabbani
© 2004, Islamic Supreme Council of America

Anda mungkin juga menyukai