Anda di halaman 1dari 39

SUBKLONING DAN EKSPRESI GEN araA MENGGUNAKAN

PLASMID EKSPRESI pBF UNTUK MENGHASILKAN ENZIM


L-arabinose isomerase TERLARUT

SKRIPSI

RAHMI SIREGAR
140805049

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SUBKLONING DAN EKSPRESI GEN araA MENGGUNAKAN
PLASMID EKSPRESI pBF UNTUK MENGHASILKAN ENZIM
L-arabinose isomerase TERLARUT

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar


Sarjana Sains

RAHMI SIREGAR
140805049

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN ORISINALITAS

SUBKLONING DAN EKSPRESI GEN araA MENGGUNAKAN


PLASMID EKSPRESI pBF UNTUK MENGHASILKAN ENZIM
L-arabinose isomerase TERLARUT

SKRIPSI

Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Januari 2019

Rahmi Siregar
140805049

iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGESAHAN SKRIPSI

Judul : Subkloning dan Ekspresi Gen araA Menggunakan


Plasmid Ekspresi pBF untuk Menghasilkan Enzim
L-arabinose isomerase Terlarut
Kategori : Skripsi
Nama : Rahmi Siregar
Nomor Induk Mahasiswa : 140805049
Program Studi : Sarjana (S1) Biologi
Fakultas : MIPA - Universitas Sumatera Utara

Disetujui di
Medan, Januari 2019

Komisi Pembimbing
Pembimbing 2 Pembimbing 1

Budi Saksono, M.Sc. Ph.D Dr. Saleha Hannum, M.Si


NIP. 196810021989011001 NIP. 197108312000122001

Ketua Program Studi

Dr. Saleha Hannum, M.Si


NIP. 197108312000122001

i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SUBKLONING DAN EKSPRESI GEN araA MENGGUNAKAN PLASMID
EKSPRESI pBF UNTUK MENGHASILKAN ENZIM
L-arabinose isomerase TERLARUT

ABSTRAK

Ekspresi dari gen araA penyandi enzim L-arabinose isomerase (L-AI)


menggunakan plasmid ekspresi pET-21b menghasilkan enzim yang tidak larut. Oleh
karena itu, perlu digunakan plasmid ekspresi lain seperti pBF yang dirancang untuk
BLA-protein fusi untuk menghasilkan enzim terlarut. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mensubkloning gen araA ke plasmid ekspresi pBF, sehingga
menghasilkan enzim L-arabinose isomerase (L-AI) terlarut. Plasmid pET-araA
diisolasi dari E. coli DH5α. Gen araA diamplifikasi dan dipurifikasi untuk
selanjutnya dikloning ke vektor kloning pGEM-T Easy. Plasmid rekombinan pGEM-
araA dipotong dengan enzim restriksi SmaI dan KpnI. Fragmen gen araA hasil
pemotongan SmaI dan KpnI disubkloning ke vektor ekspresi pBF dan ditransformasi
ke sel inang E. coli DH5α. Plasmid rekombinan pBF-araA yang telah terkonfirmasi
di transformasi ke sel inang E. coli BL21 (DE3) untuk mengetahui ekspresi dari gen
araA. Proses ekspresi dari gen araA dilakukan dengan penambahan IPTG (Isopropyl
β-D-1-thiogalactopyranosidase) 0,1 M. Pada penelitian ini plasmid pET-araA telah
berhasil diisolasi, diamplifikasi dan dipurifikasi. Kloning gen araA ke vektor kloning
pGEM-T Easy menunjukkan bahwa gen araA telah berhasil dikloning menghasilkan
plasmid rekombinan pGEM-araA berdasarkan hasil amplifikasi dan pemotongan
dengan enzim restriksi SmaI dan KpnI. Hasil subkloning gen araA ke vektor ekspresi
pBF menghasilkan plasmid rekombinan pBF-araA. Hasil transformasi pBF-araA ke
sel inang E. coli BL21 (DE3) menghasilkan E. coli BL21 (DE3) pBF-araA. Gen
araA telah berhasil terekspresi menghasilkan enzim L-arabinose isomerase terlarut
dengan terlihatnya pita protein target dalam bentuk protein fusi dengan berat molekul
±100 kDa pada fraksi supernatan.

Kata kunci: Ekspresi gen araA, L-arabinose isomerase, pBF, protein fusi.

ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SUBCLONING AND araA GENE EXPRESSION USING pBF EXPRESSION
PLASMID TO PRODUCE ENZYME L-arabinose isomerase SOLUBLE

ABSTRACT

The expression of araA gene encoding L-arabinose isomerase enzyme (L-AI)


use of pET-21b expression plasmid produces insoluble enzymes. Therefore the use
other expression plasmids such as pBF which are designed for BLA-protein fusion is
needed to produces soluble enzyme. The purpose of this study was to subclone araA
gene to the pBF expression plasmid for producing a soluble L-arabinose isomerase
(L-AI) enzyme. Recombinant plasmid of pET-araA was isolated from E. coli DH5α.
The araA gene was amplified and purified to be cloned to the pGEM-T Easy cloning
vector. Recombinant plasmid of pGEM-araA was cut by SmaI and KpnI restriction
enzymes. Fragment of araA gene from the cutting result by SmaI and KpnI was
subcloned into the pBF expression vector and transformed into the host cell E. coli
DH5α. Recombinant plasmid of pBF-araA was confirmed and transformed into the
host cell E. coli BL21 (DE3) to determine the expression of araA gene. The
expression process of araA gene was carried out with the addition of IPTG
(Isopropyl β-D-1-thiogalactopyranosidase) 0.1 M. In this study pET-araA was
successfully isolated, amplified and purified. Cloning araA gene into the pGEM-T
Easy cloning vector showed that araA gene had been successfully cloned to produce
pGEM-araA recombinant plasmid based on the results of amplification and cutting
by the SmaI and KpnI. The result of subcloning araA gene to the pBF expression
vector produces pBF-araA recombinant plasmid. The result of transformation pBF-
araA into host cell E. coli BL21 (DE3) produces E. coli BL21 (DE3) pBF-araA. The
expression of araA gene has been successfully resulting a soluble L-arabinose
isomerase enzyme with showed protein target bands in the form of fusion proteins
with molecular weight ± 100 kDa in the supernatant fraction.

Keywords: Expression of the araA gene, L-arabinose isomerase, pBF, protein fusion.

iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas karunia, rahmat dan
berkah-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi yang
berjudul Subkloning dan Ekspresi Gen araA Menggunakan Plasmid Ekspresi
pBF untuk Menghasilkan Enzim L-arabinose isomerase Terlarut. Skripsi ini
dapat diselesaikan dengan baik karena bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan
ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua
tercinta Alm. Ayahanda Jaroin Siregar dan Ibunda Seriawan Hutapea yang telah
membesarkan, mendidik, mencurahkan kasih sayang, memberikan motivasi, nasehat,
dukungan moril maupun material dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Terima kasih kepada kakak tercinta Nita Hardiyanti Siregar, dan adik-
adik saya tercinta Yandri Ripai Siregar dan Nurazizah Siregar yang selalu
memberikan motivasi dan doa sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada ibu Dr. Saleha Hannum, M.Si selaku dosen pembimbing I dan
Bapak Budi Saksono, M.Sc, Ph.D selaku dosen pembimbing II yang telah
membimbing, membantu penulis dalam penelitian dan penulisan skripsi ini,
memberikan dorongan, arahan, motivasi, perhatian serta doa sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini hingga selesai. Terima kasih juga penulis sampaikan
kepada Ibu Dr. Isnaini Nurwahyuni, M.Sc selaku dosen penguji I dan Ibu Dr.
Yurnaliza, M.Si selaku dosen penguji II yang telah banyak memberikan masukan,
motivasi dan saran kepada penulis. Semoga Allah SWT melimpahkan segala rahmat-
Nya atas segala kebaikan beliau.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Saleha Hannum, M.Si selaku
ketua Departemen Biologi dan kepada Bapak Riyanto Sinaga, M.Si selaku sekretaris
Departemen Biologi serta seluruh staf administrasi Departemen Biologi atas segala
bantuan yang diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr.
Isnaini Nurwahyuni, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak
memberikan nasehat, motivasi dan bimbingan kepada penulis dalam menjalani masa
perkuliahan. Tak lupa terima kasih kepada selurus dosen yang telah banyak

iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
memberikan ilmu kepada penulis. Terima kasih juga tidak lupa penulis ucapkan
kepada dekan FMIPA USU beserta seluruh wakil dan stafnya.
Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada rekan-rekan
di Laboratorium CBRG khususnya kepada Bapak Budi Saksono, M.Sc Ph.D dan
Puslit Bioteknologi LIPI atas segala bantuan, fasilitas, kerjasama dan diskusi yang
diberikan, juga kepada kak Rizki dan kak Zulfa yang selalu membantu dan
memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini serta
kepada kak Wana, kak Deby serta kak Ade yang turut menemani penulis sewaktu
pengerjaan penelitian ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh
keluarga besar Laboratorium Genetika dan Biologi Molekuler khususnya teman-
teman satu perjuangan (Ummu, Indah, Metti), juga kepada keluarga besar
Laboratorium LIDA khususnya teman-teman seperjuangan (Rahma, Raysa, Dhaifina,
Zahra, Ares, Ummu, Deros, Dita, dll) atas kebersamaannya selama ini.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada semua teman-teman GENOM
2014 khususnya sahabat-sahabat tersayang (Ummu, Rince, Aisyah, Utika,
Mahdiyyah dan Rahma) yang senantiasa memberikan motivasi, dukungan, perhatian,
nasehat dan kasih sayang kepada penulis selama menjalani masa perkuliahan ini.
Terima kasih juga kepada adik-adik 2015 terkhusus Riska, Yani dan Atika serta
kepada adik-adik asuh 2016 yang turut memberikan dukungan dan semangat kepada
penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih untuk semua pihak yang membantu,
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, semoga Allah membalas kebaikan
semuanya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mohon maaf dan mengharapkan kritik
dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Demikianlah skripsi ini,
semoga dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Januari 2019

Penulis

v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI

Halaman
PENGESAHAN SKRIPSI i
ABSTRAK ii
ABSTRACT iii
PENGHARGAAN iv
DAFTAR ISI vi
DAFTAR GAMBAR viii

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 2
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Manfaat Penelitian 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Enzim L-arabinose isomerase (L-AI) 4
2.2 D-tagatosa 5
2.3 Kloning gen (DNA) 6
2.3.1 Vektor 6
2.3.2 Enzim Restriksi 7
2.3.3 Enzim Ligasi 8
2.3.4 Sel Inang 8

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Waktu dan Tempat 9
3.2 Prosedur Penelitian 9
3.2.1 Isolasi Plasmid pET-araA dan Plasmid pBF 9
3.2.2 Amplifikasi Gen araA 10
3.2.3 Purifikasi Produk PCR 11
3.2.4 Kloning Gen araA ke Plasmid pGEM-T Easy 11
3.2.4.1 Ligasi araA ke Plasmid pGEM-T Easy 11
3.2.4.2 Transformasi pGEM-araA ke DH5α 12
3.2.4.3 Isolasi Plasmid Rekombinan pGEM-araA 13
3.2.5 Subkloning dan Ekspresi Gen araA 14
3.2.5.1 Subkloning araA ke Vektor Ekspresi pBF 14
3.2.5.2 Ekspresi Gen araA 14

Bab 4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Isolasi Plasmid pET-araA dan Amplifikasi Gen araA 16
4.2 Purifikasi Gen araA 17
4.3 Kloning Gen araA ke Plasmid pGEM-T Easy 18
4.4 Konfirmasi pGEM-araA dengan Enzim Restriksi 19
4.5 Subkloning Gen araA ke Plasmid Ekspresi pBF 21
4.6 Ekspresi Gen araA 23

vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Bab 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 25
5.2 Saran 25
26
DAFTAR PUSTAKA

vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


Gambar
2.1 Reaksi isomerisasi yang dikatalisis oleh L-arabinose 4
isomerase
2.2 Maping vektor ekspresi pBF untuk BLA-protein fusi 7
3.1 Maping vektor pGEM-T Easy 13
4.1 A. Plasmid pET-araA hasil isolasi 16
B. Gen araA hasil amplifikasi 16
4.2 Gen araA hasil purifikasi 17
4.3 Koloni hasil transformasi pGEM-araA ke E. coli DH5α 18
4.4 A. Hasil PCR koloni transforman pGEM-araA DH5α 19
B. Streak koloni positif pGEM-araA 19
C. PCR koloni dari hasil streak koloni positif 19
4.5 Hasil pemotongan pBF dan pGEM-araA dengan enzim 20
restriksi
4.6 Hasil PCR koloni dari hasil streak koloni positif pBF-araA 21
4.7 Hasil pemotongan pBF-araA dengan enzim restriksi 22
4.8 Hasil PCR koloni transforman pBF araA ke E. coli BL-21 22
(DE3)
4.9 Hasil SDS-PAGE protein rekombinan pBF-araA dan pBF 23

viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


L-arabinose isomerase (L-AI) (EC 5.3.1.4) adalah enzim intraseluler yang
dihasilkan oleh beberapa mikroorganisme antara lain Bifidobacterium longum
(Wibowo, 2017), G. Stearothermophilus (Fitriani dan Saksono, 2010) dan
Lactobacillus fermentum (Xu et al. 2011), yang memiliki gen araA penyandi enzim
L-arabinose isomerase (L-AI). Enzim L-AI dapat mengkatalisis reaksi reversibel
isomerisasi L-arabinosa ke L-ribulosa (Izumori et al. 1978), dan D-galaktosa menjadi
D-tagatosa (Cheetam dan Wootton, 1993). D-tagatosa merupakan gula ketoheksosa
alami yang rendah kalori (Levin, 2002), dengan jumlah sangat sedikit di alam
(Granstrom et al. 2004), namun sangat berpotensi sebagai antidiabetes dan
pengobatan obesitas (Lu et al. 2008). Berdasarkan manfaatnya yang besar maka
produksi tagatosa untuk tujuan industri perlu dilakukan pengembangan kemampuan
mikroorganisme penghasil enzim L-arabinose isomerase (L-AI). Upaya yang
mungkin dilakukan ialah dengan membuat mikroorganisme rekombinan yang telah
disisipi gen araA.
Penelitian mengenai isolasi, kloning dan ekspresi gen araA dari
Bifidobacterium longum telah dilakukan di laboratorium Carbohydrate and
Bioengineering Research Group (CBRG), Bioteknologi, LIPI, Cibinong (Wibowo,
2017). Namun hasil ekspresi dari enzim L-arabinose isomerase (L-AI) pada inang E.
coli BL-21 DE3 dengan menggunakan plasmid ekspresi pET-21b membentuk
inclusion body, yaitu protein target berbentuk agregat yang sifatnya tidak larut dan
untuk melarutkannya beberapa perlakuan seperti sonikasi dan pemberian urea telah
dilakukan, namun enzim L-arabinose isomerase tetap tidak terlarut, sehingga belum
dapat dikarakterisasi dan diteliti lebih lanjut. Oleh karena itu, untuk mengatasi
masalah inclusion body tersebut, salah satu strateginya adalah dengan
mengekspresikan protein target dalam bentuk protein fusi. Strategi ini dapat
dilakukan dengan mengganti plasmid ekspresi yang digunakan dengan plasmid
ekspresi pBF yang dirancang untuk BLA-protein fusi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2

Plasmid ekspresi pBF ialah plasmid yang dikonstruksi dengan kerangka asal
plasmid ekspresi pET-15b dengan penambahan His-BLA sebagai mitra protein fusi.
β-laktamase (BLA) ialah enzim halofilik yang memiliki daya larut yang tinggi, sifat
molekul asam yang memiliki kandungan asam amino dengan muatan negatif yang
tinggi pada pH netral dapat mencegah agregasi protein. Kelarutan dan efisiensi
refolding yang tinggi tersebut menjadikan β-laktamase (BLA) sebagai pasangan
protein fusi untuk mengekspresikan agregasi protein heterolog yang sulit
diekspresikan dalam E. coli. Interleukin 1α manusia (IL1 α) dengan menggunakan
vektor ekspresi pET-15b membentuk protein agregasi (inclusion body), akan tetapi
ketika terekspresi sebagai protein fusi dengan His-BLA, lebih dari 90% His-BLA
IL1α protein fusi muncul dalam fraksi terlarut (Tokunaga et al. 2009). Halofilik BLA
menjadi pasangan fusi yang sempurna karena sifatnya yang memungkinkan protein
yang menyatu tetap larut ketika diekspresikan untuk waktu yang cukup lama dan
dapat kembali melipat ke struktur aslinya (Arakawa et al. 2010).
β-laktamase (BLA) sebagai mitra protein fusi dapat meningkatkan kelarutan
protein target sehingga dapat mengatasi pembentukan inclusion body. Oleh karena
itu, pada penelitian ini gen araA akan diekspresikan menggunakan plasmid ekspresi
pBF yang telah dirancang untuk BLA-protein fusi, sehingga diharapkan akan
menghasilkan enzim L-arabinose isomerase (L-AI) terlarut.

1.2 Permasalahan
Pada penelitian sebelumnya ekspresi dari enzim L-arabinose isomerase (L-
AI) dengan menggunakan plasmid ekspresi pET-21b membentuk inclusion body.
Berbagai upaya untuk melarutkan protein target seperti penambahan urea hingga
konsentrasi 8 M dan produksi enzim pada suhu rendah (18°C) telah dilakukan, tetapi
belum berhasil terlarutkan (Wibowo, 2017), sehingga biokonversi menggunakan
enzim L-AI untuk menghasilkan tagatosa yang memiliki manfaat besar dalam
kesehatan belum dapat dilakukan. Oleh karena itu, pada penelitian ini gen araA akan
diekspresikan menggunakan plasmid ekspresi yang berbeda yaitu plasmid ekspresi
pBF yang telah dirancang untuk BLA-protein fusi, sehingga diharapkan akan
menghasilkan enzim L-arabinose isomerase (L-AI) terlarut, agar dapat diproduksi
untuk jangka waktu ke depan dalam skala besar.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini untuk subkloning gen araA ke plasmid ekspresi
pBF yang telah dirancang untuk BLA-protein fusi, sehingga diharapkan akan
menghasilkan enzim L-arabinose isomerase (L-AI) terlarut.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini ialah:
1. Dapat menjadi sumber informasi, apabila gen araA dari Bifidobacterium longum
yang sulit dilarutkan berhasil terekspresi dalam kondisi terlarut dengan
menggunakan plasmid ekspresi pBF untuk BLA-protein fusi, maka protein-
protein lain terutama yang bersumber dari eukariot berpotensi untuk diekspresikan
secara terlarut dengan vektor ekspresi pBF.
2. Untuk jangka panjang penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam bidang
industri untuk produksi tagatosa dalam skala besar yang dapat digunakan dalam
industri obat-obatan dan makanan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Enzim L-arabinose isomerase (L-AI)


L-arabinose isomerase (EC 5.3.1.4) adalah enzim yang mengkatalisis
isomerisasi dari L-arabinosa menjadi L-ribulosa (Izumori et al. 1984). Beberapa gen
menyandikan protein yang terlibat dalam metabolisme arabinosa. Gen araA
menyandikan enzim L-arabinose isomerase yang mengkatalisis konversi L-arabinosa
ke L-ribulosa, tidak hanya berguna untuk isomerisasi gula pentosa secara in vivo
tetapi juga digunakan dalam biokonversi D-galaktosa menjadi D-tagatosa secara in
vitro (Lee et al. 2004) (Gambar 2.1). L-arabinose isomerase adalah katalis penting
yang dapat digunakan secara in-vitro untuk produksi D-tagatosa dengan
menggunakan D-galaktosa sebagai substrat (Roh et al. 2000).

Gambar 2.1 Reaksi isomerisasi yang dikatalisis oleh L-arabinose isomerase

Kemampuan enzim L-arabinose isomerase dalam mengkatalisis reaksi


isomerisasi galaktosa menjadi tagatosa dikarenakan kemiripan struktur konfigurasi
antara galaktosa dengan L-arabinosa (Yoon et al. 2003), karena dapat mengkatalisis
reaksi isomerisasi pada D-galaktosa, enzim L-arabinosa isomerase (L-AI) sering juga
disebut sebagai galaktosa isomerase (Zang et al. 2010).
Enzim L-arabinose isomerase (L-AI) yang bersumber dari kelompok bakteri
mesofilik aman bagi kesehatan karena proses produksi tagatosa tanpa membutuhkan
ion logam yang berbahaya, tidak seperti enzim L-arabinose isomerase (L-AI) yang
bersumber dari bakteri thermofilik yang berbahaya bagi kesehatan karena

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

memerlukan ion logam sebagai kofaktor. Beberapa mikroorganisme telah diketahui


menyandikan enzim L-AI. Salah satunya ialah Bifidobacterium longum yang
merupakan bakteri asam laktat. Bifidobacterium longum termasuk bakteri asam laktat
yang telah banyak dimanfaatkan dalam industri pangan (Men et al. 2014). Bakteri
asam laktat termasuk kelompok bakteri mesofilik. Bakteri asam laktat termasuk
mikroorganisme food-grade dan secara komersil telah banyak digunakan dalam
industri pangan. Bifidobacterium termasuk kedalam golongan probiotik, terdapat
dalam saluran pencernaan manusia (Simpson et al. 2005). B. longum termasuk dalam
kategori bakteri tersebut (Felis dan Dellaglio, 2007). Beberapa mikroorganisme
mesofilik lainnya yang menghasilkan enzim L-arabinose isomerase (L-AI) antara
lain E. coli (Yoon et al. 2003), B. halodurans (Lee et al. 2005), dan Lactobacillus
fermentum (Xu et al. 2011).

2.2 D-tagatosa
D-tagatosa termasuk ke dalam monosakarida golongan ketoheksosa. D-
tagatosa merupakan jenis pemanis yang paling mirip rasa dan sifat fisiknya dengan
sukrosa dari seluruh pemanis yang sudah ada, tingkat kemanisannya 92% apabila
dibandingkan dengan sukrosa dalam 10% larutan. Temperatur lelehnya 1340C,
memiliki nilai kalori yang lebih rendah untuk manusia yaitu 1,5 kkal/g. Nilai
curahnya sama dengan sukrosa (Kim, 2004).
Tagatosa memiliki efek antidiabetes dan bermanfaat dalam pengobatan
obesitas (Lu et al. 2008). Pemberian asupan harian tagatosa yang diberikan kepada
pasien diabetes tipe 2 menunjukkan hasil penurunan hemoglobin terglikosilasi
(GlyHb) dalam uji coba jangka pendek dan jangka panjang (Donner et al. 2006). D-
tagatosa adalah gula rendah kalori. Permintaan D-tagatosa terutama bidang industri
semakin meningkat karena sifat dan manfaatnya yang baik bagi kesehatan, termasuk
nilai kalori rendah (Levin et al. 1995), meningkatan rasa produk makanan
(Rosenplenter dan Mende, 2004), pengobatan obesitas (Mendoza et al. 2005),
hiperglikemia, anemia, dan hemofilia (Seri et al. 1997), dan pengurangan gejala yang
terkait penyakit diabetes tipe 2 (Oh, 2007). Tagatosa sebagai pemanis yang aman
digunakan pada bahan pangan dan produk farmasi. Food and Drug Administration

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

Amerika Serikat (US. FDA) telah menetapkan D-tagatosa sebagai komponen


Generally Recognized As Safe (GRAS) (Levin, 2002).
Proses produksi D-tagatosa dengan isomerisasi kimia (Beadle et al. 1992),
memiliki beberapa kelemahan, seperti langkah pemurnian yang kompleks, dan
terbentuknya produk samping yang tidak diinginkan. Dengan demikian, produksi D-
tagatos melalui proses biokonversi enzim terus dikembangkan, terutama telah
diketahui bahwa L-arabinose isomerase yang disandikan oleh gen araA, dapat
mengkonversi D-galaktosa menjadi D-tagatosa (Cheetam dan Wotton, 1993).

2.3 Kloning Gen (DNA)


Kloning gen atau DNA rekombinan merupakan teknologi yang digunakan
untuk pengisolasian sekuen DNA tertentu dari suatu organisme atau sel untuk
diperbanyak pada organisme atau sel yang berbeda (Puspitaningrum et al. 2014).
DNA rekombinan dibuat dengan menyisipkan fragmen DNA yang mengandung gen
target ke dalam suatu vektor. Vektor berperan sebagai pembawa gen yang dikloning
ke dalam sel inang. Vektor rekombinan yang ditransformasi ke sel inang akan ikut
membelah setiap sel inang melakukan pembelahan sehingga koloni sel inang yang
membawa vektor dengan gen target akan menghasilkan salinan identik gen target
dengan jumlah banyak (Wong, 1997).
Teknik kloning biasanya menggunakan vektor yang sesuai/dipilih untuk
membawa sisipan gen yang diinginkan sebagai DNA donor. DNA donor dan vektor
dipotong dengan enzim restriksi yang sama, kemudian diligasikan untuk
menyambungkan fragmen-fragmen DNA donor dengan plasmid. Hasilnya adalah
plasmid rekombinan yang mengandung fragmen DNA yang diinginkan. Plasmid
rekombinan tersebut kemudian ditransformasikan sel inang (Stansfield et al. 2006).
Komponen-komponen yang digunakan untuk kloning ialah sebagai berikut:
2.3.1 Vektor
Vektor merupakan perantara introduksi gen ke sel inang (Wong, 1997). Salah
satu vektor yang sering digunakan dalam teknik kloning adalah plasmid. Plasmid
merupakan molekul DNA yang berbentuk lingkaran (sirkular) beruntai ganda diluar
kromosom yang dapat melakukan replikasi sendiri didalam sel bakteri (Snustads dan
Simmons, 2003). Penggunaan plasmid sebagai vektor dalam DNA rekombinan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

karena plasmid memiliki tiga region yang berperan penting untuk DNA kloning,
yaitu titik ORI (replication origin), marker yang memungkinkan adanya seleksi
(biasanya gen resisten antibiotik) dan region yang mampu disisipi oleh fragmen
DNA asing (Lodish et al. 2000).
Berdasarkan fungsinya vektor terdiri dari dua jenis yaitu vektor kloning dan
vektor ekpresi. Vektor kloning adalah vektor yang digunakan untuk perbanyakan
gen. Vektor ekspresi merupakan vektor yang tidak hanya dapat bereplikasi sendiri,
tetapi juga memiliki sinyal-sinyal ekspresi sehingga gen yang dikloning dapat
ditranskripsi menjadi mRNA dan kemudian ditranslasi menjadi protein (Brown,
2010). Salah satu vektor ekspresi ialah vektor pBF yang memiliki ukuran 6600 bp
(Gambar 2.2), yang dirancang untuk BLA-fusi protein yang tujuannya agar ekspresi
gen target terekspresi dalam fraksi terlarut (Tokunaga et al. 2009).

Gambar 2.2 Maping vektor ekspresi pBF untuk BLA- protein fusi. A). Promotor T7
P T7, T7 T T7 daerah terminator; BLA daerah pengkodean dari mature
halophilic β-laktamase; Amp ampilin resisten marker; titik ori replikasi
asal plasmid. Kerangka vektor ekspresi adalah pET15b (Novagen). B).
Nukleotida dan deduksi rangkaian asam amino dari situs pemotongan
trombin dan multi-cloning site (MCS) dari vektor pBF.

2.3.2 Enzim Restriksi


Fragmen DNA target sebelum disisipkan ke dalam vektor dipotong terlebih
dahulu menggunakan enzim restriksi. Enzim tersebut memotong DNA pada situs
yang spesifik karena enzim tersebut dapat mengenali situs pengenalan yang dimiliki
oleh DNA (Gardner dan Mertens,1991).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8

Enzim restriksi merupakan endonuklease yang memecah ikatan fosfodiester


pada situs pengenalan spesifik. Enzim restriksi dibedakan menjadi dua berdasarkan
hasil pemotongan yang dihasilkan. Pertama, potongan yang menghasilkan ujung
blunt end yaitu enzim memotong kedua untai DNA pada posisi yang sama dan tepat
pada bagian tengah situs pengenalannya, contohnya: HaeIII, HindII, dan SmaI.
Kedua, potongan yang menghasilkan ujung kohesif (sticky end) yaitu apabila enzim
memotong untai DNA pada posisi yang berbeda, contohnya: EcoRI, HindIII, dan
PstI (Wong, 1997).

2.3.3 Enzim Ligasi


Ligasi dilakukan dengan cara menggabungkan fragmen DNA dan vektor
yang telah dipotong kemudian digabungkan melalui ikatan kovalen menggunakan
enzim ligase (Wong, 1997). Enzim ligase adalah enzim yang berfungsi untuk
menggabungkan fragmen DNA yang telah dipotong dengan enzim restriksi dengan
fragmen DNA vektor. DNA yang akan disisipkan dipotong pada bagian yang sesuai
dengan bagian pemotongan DNA vektor, sehingga keduanya dapat saling
berkomplemen. Ada dua jenis enzim ligase yang dihasilkan Escherichia coli
diantaranya T4 DNA ligase yaitu enzim ligase yang dihasilkan oleh bakteri E. coli
yang telah terinfeksi virus T4 dan E. coli DNA ligase yang dihasilkan oleh E. coli
sendiri. Kedua enzim tersebut mempunyai fungsi mengkatalisis reaksi pembentukan
kembali ikatan phosphodiester yang menghubungkan nukleotida yang satu dengan
yang lain (Muladno, 2010).

2.3.4 Sel Inang


Sel inang dipilih berdasarkan tujuan kloning dan asal gen yang dikloning.
Karakteristik sel inang yang baik antara lain memiliki laju pertumbuhan yang cepat,
tumbuh dalam jumlah banyak, nonpatogenik, genom telah dipetakan, dapat
menerima vektor, dapat menjaga stabilitas gen asing dan dapat mengekspresikan gen
asing (Tamarin, 2002). Sel inang prokariot yang umum digunakan adalah
Escherichia coli. Strain Escherichia coli yang sering digunakan dalam rekayasa
genetika antara lain: BL21, DH1, DH5α JM103, XL1-Blue, dan JM109 (Sambrook
dan Russell, 2001).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2017 sampai dengan
Oktober 2018 di Laboratorium Carbohydrate and Bioengineering Research Group
(CBRG), Pusat penelitian Bioteknologi, LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia), Cibinong, Jawa Barat.

3.2 Prosedur Penelitian


3.2.1 Isolasi Plasmid pET-araA dan Plasmid pBF
Proses isolasi plasmid pET-araA menggunakan metode alkaline lysis
solution. Koloni tunggal pada sel inang E. coli DH5α yang membawa pET-araA di
inokulasikan ke media LB (Luria Bertani) cair sebanyak 5 mL + 5 µl ampisilin (100
mg/mL), kemudian diinkubasi pada shaker incubator dengan kecepatan 160 rpm,
overnight (±16 jam) pada suhu 37oC.
Kultur bakteri yang telah diinkubasi overnight dipindahkan ke tube 1,5 mL,
kemudian disentrifugasi pada kecepatan 10000 rpm suhu 4oC selama 10 menit. Pellet
yang didapat ditambah dengan solution I ( 1 M glukosa, 1 M Tris-Hcl PH 8, 0,5 M
EDTA, akuades) sebanyak 100 μl, di vortex hingga homogen dan diinkubasi dalam
es selama 5 menit. Suspensi ditambah dengan solution II (10 N NaOH, 10% SDS,
akuades) sebanyak 200 μl, inverting hingga larutan jernih dan terbentuk fase gel dan
diinkubasi dalam es selama 5 menit kemudian ditambah dengan solution III (4.2 M
asam glasial, 0.9 M potasium asetat, akuades) sebanyak 150 μl, inverting hingga
terbentuk endapan putih dan diinkubasi dalam es selama 5 menit. Larutan
disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm selama 10 menit pada suhu 4oC.
Supernatan yang diperoleh dipindahkan ke tube 1,5 mL dan ditambahkan ethanol
absolute sebanyak 900 μl. Larutan divortex hingga homogen dan diinkubasi pada
suhu ruang selama 2 menit. Larutan disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm
selama 10 menit pada suhu 4oC. Supernatan dibuang, pellet ditambah dengan ethanol
70% sebanyak 1 mL. Larutan divortex hingga endapan lepas dan disentrifugasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

dengan kecepatan 10000 rpm selama 10 menit pada suhu 4oC. Supernatan dibuang,
pellet yang diperoleh dikeringkan dan ditambahkan dengan 30 μl larutan RNAse
dalam buffer TE (3μl RNAse dalam 1 mL TE) dan diinkubasi pada suhu 37oC selama
30 menit. Hasil isolasi plasmid dapat disimpan pada freezer dengan suhu -20 oC
hingga digunakan.
Proses isolasi plasmid pBF dilakukan menggunakan metode yang sama
dengan isolasi plasmid pET-araA. Hasil isolasi plasmid dikonfirmasi dengan
elektroforesis pada gel agarosa 1% (1 gram agarosa dilarutkan dalam 100 mL buffer
TAE 1x ), di running selama 20 menit dengan tegangan 100 volt. Gel di staining
dalam larutan fluorovue nucleid acid gel stain selama ±15 menit, kemudian dilihat
hasil visualisasinya pada UV transluminator.
Hasil isolasi plasmid pET-araA yang kemudian dijadikan sebagai cetakan
(template) untuk amplifikasi gen araA yang selanjutnya dipurifikasi sebelum
diligasikan ke vektor kloning yaitu pGEM-T Easy. Sedangkan hasil isolasi plasmid
pBF digunakan sebagai vektor ekspresi dari gen araA.

3.2.2 Amplifikasi Gen araA


Gen araA diamplifikasi menggunakan primer spesifik yang dirancang dengan
menambahkan situs pengenalan dari enzim restriksi yang akan digunakan, yang juga
dapat memotong plasmid ekspresi yang akan digunakan yaitu plasmid ekspresi pBF.
Primer dirancang dengan memuat situs pengenalan enzim restriksi SmaI pada primer
forward dan enzim restriksi KpnI pada primer reverse.
Forward: (5’- CCCGGGATGGTTATGGAAAACCCCTTCG-3’)
Reverse: (5’- GGTACCGTGCTGGTTGTTGAGACGGT-3’).
Reaksi PCR gen araA menggunakan PCR Kit Dream Taq DNA Polymerase
dari Fermentas. Total volume reaksi yang dibuat sebanyak 50 μl. Komposisi reaksi
PCR yang digunakan adalah 38,75 μl nuclease free water, 5 μl 10x Dream Taq
Buffer, 5 μl dNTP mix, 0,25 μl (1,25 U) Dream Taq DNA Polymerase, 1 μl masing-
masing primer forward dan reverse, serta 1 μl cetakan DNA (pET-araA).
Kondisi PCR terdiri dari predenaturation 95oC selama 3 menit, denaturation
95oC selama 30 detik, annealing 50oC selama 30 detik, extention 720C selama 1
menit, final extention 72oC selama 5 menit. Proses amplifikasi dilakukan sebanyak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

30 siklus. Hasil PCR kemudian divisualisasikan dengan elektroforesis dan hasilnya


dilihat pada UV transluminator.

3.2.3 Purifikasi Produk PCR


Produk PCR dari gel agarosa dengan buffer TAE dipurifikasi dengan
memotong hasil visualisasi amplikon pada gel agarosa, kemudian dipindahkan ke
dalam tube untuk diekstrasi menggunakan Gel DNA Fragments Extractions Kit (ATP
Biotech Inc., Taiwan). Produk PCR ditambah dengan 500 μl DF buffer, divortex dan
dilarutkan dalam waterbath pada suhu 60ºC selama ±10 menit sampai gel larut.
Selanjutnya, larutan dimasukkan ke dalam DF column + collection tube sebanyak
800 μl, disentifugasi dengan kecepatan 10000 rpm selama 1 menit pada suhu ruang.
Supernatan dipindahkan dari collection tube dan ditambahkan 600 μl wash buffer
serta disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm selama 1 menit pada suhu ruang.
Supernatan dipindahkan dari collection tube dan dilakukan sentrifugasi dengan
kondisi yang sama. DF column dipindahkan dari collection tube ke tube lain dan
ditambahkan dengan 30 μl elution buffer. Larutan diinkubasi pada suhu ruang selama
2 menit dan dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm selama 2 menit
pada suhu ruang. Gen araA yang sudah pure selanjutnya digunakan sebagai insert atau
sisipan untuk reaksi ligasi.

3.2.4 Kloning Gen araA ke Plasmid pGEM-T Easy


3.2.4.1 Ligasi Gen araA ke Plasmid pGEM-T Easy
Ligasi dilakukan dengan menggunakan plasmid pGEM-T Easy (Gambar 3.1)
dan T4 DNA ligase dari Promega. Berdasarkan panduan dari Promega untuk reaksi
ligasi dengan perbandingan insert dan vektor sebesar 3:1 (total gen araA: pGEM-T
Easy), komposisi reaksi ligasi yang dibuat ialah 2 μL (74,6 ng) hasil PCR (gen
araA), ditambahkan dengan 1 μL (50 ng) plasmid pGEM-T Easy, 1 μL T4 DNA
ligase, 5 μL buffer ligase 2x, dan 1 μL water free nuclease hingga total reaksi
menjadi 10 μL. Reaksi ligasi diinkubasi overnight pada suhu 4 °C.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

3.2.4.2 Transformasi Plasmid pGEM-T Easy araA ke E. coli DH5α


a. Pembuatan Sel Kompeten
Pembuatan sel kompeten menggunakan bakteri E. coli strain DH5α
berdasarkan metode Sambrook dan Russel (2001). Koloni tunggal E. coli DH5α
dikultur ke dalam 3 mL media LB cair, kemudian diinkubasi overnight pada shaker
inkubator dengan kecepatan 160 rpm pada suhu 37°C. Sebanyak 30 μL kultur DH5α
disubkultur dalam 3 mL LB cair dan diinkubasi pada shaker inkubator dengan
kecepatan 160 rpm pada suhu 37°C selama ± 3,5 jam hingga diperoleh nilai Optical
Density (OD) 600 sebesar 0.5–0.1. Kultur bakteri dipindahkan ke tube 1,5 mL,
disentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm pada suhu 4°C selama 10 menit.
Supernatan dibuang, pellet diresuspensi dengan menambahkan 750 µl solution B
(CaCl2), diinkubasi di dalam es selama 30 menit dan disentrifugasi dengan kecepatan
3500 rpm pada suhu 4°C selama 10 menit. Supernatan dibuang dan pellet
diresuspensi kembali dengan menambahkan 150 µl solution B, tahap ini diakhiri
dengan proses inkubasi di dalam es selama 15 menit. Sel kompeten yang didapat
selanjutnya digunakan untuk transformasi.

b. Transformasi pGEM-araA
Proses transformasi dilakukan dengan metode heat shock menurut Sambrook
dan Russel (2001), hasil reaksi ligasi pGEM-araA sebanyak 10 µl dicampurkan
dengan 150 µl sel kompeten kemudian diinkubasi dalam es selama 30 menit. Proses
heat shock dilakukan pada suhu 420C selama 45 detik dalam waterbath dan tube
langsung dimasukkan ke dalam es, diinkubasi dalam es selama 3 menit untuk
menghentikan reaksi. Campuran reaksi selanjutnya ditambah dengan 1 mL LB (Luria
Bertani) cair, diinkubasi pada shaker incubator pada suhu 370C selama 1 jam dengan
kecepatan 160 rpm, kemudian disentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 6000
rpm. Supernatan dibuang sebanayak 1 mL, kemudian sisa larutan diresuspensi dan
disebar merata ke dalam medium LB agar yang mengandung antibiotik ampisilin
(100 mg/mL), IPTG (Isopropyl β-D-1-thiogalactopyranosidase) 0.1 M dan X-gal (5-
bromo-4-chloro-3-indolyl-beta-D-thiogalactopyranosidase) 20 mg/mL. Selanjutnya
diinkubasi overnight pada suhu 37 °C.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

Keberhasilan proses transformasi hasil ligasi gen araA ke vektor pGEM-T


Easy membentuk plasmid rekombinan pGEM-araA ke dalam sel inang E. coli DH5α
diketahui dengan proses skrining (seleksi biru-putih). Konfirmasi keberhasilan dapat
dilakukan dengan PCR koloni, isolasi plasmid rekombinan dan pemotongan pGEM-
araA dengan enzim restriksi SmaI dan KpnI.
Transforman yang tumbuh dilakukan skrining/seleksi koloni biru-putih.
Koloni putih yang terbentuk menandakan keberhasilan dari proses kloning yaitu
plasmid berhasil disisipi insert. Sedangkan koloni biru merupakan koloni yang tidak
berhasil disisipi insert. Koloni berwarna putih yang tumbuh selanjutnya di PCR
koloni, disertai dengan membuat replika, menumbuhkan kembali koloni terpilih pada
media LB cair + ampisilin untuk selanjutnya dilakukan proses isolasi plasmid
rekombinan.

Gambar 3.1 Maping vektor PGEM-T Easy

3.2.4.3 Isolasi Plasmid Rekombinan pGEM-araA


Isolasi plasmid rekombinan pGEM-araA dilakukan menggunakan metode
pada poin 3.2.1. Konfirmasi hasil isolasi plasmid pGEM-araA dilakukan dengan
metode pemotongan menggunakan enzim restriksi SmaI dan KpnI. Komposisi untuk
satu kali reaksi pemotongan yaitu DNA plasmid pGEM-araA 5 µl, Buffer Tango 10x
1 µl, enzim restriksi SmaI dan KpnI masing-masing 0,5 µl, nuclease free water 3 µl
dengan total volume reaksi 10 µl. Campuran reaksi diinkubasi overnight pada suhu
300C (suhu ruang). Hasil pemotongan pGEM-araA diketahui dengan elektoforesis
menggunakan agarose 1% TBE 1x, dengan menyertakan kontrol positif yang tidak
dipotong oleh enzim restriksi. Selanjutnya di running selama 20 menit dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

tegangan 100 volt. Hasil elektroforesis dilihat pada UV transluminator. Hasil positif
pemotongan enzim restriksi ditandai dengan munculnya pita DNA berukuran 3015
bp yang menunjukkan plasmid pGEM-T Easy dan pita berukuran 1518 bp yang
menunjukkan gen araA. Selanjutnya dilakukan purifikasi gel gen araA menggunakan
metode pada poin 3.2.3. sebelum diligasikan ke plasmid ekspresi pBF yang juga
telah dipotong dengan enzim restriksi yang sama.

3.2.5 Subkloning dan Ekspresi Gen araA


3.2.5.1. Subkloning Gen araA ke Plasmid Ekspresi pBF
Proses subkloning gen araA ke plasmid ekspresi pBF ialah dengan
meligasikan gen araA ke plasmid ekspresi pBF. Proses ligasi dilakukan dengan
mereaksikan 3 μL (55 ng) pBF, 2 μL gen araA (34,5 ng), 1 μL 10X bufer T4 DNA
ligase, 1 μL enzim T4 DNA ligase dan nuclease free water sebanyak 3 μL sehingga
total reaksi menjadi 10 μL, kemudian diinkubasi overnight pada suhu 4°C. Hasil
ligasi ditransformasikan ke dalam sel kompeten E. coli DH5α, kemudian hasil
transformasi plasmid pBF-araA dikonfirmasi menggunakan teknik PCR koloni.
Positif koloni ditentukan dengan keberadaan pita DNA target yaitu 1518 bp.
Selanjutnya dilakukan isolasi plasmid pBF-araA dan hasilnya dikonfirmasi dengan
pemotongan menggunakan enzim restriksi SmaI dan KpnI, hasil positif pemotongan
enzim restriksi akan menghasilkan dua pita yaitu pita gen araA sepanjang 1518 bp
dan pita plasmid ekspresi pBF sepanjang 6600 bp. Plasmid pBF-araA yang sudah
terkonfirmasi selanjutnya ditransformasikan ke E. coli BL21(DE3) dengan metode
heat shock. Bakteri rekombinan hasil transformasi (E. coli BL21 pBF-araA)
dikonfirmasi menggunakan teknik PCR koloni.

3.2.5.2. Ekspresi Gen araA


E. coli BL21 (DE3) pembawa plasmid pBF-araA diinokulasikan ke dalam
media LB cair + ampisilin dan diinkubasi pada incubator shaker pada suhu 30°C,
overnight. Kultur kemudian disubkultur ke media LB cair + ampisilin dan diinkubasi
pada incubator shaker pada suhu 300C selama 4 jam dengan kecepatan 150 rpm.
Ekspresi gen araA dilakukan dengan penambahan IPTG 0,1M (konsentrasi akhir 1
mM), dan diinkubasi pada incubator shaker selama ±4 jam. Kultur terinduksi,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm selama 10 menit pada suhu
4°C. Biomassa yang diperoleh ditambahkan 10 mM Tris-HCl pH 8, selanjutnya
disebut Total (T). Total kemudian disonikasi dan disentrifugasi untuk mendapatkan
fraksi supernatan (S) dan pellet (P). Fraksi pellet, kemudian ditambah dengan buffer
10 mM Tris-HCl pH 8. Ekspresi dan distribusi enzim L-arabinose isomerase (L-AI)
dianalisis menggunakan SDS-PAGE.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Isolasi Plasmid pET-araA dan Amplifikasi Gen araA


Plasmid pET-araA telah berhasil diisolasi dari sel inang E. coli DH5α yang
membawa pET-araA dengan metode alkaline lysis solution (Gambar 4.1.A).
Berdasarkan hasil visualisasi dengan elektroforesis terlihat adanya pita DNA pada
ukuran sekitar 6960 bp yang menunjukkan ukuran dari plasmid pET-araA. Menurut
Wibowo (2017), fragmen gen araA memiliki ukuran sekitar 1518 bp, dan vektor
pET-21b memiliki ukuran sekitar 5442 bp (Novagen). Namun karena plasmid
memiliki bentuk yang sirkular, migrasi plasmid belum tentu menggambarkan ukuran
sebenarnya.

M 1 2 3 4 5 M 1

8000 bp
3000 bp
6000 bp
1500 bp 1518 bp

A B

Gambar 4.1 A). Plasmid pET-araA hasil isolasi (Ket: M= marker, 1-5= plasmid pET-
araA) B). Gen araA hasil amplifikasi (Ket: M= marker, 1= produk
PCR)

Konfirmasi keberadaan gen araA pada plasmid pET-araA yang telah diisolasi
ialah dengan cara mengamplifikasi fragmen gen araA dengan menggunakan plasmid
pET-araA yang diperoleh sebagai cetakan (template) dengan teknik PCR. Hasil PCR
menunjukkan adanya pita DNA pada ukuran sekitar 1518 bp (Gambar 4.1.B), yang
menunjukkan bahwa gen araA telah berhasil diamplifikasi. Primer didesain spesifik
untuk gen araA, sehingga hanya plasmid rekombinan yang membawa gen araA yang
akan diamplifikasi. Ada beberapa komponen yang diperlukan dalam reaksi PCR
yaitu DNA polimerase, dNTP, dua oligonukleotida sebagai primer, buffer PCR dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

cetakan DNA yang mengandung sekuen target untuk diamplifikasi. Primer


merupakan salah satu parameter yang penting untuk menentukan kesuksesan suatu
reaksi PCR. Rancangan primer yang kurang baik akan menyebabkan reaksi PCR
tidak bekerja dengan baik sehingga menyebabkan produk PCR yang tidak spesifik
atau terbentuknya primer dimer.
Primer mempengaruhi spesifitas dan sensitivitas reaksi PCR. Sequence
primer yang baik ditentukan oleh beberapa hal, antara lain panjang primer (18-30
basa), nilai melting temperature (Tm) dari sepasang primer tidak lebih dari 50C
dengan kisaran suhu optimal 52-580C, dan komposisi basa GC sebesar 40-65%
(Elsalam, 2003).

4.2 Purifikasi Gen araA


Amplikon gen araA yang telah diperoleh dari hasil PCR dipurifikasi
menggunakan Gel DNA Fragments Extractions Kit. Hasil purifikasi gen araA dengan
elektroforesis pada gel agarosa menunjukkan bahwa efisiensi purifikasi yang
dilakukan hampir 100%, hal ini dapat dilihat dengan membandingkan ketebalan pita
DNA sebelum dan sesudah dipurifikasi (Gambar 4.2).
M 1 2

3000 bp

1500 bp 1518 bp
1000 bp

Gambar 4.2 Gen araA hasil purifikasi (Ket: M= marker, 1= setelah purifikasi, 2=
sebelum dipurifikasi)

DNA pure araA yang diiperoleh memiliki konsentrasi 36,8 ng/µl. Proses
purifikasi perlu dilakukan agar insert (gen yang disisipkan) yang akan digunakan
dalam proses ligasi adalah DNA murni yang sudah bersih dari komponen pengotor
seperti buffer, sisa-sisa primer dan komponen lain yang digunakan dalam reaksi
PCR.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

4.3 Kloning Gen araA ke Plasmid pGEM-T Easy


Hasil proses transformasi plasmid rekombinan pGEM-araA ke dalam sel
inang E. coli DH5α didapat sebanyak 215 koloni yang tumbuh pada cawan yang
sudah diberi ampisilin + X-gal+ IPTG (Gambar 4.3), dan dari 215 koloni yang
tumbuh tersebut merupakan koloni bakteri berwarna putih, tidak ada koloni bakteri
berwarna biru yang tumbuh pada cawan.

Gambar 4.3 Koloni hasil transformasi pGEM-araA ke E. coli DH5α

Koloni warna putih adalah koloni yang berhasil disisipi oleh insert (gen
target), insert yang berhasil tersisip bisa berupa fragmen gen target (gen araA) yang
diharapakan tersisip atau sesama plasmid yang bergabung. Sedangkan koloni biru
merupakan koloni yang tidak berhasil disisipi gen insert. Sisipan fragmen gen araA
ini akan menghambat gen lacZ yang terdapat pada situs Multiple Cloning Site
(MCS) pada pGEM-T Easy untuk mengkode subunit β-galactosidase, sehingga
enzim tersebut tidak dapat mendegradasi substrat galaktosa yang tersedia. Koloni
bakteri berwarna biru, tidak memiliki fragmen DNA sisipan sehingga dapat
mendegradasi substrat galaktosa yang tersedia (Agus dan Irfandi, 2017).
Koloni yang berwarna putih dipilih sebanyak 14 koloni untuk di PCR koloni,
dan hasilnya ada 10 yang positif koloni dengan munculnya pita berukuran sekitar
1518 pb (Gambar 4.4.A). Semua koloni putih yang di PCR seharusnya menunjukkan
pita gen target, hal ini bisa disebabkan karena koloni putih yang tumbuh tidak
membawa gen araA karena sesama plasmid yang tergabung/terligasi.
Koloni yang positif membawa gen target di streak kembali pada media LB
agar + ampisilin (100 mg/mL) yang tujuannya agar didapat semua koloni yang
tumbuh adalah murni koloni yang membawa plasmid rekombinan pGEM-araA
(Gambar 4.4.B).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 K

3000 bp 1518 bp
1500 bp
1000 bp
A

M 1 2 3 4 5 K

1518 bp

B C

Gambar 4.4 A). Hasil PCR koloni transforman pGEM-araA DH5α (Ket: M= marker,
1-14= koloni transforman, K= kontrol positif araA), B). Streak koloni
positif pGEM-araA, C) PCR koloni dari hasil streak koloni positif (Ket:
M= marker, 1-5= koloni transforman, K= kontrol positif araA)

Hasil streak replika bakteri yang tumbuh diskrining kembali dengan memilih
koloni sebanyak 5 secara acak untuk selanjutnya di PCR koloni dan hasil
visualisasinya dengan elektroforesis menunjukkan bahwa semua koloni yg dipilih
adalah positif koloni dengan munculnya pita DNA pada ukuran sekitar 1518 bp
(Gambar 4.4.C). Plasmid rekombinan pGEM-araA kemudian diisolasi dengan
menumbuhkan koloni positif pada media LB cair + ampisilin.

4.4 Konfirmasi pGEM-araA dengan Menggunakan Enzim Restriksi


Plasmid pGEM-araA hasil isolasi dikonfirmasi dengan pemotongan oleh
enzim restriksi SmaI dan KpnI untuk mengetahui plasmid pGEM-T Easy membawa
gen araA atau tidak, enzim restriksi yang sama juga digunakan untuk memotong
plasmid ekspresi pBF yang akan digunakan. Pasangan primer yang dirancang dengan
menambahkan situs pengenalan dari enzim restriksi SmaI dan KpnI menyebabkan
gen araA yang diligasikan ke dalam plasmid pGEM-T Easy akan memiliki situs
pemotongan dari kedua enzim tersebut.
Berdasarkan hasil visualisasi elektroforesis menunjukkan bahwa pemotongan
pGEM-araA menggunakan dua jenis enzim restriksi yaitu SmaI dan KpnI telah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

berhasil dilakukan dengan munculnya pita pada ukuran sekitar 3015 yang
menunjukkan pita pGEM-T Easy dan pita pada ukuran sekitar 1518 bp yang
menunjukkan pita gen araA (Gambar 4.5 lajur 5). Hasil pemotongan dengan satu
enzim restriksi baik oleh SmaI ataupun KpnI juga menunjukkan pGEM-araA telah
terpotong dengan munculnya ukuran pita pada ukuran sekitar 4533 bp (Gambar 4.5
lajur 6-7). Hasil dari pemotongan pGEM-araA menunjukkan bahwa gen araA telah
berhasil dikloning.

1 2 3 4 M 5 6 7 8
6600 bp

3000 bp
1500 bp
4533 bp

Gambar 4.5 Hasil pemotongan pBF dan pGEM-araA dengan enzim restriksi (Ket:
1= pBF tidak dipotong dengan enzim, 2= pBF dipotong KpnI, 3= pBF
dipotong SmaI, 4= pBF dipotong SmaI dan KpnI, M= marker, 5=
pGEM-araA dipotong SmaI dan KpnI, 6= pGEM-araA dipotong SmaI,
7= pGEM-araA dipotong KpnI, 8= pGEM-araA tidak dipotong (uncut)

Plasmid pBF yang digunakan sebagai vektor ekspresi juga dikonfirmasi


dengan pemotongan oleh enzim restriksi yang sama dengan yang memotong gen
araA yaitu SmaI dan KpnI. Hasil pemotongan menghasilkan satu pita pada ukuran
6600 bp (Gambar 4.5 lajur 4). Sifat komplementer hasil restriksi dari enzim restriksi
yang sama (yang menghasilkan ujung lancip yang sama) sangat penting untuk
menempelkan DNA dari sumber yang berbeda. Penggunaan dua jenis enzim restriksi
yang berbeda bertujuan untuk mencegah kesalahan arah orientasi penyisipan gen dan
mencegah terjadinya ligasi antar kedua ujungnya sendiri (self-ligation).
Dalam kloning gen tahap yang penting adalah proses restriksi molekul DNA
dan vektor dengan ukuran yang tepat. Vektor yang akan digunakan harus dipotong
untuk membuka lingkaran karena bentuk dari vektor itu adalah sirkular sehingga
molekul DNA yanga akan disisipkan dapat diinsersikan. Enzim restriksi akan mampu
memotong molekul ganda DNA pada suatu pasangan sekuen nukleotida tertentu
yang disebut situs restriksi (Russell, 1994).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

4.5 Subkloning Gen araA ke Plasmid Ekspresi pBF


Subkloning adalah suatu teknik pemindahan fragmen DNA dari satu vektor
ke vektor lain, dilakukan agar fragmen DNA dapat diekspresikan pada vektor
(Brooker, 2005). Hasil proses transformasi hasil konstruksi plasmid ekspresi
rekombinan pBF-araA ke E. coli DH5α dikonfirmasi dengan teknik PCR koloni.
Sebanyak 15 koloni yang di PCR dengan menyertakan kontrol positif araA hanya
ada satu yang positif koloni, yang membawa plasmid rekombinan pBF-araA. Hal ini
bisa disebabkan karena kemungkinan terjadi ligasi vektor tanpa insert atau ujung
pemotongan vektor berikatan/ meyambung dengan ujung vektor lainnya.
Koloni yang positif membawa pBF-araA di streak (gores) pada media LB
agar + ampisilin (100 mg/mL) yang tujuannya agar didapat semua koloni yang
tumbuh adalah murni koloni yang membawa plasmid rekombinan pBF-araA. Hasil
streak kemudian dilakukan skrining dengan memilih 10 koloni secara acak untuk di
PCR koloni kembali dan hasil visualisasi dengan elektroforesis menunjukkan bahwa
semua koloni yg dipilih adalah positif koloni dengan munculnya pita DNA pada
ukuran sekitar 1518 bp (Gambar 4.6).
M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

3000 bp
1500 bp

Gambar 4.6 Hasil PCR koloni dari hasil streak koloni positif pBF-araA (Ket:
M=marker, 1-10= koloni positif pBF-araA)

Selanjutnya dilakukan proses isolasi plasmid rekombinan pBF-araA dengan


menumbuhkan positif koloni pada media LB cair + ampisilin. Konfirmasi hasil
isolasi plasmid pBF-araA dilakukan dengan pemotongan oleh enzim restriksi SmaI
dan KpnI.
Berdasarkan hasil visualisasi dengan elektroforesis pemotongan pBF-araA
menggunakan dua enzim restriksi yaitu SmaI dan KpnI berhasil dilakukan dengan
munculnya pita DNA pada ukuran sekitar 6600 yang menunjukkan pita plasmid pBF
dan pita pada ukuran sekitar 1518 bp yang menunjukkan pita gen araA (Gambar 4.7
lajur 1). Hasil pemotongan dengan satu enzim restriksi baik oleh SmaI ataupun KpnI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

juga menunjukkan pBF-araA telah berhasil terpotong dengan munculnya pita pada
ukuran sekitar 8118 bp (Gambar 4.7 lajur 3-4).

M 1 2 3 4

8000 bp 6600 bp
6000 bp
8118 bp
1500 bp

1518 bp

Gambar 4.7 Hasil pemotongan pBF-araA dengan enzim restriksi (Ket: M= marker,
1= pBF-araA dipotong SmaI dan KpnI, 2= pBF-araA dipotong KpnI, 3=
pBF-araA dipotong SmaI, 4= pBF-araA tidak dipotong dengan SmaI
dan KpnI (uncut)

Hasil dari pemotongan pBF-araA menunjukkan bahwa gen araA telah


berhasil di subkloning ke plasmid ekspresi pBF. Hasil isolasi plasmid pBF-araA
yang telah terkonfirmasi selanjutnya ditransformasikan ke dalam sel inang E. coli
BL21(DE3). Hasil transformasi pBF-araA ke E. coli BL21(DE3) didapat sebanyak
22 koloni yang tumbuh pada cawan. Koloni yang tumbuh di PCR koloni untuk
mengetahui keberhasilan proses transformasi. Sebanyak 10 koloni yang dipilih
kemudian di PCR, hasilnya ialah semua koloni positif membawa plasmid
rekombinan pBF-araA dengan munculnya pita pada ukuran 1518 bp (Gambar 4.8).

M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 K

3000 bp
1500 bp 1518 bp
1000 bp

Gambar 4.8 Hasil PCR koloni transforman pBF araA ke E. coli BL-21 (DE3) (Ket:
M= marker, 1-10= koloni transforman, K= kontrol positif araA)

Sel inang E. coli BL21(DE3) digunakan untuk mengekspresikan plasmid


rekombinan pBF-araA menjadi protein karena memiliki T7 RNA polymerase yang
akan dikenali oleh promotor T7 pada vektor ekspresi pBF. T7 RNA polymerase

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

hanya spesifik pada E. coli BL21. Menurut Stratagene (2004), ekspresi protein
rekombinan umumnya menggunakan sel inang E. coli BL21 karena mempunyai
stabilitas dan kontrol yang tinggi dalam mengekspresikan protein. BL21 adalah salah
satu strain E. coli yang mengandung lisogen lambda bakteriophage 21. Salah satu
jenis E. coli BL21 ialah E. coli BL21 (DE3). Koloni positif yang membawa pBF-
araA kemudian ditumbuhkan pada media LB cair + ampisilin untuk mengetahui
ekspresi dari gen araA dan mengetahui berat molekulnya sebagai protein fusi dengan
SDS-PAGE.

4.6 Ekspresi Gen araA


Proses ekspresi gen araA untuk menghasilkan enzim rekombinan L-
arabinose isomerase dilakukan dengan penambahan IPTG untuk menginduksi
ekspresi dari plasmid rekombinan pBF-araA. Mekanisme ekspresi gen asing dalam
sel prokariot seperti E. coli dapat dilakukan melalui induksi isopropil-1-tio-β-
galaktosidase (IPTG).
Hasil visualisasi dengan menggunakan SDS-PAGE menunjukkan bahwa
pBF-araA dalam sel inang E. coli BL21(DE3) telah berhasil mengekspresikan enzim
rekombinan L-arabinose isomerase dalam bentuk protein fusi dengan penambahan
IPTG sebagai penginduksi ekspresi dari plasmid ekspresi rekombinan (Gambar 4.9).

A + IPTG
B
- IPTG
pBF- araA pBF pBF- araA pBF

kDa M T S P T S P kDa M T S P T S P
180 180
100
100

60 60
45 45

35
35

25
25

Gambar 4.9 Hasil SDS-PAGE protein rekombinan pBF-araA dan pBF, A).
Penambahan IPTG, B). Tanpa penambahan IPTG (ket: M= marker,
T= total protein, S= supernatan, P= pellet)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

Hasil SDS-PAGE menunjukkan adanya pita protein target dengan berat


molekul ±100 kDa pada fraksi total protein (T) dan fraksi supernatan (S), yang
menunjukkan bahwa enzim rekombinan L-arabinose isomerase telah berhasil
terekspresi setelah penambahan IPTG dalam kondisi terlarut (Gambar 4.9.A).
Terlihatnya pita yang jelas dan tebal pada bagian supernatan menunjukkan bahwa
protein target muncul dalam fraksi terlarut. Supernatan disebut juga dengan ekstrak
enzim kasar (Crude Extract Enzyme). Sedangkan pada fraksi pellet terlihat adanya
pita protein yang tipis. Hasil yang sama juga ditunjukkan dari hasil ekspresi dari His-
BLA (pBF), yang menunjukkan adanya pita protein dengan berat molekul ± 45 kDa
baik pada fraksi total protein (T) dan supernatan (S), dan pita yang tipis terlihat pada
fraksi pellet. Berdasarkan penelitian Wibowo (2017), ekspresi protein rekombinan
target L-arabinose isomerase (L-AI) pada sel inang E. coli BL21(DE3) menghasilkan
protein dengan ukuran ±56 kDa.
Berdasarkan data ekspresi yang didapat, permasalahan ekspresi protein
rekombinan target yang sebelumnya membentuk inclusion body dapat teratasi
dengan teknik protein fusi, ditunjukkan dengan berhasilnya protein target terekspresi
dalam fraksi terlarut sebagai protein fusi menggunakan plasmid ekspresi pBF yang
dirancang untuk BLA- protein fusi. Serta, terbukti bahwa protein rekombinan yang
sulit diekspresikan pada E. coli ketika protein diekspresikan sebagai protein fusi
menjadi mudah larut dengan His-BLA, dan His-BLA adalah mitra yang sangat tepat
untuk mengekspresikan protein rekombinan yang sulit untuk diekspresikan.
Plasmid pBF dipilih sebagai plasmid untuk mengekspresikan gen araA
karena merupakan plasmid yang telah dirancang untuk BLA-fusi protein (Gambar
2.3). Teknik protein fusi adalah metode yang tepat untuk ekspresi protein heterolog
dalam E. coli (Arnau et al. 2006; Esposito dan Chatterjee 2006; Waugh 2005). Mitra
fusi dapat meningkatkan kelarutan dan efisiensi pelipatan protein target dalam
konstruksi fusi. Fusi BLA merupakan strategi yang tepat dalam sistem ekspresi E.
coli untuk menghindari pembentukan inclusion body atau degradasi dari protein
target rekombinan. Sifat yang sangat larut dan kemampuan melipat kembali yang
efisien dapat memenuhi syarat His-BLA sebagai mitra protein fusi (Tokunaga et al.
2009).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

BAB 5
KESIMPILAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapat dari penelitian ini ialah gen araA telah
berhasil di subkloning ke vektor ekspresi pBF yang dirancang untuk BLA-fusi
protein. Gen araA penyandi Enzim L-arabinose isomerase (L-AI) telah berhasil
terekspresi dalam kondisi terlarut pada sel inang E. coli BL21 (DE3) sebagai protein
fusi ditunjukkan dengan munculnya pita protein target dengan berat molekul ±100
kDa pada fraksi supernatan dengan menggunakan SDS-PAGE.

5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memurnikan protein target yang
didapat dengan pemotongan oleh thrombin, yang bertujuan untuk memisahkan
protein target dengan His-BLA agar enzim L-arabinose isomerase (L-AI) yang
diperoleh murni, sehingga selanjutnya dapat diuji dan dikarakterisasi lebih lanjut
serta dapat dimanfaatkan dalam industri obat-obatan dan makanan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

DAFTAR PUSTAKA

Abd-Elsalam KA, 2003. Bioinformatics Tools and Guideline for PCR Primer Design.
African Journal of Biotechnology. 2(5): 91-95.
Agus R, Irfandi, 2017. Ligasi Gen Rv 1980c Pengkode Protein MPT 64 ke pGEM-T
Mycobacterium tuberculosis sebagai Antigen untuk Immunodiagnostik
Tuberkulosis Laten. Jurnal Ilmu Alam dan Lingkungan. 8 (15): 42-48.
Arakawa T, Tokunaga H, Yamaguchi R, Tokunaga M, 2010. High Solubility
Supports Efficient Refolding of Thermally Unfolded β-lactamase.
International Journal of Biological Macromolecules. 47: 706-709.
Arnau J, Lauritzen C, Petersen GE, Pedersen J. 2006, Current Strategies for The Use
of Affinity Tags and Tag Removal for The Purification of Recombinant
Proteins. Protein Expr Purif. 48:1-13.
Beadle JR, Sauder JP, Wajada TJ, 1992. Process for Manufacturing Tagatose. US
patent 500261.
Brooker RJ, 2005. Genetics: Analysis and Principles. McGraw Hill Companies, Inc.,
Boston.
Brown TA, 2010. Gene Cloning and DNA Analysis: An Introduction Iley-Blackell.
Hal: 35-36.
Cheetam PS, Wootton AN, 1993. Bioconversion of D-galactose to D-tagatose.
Enzyme Microb Technol. 15: 105-108.
Donner TW, 2006. The Metabolic Effects of Dietary Supplementation with D-
tagatose in Patients with Type 2 Diabetes. 55 (Suppl. 1): A110; 461P.
Esposito D, Chatterjee DK, 2006. Enhancement of Soluble Protein Expression
Through The Use of Fusion Tags. Curr Opin Biotechnol. 17: 353–358.
Felis GE, Dellaglio F, 2007. Taxonomy of Lactobacilli and Bifidobacteria. Curr
Issues Intest Microbiol 8: 44-61.
[FDA] Food and Drug Administration. 2003. Health Claims: Dietary Noncariogenic
Carbohydrate Sweeteners and Dental Caries in: Code of Federal Regulations.
U.S. Government Printing Office. Sec. 101.80.
Fitriani D, Saksono B, 2010. Cloning of araA Gene Encoding L-arabinose isomerase
from Marine Geobacillus stearothermophilus Isolated from Tanjung Api, Poso,
Indonesia. Hayati Journal of Bioscience 17: 58-62.
Gardner EJ, Mertens TR,1991. Genetics: Laboratory investigations. 6th ed. Burgess
Publishing Company, Minneapolis.
Granstrom TB, Takata G, Tokuda M, Izumori K, 2004. Izumoring: A Novel and
Complete Strategy for Bioproduction of Rare Sugars. Journal Biosci Bioeng.
97(2): 89-94.
Hugenholtz J, Smid EJ, 2002. Nutraceutical Production with Food-Grade
Microorganisms. Food Biotechnol.13: 497–507.
Izumori K, Miyoshi T, Tokuda S, Yamabe K, 1984. Production of D-tagatosa from
Ducitol by Arthrobacter globiformis. Appl Environ Microbiol. 46: 1055–
1057.
Izumori K, Tsuzaki K, 1988. Production of D-tagatosa from D-galactitol by
Mycobacterium smegmatis. Journal Ferment Technol. 66: 225–227.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

Lee DW, Jang HJ, Choe EA, Kim BC, Lee SJ, Kim SB, Hong YH, Pyun YR, 2004.
Characterization of A Thermostable L-arabinosa (D-galactose) isomerase
from The Hyperthermophilic Eubacterium Thermotoga maritima. Appl
Environ Microbiol. 70: 1397-1404.
Lee DW, Choe EA, Kim SB, Eom SH, Hong YH, Lee SJ, Lee HS, Lee DY, Pyun
YR, 2005. Distinct Metal Dependence for Catalytic and Structural Functions
in The L-arabinosa isomerase from The Mesophilic Bacillus halodurans and
The Thermophilic Geobacillus stearothermophilus. Arch Biochem Biophys.
434: 333-343.
Levin GV, Zehner LR, Saunders JP, Beadle JR, 1995. Sugar Substitutes: Their
Energy Values, Bulk Characteristics, and Potencial Health Benefits. Am J
Clin Nutr 126:1601-1609.
Levin GV, 2002. Tagatose, The New GRAS Sweeteners and Health Product. Journal
of medicinal food. 5: 23-36.
Lodish H, Arnold B, Lawrence Z, Paul M, David B, James D, 2000. Moleculer Cell
Biology. Wh freeman Company.
Lu Y, Levin GV, Donner TW, 2008. Tagatose A New Antidiabetec and Obesity
Control Drug. Journal compilation. 10: 109-134.
Kim P, 2004. Current Studies on Biological Tagatose Production Using L-arabinose
isomerase: a Review and Future Perspective. Appl Microbiol Biotechnol 65:
243–249.
Kim HJ, Oh DK, 2005. Purification and Characterization of an L-arabinose
isomerase from an Isolated Strain of Geobacillus thermodenitrificans
Producing D-tagatose. Journal of Biotechnology 120: 162-173.
Mendoza MR, Olano A, Villamiel M, 2005. Chemical Indicators of Heat Treatment
in Fortified and Special Milks. Journal Agric. Food Chem. 53: 2995-2999.
Men Y, Zhu Y, Zhang L, Kang Z, Izumori K, Sun Y, Ma Y, 2014. Enzymatic
Convertion of D-tagatose to D-tagatose: Cloning, Overexpression and
Characterization of L-arabinose isomerase from Pediococcus pentosaceus
PC-5. Microbiol Res. 169(2):171-178.
Muladno, 2010. Teknologi Rekayasa Genetika. Edisi kedua. IPB Press: Bogor.
Oh DK, 2007. Tagatose: Properties, Application and Biotechnological Processes.
Appl Microbiol Biotechnol 76: 1-8.
Puspitaningrum A, Sajidan, pangastuti A, 2014. Isolasi dan Kloning Gen Penyandi
Fitase Bacillus Sp En 6. El-vivo. 2(1): 1-9.
Rosenplenter K, Mende K, 2004. Use of D-tagatose for Improving Aroma and
Flavor in Foodsand Beverages. WO patent 073419.
Roh HJ, Kim P, Park YC, Choi JH, 2000. Bioconversion of D-galactose into D-
tagatosa by Expression of L-arabinosa isomerase. Biotechnol Appl Biochem.
31: 1-4.
Russell PJ, 1994. Fundamentals of genetics. Harper Collins Collage Publisher, New
York.
Sambrook J, Russell DW, 2001. Molecular Cloning: A laboratory manual. Edisi ke-
3. New York: Cold Spring Harbor Laboratory Press.
Simpson PJ, Stanton C, Fitzgerald GF, Ross RP. 2005, Intrinsic Tolerance of
Bifidobacterium Species to Heat and Oxygen and Survival Following Spray
Drying and Storage. Journal Appl Microbiol. 99(3): 493-501.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

Snustads DP, Simmons MJ, 2003. Principles of Genetics. 3rd ed. John Wiley and
Sons, Inc.
Stansfield WD, Jaime SC, Raul JC, 2006. Molecular and Cell Bilogy. New york: Mc
Graw Hill.
Seri K, Sanai K, Negishi S, Akino T, 1993. Prophylactic and Remedial Preparation
for Diseases Attendant on Hyperglycemia and Wholesome Food. European
Patent 560284.
Stratagene, 2004. BL21 (DE3) Competent Cells, BL21 (DE3) pLysS Competent Cells,
and BL21 Competent Cells. Stratagenen. California.
Tokunaga H, Saito S, Sakai K, Yamaguchi R, Katsuyama I, Arakawa T, Onozaki K,
Arakawa T, Tokunaga M, 2009. Halophilic β-lactamase as A New Solubility-
and Folding-Enhancing Tag Protein: Production of Native Human Interleukin
1α and Human Neutrophil α-defensin. Appl Microbial Biotechnol.
Waugh DS,2000. Making The Most of Affinity Tags. Trends Biotechnol. 23: 316–
320
Wibowo LA, 2017. Kloning dan Ekspresi Gen araA dari Bifidobacterium longum
pada E. Coli BL21(DE3) dan E. Coli BL21(DE3)Plyss. [Thesis]. IPB. Bogor
Wong DWS, 1997. The ABCs of gne cloning. International Thomson Publishing.
New York.
Xu Z, Qing Y, Li S, Feng X, Xu H, dan Ouyang P, 2011. A Novel L-arabinose
isomerase from Lactobacillus fermentum CGMCC2921 for D-tagatosa
Production: Gene Cloning, Purification and Characterization. Journal Mol.
Catal. B: Enzym. 70: 1–7.
Yoon SH, Kim P, Oh DK, 2003. Properties of L-arabinose isomerase from
Escherichia coli as Biocatalyst for Tagatose Production. World J of Microbiol
& Biotechnol 19: 47-51.
Zhang YW, Jeya M, Lee JK, 2010. Enhaced Activity and Stability of L-arabinosa
isomerase by Immobilization on Aminopropyl Glass. Appl Microbiol
Biotechnol, in press. 87(6): 1993-1999.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai