Anda di halaman 1dari 15

IMAN DAN PENGARUHNYA DALAM KEHIDUPAN

Dosen Pengampuh:
Mavianti, S.Pd, M.A.

Disusun Oleh:
Dhana Aprilia Panjaitan 2304290046
Elpan Nurhidayah 2304290043
Muhammad Jefri 2304290001
Ryan Saputra 2304290093
Yogi Anggara Hasibuan 2304290009

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
2023/2024
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................................ 2


PENGERTIAN IMAN ........................................................................................................ 3
A. Iman Secara Bahasa dan Istilah ................................................................................. 3
B. Iman Menurut Para Ulama Besar .............................................................................. 5
1. Imam Muslim ........................................................................................................... 5
2. Imam Al- Gazhali ..................................................................................................... 6
3. Imam Al-Bukhari ..................................................................................................... 6
4. Imam Malik .............................................................................................................. 7
C. Hakikat Iman .............................................................................................................. 7
D. Konsep Iman dalam Islam .......................................................................................... 9
MANFAAT DAN PENGARUH IMAN DALAM KEHIDUPAN ..................................... 10
A. Pengaruh Iman Dalam Kehidupan .......................................................................... 10
B. Manfaat Iman Dalam Kehidupan Sehari-hari......................................................... 12
RINGKASAN .................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 15
PENGERTIAN IMAN

A. Iman Secara Bahasa dan Istilah

‫ت طِ ر فَا‬ َ ْ ‫ْس ًجا ۗ يَذْ َرؤك ْم ا َ ْز َوا ِم ْنعَا‬


ِ ‫ال ِم َن َّو ًجا ا َ ْز َوا ا َ ْنفسِك ْم ِمنْ لَـك ْم ْر‬
َّ ‫ض ۗ َجعَ َل ْ َل َوا ال‬
ِ ‫سمٰ ٰو‬ َ ‫ش َْيء َك ِمثْلِه فِ ْي ِه ۗ لَي‬
ۗ ‫س ِميْع َوه َو‬َّ ‫ا ْلبَ ِصيْر ال‬

"(Allah) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu pasangan-pasangan dari jenis kamu
sendiri, dan dari jenis hewan ternak pasangan-pasangan (juga). Dijadikan-Nya kamu berkembang biak
dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang Maha Mendengar,
Maha Melihat."
(QS. Asy-Syura 42: Ayat 11)

Allah SWT adalah Tuhan pencipta dan pemelihara alam semesta dan segala isinya,
Yang Maha Esa dalam zat-Nya, maksudnya Zat Allah SWT hanya satu, tidak dua, tidak tiga,
dan tidak pula lebih. Zat Allah SWT tidak sama atau serupa dengan zat selainnya. Allah SWT
Esa dalam sifat-Nya, maksudnya sifat Allah SWT walaupun banyak, tetapi hanya dimiliki
oleh Allah SWT sendiri. Tidak ada zat selain Allah SWT yang memiliki atau menandingi
sifat-sifat Allah SWT. Allah SWT Esa dalam perbuatan-Nya, maksudnya perbuatan-
perbuatan Allah tidak terhingga banyaknya, tetapi hanya dimiliki oleh Allah SWT sendiri.
Tidak ada zat selain Allah SWT yang dapat menandingi, apalagi melebihi perbuatan-Nya
(Muhammad, 2017).
Menurut bahasa kata iman berasal dari tiga huruf dasar a-m-n (hamzah-mim-nun)
mengandung makna tentram, tenang, amar, jujur dapat dipercaya dan tidak khianat. Adapun
îmân merupakan kata nominal dari kata dasar âmana-yu’minu, yaitu perubahan bentuk kata
dasar a-m-n yang ditambah huruf hamzah pada bagian fa’ fi’ilnya (tsulatsi mazid bi harf
wahid) yang berarti memiliki rasa aman (s}âra żâ amn) atau menjadikannya aman (ja’alahu
ya’man). Kata dasar îmân ini mempunyai dua asal makna yang saling berdekatan, yaitu
amanah sebagai lawan dari khiyanah yang berarti ketenangan hati (sukun al-qalb) dan at-
tas}dîq yang bermakna (membenarkan) lawan dari kata kufr (pengingkaran)
(Shofaussamawati, 2016).
Dari pengertian iman secara syari’at dan hakikat ini, imam Ghazali membagi iman
manusia kepada tiga tingkatan:
Iman tingkat pertama adalah imannya orang-orang awam yaitu imannya kebanyakan
orang yang tidak berilmu. Mereka beriman karena taklid semata. Sebagai perumpamaan iman
tingkat pertama ini, kalau kamu diberi tahu oleh orang yang sudah kamu uji kebenarannya
dan kamu mengenal dia belum pernah berdusta serta kamu tidak merasa ragu atas ucapannya,
maka hatimu akan puas dan tenang dengan berita orang tadi dengan semata-mata hanya
mendengar saja. Iman yang semacam ini tidak jauh berbeda dengan imannya orang-orang
Yahudi dan Nasrani yang juga merasa tenang dengan hal-hal yang mereka dengar dari ibu,
bapak dan guru-guru mereka. Bedanya adalah mereka memperoleh ajaran yang salah dari
orang tua dan guru-guru mereka, sedangkan orang-orang Islam mempercayai kebenaran itu
bukan karena melihat kebenaran karena penyaksiannya terhadap Allah, tetapi karena mereka
telah diberikan ajaran yang haq, yang benar. Selanjutnya iman tingkat kedua yaitu imannya
orang-orang ahli Ilmu Kalam yaitu dimana mereka beriman cukup berdasarkan dalil aqli dan
naqli, dan 6 mereka merasa puas dengan itu. Iman tingkat kedua ini tidak jauh berbeda
derajatnya dengan iman tingkat pertama. Sebagai contoh, apabila ada orang yang mengatakan
kepadamu bahwa Zaid itu di rumah, kemudian kamu mendengar suaranya, maka
bertambahlah keyakinanmu, karena suara itu menunjukkan adanya Zaid di rumah tersebut.
Lalu hatinya menetapkan bahwa suara orang tersebut adalah suara si Zaid. Iman pada tingkat
ini adalah iman yang bercampur baur dengan dalil dan kesalahan pun juga mungkin terjadi
karena mungkin saja ada yang berusaha menirukan suara tadi, tetapi yang mendengarkan tadi
merasa yakin dengan apa yang telah di dengarnya, karena ia tidak berprasangka buruk sama
sekali dan ia tidak menduga ada maksud penipuan dan peniruan. Jadi imannya orang-orang
ahli ilmu kalam masih terdapat kesalahan dan kekeliruan padanya. Adapun Iman tingkat
ketiga yaitu imannya orang-orang ahli makrifat yang telah mempelajari tarekat. Mereka
beriman kepada Allah dengan pembuktian melalui penyaksian kepada Allah. Sebagai
perumpamaan: Apabila kamu masuk ke dalam rumah, maka kamu akan melihat dan
menyaksikan Zaid itu dengan pandangan mata kamu. Inilah makrifat yang sebenarnya dan
inilah yang dikatakan iman yang sebenarnya. Karena mereka beriman dengan pembuktian
melalui penyaksian mata hatinya, maka mustahil mereka terperosok ke jurang kesalahan
(Tanjung, 2014).
Iman memegang peranan penting dalam kehidupan, tanpa iman kehidupan manusia
seperti kapas yang diterbangkan angin kian kemari. Orang yang tidak beriman hidupnya akan
kacau, tidak terarah, dihanyutkan oleh hawa nafsu tanpa ada tujuan yang hakiki. Iman
memperbaiki kehidupan manusia yang menggunakan hukum rimba menjadi manusia yang
mengetahui bahwa kehidupan mempunyai tujuan. Peran iman bagaikan cahaya yang
menerangi hati, jiwa dan jantung manusia. Kehidupan orang beriman selalu taat kepada
perintah Allah utarep raggnalem uata gnapmiynem akerem alibapa nad ‫ﷻ‬ran yang telah
Allah ‫ ﷻ‬tetapkan maka iman dihatinya akan mengajak dan mengarahkan mereka untuk
kembali taat agar tidak terjerumus kedalam kemaksiatan dan perbuatan buruk, seperti itu
peran iman dalam kehidupan (Nurhidayah, 2020)
Ahmad Taufik dan Nurwastuti Setyowati melalui buku Pendidikan Agama Islam dan
Budi Pekerti (2021) menuliskan hikmah dan manfaat syu’abul iman dalam kehidupan
manusia sebagai berikut: Menghilangkan sifat kepercayaan manusia kepada makhluk, karena
sebaik-baiknya tempat bersandar dan meminta tolong hanya Allah SWT. Menanamkan sikap
tidak takut dengan kematian, karena ajal manusia adalah hak Allah SWT. Manusia hanya bisa
mempersiapkan diri sebaiknya dalam menghadapi maut. Menghadirkan jiwa yang tenang,
karena Allah akan selalu menolong hamba-hamba-Nya yang bertakwa. Menjadikan hidup
lebih berkualitas, karena iman akan menuntun manusia dalam perbuatan baik dan menjauhkan
segala yang dilarang Allah SWT. Menghadirkan sikap ikhlas, karena segala amalan dilakukan
hanya demi memperoleh rida Allah SWT. Mendatangkan keberuntungan, karena orang-orang
yang menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah SWT termasuk dalam golongan
keberuntungan (Maarif, 2022).
B. Iman Menurut Para Ulama Besar

1. Imam Muslim

Berikut adalah hadist shahih yang diriwayatkan Imam Muslim:


‫ي ْ ٍوم إِذ َم ذ َ َّ ْي ِه َ و َسل َّ ى‬ َ ‫ع َل َ ط َل ْ َ ات‬ َ ‫ق ْ ي ع َم ر ْ ب ن ال ِ ب َ أ ْينَا َع‬ َ ‫ب ْي َن َخ َّط ِ اب‬ َ ‫َد َما نَ ْح ن ِ عنْ َ ال‬
ِ‫ي‬
َ ِ ‫ي‬ ‫َل‬ َ ‫ر‬ َۗ ‫الشع‬
ِ َّ ‫ِاد‬ ‫و‬ ‫س‬
َ َ ‫ل‬ َ ‫ع‬
َ ‫َرى‬ ‫أ‬ ‫ِه‬ ‫ْي‬ َ َ
‫ث‬ ‫السف‬
َ َّ ‫ر‬ ‫ِرف‬ ‫ع‬ ْ ‫ي‬ َ ‫ل‬ َۗ ‫و‬
َ َ ‫ِر‬ ‫ه‬ ‫أ‬ ‫ا‬َّ ‫ن‬‫م‬ ِ َ ‫َحد‬ ‫صل‬ َ ‫اَّلل عَ َل َّ َر س ِول َّ اَّل ِل‬
‫ي ا م َح َّمد َى ال َّن ْي ِه َ وقَ ِخ َي اب َ شِديد َر َ َ ج ل َ شِديد بَ َي ِ اض الث َ ى ج َل َ حََّۗۗ َّ ى اَّلل َّ َ صل ِ ي ِ ب‬ َ ‫إِل َ ال‬
ِۗ ‫ف َّ ْي ِه َ و َسل‬ َ ‫َم‬ ‫س‬ َ َ‫ْسن‬ ‫ل‬
َ ‫إ‬
ِ ‫ِه‬ ‫ي‬ َۗ َۗ ۗ َۗ ‫ْبب‬
ْ ‫ر‬ ‫د‬
َ ‫بف‬
َّ َ ‫َع‬ ‫َع‬ ‫َو‬ ‫و‬ َ ‫ِه‬ ‫ي‬ َۗ َۗ ۗ َۗ ‫ْبب‬ْ ‫ر‬ ‫ى‬ ‫ف‬
َ ‫ى‬ َ ‫ل‬ ‫ع‬
َ ‫خي ْي ِه‬ َ
ْ ‫ف ْ ي عَن‬ َ ‫ْسَۗ لِم‬ َ َ‫ْسَۗ ل م أ َم ْ ا ِل َّ ْي ِه َ و َسل َّ ى اَّلل عَ َل َّ َ ال َ ر س ول َّ اَّل ِل َ صل ق‬ ْ َ ‫ع َل َ ْن َ َل إِ َ ْن تَ ْش َه َد أ‬ َ
َ ‫الصَۗ لةَ َم‬ َ َّ ‫ت ِق َيم‬ ِ ‫اْ ِل ْر ِن ِ َ ْخب أ هَ إِ ل َّن َ َ ََّۗ ل َّ اَّلل َ وأ َ وتَ ص َوم َ ر َم َض َ ان َ و َي َّ الز َباةَ َ وت ْؤ‬
‫ف‬
َ ‫ي ْسس عَ َ ال‬ َ ‫ب ْي َ َ َ ا ر س ول َّ اَّل ِل َ صل ْ تَ ح َّ َّ ال ِ َ وي َصد ه ل َ ِجْبنَا لَه‬ َ ‫ع َل َّ م َح َّم ًد‬ َ ‫َ وت َّ ْي ِه َ و َسل َّ ى اَّلل‬
َۗ َ ‫ق ق‬ َ ‫فه‬ َ ‫ْرن ِ َ ْخب س َ ال‬ ِ َ‫اسَۗ َط ْع َ َ ِ إ َل َ ْن إِ َ ال أ ْ ي عَن ْ ا ْ ِل َيم ِ ان ق‬ َّ ْ ‫ق ِ ْي ِه َ سب ْن‬ َ ‫ق ْ َ ال َ صدَق ًيَل‬ َ
ِ ‫بَۗ ب‬ ُّ ‫و‬ َ ‫ِه‬ ‫ئ‬‫ل‬
َۗ ِ‫ََۗ ِ َك‬ ‫َم‬ ‫و‬ َ ‫ل‬
ِ ‫ل‬ َّ ‫ا‬ َّ ‫وال‬ َ ‫ِه‬ ‫ِل‬ ‫س‬ ‫ر‬ ‫و‬ َ ‫ِه‬ ِ ْ ‫ب‬ ‫َن‬ ‫ِم‬ ‫ْؤ‬ ‫وت‬ َ ‫ر‬ ِ‫ِخ‬ ‫ل‬ْ ‫ا‬ ْ ‫م‬‫و‬ِ َ ْ ‫ي‬ ‫ِال‬ ْ ‫ق‬َ َ ‫ق‬ ‫ِه‬ ‫ر‬ ِ ‫َش‬ ‫و‬ َ ‫ِه‬ ‫ر‬ ‫ي‬
ِ ‫خ‬ْ َ ‫َر‬
‫د‬ ِ ‫ال‬
‫رن َ ْخب س َ ال‬ ِ ْ ‫ْرن ِ َ ْخب س ْ ي عَن َ ِ ف‬ ِ ‫ق ْ ي عَن ْ ا ْ ِل‬ َ ‫ق ْ َصدَق َ ْن تَ ْعب َّ َد اَّل َل َ ال أ ْح َس ِ ان‬ َ َ َ ‫ت ْؤ َ ال ِم َن ب‬
‫ْرن ِ َ ْخب‬ ِ ‫ت َها قَ َ ْ ي عَن أ‬ ِ ‫ف َك تَ َّن َ َبس ِل َد َ ْن تَ َ ال أ َم َار‬ َ ‫ف ْم تَ ك ْن تَ ِإ ْن َل َراه‬ َ ‫ق َراه‬ َ ‫ي َر َ اك‬ َ ‫ف ِإنَّه‬ َ
‫بَۗ َۗۗ َمة ْا ْ َل‬ َّ ‫عنْ ْ َ ال َ ما ال َها َ َ ر َّ الس ِ اعَة ق‬ َ ‫السائ ْع َل َ ِس َها ب َم ْسئ ول‬ ِ َّ ‫ق َم ِ م ْن‬ َ ‫ف ِل‬ َ ‫س َ ال‬
َّ ‫ي بنْ ْ َون فِي ال ِ ر َعَاء‬ َ ‫ق‬ َ ‫ف َّم انْ َط َل َ ال ث ِ ان‬ َ ‫ق ا ث َ َ مِلي ْ ِث لَب َق‬ َ ‫حف ْ َرى ال َوأ َ ال َ ْن تَ َّم‬ َ َ‫اة‬
ْ ‫ق ْع َل َ ه أ َ َّ اَّلل َ و َر سول‬ َ ‫فم‬ َّ
َ ‫يَۗ َۗ َط َاول عَالة ْ َراة ال ع ال ِلي ْ ِ م كْم ِ د تَ ابْم يعَل َ ِ جْ بِر يل أ ِإنه َ ال‬ َ َ َ َّ ‫الش ِاء‬
‫ي ينَ كْم ا ع َم ر أ‬ َ َ ‫ق‬ ‫ل‬ ‫السائ‬
ِ َّ ‫ْن‬ ‫م‬ ‫َي‬ ‫ل تَ ْدِر‬

Artinya: Umar bin al-Khaththab berkata, “Dahulu kami pernah berada di sisi Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam, lalu datanglah seorang laki-laki yang bajunya sangat putih,
rambutnya sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan. Tidak seorang pun
dari kami mengenalnya, hingga dia mendatangi Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasalam lalu
menyandarkan lututnya pada lutut Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasalam”, kemudian ia berkata,
“Wahai Muhammad, kabarkanlah kepadaku tentang Islam?” Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wasalam menjawab: “Kesaksian bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah
dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat,
dan puasa Ramadlan, serta haji ke Baitullah jika kamu mampu bepergian kepadanya.” Dia
berkata, “Kamu benar.” Umar berkata, “Maka kami kaget terhadapnya karena dia
menanyakannya dan membenarkannya.” Dia bertanya lagi, “Kabarkanlah kepadaku tentang
iman itu?” Beliau menjawab: “Kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-
kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir, dan takdir baik dan buruk.” Dia berkata, “Kamu
benar.” Dia bertanya, “Kabarkanlah kepadaku tentang ihsan itu?” Beliau menjawab: “Kamu
menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya, maka
sesungguhnya Dia melihatmu.” Dia bertanya lagi, “Kapankah hari akhir itu?” Beliau
menjawab: “Tidaklah orang yang ditanya itu lebih mengetahui daripada orang yang
bertanya.” Dia bertanya, “Lalu kabarkanlah kepadaku tentang tanda-tandanya?” Beliau
menjawab: “Apabila seorang budak melahirkan (anak) tuan-Nya, dan kamu melihat orang
yang tidak beralas kaki, telanjang, miskin, penggembala kambing, namun bermegah-megahan
dalam membangun bangunan.” Kemudian dia bertolak pergi. Maka aku tetap saja heran
kemudian beliau berkata; “Wahai Umar, apakah kamu tahu siapa penanya tersebut?” Aku
menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Beliau bersabda: “Itulah Jibril, dia mendatangi
kalian untuk mengajarkan kepada kalian tentang pengetahuan agama kalian. (H.R. Muslim).2
Beberapa pandangan ulama terkait hadist di atas, Qadhi ‘Iyaadh: “Hadis ini mampu mewakili
penjelasan mengenai segala unsur ibadah, baik yang bersifat lahir maupun batin. Hadis ini
juga mencakup penjelasan mengenai iman, aktifitas fisik, keikhlasan batin, dan pemeliharaan
diri dari unsur-umsur yang bisa merusak nilai ibadah”.3 Imam Nawawi: “Hadis ini
menghimpun berbagai macam ilmu, pengetahuan, dan ajaran tentang nilai-nilai etis. Bahkan
hadis tersebut, merupakan hadis inti tentang Islam. Seperti yang diriwayatkan dari Qodhi
‘Iyaadh”.4 Ibnu Daqiqil al ‘Id: “Hadis ini seakan menjadi induk bagi sunnah, sebagaimana
al-Fatihah dinamakan Ummul Qur’an, karena ia mencakup seluruh nilai-nilai yang ada dalam
al-Qur’an.” Kelengkapan hadis ini, menjadikan beberapa ulama di atas berpendapat bahwa
percakapan antara malaikat Jibril dan Rasulullah Saw ialah untuk mengajarkan kepada para
sahabat dan umumnya kepada umat nabi Muhammad Saw tentang rukun agama, yaitu iman,
Islam, ihsan, dan hari akhir (Kuliyatun, 2020).

2. Imam Al- Gazhali

‫ک ِة َوا‬ َ ِ‫ال خِ ِر َوا ْل َم ٰلٰٓئ‬ ِ ‫ب َو ٰلـ ِك َّن الْبِ َّر َمنْ ٰا َمنَ بِا ه‬
ٰ ْ ‫ّٰلل َوا لْيَ ْو ِم‬ ِ ‫ق َو ا ْل َمغْ ِر‬
ِ ‫ْس ا ْلبِ َّر ا َنْ ت َولُّ ْوا وج ْوهَك ْم قِبَ َل ا ْل َمش ِْر‬
َ ‫لَي‬
ِ ‫الرقَا‬
‫ب‬ ِ ‫سآٰئِ ِل ْينَ َوفِى‬ َّ ‫ب َوا لنَّبِينَ ۗ َو ٰا ت َى ا ْل َما َل ع َٰلى حبِه ذَ ِوى ا ْلق ْر ٰبى َوا لْيَ ٰتمٰ ى َوا ْل َم ٰس ِك ْينَ َوا ْب َن ال‬
َّ ‫سبِ ْي ِل ۗ َوا ل‬ ِ ‫ْل ِك ٰت‬
ۗ ۗ‫س‬ ِ ْ ‫سا ٰٓءِ َوا لض ََّّرآٰءِ َوحِ ْينَ ا ْلبَأ‬ َ ْ ‫صبِ ِر ْينَ فِى الْبَأ‬
‫الز ٰکوةَ ۗ َوا ْلم ْوف ْونَ بِعَ ْه ِد ِه ْم اِذَا ٰع َهد ْوا ۗ َوا ل ه‬ َّ ‫َوا َ قَا َم الص َّٰلوةَ َو ٰا ت َى‬
َ‫ولٰٓئِكَ هم ا ْلمت َّق ْون‬ ٰ ‫صدَق ْوا ۗ َوا‬ َ َ‫ولٰٓئِكَ الَّ ِذ ْين‬
ٰ ‫ا‬

Artinya: "Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat, tetapi
kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari Akhir, malaikat-
malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat,
anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-
minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan sholat dan menunaikan
zakat, orang-orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam
kemelaratan, penderitaan, dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar
dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 177)
Ayat di atas menurut al-Ghazāli, ketika itu Abu Ja'far menanyakan tentang iman
kepada Rasulullah Saw, lalu Rasulullah menjawab melalui ayat di atas yaitu ayat yang
diambil kutipannya oleh Rasulullah adalah yang selalu bersabar dalam kesempitan yaitu
maksudnya adalah bersabar dalam menghadapi musibah, dan penderitaan maksudnya adalah
yang selalu bersabar dari pada kemiskinan atau ketidak punyaan, dan terakhir bersabar dalam
menghadapi peperangan, itulah mereka yang benar-benar imanya dan mereka itulah orang-
orang yang bertaqwa (Dailami, 2012).

3. Imam Al-Bukhari

Imam Al-Bukhari, seorang ulama hadis terkemuka dalam Islam, mengumpulkan


ribuan hadis dari Nabi Muhammad SAW dalam karyanya yang terkenal, Sahih Al-Bukhari.
Salah satu hadis yang berkaitan dengan iman yang termuat dalam karya beliau adalah:

َّ ‫ فَأ َ ْفضَل َها قَ ْول َل إِلَهَ إِ َّل‬،ً‫سبْعونَ ش ْعبَة‬


‫َّللا‬ َ ‫"اإلي َمان بِضْع َو‬ َّ ‫ قَا َل َرسول‬:َ‫ قَال‬،َ‫عنْ أَبِي ه َري َْرة‬
ِ :‫َّللاِ صلى هللا عليه وسلم‬ َ ،
‫ان‬ ْ
ِ َ‫ َوال َحيَاء ش ْعبَة مِ ن‬،‫يق‬
ِ ‫اإلي َم‬ َّ َ َ َ َ
ِ ‫"وأ ْدنَاهَا إِ َماطة األذى ع َِن الط ِر‬.
َ

Artinya:
"Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, 'Iman itu terdiri dari tujuh puluh
lebih cabang, yang paling utama adalah mengucapkan La ilaha illallah (Tiada Tuhan selain
Allah), dan yang paling rendah adalah membuang gangguan dari jalan, dan malu (haya)
adalah bagian dari iman.'"
Hadis ini menekankan pada banyak aspek dari iman, menyatakan bahwa iman itu
memiliki banyak cabang. Salah satu cabang yang paling utama adalah pengakuan terhadap
keesaan Allah, sementara cabang yang paling rendah adalah menghapuskan gangguan atau
halangan dari jalan yang dapat mengganggu orang lain. Malu atau rasa haya juga disebutkan
sebagai bagian dari iman. Bagi Imam Al-Ghazali, iman adalah sebuah perjalanan spiritual
yang membutuhkan refleksi mendalam, pengamalan, dan transformasi diri. Dalam karya-
karyanya, seperti "Ihya Ulumuddin," beliau mengajarkan bagaimana seseorang dapat
memperkuat imannya melalui ketaatan, introspeksi, dan pengembangan karakter yang lebih
baik. Meskipun tidak secara spesifik mengomentari hadis tentang cabang-cabang iman dari
Imam Al-Bukhari, Imam Al-Ghazali menekankan pentingnya iman sebagai inti dari
kehidupan spiritual yang memengaruhi berbagai aspek kehidupan seseorang (Shukri, 2010).

4. Imam Malik

‫طة األ َذَى ع َِن‬ َّ ‫ فَأ َ ْفضَل َها قَ ْول َل إِلَهَ إِ َّل‬،ً‫سبْعو َن ش ْعبَة‬
َ ‫ َوأ َ ْدنَاهَا إِ َما‬،‫َّللا‬ ِ :‫قَا َل النَّبِ ُّي صلى هللا عليه وسلم‬
َ ‫"اإلي َمان بِضْع َو‬
‫ان‬ ِ َ‫ َوا ْل َحيَاء ش ْعبَة ِمن‬،‫يق‬
ِ ‫اإلي َم‬ َّ ‫"ال‬
ِ ‫ط ِر‬

Artinya: Rasulullah SAW bersabda, "Iman itu terdiri dari tujuh puluh lebih cabang, yang
paling utama adalah mengucapkan La ilaha illallah (Tiada Tuhan selain Allah), dan yang
paling rendah adalah membuang gangguan dari jalan, dan malu (haya) adalah bagian dari
iman."
Hadis ini menegaskan bahwa iman memiliki banyak aspek atau cabang, dan salah satu
yang paling utama adalah pengakuan akan keesaan Allah. Cabang iman yang paling rendah
adalah menjaga agar tidak mengganggu orang lain dan rasa malu (haya) juga dinyatakan
sebagai bagian yang penting dari iman. Menurut Imam Maliki, Iman adalah apa yang kamu
ketahui tentang iman jelaskan adalah pembenaran dengan hati, pengakuan dengan lisan, dan
aman dengan anggota badan. Para ulama salaf menjadikan amal termasuk unsur keimanan
(Sitoresmi, 2022).

C. Hakikat Iman

Dalam Khasyiyah Jami' al-Shahih lil imam al-Bukhari disebutkan bahwa kadar dan
tingkat keimanan seseorang kepada Allah itu tergantung pada sejauh mana kadar pengetahuan
dan pengenalan (ma’rifatullah) orang tersebut kepada Allah. Jadi seseorang yang beriman
kepada Allah, maka tentunya dia mengetahui dan mengenal Allah. Mengenal dan mengetahui
Allah berbeda dengan mengenal makhluk-Nya. Mengenal dan mengetahui Allah adalah
dengan mengenal sifat-sifat-Nya, perintah-Nya dan larangan-Nya yang dapat diperoleh
dengan cara men-tadabburi dan men-tafakuri ayat-ayat-Nya, baik ayat kauniyat/tersirat di
alam raya maupun ayat qur'aniyat/tersurat dan tertulis dalam Qur'an (Fathurrohman, 2016)
Meskipun demikian, tidaklah merupakan kemestian orang yang mengetahui sesuatu
otomatis mempercayai dan mengimaninya. Adakalanya mengetahui sesuatu tetapi tidak
mengimaninya seperti iblis yang mengetahui (ma'rifat) terhadap Allah, tetapi dia
tidakmengimani dan tidak mau tunduk pada perintah Allah SWT. Iman memiliki beberapa
sifat, yaitu:

1) Pertama, iman itu bersifat abstrak dengan pengertian manusia tidak dapat mengetahui dan
mengukur kadar keimanan orang lain. Iman bersifat abstrak karena iman ada dalam hati dan
isi hati tidak ada yang tahu kecuali Allah dan orang tersebut. Namun meskipun demikian ada
sebuah hadits yang memberi petunjuk kepada kita bahwa meskipun iman itu bersifat abstrak,
tetapi iman dapat diidentifikasi dari amaliah dan ketaatan seseorang dalam menjalankan
agamanya. Nabi bersabda:
Artinya:"Apabila kamu melihat seorang laki-laki membiasakan dirinya pergi ke mesjid
(untuk menunaikan ibadah), maka persaksikanlah bahwa orang tersebut beriman" (al-Hadits)
(Karim, 2015).

2) Kedua, iman bersifat fluktuatif artinya naik turun, bertambah dan berkurang, bertambah
karena melaksanakan keta'atan dan berkurang karena melakukan kemaksiatan. Kondisi iman
bersifat fluktuatif ini karena iman bertempat dalam hati yang mana karakter dasar hati adalah
berubah-ubah dan tidak tetap dalam satu kondisi, hati kadang senang, sedih, marah, rindu,
cinta, benci sehingga dalam bahasa Arab hati dinamai qalbun yang artinya bolak-balik dan
tidak tetap dalam satu kondisi (Nasution, 1973). Abu Musa al-‘Asy’ari menyebutkan,
sesungguhnya hati disebut qalbun tiada lain karena hati selalu bolak-balik dan berubah. Oleh
karena itu iman mesti dijaga dan dipupuk. Iman itu ibarat tanaman yang mesti dipupuk dan
pelihara dengan baik. Karena apabila iman tidak dipelihara dan dipupuk bisa saja iman itu
mati ataupun kalau tidak mati, iman itu tidak akan tumbuh dengan baik dan tidak akan
berbuah amal kebajikan seperti tanaman yang tidak terurus dan ditelantarkan yang mungkin
mati atau mungkin hidup tetapi tidak berbuah dan tidak menghasilkan (Naofal, 2010).

3) Ketiga, iman itu bertingkat-tingkat. Artinya tingkat dan kadar keimanan dalam hati orang
beriman itu berbeda dan tidak sama, ada yang kuat, ada yang sedang dan ada yang lemah
imannya. Diantara hal-hal yang harus dilakukan untuk memelihara dan memupuk keimanan
adalah men-tadaburi ayat-ayat Alqur'an, men-tafakkuri ciptaan-ciptaan Allah, berdzikir,
berdo'a kepada Allah agar diberi anugrah iman yang kuat dan senantiasa mengamalkan
ajaran-ajaran agama dengan konsisten. Dalam sebuah Hadits Nabi bersabda:"Perbaharuilah
imanmu". Lalu para shahabat bertanya kepada Rasul:"Bagaimana kami memperbaharui iman
kami. Beliau menjawab:"Perbanyaklah menyebut La Ilaha Illallah".
Kadar dan kualitas keimanan Abu Bakar dan shahabat-shahabat Nabi tentunya
berbeda dengan keimanan orang-orang sesudahnya. Alqur'an pun dalam meredaksikan orang-
orang yang beriman adakalanya menggunakan kata Alladzina Amanu dan terkadang
menggunakankata al-Mu'minun. Ada perbedaan makna antara kedua kata tersebut. Kata
Alladziina Aamanuu mengandung arti seluruh orang yang beriman baik yang kuat imannya,
yang sedang imannya maupun yang lemah keimanannya. Sedangkan kata al-Mu'minun
mengandung arti orang mu'min yang memiliki kualitas keimanan yang sempurna.Mudah-
mudahan kita diberi kekuatan iman dan Islam oleh Allah sehingga termasuk orang yang
memiliki kualitas keimanan yang baik, namun tentunya untuk meraih dan mewujudkan hal
itu perlu ada upaya sungguhsungguh (mujahadah) dan keinginan kuat (iradah) yang
diwujudkan dengan semangat menggebu (himmat 'adzimah) untuk mendalami, mempelajari
dan mengamalkan ajaran agama Islam itu sendiri (Suryani, 2021).

D. Konsep Iman dalam Islam

Dalam suatu sunnah yang diriwayatkan oleh Bukhary dan Muslim. Rasullah
menyebutkan tiga serangkai konsep keagamaan, yaitu Iman, Islam dan Ihsan. Ketika Rasullah
ditanyai tentang tiga hal tersebut, beliau memberikan penjelasan bahwa iman adalah percaya
kepada Allah, percaya kepada Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Hari kebangkitan
dan pada Rasul-rasul-Nya. Sedangkan Islam adalah bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah
dan Muhammad adalah Rasul-Nya, mendirikan shalat, puasa dan menunaikan haji bagi yang
mampu. Adapun Ihsan adalah menyembah kepada Allah seolah-olah melihatnya dan jika
seolah-olah tidak dapat melihatnya. Maka yakin bahwa ia melihat engkau (Thalib, 2022).
Menurut (Hadi & Jumliadi, 2020) yang menjelaskan bahwa dalam sejarah
perkembangan ilmu kalam, konsep iman terbagi dalam tiga golongan, yaitu:
1) Iman adalah tashdiq dalam hati akan wujud Allah dan keberadaan Rasul-Nya.
Menurut konsep ini, iman dan kufur semata-mata urusan hati, bukan apa yang terlihat
dari luar. Jika seseorang tashdiq (membenarkan dan meyakini) akan adanya Allah,
maka ia telah disebut beriman sekalipun perbuatannya belum sesuai dengan tuntutan
ajaran agamanya. Konsep iman ini banyak dianut oleh madzhab Murji’ah, penganut
Jahamiyah (jabbariyah) dan sebagian kecil Asy’ariyah.
2) Iman adalah tashdiq dalam hati dan diikrarkan dengan lisan. Dalam konsep iman ini,
seseorang digolongkan beriman jika ia telah mempercayai dalam hatinya akan
eksistensi Allah dan mengucapkan kepercayaannya tersebut dengan lidah. Antara
keimanan dan amal perbuatan manusia tidak ada hubungan apapun, sebab yang
terpenting dalam iman adalah tashdiq dan ikrar. Konsep keimanan seperti ini dianut
oleh sebagian pengikut Mahmudiyah dan juga Mashur di kalangan ahli fiqih dan ahli
ibadah pada aliran murji’ah.
3) Iman adalah tashdiq dalam hati, ikrar dengan lisan dan dibuktikan dengan perbuatan.
Dalam konsep ini, antara iman dan perbuatan manusia terdapat keterkaitan, sebab
keimanan seseorang ditentukan pula oleh amal perbuatannya. Konsep keimanan
semacam ini banyak dianut oleh golongan Khawarji dan Mu’azilah. Kaum Khawarji
berpandangan bahwa amal perbuatan seseorang termasuk dalam lubuk keimanan,
sehingga orang islam yang berbuat dosa besar dihukumi sebagai kafir (keluar dari
islam) dan karenya boleh atau wajib dibunuh.
MANFAAT DAN PENGARUH IMAN DALAM KEHIDUPAN

A. Pengaruh Iman Dalam Kehidupan

Menurut (Ibnunu, 2023) yang menjelaskan bahwa pengaruh iman dalam kehidupan
manusia terbagi dalam beberapa poin besar, yaitu:

1) Iman Melenyapkan Kepercayaan pada Kekuasaan Benda, yaitu orang yang beriman
hanya percaya pada kekuatan dan kekuasaan Allah. Kalau Allah hendak memberikan
pertolongan, maka tidak ada satu kekuatanpun yang dapat mencegahnya.
Kepercayaan dan keyakinan demikian menghilangkan sifat mendewakan manusia
yang kebetulan sedang memegang kekuasaan, menghilangkan kepercayaan pada
kesaktian benda-benda keramat, mengikis kepercayaan pada khurafat, takhayul,
jampi-jampi dan sebagainya. Pegangan orang yang beriman adalah surat Al-
Fatihah ayat 1-7.
‫الر ْح َٰم ِن ّللاَ ِ بِس ِْم‬
َ ‫الرحِ ِيم‬
َ
‫لِل ْالح ْمد‬ ِ ‫ْالعالمِين ر‬
َِِ ‫ب‬
‫الر ْح َٰم ِن‬
َ ‫الرحِ ِيم‬
َ
ِ‫ِين ي ْو ِم مالِك‬
ِ ‫الد‬
‫نسْتعِين وإِيَاك ن ْعبد إِيَاك‬
ِ ‫ْالمسْتقِيم‬
‫الصراط ا ْهدِنا‬
ِ ‫الضَالِين ول عل ْي ِه ْم ْالم ْغضو‬
ِ ‫ب غي ِْر عل ْي ِه ْم أ ْنع ْمت الَذِين‬
‫صراط‬

Artinya: “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.
Yang Menguasai di Hari Pembalasan. Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan
hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus,
(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan)
mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (Q.S Al-fatihah 1-7)
2) Iman Menanamkan Semangat Berani Menghadap Maut, yaitu takut menghadapi maut
menyebabkan manusia menjadi pengecut. Banyak di antara manusia yang tidak berani
mengemukakan kebenaran, karena takut menghadapi resiko. Orang yang beriman yakin
sepenuhnya bahwa kematian di tangan Allah. firman Allah dalam QS. An-Nisa 4:78.
‫صبْه ْم ْن ُّمشيَدة ۗ واِ بر ْوج فِ ْي ك ْنت ْم ول ْو ْالم ْوت يد ِْر ْك ُّكم تك ْون ْوا ما ايْن‬
ِ ‫ّللا ۗ واِ ِع ْن ِد م ِْن َٰهذِه يَق ْول ْوا حسنة ت‬
ِ ٰ ‫ْن‬
ٰۤ ْ
‫صبْه ْم‬ َٰ ْ ْ ْ ْ ْ
ِ ‫ّللا ۗ فما ِعن ِد مِن كل ِعندِك ۗ قل مِن هذِه يَق ْول ْوا سيِئة ت‬ ِ ٰ ‫ح ِد ْيثًا يفقه ْون د ْون يكا ل الق ْو ِم ِء هؤل ِل‬
‫ا‬ َٰ ْ

Artinya: "Di mana pun kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun
kamu berada di dalam benteng yang tinggi dan kukuh. Jika mereka memperoleh
kebaikan, mereka mengatakan, "Ini dari sisi Allah," dan jika mereka ditimpa suatu
keburukan mereka mengatakan, "Ini dari engkau (Muhammad)." Katakanlah,
"Semuanya (datang) dari sisi Allah." Maka mengapa orang-orang itu (orang-orang
munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan (sedikit pun)?"
(QS. An-Nisa' 4: Ayat 78)

3) Iman Menanamkan Sikap “self help” dalam Kehidupan, yaitu banyak orang yang
melepaskan pendiriannya karena kepentingan penghidupannya. Terkadang manusia
tidak segan-segan melepaskan prinsip, menjual kehormatan dan bermuka dua, menjilat
dan memperbudak diri untuk kepentingan materi. Pegangan orang beriman dalam hal
ini ialah firman Allah dalam QS. Hud 11:6.

‫ض ْال فِى بَة دا ا م ِْن وما‬ ِ ٰ ‫ُّم ِبيْن ِك َٰتب ِف ْي ومسْت ْودعها ۗ كل مسْتق َرها ي ْعلم و ِر ْزقها‬
ِ ‫ّللا على ا َِل ْر‬

Artinya: "Dan tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan
semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat
penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuz)."
(QS. Hud 11: Ayat 6)

4) Iman Memberikan Ketenteraman Jiwa, yaitu acapkali manusia dilanda resah dan
dukacita, serta digoncang oleh keraguan dan kebimbangan. Orang yang beriman
mempunyai keseimbangan, hatinya tenteram (mutmainnah), dan jiwanya tenang
(sakinah), seperti dijelaskan dalam firman Allah surat Ar-Ra’d 13:28.

ۗ‫طمئ ُِّن َٰامن ْوا لَ ِذيْن‬


ْ ‫ّللا ۗ ا ِب ِذ ْك ِر قل ْوبه ْم وت‬
ِ ٰ ‫ّللاِ ِب ِذ ْك ِر ل‬ ْ ‫ْالقل ْوب ت‬
ٰ ‫طمئ ُِّن‬

Artinya: "(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram."
(QS. Ar-Ra'd 13: Ayat 28)

5) Iman Mewujudkan Kehidupan yang Baik (Hayatan Tayyibah), yaitu kehidupan


manusia yang baik adalah kehidupan orang yang selalu menekankan kepada kebaikan
dan mengerjakan perbuatan yang baik. Hal ini dijelaskan Allah dalam firman-Nya
QS. An-Nahl 16:97.

‫ي ْعمل ْون ن ْوا كا ما ْحس ِن ِبا اجْ ره ْم ط ِيبةً ۗ ولـنج ِْزيـنَه ْم ح َٰيوة ً فلـن ْح ِيينَه مؤْ مِن وهو ا ْن َٰثى ا ْو ذكر م ِْن ِل ًحـا صا عمِل م ْن‬

Artinya: "Barang siapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan


dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik
dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan." (QS. An-Nahl 16: Ayat 97)
6) Iman Melahirkan Sikap Ikhlas dan Konsekuen, yaitu iman memberi pengaruh pada
seseorang untuk selalu berbuat dengan ikhlas, tanpa pamrih, kecuali keridhaan Allah.
Orang yang beriman senantiasa konsekuen dengan apa yang telah diikrarkannya, baik
dengan lidahnya maupun dengan hatinya. Ia senantiasa berpedoman pada firman Allah
dalam QS. Al-An’am 6:162.

ِ ٰ ِ ِ‫ْالعَٰل ِميْن رب‬


ۗ‫لِل تِ ْي ومما محْياي و ونس ِك ْي تِ ْي صل ا َِن ْل‬
Artinya: "Katakanlah (Muhammad), "Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, dan
matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam," (QS. Al-An'am 6: Ayat 162).

7) Iman Memberi Keberuntungan, yaitu ketika orang yang beriman selalu berjalan pada
arah yang benar, karena Allah membimbing dan mengarahkan pada tujuan hidup yang
hakiki. Dengan demikian orang yang beriman adalah orang yang
beruntung dalam hidupnya.
8) Iman Mencegah Penyakit, yaitu akhlak, tingkah laku, perbuatan fisik seorang mukmin,
atau fungsi biologis tubuh manusia mukmin dipengaruhi oleh iman. Hal itu karena
semua gerak dan perbuatan manusia mukmin, baik yang dipengaruhi oleh kemauan,
seperti makan, minum, berdiri, melihat, dan berpikir, maupun yang tidak dipengaruhi
oleh kemauan, seperti gerak jantung, proses pencernaan, dan pembuatan darah, tidak
lebih dari serangkaian proses atau reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh. Organ-
organ tubuh yang melaksanakan proses biokimia ini bekerja di bawah perintah hormon.
Kerja bermacam-macam hormon diatur oleh hormon yang diproduksi oleh kelenjar
hipofisa yang terletak di samping bawah otak. Pengaruh dan keberhasilan kelenjar
hipofisa ditentukan oleh gen (pembawa sifat) yang dibawa manusia semenjak ia masih
berbentuk zigot dalam rahim ibu. Dalam hal ini iman mampu mengatur hormon dan
selanjutnya membentuk gerak, tingkah laku, dan akhlak manusia.

B. Manfaat Iman Dalam Kehidupan Sehari-hari


Adapun manfaat iman dalam kehidupan sehari-hari menurut (Nashrullah, 2021) adalah
sebagai berikut:
1. Sebagai petunjuk kebenaran

ۗۗ‫ـق انَه ْالع ِْلم ا ْوتوا الَ ِذيْن لِيـ ْعلم‬


ُّ ‫ّللا َن قل ْوبه ْم ۗ واِ له فـت ْخبِت بِه فيؤْ مِن ْوا َربِك م ِْن ْالح‬
ٰ ‫َٰامن ٰۤ ْوا الَ ِذيْن ِد لها‬
‫صرا ا َِٰلى‬
ِ ‫ُّمسْت ِقيْم ط‬

Artinya: "dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu meyakini bahwa (Al-Qur'an)
itu benar dari Tuhanmu, lalu mereka beriman dan hati mereka tunduk kepada-Nya.
Dan sungguh, Allah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan
yang lurus."
(QS. Al-Hajj 22: Ayat 54)

2. Menuju kehidupan yang baik


3. Mendapatkan penolong

ٰ ‫ّللاِ حِ ْزب َن ف ِا َٰامن ْوا لَ ِذيْن وا رس ْوله و‬


‫ّللا يَتو َل وم ْن‬ ٰ ‫ْال َٰغلِب ْون هم‬

Artinya: "Dan barang siapa menjadikan Allah, rasul-Nya, dan orang-orang yang
beriman sebagai penolongnya, maka sungguh, pengikut (agama) Allah itulah yang
menang."
(QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 56)
4. Mendapatkan keberkahan

ۗ‫ض ْل وا السَمااءِ مِن بر َٰكت عل ْي ِه ْم لـفتحْنا تَق ْوا وا َٰامن ْوا ْالق َٰٰۤرى ا ْهل ا َن ل ْو‬
ِ ‫كا بِما خذْ َٰنه ْم فا كذَب ْوا و َٰلـك ِْن ْر‬
‫ي ْكسِب ْون ن ْوا‬

Artinya: "Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang
telah mereka kerjakan."
(QS. Al-A'raf 7: Ayat 96)

5. Mendapatkan kekuatan

‫و َٰلـك َِن ول ِْلم ْؤ ِمنِيْن ولِرس ْولِه ْالع َِزة ذ َل ۗ و ِ ٰلِلِ ْال ِم ْنها ع ُّز ْال لي ْخ ِرج َن ْالم ِديْن ِة اِلى َرج ْعن ٰۤا لئ ِْن يق ْول ْون‬
‫ي ْعلم ْون ل ْالم َٰن ِف ِقيْن‬

Artinya: "Mereka berkata, "Sungguh, jika kita kembali ke Madinah (kembali dari
perang Bani Mustalik), pastilah orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang
lemah dari sana." Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, Rasul-Nya, dan bagi
orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tidak mengetahui."
(QS. Al-Munafiqun 63: Ayat 8)

6. Mendapatkan kemenangan

‫د ْشها ْال يق ْوم وي ْوم الدُّ ْنيا ْالح َٰيوةِ فِى َٰامن ْوا لَ ِذيْن وا رسلنا لنـ ْنصر اِنَا‬

Artinya: "Sesungguhnya Kami akan menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang


yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari tampilnya para saksi (hari
Kiamat),"
(QS. Ghafir 40: Ayat 51)
RINGKASAN

Iman, sebagai inti dari ajaran Islam, bukan hanya sekadar keyakinan, tetapi juga fondasi
utama yang membentuk pandangan hidup, perilaku, dan hubungan seseorang dengan Tuhan,
diri sendiri, serta sesama. Iman memberikan landasan yang kuat bagi praktik ibadah sehari-
hari, mempengaruhi pemikiran, sikap, dan tindakan umat Islam dalam setiap aspek kehidupan.
Pengaruh iman dalam kehidupan sehari-hari terasa melalui keterhubungan yang mendalam
antara individu dengan Allah SWT. Iman memperkuat koneksi spiritual, memberi ketenangan
batin, dan memberikan kepercayaan bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah bagian dari
rencana Allah yang Maha Mengetahui dan Maha Adil. Ini memberikan ketenangan dalam
menghadapi tantangan, kesulitan, serta cobaan hidup. Iman juga merupakan pendorong utama
dalam memotivasi individu untuk berbuat kebaikan dan mematuhi ajaran agama. Hal ini
tercermin dalam perilaku sehari-hari, seperti menjaga kejujuran, kasih sayang, keadilan, dan
kebaikan kepada sesama. Iman mengajarkan nilai-nilai moral yang menjadi pedoman dalam
interaksi sosial, membentuk komunitas yang saling mendukung dan peduli. Selain itu, iman
juga menjadi landasan bagi kesadaran akan tanggung jawab terhadap lingkungan sekitar dan
menjaga kelestarian alam. Pemahaman bahwa alam semesta adalah ciptaan Allah yang harus
dijaga dan dikelola dengan bijaksana menjadi bagian dari tindakan sehari-hari umat Islam yang
beriman. Jadi, iman dalam konteks Islam bukan hanya sekadar keyakinan, tetapi juga
pendorong utama yang membentuk moralitas, sikap, tindakan, serta pandangan hidup umat
Islam, membawa dampak yang luas dalam kehidupan mereka.
DAFTAR PUSTAKA

Dailami, A., 2012. Iman dalam Perspektif Tafsir Imam Al-Gazhali. Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah.
Fathurrohman, M., 2016. Pengorganisasian Dalam Perspektif Al-Quran dan Al-Hadits
(Kajian Tafsir Tematik). Edukasi, Volume 4(2), p. 291–310..
Hadi, S. & Jumliadi, 2020. Konsep Keimanan Dalam Islam. Makasar: STAI Darul Dakwah
Wal-Irsyad.
Ibnunu, 2023. Pengaruh Iman Dalam Kehidupan Manusia. s.l.:Generasi Peneliti.
Karim, A., 2015. Manhaj Imam Ahmad Ibn Hanbal Dalam Kitab Musnadnya. Riwayah,
Volume 1(2), p. 351–370.
Kuliyatun, 2020. Kajian Hadis: Iman, Islam dan Ihsan dalam Perspektif. Jurnal Kependidikan
dan Sosial Keagamaan, Volume 6(2), pp. 110-122.
Maarif, S. D., 2022. Hikmah dan Manfaat Syu'abul Iman dalam Kehidupan Manusia. s.l.:s.n.
Muhammad, A., 2017. Iman Kepada Allah. Bandung: Universitas Islam Negeri Sunan
Gunung Djati.
Naofal, E., 2010. Hakikat Iman, Medan: https://www.pta-medan.go.id/index.php/2016-12-22-
04-37-57/artikel-anda/840-hakikat-iman?showall=1.
Nashrullah, N., 2021. 6 Manfaat Iman Kepada Allah SWT di Kehidupan Dunia, Jakarta:
Khazanah Republika.
Nurhidayah, E., 2020. Peran Iman Bagi Kehidupan Manusia. s.l.:s.n.
Shofaussamawati, 2016. Iman dan Kehidupan Sosial. Jurnal Studi Hadis, Volume 2(2), pp.
211-213.
Shukri, M., 2010. Imam Al-Bukhari. Tanjung Malim: Universitas Pendidikan Sultan Idris.
Sitoresmi, A. R., 2022. Apa yang Kamu Ketahui Tentang Iman Jelaskan? Pahami
Pengertiannya Menurut Ulama, Jakarta: Liputan 6.
Suryani, I., 2021. Rukun Iman Dalam Pembelajaran Aqidah Akhlak. Islam and Contemporary
Issues, 1(1)(1), pp. 45-52.
Tanjung, A. A., 2014. Makalah Al-Islam dan Kemuhammadiyaan "Iman dan Pengaruhnya
Dalam Kehidupan". Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
Thalib, M. D., 2022. Konsep Iman, Akal dan Wahyu dalam Al-qur'an. Jurnal Pendidikan
Islam, Volume 20(1), pp. 9-12.

Anda mungkin juga menyukai