Anda di halaman 1dari 16

HAKIKAT KEIMANAN, WUJUD ALLAH, TAUHID ALLAH,

DAN KALIMAT SYAHADAT


MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tauhid

Dosen Pengampu :
Zainal Mukhlis, M.Fil.I.
Oleh :
Kelompok 3
1. Mohamad Khusnial Muhtar (07020120037)
2. M. Dimas Putra Septian (07020120041)
3. Muhammad Toha Sobirin (07020120081)

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM


FAKULTAS USLUHUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dengan segala
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “HAKIKAT
KEIMANAN, WUJUD ALLAH, TAUHID ALLAH, DAN KALIMAT SYAHADAT”.
Makalah ini dibuat untuk mememnuhi tugas kelompok mata kuliah Tauhid yang diampu
oleh Bapak Zainal Mukhlis, M.Fil.I. Dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Baik dari segi bahasa, penulisan, penyusunan kalimat, maupun isi makalah ini. Oleh
karena itu, harapan kami semoga para pembaca memberikan kritik dan sarannya agar ke depannya
kami bisa memperbaikinya pada kesempatan lain.
Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Surabaya, 12 Maret 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................................... 1


KATA PENGANTAR ..................................................................................................... 2
DAFTAR ISI ................................................................................................................... 3
BAB I: PENDAHULUAN ............................................................................................. 4
A. Latar Belakang ..................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 4
C. Tujuan .................................................................................................................. 4

BAB II: PEMBAHASAN .............................................................................................. 5


A. Hakikat Iman Kepada Allah................................................................................. 5
B. Wujud Allah ........................................................................................................ 5
C. Tauhid Allah ....................................................................................................... 9
D. Hakikat Kalimat Syahadat .................................................................................. 12

BAB III: PENUTUP ...................................................................................................... 15


Kesimpulan ................................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 16

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam Islam hal yang menyangkut kepercayaan dan keyakinan disebut iman.
Kehidupan yang serba terbuka menjadikan ruang persoalan hidup menjadi semakin kompleks
dan beragam, baik yang berasal dari diri maupun dari luar, sehingga tanpa disadari kebutuhan
spiritual merupakan keniscayaan pada diri manusia. Seseorang dinyatakan iman bukan hanya
percaya terhadap sesuatu, melainkan kepercayaan itu mendorongnya untuk mengucapkan dan
melakukan sesuatu sesuai dengan keyakinan. Berbicara iman bukan hanya dipercayai atau
diucapkan, melainkan menyatu secara utuh dalam diri seseorang yang dibuktikan dalam
perbuatannya.
Allah SWT adalah zat yang menciptakan semua makhluk di alam raya ini. Makhluk-
makhluk itu ada kalanya makhluk tampak mata atau nyata dan adapula makhluk yang tidak
kasat mata yang biasa disebut makhluk gaib. Tolok ukur kategorisasi tersebut adalah berdasar
pada dapat atau tidak dapat dijangkau oleh pancaindra yang dimiliki manusia. Bagi orang yang
beragama Islam, wajib percaya dan yakin terhadap adanya yang gaib, terlebih akan eksistensi
Allah SWT.
Di zaman yang terus berkembang ini, semakin banyak tantangan yang harus dihadapi.
Jika tidak didampingi oleh landasan agama yang kuat, terlebih ‘aqīdaĥ tauhidnya, maka
manusia akan semakin mudah terjerumus dalam perilaku negatif. Karena tidak ada kesadaran
akan prinsip-prinsip dan norma- norma agama yang harus dijunjung tinggi. Sehingga yang
muncul dalam masyarakat yang tidak mempedulikan agama adalah mereka melakukan
perilaku menyimpang, tanpa mempedulikan dosa ataupun kemurkaan Allah SWT.

B. Rumusan Masalah
1. Apa hakikat iman kepada Allah?
2. Bagaimana wujud/keberadaan Allah?
3. Bagaimana tauhid Allah?
4. Apa hakikat kalimat syahadat?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui hakikat iman kepada Allah.
2. Untuk mengetahui wujud Allah.
3. Untuk mengetahui tauhid Allah.
4. Untuk mengetahui hakikat kalimat syahadat.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hakikat Iman Kepada Allah

Iman kepada Allah Iman menurut etimologi berarti percaya, sedangkan menurut
terminologi, berarti membenarkan secara dengan hati, lalu diungkapkan dengan kata-kata, dan
diapikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Iman kepada Allah subhanahu wa ta’ala berarti
meyakininya dengan hati lalu diucapkan dengan lisan, kemudian diaplikasikan dalam
kehiduipan sehari-hari. Kedudukan Iman kepada Allah adalah sebagai dasar pokok ajaran
Islam. Dengan dasar Iman tersebut semua ajaran-ajaran Islam itu ditegakkan.
Diawali dengan proses perkenalan (ta’aruf), kemudian meningkat menjadi senang atau
benci. Timbul prasangka atau dzan terhadap ajaran yang mengimani Allah sebagai Tuhan.
Entah itu mengarah ke arah yang positif ataupun negatif, yang jelas mengenal ajaran Allah
adalah langkah awal dalam mencapai iman kepada Allah. Jika seseorang tidak mengenal ajaran
Allah, maka orang tersebut tidak mungkin beriman kepada Allah.
Setelah muncul dzan dalam benak pribadi, maka proses selanjutnya mencari
pengetahuan-pengetahuan tentang apa yang hendak kita imani. Sebagaimana agar kita bisa
paham dan mengerti mengenai Asmaul Husna, sifat wajib Allah, dan sifat Jaiz Allah. Yaitu
dengan cara melihat apa saja yang sudah di berikan Allah kepada kita. Hal itu merupakan
bentuk dari Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang dan Allah maha memberi rejeki
dan juga Allah maha memberi nikmat. Dan pada intinya ialah Allah maha segala-galanya yang
harus kita sembah dan tempat untuk meminta doa.1Seketika kita tahu dan tiada hentinya
mencari pengetahuan dan hikmah akan Allah, maka bisalah kita mencapai sad, yakni apa yang
disebut kebenaran sejati.

B. Wujudullah (Keberadaan/Eksistensi Allah)

Seorang muslim mengimani bahwa Allah Ta’ala itu wujud (ada/eksis). Di antara dalil-
dalil yang melandasi keyakinan ini adalah: 2
1. ad-dalilul fithri (dalil fitrah)

Secara bahasa, fitrah artinya al-khilqah yaitu keadaan asal ketika seorang manusia
diciptakan oleh Allah. Jadi maksudnya, manusia sejak awal penciptaannya telah membawa

1
Miss Seliosa, “Proses terbentuknya tanda tanda orang beriman”, http://miss-seliosa.blogspot.com/2012/03/proses-
terbentuknya-tanda-tanda-orang.html?m=1 (diakses pada 11 Maret 2021).
2
Tarbawiyah, “Wujud dan sifat Allah”, https://www.google.co.id/amp/s/tarbawiyah.com/2018/04/11/wujud-dan-
sifat-allah/amp/ (diakses pada 11 Maret 2021).

5
naluri ber-Tuhan. Sejak di alam ruh, manusia telah mengakui eksistensi Allah Ta’ala
sebagai Tuhannya,
‫علَى أ َ ْنفُ ِس ِه ْم أَلَسْتُ ِب َر ِبكُ ْم قَالُوا بَلَى‬
َ ‫ور ِه ْم ذُ ِريَّت َ ُه ْم َوأ َ ْش َهدَهُ ْم‬
ِ ‫َو ِإذْ أ َ َخذَ َربُّكَ ِم ْن بَنِي آدَ َم ِم ْن ظُ ُه‬
َ‫ع ْن َهذَا غَافِلِين‬ َ ‫ش ِهدْنَا أ َ ْن تَقُولُوا يَ ْو َم ْال ِقيَا َم ِة إِنَّا كُنَّا‬
َ
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
‘Bukankah aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab: ‘Betul (Engkau Tuhan kami), Kami
menjadi saksi’. (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan: ‘Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap ini (keesaan Tuhan)’”.3
Syeikh Mahmud Syaltut dalam uraiannya tentang adanya naluri bertuhan dalam diri
manusia, antara lain menerangkan: “Bilamana manusia sedang dalam kesulitan yang amat
sangat, yang telah mengatasi pendengaran, memecahkan pemikiran dan menghabiskan
daya upaya, maka dalam keadaan seperti demikian ia tidak akan mendapat jalan keluar dari
kesulitan yang sedang dihadapinya itu, kecuali menyerah kepada Allah, meminta
pertolongan dari kekuasaan, petunjuk dan rahmat-Nya”.
2. ad-dalilul hissiy (dalil yang dapat di-indera).

Ada bukti-bukti keberadaan Allah Ta’ala yang dapat dinikmati, dilihat, dirasai atau
disentuh oleh indera manusia. Biasanya berupa berbagai kejadian luar biasa yang terjadi di
tengah-tengah umat manusia. Di antaranya adalah mukjizat para nabi dan rasul yang telah
disaksikan manusia:
Perahu Nabi Nuh ‘alaihissalam beserta peristiwa banjir besar yang terjadi pada
masanya; terselamatkannya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam karena api yang membakarnya
dijadikan dingin oleh Allah Ta’ala; terbelahnya lautan pada masa Nabi Musa
‘alaihissalam; berbagai mukjizat Nabi Isa ‘alaihissalam; dan kehebatan Al-Qur’an yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam yang tidak dapat
diungguli hingga saat ini.
Semua perkara luar biasa itu menjadi bukti bahwa Allah Ta’ala itu ada. Karena
tidak mungkin manusia dapat melakukan mukjizat seperti itu tanpa adanya campur tangan
Yang Maha Kuasa, Allah Ta’ala.
3. ad-dalilul ‘aqli (dalil akal)

Jika kita menggunakan akal kita untuk memperhatikan berbagai fenomena di alam
semesta ini, akan sampailah kita pada suatu kesimpulan bahwa semua fenomena yang ada
membuktikan bahwa Allah Yang Maha Kuasa itu ada.

3
QS. Al-A’raf (7): 172.

6
Beberapa fenomena yang menjadi bukti wujudullah diantaranya adalah adanya
fenomena penciptaan (khalaqa), penyempurnaan (sawwa), penentuan (qaddar), dan
petunjuk (hada). Sebagai contoh, pikirkanlah alam semesta raya ini. Bukankah
penciptaannya lebih dahsyat dari penciptaan manusia? Allah Ta’ala berfirman,
َ ‫س َّواها‬
َ َ‫س ْمكَها َ ف‬ َ ‫شدُّخ َْلقا ً أ َ ِم ال‬
َ ‫سمآ ُء بَناَها َ َرفَ َع‬ َ َ ‫َءأ َ ْنت ُ ْم أ‬
“Apakah kamu lebih sulit penciptaanya ataukah langit? Allah telah membinanya, Dia
meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya…”.4
Allah Ta’ala membangun langit, meninggikannya dan melengkapinya dengan
benda-benda angkasa, seperti planet dan sebagainya, kemudian menetapkan ketentuan-
ketentuan yang mengatur benda-benda angkasa, sehingga benda-benda itu tetap di angkasa;
tidak berjatuhan seakan-akan menjadi perhiasan seluruh jagatnya.
Alam semesta raya yang luas dan bumi kita yang maha kecil ini ada/eksis, dan
keberadaannya pasti ada penciptanya. Kepada mereka yang ‘mengigau’ bahwa alam
semesta ini terjadi dengan sendirinya atau tanpa Pencipta, Allah Ta’ala berfirman,
َ‫ش ْيءٍ أ َ ْم هُ ُم ْالخَا ِلقُون‬ َ ‫أ َ ْم ُخ ِلقُوا ِم ْن‬
َ ‫غي ِْر‬
“Apakah mereka tidak diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan
(diri mereka sendiri)?”.5
Akal sehat tidak dapat membenarkan ada sesuatu tanpa ada penciptanya. Ayat-ayat
al-Qur’an sebagaimana yang telah dicantumkan, menetapkan adanya Allah, menghadapkan
kepada akal pikiran kita dengan memperhatikan keadaan untuk ma’rifat Allah. 6
4. ad-dalilul wahyu (dalil wahyu) dan ad-dalilut tarikhi (dalil sejarah).

Eksistensi Allah Ta’ala telah diberitakan di sepanjang sejarah manusia. Mulai dari
masa manusia pertama, Adam ‘alaihis salam, hingga Rasul terakhir, Muhammad
shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalam hadits riwayat Abu Umamah, disebutkan bahwa Abu Dzar pernah bertanya
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Berapa tepatnya jumlah para nabi.” Beliau
menjawab:
‫يرا‬
ً ‫غ ِف‬ َ َ‫سة‬
َ ‫عش ََر َج ًّما‬ َ ‫ث ِمائ َ ٍة َو َخ ْم‬ ُّ ‫ِمائَةُ أ َ ْلفٍ َوأ َ ْربَ َعةٌ َو ِع ْش ُرونَ أ َ ْلفًا‬
ُ ‫الرسُ ُل ِم ْن ذَلِكَ ث َ ََل‬
“Jumlah para nabi 124.000 orang, 315 diantara mereka adalah rasul. Banyak sekali.”
(HR. Ahmad no. 22288 dan sanadnya dinilai shahih oleh al-Albani dalam al–Misykah).
Di antara para Nabi dan Rasul tersebut ada yang diberi shuhuf dan kitab suci Taurat,
Zabur, Injil, dan Al-Qur’an- yang semuanya mengabarkan tentang Dzat Allah Ta’ala.

4
QS. An-Nazi’at (79): 27-28
5
QS. At-Thur (52): 35
6
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam, (Semarang: Pustaka Rizki
Putra, 2010) hlm. 64.

7
Seluruh dalil-dalil ini jika kita kaji dan kita dalami, akan membimbing kita pada al-
ma’rifatu bi ‘adzamatillah (pengetahuan dan pengenalan pada keagungan Allah Ta’ala)
yang akan mengokohkan sikap tauhidullahi wahdah (mengesakan Allah semata).
Kita dapat mengenal sifat Allah Ta’ala melalui ‫للا‬ ِ ‫ت‬ِ ‫( التَّ ْف ِكي ُْر فِي َم ْخلُوقَا‬memikirkan
ciptaan-ciptaan Allah) dan ‫س ِل ِه‬ ْ ‫( التَّعَلُّ ُم‬belajar dari ajaran yang dibawa para rasul-Nya).
ُ ‫مِن ُر‬
Allah Ta’ala berfirman,
ُّ ‫ت ِل ْل ُمؤْ ِمنِينَ َوفِي خ َْل ِقكُ ْم َو َما يَب‬
َ‫ُث ِم ْن دَابَّ ٍة آيَاتٌ ِلقَ ْو ٍم يُوقِنُون‬ ِ ‫ت َو ْاْل َ ْر‬
ٍ ‫ض ََليَا‬ ِ ‫اوا‬ َّ ‫ِإ َّن فِي ال‬
َ ‫س َم‬
“Sesungguhnya pada langit dan bumi benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan
Allah) untuk orang-orang yang beriman. Dan pada penciptakan kamu dan pada binatang-
binatang yang melata yang bertebaran (di muka bumi) terdapat tanda-tanda (kekuasaan
Allah) untuk kaum yang meyakini.”.7
Logam yang ada pada mobil itu menunjukkan kepada Anda bahwa pembuat mobil
tersebut memiliki logam dan kemampuan membentuk logam menjadi bentuk yang sesuai
untuk mobil. Kaca yang terlihat menunjukkan bahwa pembuat mobil itu memiliki kaca
serta kemampuan untuk membentuk kaca sesuai kebutuhan mobil (jendela, kaca depan,
dll.). Begitu pula dengan kabel tembaga. Yang tidak kalah penting bahwa mobil tersebut
menunjukkan bahwa pembuatnya mempunyai kehendak, dan ilmu untuk membuat mobil.
Beberapa sifat pembuat mobil dapat kita ketahui melalui produk mobilnya, begitu
pula dengan Allah Ta’ala (bagi-Nya permisalan yang maha agung, Dia tidak seperti
makhluk-Nya) kita dapat mengetahui sebagian sifat-sifat Allah Ta’ala melalui tafakkur
terhadap ciptaan-Nya. Bahwa hikmah (maksud dan manfaat) dari setiap makhluk yang
diciptakan menunjukkan bahwa Penciptanya memilki sifat Al-Hakim (Maha Bijaksana).
Bahwa khibrah (ketelitian dan kedalaman) dari penciptaan semua makhluk menunjukkan
bahwa Penciptanya memiliki sifat Al-Khabir (Maha dalam dan detil pengetahuan-Nya).
Bila kita berpikir tentang sebuah mobil, kita mengetahui bahwa pembuatnya
memiliki kemampuan, ilmu, ketelitian dan kehendak, dan bahwa ia memiliki materi untuk
membuat mobil berupa logam, kaca, dan lain-lain. Tapi kita tahu apakah ia dermawan atau
bakhil? Tinggi atau pendek? Menyukai kita atau membenci kita, adil atau zalim?
Demikian juga kita tidak mungkin mengenal semua sifat Allah Ta’ala hanya dengan
tafakkur, misalnya mengapa Allah menciptakan kita? Dan Mengapa Dia mematikan kita?
Kita juga tidak mungkin tahu bahwa Allah adalah ُ‫( ال َم ْعبُود‬al-ma’bud [yang wajib
ُ ‫( القُد‬al-quddus [Maha Suci]), ‫( اْل َ ْعلَى‬al-a’la [Maha Tinggi]), ُ‫( ال َحسِ يْب‬al-
diibadahi]), ‫ُّوس‬
hasiibu [Maha Menghitung]), ‫ور‬ ُ ُ‫( الغَف‬al-ghafuru [Maha Pengampun]).8

7
QS. Al-Jatsiyah, (45): 3-4.
8
Tarbawiyah, Loc. Cit.

8
Melalui para rasul ‘alaihimus salam yang telah mengajarkan kepada kita apa yang
dikehendaki Allah Ta’ala untuk kita ketahui.
‫ش ْيءٍ ِم ْن ِع ْل ِم ِه ِإ ََّل ِب َما شَا َء‬
َ ‫َو ََل ي ُِحيطُونَ ِب‬
“…dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang
dikehendaki-Nya.”.9
C. Tauhid Allah

Tauhid berasal dari kata ‫وحد – يوحد – توحيدا‬, yang artinya menjadikan sesuatu satu
saja. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin dalam Syarh Tsalatsatil Ushul halaman 39,
berkata: “Makna ini tidak tepat kecuali diikuti dengan penafian. Yaitu menafikan segala
sesuatu selain sesuatu yang kita jadikan satu saja, kemudian baru menetapkannya”

Secara istilah syar’i, makna tauhid adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya
sesembahan yang benar dengan segala kekhususannya. Dari makna ini sesungguhnya dapat
dipahami bahwa banyak hal yang dijadikan sesembahan oleh manusia, bisa jadi berupa
Malaikat, para Nabi, orang-orang shalih atau bahkan makhluk Allah yang lain, namun
seorang yang bertauhid hanya menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan saja.10

Pembagian yang populer di kalangan ulama adalah pembagian tauhid menjadi tiga
yaitu Tauhid Rububiyah, Uluhiyah, dan Asma wa Shifat. Pembagian ini terkumpul dalam
firman Allah dalam Alquran:

ً ‫س ِميا‬
َ ُ‫ط ِب ْر ِل ِع َبادَ ِت ِه ه َْل ت َ ْعلَ ُم لَه‬
َ ‫ص‬ ِ ‫ت َو ْاْل َ ْر‬
ْ ‫ض َو َما َب ْينَ ُه َما فَا ْعبُدْهُ َوا‬ ِ ‫اوا‬
َ ‫س َم‬
َّ ‫َربُّ ال‬
“Rabb (yang menguasai) langit dan bumi dan segala sesuatu yang ada di antara keduanya,
maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah kamu
mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?”.11
Perhatikan ayat di atas:
1) Dalam firman-Nya (‫ض‬ ِ ْ‫ت َو ْاْلَر‬ ِ ‫اوا‬
َ ‫)ربُّ ال َّس َم‬
َ (Rabb (yang menguasai) langit dan bumi)
merupakan penetapan TAUHID RUBUBIYAH.
َ ‫ص‬
2) Dalam firman-Nya (‫طبِرْ ِل ِعبَادَتِ ِه‬ ْ ‫( )فَا ْعبُدْهُ َوا‬maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam
beribadah kepada-Nya) merupakan penetapan TAUHID ULUHIYAH.
3) Dan dalam firman-Nya (ً ‫( )هَلْ تَ ْعلَ ُم لَهُ َسمِ يا‬Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama
dengan Dia?) merupakan penetapan TAUHID ASMA WA SHIFAT.

9
QS. Al-Baqarah (2): 255
10
Eida Ria Agustina, “Definisi Tauhid”, https://muslimah.or.id/4512-definisi-tauhid.html (diakses pada 12 Maret
2021).
11
QS. Maryam (19): 65.

9
Berikut penjelasan tentang tiga jenis tauhid tersebut:
1. Tauhid Rububiyah.

Maknanya adalah mengesakan Allah dalam hal ketuhanan seperti halnya penciptaan,
kepemilikan, dan kepengurusan. Di antara dalil yang menunjukkan hal ini adalah firman Allah:
َ‫اركَ للاُ َربُّ ْال َعالَ ِمين‬
َ َ‫أََلَلَهُ ْالخ َْل ُق َواْْل َ ْم ُر تَب‬
“Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah.”.12
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
َ ‫ع ٰلى كُ ِل‬
‫ش ْيءٍ َّو ِك ْي ٌل‬ َ ‫ّللَاُ خَا ِل ُق كُ ِل‬
َ ‫ش ْيءٍ َّۙوه َُو‬ ‫َه‬
“Allah menciptakan segala sesuatu ...".13
Allah menyatakan pula tentang keesaan-Nya dalam rububiyah-Nya atas segala alam
semesta. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
‫ب ْال ٰعلَ ِمي ِْن‬ ِ ‫ا َ ْل َح ْمدُ ِ ه‬
ِ ‫ّلِل َر‬
“Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.".14
Allah menciptakan semua makhluk-Nya di atas fitrah pengakuan terhadap rububiyah-
Nya. Bahkan orang-orang musyrik yang menyekutukan Allah dalam ibadah juga mengakui
keesaan rububiyah-Nya.
2. Tauhid Uluhiyah atau Tauhid Ibadah.

Disebut Tauhid Uluhiyah, karena dari kata “ilah” maknanya adalah “ma'bud” (yang
disembah). Maka tidak ada yang diseru dalam do'a kecuali Allah, tidak ada yang dimintai
pertolongan kecuali Dia, tidak ada yang boleh dijadikan tempat bergantung kecuali Dia, tidak
boleh menyembelih kurban atau bernazar kecuali untuk-Nya, dan tidak boleh mengarahkan
seluruh ibadah kecuali untuk-Nya dan karena-Nya semata. 15 Allah Ta’ala berfirman:
ِ ‫للا ه َُو ْال َح ُّق َوأ َ َّن َما َيدْعُونَ ِمن دُو ِن ِه ْال َب‬
‫اط ُل‬ َ ‫ذَلِكَ ِبأ َ َّن‬
“Demikianlah, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang hak dan sesungguhnya yang mereka
seru selain Allah adalah batil”.16
Dengan tauhid rububiyah-Nya atas hak-Nya untuk disembah. Tauhid uluhiyah inilah
yang menjadi tujuan dari penciptaan manusia. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
‫س ا ََِّل ِل َيعۡ ُبد ُۡو ِن‬ ِ ۡ ‫َو َما َخلَ ۡقتُ ۡال ِج َّن َو‬
َ ‫اَل ۡن‬
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.".17

12
QS. Al- A’raf (7): 54.
13
QS. Az-Zumar (39): 62.
14
QS. Al-Fatihah (1): 2.
15
Yulian Purnama, “Makna Tauhid”, https://muslim.or.id/6615-makna-tauhid.html (diakses pada 12 Maret 2021).
16
QS. Luqman (31): 30.
17
QS. Adz-Dzariyat (51): 56.

10
Arti "Ya'buduun" adalah mentauhidkan-Ku dalam ibadah. Seorang hamba tidaklah
menjadi muwahhid hanya dengan mengakui tauhid rububiyah semata, tetapi ia harus mengakui
tauhid uluhiyah serta mengamalkannya. Kalau tidak, maka sesungguhnya orang musyrik pun
mengakui tauhid rububiyah, tetapi hal ini tidak membuat mereka masuk dalam Islam yang
sebagaimana mestinya.
3. Tauhid Asma wa Shifat.

Maksudnya adalah pengesaan Allah ‘Azza wa Jalla dengan nama-nama dan sifat-sifat
yang menjadi milik-Nya. Tauhid ini mencakup dua hal yaitu Penetapan dan Penafian. Artinya
kita harus menetapkan seluruh nama dan sifat bagi Allah sebagaimana yang Dia tetapkan bagi
diri-Nya dalam kitab-Nya atau Sunnah Nabi-Nya, dan tidak menjadikan sesuatu yang semisal
dengan Allah dalam nama dan sifat-Nya. Dalam menetapkan sifat bagi Allah tidak boleh
melakukan ta’thil, tahrif, tamtsil, maupun takyif. Hal ini ditegaskan Allah dalam firman-Nya:
‫ير‬
ُ ‫ص‬ َ ‫ْس ك َِمثْ ِل ِه‬
ِ َ‫ش ْي ٌء َوه َُو الس َِّمي ُع الب‬ َ ‫لَي‬
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi
Maha Melihat.”.18
Sebagian ulama membagi tauhid menjadi dua saja yaitu Tauhid dalam Ma’rifat Wal
Itsbat (Pengenalan dan Penetapan) dan Tauhid Fii Thalab Wal Qasd (Tauhid dalam Tujuan
Ibadah). Jika dengan pembagian seperti ini, maka Tauhid Rububiyah dan Tauhid Asma wa
Shifat termasuk golongan yang pertama, sedangkan Tauhid Uluhiyah adalah golongan yang
kedua.19
Selain ketiga macam Tauhid di atas, dikenal satu macam Tauhid, yakni Tauhid
Mulkiyah. Tauhid Mulkiyah yaitu mentauhidkan Allah dalam mulkiyah-Nya bermakna kita
mengesakan Allah terhadap pemilikan, pemerintahan dan penguasaan-Nya terhadap alam ini.
Dia-lah Pemimpin, Pembuat hukum dan Pemerintah kepada alam ini.
‫شا ٓ ُء َوت ُ ِذ ُّل َم ۡن‬ َ َ ‫شا ٓ ُء َوت َۡن ِزعُ ۡال ُم ۡلكَ ِم َّم ۡن ت‬
َ َ ‫شا ٓ ُء َوت ُ ِع ُّز َم ۡن ت‬ َ َ ‫قُ ِل الله ُه َّم مٰ لِكَ ۡال ُم ۡل ِك ت ُ ۡؤتِى ۡال ُم ۡلكَ َم ۡن ت‬
‫ع ٰلى كُ ِل ش َۡىءٍ قَد ِۡي ٌر‬ َ َ‫شا ٓ ُء ؕ ِب َيدِكَ ۡالخ َۡي ُر اِنَّك‬ َ َ‫ت‬
“Katakanlah (wahai Muhammad) : “Wahai Tuhan yang mempunyai kuasa pemerintahan,
Engkaulah yang memberi kuasa pemerintahan kepada siapa yang Engkau kehendaki, dan
Engkaulah yang mencabut kuasa pemerintahan dari siapa yang Engkau kehendaki.
Engkaulah juga yang memuliakan siapa yang Engkau kehendaki dan Engkaulah yang
menghina siapa yang Engkau kehendaki. Dalam kekuasaan Engkaulah saja adanya segala
kebaikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu.”.20

18
QS. Asy-Syuura (42): 11
19
Abdurrahman Bin Hasan Alu Asy-Syaikh, Fathul Majid, (Depok: Pustaka Shahifa, 2009), hlm. 18.
20
QS. Ali Imran (3): 26.

11
D. Kalimat Syahadat
a. Definisi Syahadat

" ُ ‫ "الَ َّشهادة‬dalam kamus al-Munawwir memiliki beberapa makna:‫اَ ْلبينَة – اَ ْليميْن – اَ ْل ْقرا‬
yang berarti bukti, sumpah, kesaksian/pengakuan. 21 Kata “saksi” dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia memiliki beberapa makna:1. orang yang melihat atau mengetahui sendiri
suatu peristiwa (kejadian), 2. Orang yang memberikan keterangan di muka hakim untuk
kepentingan terdakwa, 3. Keterangan (bukti pernyataan) yang diberikan oleh orang y ang
melihat atau mengetahui, 4. bukti kebenaran. “Bersaksi” menyatakan (mengakui) dengan
sesungguhnya.22

Beberapa tokoh memberikan defenisi menurut istilah diantaranya, Syekh Abd al-
Rahman menjelaskan dalam kitab Durus al- Fiqhiyyah bahwa syahadat adalah ber-iqtiqod
(memantapkan hati) sesungguhnya Allah itu Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya dan
sesungguhnya Muhammad Saw adalah utusan Allah. 23 Sedangkan menuurt Syekh
Muhammad Nawawi Al-Jawy menerangkan bahwa syahadat adalah tiang Islam yang
berarti juga fondasi agama Islam sedangkan rukun-rukun Islam setelahnya adalah
pelengkap dari bangunan Islam. Syahadat adalah syarat sah amal muslim dapat diterima,
sehingga jika syahadat seseorang tidak sah, maka rukun-rukun Islam setelahnya itu akan
sia-sia (tidak terhitung pahala).

Pengertian di atas baik bahasa maupun menurut istilah menerangkan bahwa


syahadat memiliki beberapa makna. Pertama syahadat berarti ikrar, memiliki makna
pernyataan seorang muslim mengenai keyakinannya bahwa Allah Esa dalam segala hal dan
Muhammad saw. adalah utusan Allah yang wajib diteladani Kedua: syahadat berarti
memiliki makna syahadat itu sebagai sumpah persaksian akan ke-Esaan Allah dan ke-
Rasulan Muhammad saw. dan selanjutkan mengaplikasikan sumpah tersebut dan siap
menerima resiko dari pelanggaran su mpah tersebut sumpah. Ketiga: syahadat juga berarti
janji, memiliki makna untuk senantiasa menunjukkan ketaatan kepada Allah dan Rasul-
Nya sepanjang hidup sebagai bentuk menepati janji yang telah dikrarkan dan disumpahkan.
Dan barang siapa yang mendustakannya, maka dia zalim dan kafir, dan barang siapa
menyalahi petunjuknya, dia adalah pelaku maksiat dan pasti merugi. 24

21
Ahmad Warsono Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progessif, Cet. IV, 1997),
hlm. 659.
22
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Cet. IV, 2015), hlm. 1206.
23
Abd al-Rahman, Durus al-Fiqhiyyah, (tanpa tempat: Maktabah Syeikh Salim, tt), hlm. 3
24
Nasrudin Razak, Dinul Islam, (Bandung: Al Ma’arif, 1973), hlm. 12.

12
b. Makna Syahadat

Syahadat tidak sekedar diucapkan tapi juga harus diyakini dan selanjutnya
diamalkan sebagai bukti konkrit dari keislaman orang yang mengucapkan dan
meyakininya. Oleh karena itu perlu untuk dipahami apa makna dibalik kalimat syahadat
tersebut, baik syahadat tauhid maupun syahadat rasul sendiri.

ُ َّ ٰ ‫أَ ْش َهدُ أَ ْن ََل إِ ٰلَهَ إِ ََّل‬


a) Syahadat Tauhid, ‫ٱّلِل‬

Syahadat tauhid (syahadat pertama) mengandung makna yaitu beritikad dan


berikrar bahwasanya tidak ada yang berhak disembah dan menerima ibadah kecuali Allah
SWT, mentaati hal tersebut dan mengamalkannya. 25 Setiap muslim harus mengarahkan
semua bentuk peribadatan hanya kepada Allah serta meyakini bahwa Dia adalah sumber
motivasi juga tujuan dari segala bentuk aktivitas manusia dunia dan ahirat.

b) Syahadat Rasul, ‫َوأَ ْش َهدُ أَنَّ ُم َح َّمدًا َرسُو ُل ٱل ٰ َّل‬

Syahadat rasul (syahadat kedua) mengandung makna yaitu mengakui secara lahir
batin bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul Allah SWT yang diutus kepada seluruh
manusia dan mengamalkan konsekuensi pengakuan tersebut. 26 Meyakini bahwa
Muhammad adalah rasul Allah, ajaran yang dibawa adalah benar dan segala sabdanya
sebagai tuntunan dalam beragama harus ditaati.

c. Pembatal Syahadat

Berikut beberapa hal yang dapat merusak syahadat, sebagaimana dikemukakan


oleh Said Hawwa27:

1. Bergantung berserah diri kepada selain Allah disertai keyakinan bahwa hal tersebut
bisa membawa manfaat.
2. Tidak mengakui bahwa nikmat yang diperoleh, baik batin maupun lahir, material
maupun non material adalah pemberian Allah.
3. Beramal bukan karena Allah.

25
Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan, Kitab Tauhid, Terj. Agus Hasan Bashori, (Jakarta: Akafa Press, 1998),
hlm. 58.
26
Ibid., hlm. 58.
27
Waryono Abdul Ghafur, Tafsir Rukun Islam, hlm. 30-34

13
4. Memberikan kepada selain Allah hak perintah dan melarang secara absolut,
memberikan kepadanya hak menghalalkan dan mengharamkan, memberikannya hak
membuat syariat dan memberikannya hak kekuasaan.
5. Membenci sesuatu yang merupakan bagian dari Islam atau membenci Islam secara
keseluruhan.
6. Lebih mencintai kehidupan dunia dari pada kehidupan ahirat dan menjadikan dunia
sebgai satu-satunya tujuan hidup.
7. Menghalalkan atau menganggap halal apa yang telah diharamkan Allah atau
sebaliknya, mengharmkan apa yang dihalalkan.

Perkara-perkara yang membatalkan syahadat di atas tercakup pada tiga perkara


pokok, yaitu:

1. Syirik
2. Nifak atau kemunafikan
3. Kufr atau kekafiran
d. Dampak Dua Kalimat Syahadat
Beberapa dampak dari dua kalimat syahadat yaitu:
1. Dari hatinya lahirlah keyakinan yang benar (al'itiqad as-shahih) dan seterusnya akan
melahirkan ketentraman hati dan motivasi (niat) yang ikhlas.
2. Dari akalnya lahirlah pikiran-pikiran yang Islami (al-afkar al-islamiyah) dan
seterusnya melahirkan sistem yang Islami (al-manhaj al-islami) yang pada intinya
sebagaimana apa yang diajarkan dalam Islam yang bijaksana dan relevan terbebas dari
kepentingan-kepentingan yang merugikan baik diri sendiri maupun orang lain.
3. Dari jasadnya lahirlah amal shalih (al-a'malas-shalihah) sebagai tanfiz dari keinginan
hati dan rancangan akal. Perbuatan baik yang senantiasa menjadi kesibukan sehingga
perbuatan selain yang baik terabaikan, tentunya akan membawakan kemanfaatan baik
secara langsung maupun tidak langsung, baik di dunia maupun di akhirat kelak. 28

28
Eunlassi.wordpress.com, “Hakikat dan Dampak Dua Kalimat Syahadat”,
https://eunlassi.wordpress.com/2016/04/27/hakikat-dan-dampak-dua-kalimat-syahadat (Diakses pada 11 Maret 2021)

14
BAB III
PENUTUPAN

Kesimpulan
Iman kepada Allah subhanahu wa ta’ala berarti meyakininya dengan hati lalu
diucapkan dengan lisan, kemudian diaplikasikan dalam kehiduipan sehari-hari. Bermula dari
ta’aruf, dzan, ‘ilm, dan sampailah pada sad, yakni apa yang disebut kebenaran sejati.
Wujud Allah atau keberadaan/eksistensi Allah dilandaskan pada lima dalil, yakni: dalil
fitrah bahwa sudah naluriahnya manusia bertuhan; dalil hissiy atau dalil dari fenomena yang
dapat diindera; dalil ‘aqli, penyelidikan akal sehat; dalil wahyu dan dalil sejarah, fakta sejarah
para nabi dan rasul yang diutus Allah dengan wahyu yang dibawakannya.
Tauhid berarti mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan meyakini keesaan-
Nya tanpa menyekutukan-Nya dalam rububiyah-Nya, beribadah kepada-Nya dalam
uluhiyah-Nya, nama-nama dan sifat-Nya (Asma wa Sifat), dan meyakini atas kepemilikan
segala sesuatu daripada-Nya (Mulkiyah).
Syahadat adalah persaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah
utusan Allah yang diucapkan dalam kalimat yang disebut syahadatain; ditanamkan dalam
keyakinan hati, sehingga berdampak lahirnya ketentraman hati dan motivasi (niat) yang ikhlas
dari hati, pikiran-pikiran yang Islami dari akal; dan amal shalih sebagai tanfiz dari laku jasad.

15
DAFTAR PUSTAKA

Abd al-Rahman, Durus al-Fiqhiyyah, tanpa tempat: Maktabah Syeikh Salim.

Abdul Ghafur, Waryono. Tafsir Rukun Islam,

Agustina, Eida Ria. (2013, 30 Oktober). Definisi Tauhid. Diakses pada 12 Maret 2021 dari
https://muslimah.or.id/4512-definisi-tauhid.html

al-Fauzan, Shalih bin Fauzan bin Abdullah, (1998), Kitab Tauhid, Terj. Agus Hasan Bashori,
Jakarta: Akafa Press.

Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, (2010), Sejarah & Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam,
Semarang: Pustaka Rizki Putra.

Asy-Syaikh, Abdurrahman Bin Hasan Alu, (2009) Fathul Majid, Depok: Pustaka Shahifa.

Departemen Pendidikan Nasional, (2015) Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. IV.

Eunlassi.wordpress.com. (2016, 27 April). Hakikat dan Dampak Dua Kalimat Syahadat. Diakses
pada 11 Maret 2021, dari https://eunlassi.wordpress.com/2016/04/27/hakikat-dan-dampak-dua-
kalimat-syahadat

Iqraku.blogspot.com. (2009, 13 Agustus). Tauhid : Rububiyah, Uluhiyah, Mulkiyah. Diakses pada


11 Maret 2021, dari http://iqraku.blogspot.com/2009/08/tauhid-rububiyah-uluhiyah-
mulkiyah.html?m=1

Munawwir, Ahmad Warsono. (1997) Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Progessif, Cet. IV.

Purnama, Yulian. (2011, 26 Juli). Makna Tauhid. Diakses pada 12 maret 2021, dari
https://muslim.or.id/6615-makna-tauhid.html

Razak, Nasrudin (1973). Dinul Islam, Bandung: Al Ma’arif.

Seliosa, Miss. (2012, Maret). Proses terbentuknya tanda tanda orang beriman. Diakses pada 11
Maret 2021, dari http://miss-seliosa.blogspot.com/2012/03/proses-terbentuknya-tanda-tanda-
orang.html?m=1

Tarbawiyah.com. (2018, 11 April). Wujud dan sifat Allah. Diakses pada 11 Maret 2021, dari
https://www.google.co.id/amp/s/tarbawiyah.com/2018/04/11/wujud-dan-sifat-allah/amp/

16

Anda mungkin juga menyukai