Anda di halaman 1dari 8

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Aqasam Al-Qur'an


2.1.1 Pengertian Aqasam Al – Qur’an

Pengertian Aqsām al-Qur`ān Menurut bahasa, Aqsām (‫ )أقسام‬merupakan lafadz jama’


dari kata qasam (‫)قسم‬. Sighat asli qasam itu berasal dari fi`il ‫ أقسم‬atau ‫ أح لف‬yang
dimuta`addikan dengan bâ` (‫ال‬ ‫ )باء‬untuk sampai kepada ‫الدقسم به‬. Kata qasam sama
artinya dengan kata ḫalf (‫)ح لف‬, yamîn ) ‫( (يمين‬Muḫammad bin Mukrim 2000M) dan aliyah (
‫ (ألية‬yang mempunyai satu makna yaitu sumpah. Keempat kata tersebut digunakan dalam al-
Qur'an. Kata half disebut sebanyak 13 kali, kata qasam disebut sebanyak 33 kali, kata yamīn
disebut sebanyak 71 kali, dan kata aliyah disebut sebanyak dua kali (Muḫammad al Mukhtār
al Salāmī 1999M). Sumpah dinamakan dengan yamîn karena orang arab kalau bersumpah
saling memegang tangan kanan masing-masing (Abū Hilāl al Ḫasan 1412M). Sumpah itu
sendiri berbentuk kalimat bukan kata tunggal, yang berfungsi sebagai penegas dan penentu
terhadap isi kalimat yang lain (Ibid.39- 40).
Adapun qasam menurut istilah adalah mengaitkan jiwa untuk tidak melakukan sesuatu
perbuatan, atau untuk mengerjakannya, yang diperkuat dengan sesuatu yang diagungkan bagi
orang yang bersumpah, baik secara nyata atau secara keyakinan saja (Mannā` bin Khalīl al-
Qaththān 2000M). Menurut Kāzhim Fatḫī al Rāwī, qasam berarti sesuatu yang dikemukakan
untuk menguatkan sesuatu yang dikehendaki oleh yang bersumpah, baik untuk memastikan
atau mengingkari sesuatu (Kāzhim Fathī al Rāwī 1977M). Ibnu al Qayyim mengemukakan
bahwa qasam merupakan ungkapan yang diberikan untuk penegasan dan penguatan berita
jika berita-berita itu disertai dengan kesaksian (syahādah). Jadi dapat dipahami bahwa yang
dimaksud dengan aqsām al-Qur`ān yaitu sesuatu yang disampaikan untuk menguatkan sebuah
berita yang terdapat di dalam al- Qur'an disertai dengan unsur-unsur qasam untuk
menghilangkan keraguan dan meyakinkannya tentang kebenaran akan isi kandungan al-
Qur'an.

2.1.2 Unsur-Unsur Qasam


Ada beberapa unsur qasam yang mesti ada yaitu:
1. Fi‟il ‫ أقسم‬dan ‫ أح لف‬yang dimuta’addikan atau disertai dengan Huruf bā’ (‫ )ال باء‬sebagai
sighah asli qasam yang mesti diiringi oleh fi’il. Contohnya surat al- Taubah ayat 62:

ِ ‫)ْيَََْل ُفو َن‬


(‫ب‬

‫ني‬ ِ َّ ‫ ِه‬
َ ‫ضوهُ إ ْن َكانوا ُم ْؤم‬
ُ ‫ي ْر‬
ُ ‫َح ق أ ْن‬
َ ‫ولو أ‬
ُ ‫رس‬ُ ‫ضو ُك ْم َوا هل "َُُّل َو‬
ُ ‫لي ْر‬
ُ ‫لل ل ُك ْم‬
Mereka bersumpah kepadamu dengan (nama) Allah untuk menyenangkan kamu,

padahal Allah dan Rasul-Nya lebih pantas mereka mencari keridaan-Nya jika mereka

orang mukmin.

Adakalanya fi`il qasam didahului oleh lā al nāhiyah (‫(ال الناهية‬.

2. Muqsam bih (‫ )الدقسم به‬atau penguat sumpah, yaitu sumpah itu harus diperkuat dengan
sesuatu yang diagungkan oleh yang bersumpah yaitu Allah.
Ditinjau dari muqsam bihnya, maka qasam itu hanya dengan menggunakan nama atau
sesuatu yang diagungkan atau dibesarkan.
Kadangkala Allah bersumpah dalam al- Qur'an dengan menyebut diriNya atau zat-
Nya, dan ini terdapat di beberapa tempat seperti pada Surat Yūnus ayat 53:
ّ ‫ َِِر‬$َ ‫ق ْل إي َو‬
‫ب إنه ُو َل ق‬
Katakanlah, “Ya, demi Tuhanku, sesungguhnya (azab) itu pasti benar.

3. Muqsam alaih (‫ (الم قسم عليه‬atau berita yang diperkuat dengan sumpah yaitu berupa
ucapan yang ingin diterima atau dipercaya oleh orang yang mendengar, lalu diperkuat
dengan sumpah tersebut.  Muqsam `alaih ini dinamakan juga dengan jawāb al qasam (
‫[)جواب القسم‬1]. Inilah sebenarnya yang menjadi tujuan dari sumpah itu sendiri yaitu
membenarkan dan menguatkan berita yang disampaikan.

2.1.3 Jenis-Jenis Aqsām al Qur’ān


Qasam al-Qur‟ān ada dua jenis bila dilihat dari segi fi‟il qasamnya yaitu:
1. Qasam zhāhir atau qasam sharīḫ, yaitu qasam yang fi`il qasamnya disebutkan bersama
dengan muqsam bihnya. Fādhil al Sāmirānī menjelaskan bahwa qasam zhāhir yaitu
qasam yang di dalamnya itu terdapat salah satu dari huruf qasam atau salah satu dari
lafadh qasam (Fādhil Shāliḫ al Sāmirānī. Ma`ānī al Naḫwi 2007M)
Contoh: surat al-Qiyāmah ayat 1-3
ْ َ‫ َسبُ ا ْْلِن َسانُ أ‬dَ‫ أَ ََْْي‬. ‫س اللههوا َم ِة‬
‫َ َم َع‬d‫لهن ََْْن‬ ِ ‫ َو َْل أُق ِس ُم بِلنه ْف‬. ‫قس ُم ب َي وْ ِم القِيا َم ِة‬
ِ ُ‫ َْل أ‬ .‫ِعظا َم ُو‬

Aku bersumpah dengan hari Kiamat, dan aku bersumpah demi jiwa yang selalu
menyesali (dirinya sendiri). Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan
mengumpulkan (kembali) tulang-belulangnya?

2. Qasam mudhmar (qasam tersembunyi) atau ghairu sharīḫ yaitu qasam yang fi‟il
qasam dan muqsam bihnya tidak disebutkan, karena kalimat sebelumnya terlalu
panjang. Namun ditunjukkan oleh lām taukīd yang terdapat pada muqsam alaih atau
jawāb qasam (Mannā` bin Khalīl al- Qaththān 2000M). Ibnu Hisyām seperti dikutip
oleh Al Mukhtār al Salāmī berpendapat bahwa fi‟il qasam dan muqsam bih yang
dikenal dengan sebutan jumlah al qasam boleh dibuang di tiga tempat, salah satunya
yaitu:
a. Apabila berkumpulnya lām dan nūn al taukīd yang bertasydid. Contohnya surat
al Naml ayat 21 yang berbunyi:
ٍْ d‫ م‬ ‫ ْلط ٍن‬d‫بس‬
‫بي‬d َ ‫ ْلَ َع ِّذ‬Pasti akan kuhukum ia dengan
ٰ ُ ‫أت َي نِّ ْي‬d‫و اوْ لي‬d‫ب نهو َع َذابً ِ َش ِديدًا اوْ اَْل ۟ ْذبََنه‬
hukuman yang berat atau kusembelih ia, kecuali jika ia datang kepadaku dengan
alasan yang jelas.”

2.2 Qashas Al-Qur'an

2.2.1 Pengertian Qashas Al-Qur’an


Kata qishash, dalam berbagai bentuknya, disebutkan sebanyak 26 (dua puluh
enam) kali dalam beberapa surah dan ayat Al-Qur’an (Hatta, Jauhar 2009).
Pengulangan ini termasuk dalam tikrar al-lafdz yaitu repetisi. Pengulangan-
pengulangan tersebut memberikan penekanan tertentu, sebagaimana menurut Al-
Syairaji bahwa fungsi tikrar al-lafdz dalam Al-Qur`an, antara lain (Anshori,
Mohammad Lutfil, 2015):
1. Li Al-Taqriir, yaitu untuk menunjukkan penetapan.
2. Li Al-Ta‟kid, yaitu untuk memberikan penguatkan atau penegasan.
3. Li Al-Ta‟dzim wa Al-Tahwil, yaitu untuk memuliakan dan memberi kesan
menakutkan atau mengintimidasi.
4. Li Al-Tahshish memberikan pengkhususan dan memberikan isyarat akan
urgensinya.
Qashash adalah bentukan kata dari qashasha yaqushshu qishashan. Secara
etimologis berarti mencari jejak (QS. AlKahfi: 64) atau urusan, berita, kabar, keadaan
(QS. Ali Imron: 62). Secara terminologis, Manna al-Khalil al Qaththan
mendefinisikan qishas Al- Quran sebagai pemberitaan Al-Qur‟an tentang keadaan,
peristiwa atau kejadian umat dahulu dan para nabi, serta peristiwa-peristiwa yang
terjadi secara empiris, dengan menunjukkan keadaan negeri-negeri yang ditempatinya
dan peninggalan jejak mereka (Al-Qaththan 2009).

Hal ini diungkapkan oleh Al-Quran dengan menggunakan cara dan gaya
bahasa yang menarik dan atau dengan cara shurah nathiqah (artinya seolah-olah
pembaca kisah tersebut menjadi pelaku sendiri yang menyaksikan peristiwa itu).
Menurut Hasbi Al-Shiddiqy, qishah Al-Qur‟an adalah kabar-kabar Al-Qur‟an
mengenai keadaan umat yang telah lalu dan kenabian masa dahulu serta
peristiwaperistiwa yang telah terjadi. Berdasarkan definisi tersebut, kisah-kisah
yang ditampilkan Al-Qur‟an menjadi ibrah petunjuk untuk memenuhi tujuan, fungsi
dan peran sebagai manusia, yaitu abdi Allah dan pemakmur bumi dan isinya
(khalifah), serta memperkokoh keimanan dan membimbing ke arah perbuatan yang
baik dan benar (Munawir, Fajrul, dkk., 2005,).

2.2.2 Ragam Qashas Al-Qur’an

Manna Khalil Al-Qaththan membagi Qashas dalam 3 bagian, yaitu:


1. Kisah para Nabi terdahulu, berisikan ajakan para Nabi kepada kaumnya, mukjizat-
mukjizat dari Allah yang memperkuat dakwah mereka, sikap orang-orang yang
memusuhinya, serta tahapan-tahapan dakwah perkembangannya, dan akibat yang
menimpa orang beriman dan orang yang mendustakan para Nabi, seperti kisah-
kisah berikut:
a. Kisah Nabi Adam (QS. Al-Baqarah: 30-39, Al-A‟raf: 11);
b. Kisah Nabi Nuh (QS. Hud: 25-49);
c. Kisah Nabi Hud (QS. Al-A‟Raf: 65, 72, 50, 58);

2. Kisah yang berhubungan dengan kejadian pada masa lalu dan orang- orang yang
tidak disebutkan kenabiannya:
a. Kisah tentang Luqman (QS. Luqman: 12-13);
b. Kisah tantang Dzu Al-Qarnain (QS. Al-Kahfi: 83-98);
c. Kisah tentang Ashab Al-Kahfi (QS. Al-Kahfi: 9-26);

3. Kisah-kisah yang terjadi pada masa Rasulullah:


a. Kisah tentang Ababil (QS.Al-Fil:1-5);
b. Kisah tentang hijrah Nabi SAW (QS.Muhammad: 13);
c. Kisah tentang perang Badar dan Uhud (QS. Ali Imran: 123-125;165);
d. Kisah tentang perang Hunain dan Tabuk (QS. Taubah: 25).

2.3 Amtsal Al-Qur'an

2.3.1 Pengertian Amtsal Al-Qur’an

Berbagai pengertian yang dikemukakan oleh ulama tentang Amtsal Al-Qur’an


dapat ditemukan berbagai literature, Misalnya:
Ibnu Qayyim sebagaimana yang dikutip oleh Manna Al-Qatthan, mendefinisikan
bahwa Amtsal qur’an sebagai penyerupa sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam hal
hukumnya, dan mendekatkan sesuatu yang apstrak kepada yang kongkrit. Kata amtsal
yang berarti perumpamaan berasal dari bahasa arab dan merupakan bentuk jamak dari
kata matsal. Sedangkan kata matsal, mitsl, dan matsil adalah sama dengan kata syabah,
sybh, dan syabih, dimana kedua kata tersebut mengandung makna perumpamaan, ibarat,
tamsil, contoh, ibrah, dan lain sebagainya. (Manna khalil Al-Qaththan 2006:275)
Secara etimologi kata matsal, mitsal dan matsil berarti sama dengan syabah,
syibah dan syabih. Kata matsal juga dipergunakan untuk menunjukan arti keadaan, sifat
dan kisah yang mengagumkan (Munir Ahmad 2008 ). Hal ini dapat dilihat dalam ayat-
ayat al Qur’an antara lain: Qur’an surat al Baqarah ayat 17:
  َ‫صرُون‬ ٍ ‫م‬dَُُٰٰ ‫تر َكهُ ْم فِى ظُل‬
ِ ُ‫ َّ ال ي ْب‬ ‫ت‬ َ ‫ ُ بنِ ُو ِر ِه ْم َو‬ َّ ‫َب ٱ‬ َ ‫ْوقَ َد َنَارًا فَل َّ َمٓا أ‬dََْ ‫ِل َّ ٱل ِذى ٱسْت‬dََِ ‫َمثلَهُُ ْم َك َمث‬
ْ ‫ضَا َء‬
َ ‫ٓت َما َحوْ لَهۥُ َذه‬
Artinya : Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka
setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka,
dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat.
Abd al-Rahman Husein dalam bukunya al Amtsal al-Qur'aniyah,  ‫وصف الشئ بعبارة‬
‫كالمية نظرا الى ان األوصف التى بذكر لشئ ما ترسم له مثل وصفيا بداللة تعبيرية‬ 

"Mensifati sesuatu dengan perkataan perumpamaan, dengan memperhatikan


bahwa sifat-siat yang disebutkan bagi sesuatu sebagai simbol baginya, (juga berpa) misal
dari sisi sifat dengan petunjuk-pelunjuk perumpaman (Abd al-Rahman Husein Hanbakah
al-Maydani 1980: 17)

Sementara itu, batasan pengertian amtsal Al-Qur’an secara terminologi


sebagaimana dikemukakan para ahli antara lain sebagai berikut :  Menurut Ibn Al
Qayyim, amtsal adalah menyerupakan dengan sesuatu yang lain dalam hal hukumnya,
dan mendekatkan sesuatu yang bersifat abstrak dengan yang bersifat indrawi atau
mendekatkan salah satu dari dua yang kongkrit atas yang lainya dan menganggap yang
satu sebagai yang lain.
2.3.2 Macam-Macam Amtsal Al-Qur'an

1. Amtsal al Musharrahah
Ialah matsal yang diungkapkan dalam al – Qur’an mempunyai kesamaan
dengan kenyataan yang dialami oleh masyarakat dalam kehidupannya. Amtsal al
Musharrahah juga diartikan perumpamaan yang di dalamnya menggunakan lafal
matsal atau sesuatu yang menunjukkan kepada pengertian lafal tersebut, tasybih
dengan menggunakan huruf kaf.
‫ أو ما يدل على التشبييه‬, ‫وهي ما صرح فيها بلفظ المثل‬
Artinya: Matsal musharrahah atau Zahir Musharrah adalah matsal yang di
dalamnya dijelaskan dengan lafazh matsal atau sesuatu yang menunjukkan tasybih.
Amtsal semacam ini banyak dijumpai dalam Al-Qur’an. Diantaranya firman Allah
dalam surat al Baqarah ayat 17 dan 19.
Dalam ayat ini Allah membuat matsal, turunnya wahyu dari langit adalah
untuk membersihkan hati manusia yang diserupakan dengan turunnya air hujan untuk
menghidupkan bumi dan tumbuh-tumbuhan, maka mengalirlah arus air itu di
lembahlembah dengan membawa buih dan sampah. Begitulah perumpamaan hidayah
dari Allah bila telah merasuk ke dalam hati dan jiw manusia, maka akan membawa
dampak dengan menghilangkan kotoran yang bercokol di dalamnya.
Pada ayat di atas, hati diserupakan dengan lembah dan pengaruhnya
diserupakan dengan kebenaran.Sedangkan buih dan sampah yang tidak bermanfaat
diibaratkan sebagai kebatilan. Sedangkan pempamaan api, logam, emas, perak,
tembaga maupun besi, bila dituangkan ke dalam api maka dengan sendirinya api itu
akan dapat menghilangkan kotoran atau karat yang melekat pada benda-benda
tersebut, sehingga terpisahlah kotoran yang tidak berguna itu dari substansi yang akan
dimanfaatkan itu (Manna’ al Qaththan 1973: 204-205). Demikianlah
perumpamaanya, segala macam keburukan akan terbuang dengan sendirinya bila
kebenaran dan petunjuk Ilahi telah meraksuk ke dalam jiwa dan kalbu setiap orang
mukmin.

2. Amtsal Al-Kaminah

Amtsal yang tidak dialami oleh manusia dalam kehidupannya, sebagai


kebalikan dari bentuk pertama. Amtsal al Kaminah adalah suatu perumpamaan yang
di dalamnya tidak disebutkan secara jelas, baik lafal tamstil (perumpamaan langsung),
keadaan, sifat-sifatnya, dan tidak pula dijelaskan secara pasti mengenai saat terjadinya
peristiwa, tetapi lafal yang digunakan adalah menunjuk kepada makna tersiratnya
yang indah dan menarik dalam susunan kata atau kalimat serta mempunyai pengaruh
tersendiri bila kalimat itu digunakan untuk makna yang serupa denganya (Manna al
Qaththan 1973: 285-286).
‫ا‬dd‫ا اذا نقلت الى م‬dd‫ا وقعه‬dd‫ون له‬dd‫ يك‬,‫از‬dd‫ ولكنها تدل على معان رائعة فى إيج‬,‫هى التي لم يصرح فيها بلفظ التمثيل‬
‫يشبهه‬

Artinya: Matsal Kaminah adalah matsal yang di dalamnya tidak disebutkan


dengan jelas lafaz tamtsil (permisalan) tetapi ia menunjukkan makna-makna yang
indah, menarik dalam kepadatan redaksinya.

3. Amtsal Al-Mursalah

Dikutip dari Muhammad Bakar Ismail , Amtsal al Mursalah adalah kalimat-


kalimat itu bebas, tidakmenggunakan lafal tasybih secara jelas tetapi kalimat-kalimat
itu berlaku atau berfungsi sebagai matsal, yang mana di dalamnya terdapat peringatan
dan pelajaran bagi manusia.
DAFTAR PUSTAKA

Abū Hilāl al Ḫasan bin `Abdullāh bin Sahl bin Sa`īd bin Yaḫyā bin Mehrān al `Askarī.
(1412H). Mu`jām al Furūq al Lughawiyyah. Editor: Al Syaikh Bait Allāh Bayāt wa
Muassasah al Nasyr al Islāmiy. Qum: Muassasah al Nasyr al Islāmiy al Tābi`ah li Jāmi`ah
al Mudarrisīn.
Al-Qaththan, Manna‟ Khalil, dalam Usman, 2009, Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Teras. Dan
1074 H., Mabahits fi Ulumul Quran, (tt Masyurah alAsyr).
Al Qaththan Manna’, Mabahits fi Ulum al Qur’an, Beirut : al Syirkah al Mutthahidah li al
Tauzi, 1973
Al-Qaththan, Syaikh Manna. Pengantar studi Ilmu Al-Qur'an, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2006..
Anshori, Mohammad Lutfil, 2015, Al-Takrar fi Al-Qur‟an, Jurnal AlItqan, Vol 1, No 1.
Hatta, Jauhar, 2009, Urgensi Kisah-Kisah dalam Al-Qur‟an al-Karim bagi proses
Pembelajaran PAI pada MI/SD, dalam Jurnal Al-Bidayah PGMI, Vol 1 No 1.
Husein Hanbakah al-Maydani Abd al-Rahman. al-Amtsal Al-Qur'aniyah. Dar al-Qalam
Damsyik. Cet. I. 1980
Fādhil Shāliḫ al Sāmirānī. (2007M). Ma`ānī al Naḫwi. Cet. I. Beirūt: Dār Iḫyā’ al Turāts al
`Arabiy. Jilid: 4.
Kāzhim Fatḫī al Rāwi. (1977M). Asālib al Qasam fī al Lughah al `Arabiyyah. Baghdad:
Mathba`ah al Jāmi`ah.
Mannā` bin Khalīl al- Qaththān. (2000M). Mabāhits fī `Ulūm al- Qur`ān. Riyādh: Maktabah
al Ma`ārif li al- Nasyr wa al Tawzī'. Jilid. 1.
Muḫammad al Mukhtār al Salāmī. (1999M). Al- Qasam Fi al Lughah wa fi al Qur’ān. Cet. I.
Beirut: Dār al Gharb al Islāmī.
Muḫammad bin Mukrim bin Mandhūr al Ifrīqiy al Mishriy. (tt). Lisān al `Arab. Cet. I. Beirūt:
Dār Shādir. Jilid: 12.
Munawir, Fajrul, dkk., 2005, Al-Quran. Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga.
Munir Ahmad, Tafsir Tarbawi Mengungkap Pesan Al Qur’an tentang Pendidikan,
Yogyakarta: Teras, 2008.

Anda mungkin juga menyukai