PEMBAHASAN
ني ِ َّ ِه
َ ضوهُ إ ْن َكانوا ُم ْؤم
ُ ي ْر
ُ َح ق أ ْن
َ ولو أ
ُ رسُ ضو ُك ْم َوا هل "َُُّل َو
ُ لي ْر
ُ لل ل ُك ْم
Mereka bersumpah kepadamu dengan (nama) Allah untuk menyenangkan kamu,
padahal Allah dan Rasul-Nya lebih pantas mereka mencari keridaan-Nya jika mereka
orang mukmin.
2. Muqsam bih ( )الدقسم بهatau penguat sumpah, yaitu sumpah itu harus diperkuat dengan
sesuatu yang diagungkan oleh yang bersumpah yaitu Allah.
Ditinjau dari muqsam bihnya, maka qasam itu hanya dengan menggunakan nama atau
sesuatu yang diagungkan atau dibesarkan.
Kadangkala Allah bersumpah dalam al- Qur'an dengan menyebut diriNya atau zat-
Nya, dan ini terdapat di beberapa tempat seperti pada Surat Yūnus ayat 53:
ّ َِِر$َ ق ْل إي َو
ب إنه ُو َل ق
Katakanlah, “Ya, demi Tuhanku, sesungguhnya (azab) itu pasti benar.
3. Muqsam alaih ( (الم قسم عليهatau berita yang diperkuat dengan sumpah yaitu berupa
ucapan yang ingin diterima atau dipercaya oleh orang yang mendengar, lalu diperkuat
dengan sumpah tersebut. Muqsam `alaih ini dinamakan juga dengan jawāb al qasam (
[)جواب القسم1]. Inilah sebenarnya yang menjadi tujuan dari sumpah itu sendiri yaitu
membenarkan dan menguatkan berita yang disampaikan.
Aku bersumpah dengan hari Kiamat, dan aku bersumpah demi jiwa yang selalu
menyesali (dirinya sendiri). Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan
mengumpulkan (kembali) tulang-belulangnya?
2. Qasam mudhmar (qasam tersembunyi) atau ghairu sharīḫ yaitu qasam yang fi‟il
qasam dan muqsam bihnya tidak disebutkan, karena kalimat sebelumnya terlalu
panjang. Namun ditunjukkan oleh lām taukīd yang terdapat pada muqsam alaih atau
jawāb qasam (Mannā` bin Khalīl al- Qaththān 2000M). Ibnu Hisyām seperti dikutip
oleh Al Mukhtār al Salāmī berpendapat bahwa fi‟il qasam dan muqsam bih yang
dikenal dengan sebutan jumlah al qasam boleh dibuang di tiga tempat, salah satunya
yaitu:
a. Apabila berkumpulnya lām dan nūn al taukīd yang bertasydid. Contohnya surat
al Naml ayat 21 yang berbunyi:
ٍْ d م ْلط ٍنdبس
بيd َ ْلَ َع ِّذPasti akan kuhukum ia dengan
ٰ ُ أت َي نِّ ْيdو اوْ ليdب نهو َع َذابً ِ َش ِديدًا اوْ اَْل ۟ ْذبََنه
hukuman yang berat atau kusembelih ia, kecuali jika ia datang kepadaku dengan
alasan yang jelas.”
Hal ini diungkapkan oleh Al-Quran dengan menggunakan cara dan gaya
bahasa yang menarik dan atau dengan cara shurah nathiqah (artinya seolah-olah
pembaca kisah tersebut menjadi pelaku sendiri yang menyaksikan peristiwa itu).
Menurut Hasbi Al-Shiddiqy, qishah Al-Qur‟an adalah kabar-kabar Al-Qur‟an
mengenai keadaan umat yang telah lalu dan kenabian masa dahulu serta
peristiwaperistiwa yang telah terjadi. Berdasarkan definisi tersebut, kisah-kisah
yang ditampilkan Al-Qur‟an menjadi ibrah petunjuk untuk memenuhi tujuan, fungsi
dan peran sebagai manusia, yaitu abdi Allah dan pemakmur bumi dan isinya
(khalifah), serta memperkokoh keimanan dan membimbing ke arah perbuatan yang
baik dan benar (Munawir, Fajrul, dkk., 2005,).
2. Kisah yang berhubungan dengan kejadian pada masa lalu dan orang- orang yang
tidak disebutkan kenabiannya:
a. Kisah tentang Luqman (QS. Luqman: 12-13);
b. Kisah tantang Dzu Al-Qarnain (QS. Al-Kahfi: 83-98);
c. Kisah tentang Ashab Al-Kahfi (QS. Al-Kahfi: 9-26);
1. Amtsal al Musharrahah
Ialah matsal yang diungkapkan dalam al – Qur’an mempunyai kesamaan
dengan kenyataan yang dialami oleh masyarakat dalam kehidupannya. Amtsal al
Musharrahah juga diartikan perumpamaan yang di dalamnya menggunakan lafal
matsal atau sesuatu yang menunjukkan kepada pengertian lafal tersebut, tasybih
dengan menggunakan huruf kaf.
أو ما يدل على التشبييه, وهي ما صرح فيها بلفظ المثل
Artinya: Matsal musharrahah atau Zahir Musharrah adalah matsal yang di
dalamnya dijelaskan dengan lafazh matsal atau sesuatu yang menunjukkan tasybih.
Amtsal semacam ini banyak dijumpai dalam Al-Qur’an. Diantaranya firman Allah
dalam surat al Baqarah ayat 17 dan 19.
Dalam ayat ini Allah membuat matsal, turunnya wahyu dari langit adalah
untuk membersihkan hati manusia yang diserupakan dengan turunnya air hujan untuk
menghidupkan bumi dan tumbuh-tumbuhan, maka mengalirlah arus air itu di
lembahlembah dengan membawa buih dan sampah. Begitulah perumpamaan hidayah
dari Allah bila telah merasuk ke dalam hati dan jiw manusia, maka akan membawa
dampak dengan menghilangkan kotoran yang bercokol di dalamnya.
Pada ayat di atas, hati diserupakan dengan lembah dan pengaruhnya
diserupakan dengan kebenaran.Sedangkan buih dan sampah yang tidak bermanfaat
diibaratkan sebagai kebatilan. Sedangkan pempamaan api, logam, emas, perak,
tembaga maupun besi, bila dituangkan ke dalam api maka dengan sendirinya api itu
akan dapat menghilangkan kotoran atau karat yang melekat pada benda-benda
tersebut, sehingga terpisahlah kotoran yang tidak berguna itu dari substansi yang akan
dimanfaatkan itu (Manna’ al Qaththan 1973: 204-205). Demikianlah
perumpamaanya, segala macam keburukan akan terbuang dengan sendirinya bila
kebenaran dan petunjuk Ilahi telah meraksuk ke dalam jiwa dan kalbu setiap orang
mukmin.
2. Amtsal Al-Kaminah
3. Amtsal Al-Mursalah
Abū Hilāl al Ḫasan bin `Abdullāh bin Sahl bin Sa`īd bin Yaḫyā bin Mehrān al `Askarī.
(1412H). Mu`jām al Furūq al Lughawiyyah. Editor: Al Syaikh Bait Allāh Bayāt wa
Muassasah al Nasyr al Islāmiy. Qum: Muassasah al Nasyr al Islāmiy al Tābi`ah li Jāmi`ah
al Mudarrisīn.
Al-Qaththan, Manna‟ Khalil, dalam Usman, 2009, Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Teras. Dan
1074 H., Mabahits fi Ulumul Quran, (tt Masyurah alAsyr).
Al Qaththan Manna’, Mabahits fi Ulum al Qur’an, Beirut : al Syirkah al Mutthahidah li al
Tauzi, 1973
Al-Qaththan, Syaikh Manna. Pengantar studi Ilmu Al-Qur'an, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2006..
Anshori, Mohammad Lutfil, 2015, Al-Takrar fi Al-Qur‟an, Jurnal AlItqan, Vol 1, No 1.
Hatta, Jauhar, 2009, Urgensi Kisah-Kisah dalam Al-Qur‟an al-Karim bagi proses
Pembelajaran PAI pada MI/SD, dalam Jurnal Al-Bidayah PGMI, Vol 1 No 1.
Husein Hanbakah al-Maydani Abd al-Rahman. al-Amtsal Al-Qur'aniyah. Dar al-Qalam
Damsyik. Cet. I. 1980
Fādhil Shāliḫ al Sāmirānī. (2007M). Ma`ānī al Naḫwi. Cet. I. Beirūt: Dār Iḫyā’ al Turāts al
`Arabiy. Jilid: 4.
Kāzhim Fatḫī al Rāwi. (1977M). Asālib al Qasam fī al Lughah al `Arabiyyah. Baghdad:
Mathba`ah al Jāmi`ah.
Mannā` bin Khalīl al- Qaththān. (2000M). Mabāhits fī `Ulūm al- Qur`ān. Riyādh: Maktabah
al Ma`ārif li al- Nasyr wa al Tawzī'. Jilid. 1.
Muḫammad al Mukhtār al Salāmī. (1999M). Al- Qasam Fi al Lughah wa fi al Qur’ān. Cet. I.
Beirut: Dār al Gharb al Islāmī.
Muḫammad bin Mukrim bin Mandhūr al Ifrīqiy al Mishriy. (tt). Lisān al `Arab. Cet. I. Beirūt:
Dār Shādir. Jilid: 12.
Munawir, Fajrul, dkk., 2005, Al-Quran. Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga.
Munir Ahmad, Tafsir Tarbawi Mengungkap Pesan Al Qur’an tentang Pendidikan,
Yogyakarta: Teras, 2008.