Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS STRUKTURAL GENETIK PADA CERPEN ANAK PILIHAN

KARYA CINDY CICI


Oleh:
Fitri Basri Daeng Paliwang
Email: fitribasridaengpaliwang@gmail.com

A. Latar Belakang
Sosiologi sastra dari perspektif struktural genetik tidak sekadar melihat karya sastra
sebagai produk individu, melainkan sebagai hasil dari pengaruh sejarah, budaya, dan struktur
sosial yang kompleks. Metode ini mencoba untuk mengurai struktur internal karya sastra,
menelusuri akar kebudayaan, norma, dan nilai yang mendasarinya.
Dengan menggunakan pendekatan ini, penelitian sosiologi sastra dapat menggali lebih
dalam tentang bagaimana karya sastra merefleksikan dinamika sosial, hierarki kekuasaan,
konflik, dan perubahan dalam masyarakat. Sebagai contoh, analisis struktural genetik bisa
mengungkap bagaimana pengarang menggunakan bahasa, simbol, dan narasi untuk
merepresentasikan realitas sosial, serta bagaimana hal ini tercermin dalam evolusi karya
sastra dari masa ke masa.
Pendekatan ini memberikan landasan yang kuat untuk menggali hubungan antara karya
sastra dengan konteks sosialnya, memungkinkan kita untuk melihat bagaimana sastra tidak
hanya mencerminkan realitas, tetapi juga secara aktif berkontribusi dalam pembentukan dan
pemeliharaan nilai, norma, dan struktur sosial dalam masyarakat.
Membaca sebuah karya sastra sama dengan membaca karangan ilmu sosial. Unsur-unsur
karya sastra seperti tokoh, karakter, maupun jalannya cerita merupakan hal-hal yang sering
terjadi di dunia nyata (Wicaksono, 2017). Bahkan sebuah karya sastra dapat sekali
mengandung alat propaganda yang merubah sistem atau cara hidup masyarakat. Karya sastra
bisa disebut sebagai suatu alat untuk mempengaruhi masyarakat dan berdampak pada hidup
masyarakat (Rahmi, Chaesar, & Kusyani, 2016).
Pada mulanya strukturalisme genetik merupakan teori yang ditawarkan oleh Goldman.
Menurut Goldman (dalam Tanjung, 2023: 5) karya sastra termasuk cerpen tidak terlepas dari
kesejarahan yang membentuknya. Sejarah kemunculan karya sastra akan sangat menentukan
bagaimana karya sastra tersebut dibuat dan bagaimana pesan karya tersebut terbentuk. Latar

1
sosial dalam sejarah tersebut yang mempengaruhi pengarang sebagai sebuah kesadaran
kolektif yang diungkapkan dalam karya sastra. Oleh karena itu, stukturalisme genetik punya
daya jangkau yang lebih luas dan jauh ketimbang studi strukturalisme semata. Sementara itu,
menurut Faruk (dalam Tanjung, 2023: 5), analisis strukturalisme genetik meliputi konsep
fakta kemanusiaan, subjek kolektif, pandangan dunia, struktur karya sastra, dan dialektika
pemahaman-penjelasan dan keseluruhan bagian. Jadi, strukturalisme genetik merupakan teori
sastra yang menghubungkan antara struktur karya sastra dengan struktur masyarakat melalui
ideologi yang diekspresikannya (Endraswara, dalam Tanjung, 2023: 6). Hal ini menandakan
bahwa melalui analisis strukturalisme genetik sebuah karya sastra tidak sebatas dipahami
struktur intrinsiknya saja, tetapi bagaimana karya sastra itu dipengaruhi, dan mempengaruhi
tatanan sosial budaya tertentu. Lebih jauh fokus genetik suatu karya sastra dapat dilihat dari
pandangan dunia penulis terhadap realitas sosial yang diangkatnya (Endraswara, dalam
Tanjung, 2023: 6).
Rumusan penelitian ini adalah bagaimana fakta kemanusiaan, subjek kolektif, dan
pandangan dunia pengarang dalam cerpen Anak Pilihan karya Cindy Cici? Berdasarkan
rumusan masalah tersebut penelitian ini bertujuan menjelaskan struktur genetik yang meliputi
fakta kemanusiaan, subjek kolektif, dan pandangan dunia pengarang. Pada rumusan masalah,
dan tujuan penelitian tersebut, diharapkan temuan penelitian dengan menggunakan
pendekatan analisis struktur genetik ini dapat memberikan pemahaman yang menyeluruh,
dan bermakna tentang realitas sosial yang diangkat pengarang.
B. Tinjauan Pustaka
Lucien Goldmann adalah salah satu filsuf yang mempelajari bagaimana terdapat suatu
hubungan dialektika antara karya sastra dengan masyarakat. Menurut Goldmann, tidak cukup
hanya menemukan struktur dalam sebuah karya, namun juga makna dari struktur. Dalam
sastra, terdapat tiga tingkah laku manusia, yakni 1) manusia cenderung mengadaptasi
lingkungan sosialnya, watak dan perilakunya berkaitan satu sama lain; 2) manusia cenderung
berhubungan dalam proses global dalam masyarakat; 3) watak dan perilaku manusia
cenderung berubah dari waktu ke waktu (Faruk, 2013). Karena sebuah karya tidak akan
muncul dari sebuah kekosongan budaya, dan struktur tidak akan ada tanpa arti. Harus
terdapat suatu penyeimbang antara karya sastra dengan sesuatu di luarnya. Teori Goldmann
disebut dengan teori strukturalisme genetik. Teori ini tidak serta merta menghubungkan

2
karya dengan struktur sosial yang menghasilkan, melainkan mengaitkannya dahulu dengan
kelas sosial dominan (Ratna, 2019).
Teori strukturalisme genetik memberikan fokus pada asal-usul sebuah karya secara
struktur (Ahmadi & Kartiwi, 2020). Selain memperhatikan unsur intrinsik dan ekstrinsik,
teori ini juga memperhatikan kelas-kelas sosial, fakta sosial, subjek transindividual, dan
pandangan dunia dalam suatu karya. Kelas-kelas sosial yang dimaksud dalam teori ini adalah
kolektivitas yang menciptakan gaya hidup tertentu, dengan struktur yang ketat dan koheren
(Ratna, 2019). Alasannya, kelas sudah pasti sangat berpengaruh terhadap makna, bentuk, dan
seni dari sebuah karya. Kelas sosial di sini bermanfaat sebagai batasan penelitian untuk
pengarang. Jadi pemahaman mengenai kelas di sini berbeda dengan marxisme yang sering
didefinisikan dengan pertentangan dan eksploitasi.
Untuk menopang teori tersebut, Goldman membangun seperangkat kategori yang saling
berkaitan satu sama lain sehingga membentuk strukturalisme genetik. Kategori-kategori itu
antara lain (1) fakta kemanusiaan, (2) subjek kolektif, dan (3) pandangan dunia pengarang
(dalam Faruk, 1999:12- 16).
1. Fakta Kemanusiaan
Fakta kemanusiaan adalah segala hasil aktivitas atau perilaku manusia baik yang
verbal maupun yang fisik, yang berusaha dipahami oleh ilmu pengetahuan. Fakta itu
dapat berwujud aktivitas sosial tertentu, aktivitas politik tertentu, maupun kreasi kultural
seperti filsafat, seni rupa, seni musik, seni patung, dan seni sastra. Fakta kemanusiaan
pada hakikatnya dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu fakta individual dan fakta
sosial. Fakta sosial mempunyai peranan sejarah, sedangkan fakta individual tidak, sebab
hanya merupakan hasil dari perilaku libidinal seperti mimpi, tingkah laku orang gila, dan
sebagainya. Goldman (dalam Faruk 1999:13) mengemukakan bahwa semua fakta
kemanusiaan merupakan suatu struktur yang berarti. Maksudnya adalah fakta-fakta itu
sekaligus mempunyai struktur tertentu dan arti tertentu. Oleh karena itu, pemahaman
mengenai fakta-fakta kemanusiaan harus mempertimbangkan struktur dan artinya.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa fakta kemanusiaan
adalah perilaku manusia yang mempunyai struktur dan arti tertentu yang berdasarkan
pada fakta-fakta yang ada.

3
2. Fakta Kolektif
Fakta kemanusiaan bukanlah suatu hal yang muncul begitu saja, melainkan
merupakan hasil aktivitas manusia sebagai subjeknya. Subjek fakta kemanusiaan dapat
dibedakan menjadi dua macam, yakni subjek individual dan subjek kolektif. Subjek
individual merupakan subjek fakta individual (libidinal), sedangkan subjek kolektif
merupakan subjek fakta sosial (historis) (Faruk, 1999:14). Revolusi sosial, politik,
ekonomi, dan karya-karya kultural lain yang besar merupakan fakta sosial (historis).
Individu dengan dorongan libidonya tidak mampu menciptakannya. Hal yang dapat
menciptakannya adalah subjek trans-individual, yaitu subjek yang mengatasi individu,
yang didalamnya individu hanya merupakan bagian.
Konsep subjek kolektif atau trans-individual masih kabur karena subjek kolektif
itu bisa berupa kelompok kekerabatan, kelompok sekerja, kelompok teritorial, dan
sebagainya. Untuk memperjelasnya, Goldman dalam (Faruk, 1999:15)
menspesifikasikannya menjadi kelas sosial. Kelas sosial tersebut menurut Goldman
merupakan bukti dalam sejarah sebagai kelompok yang telah menciptakan suatu
pandangan yang lengkap dan menyeluruh mengenai kehidupan dan yang telah
mempengaruhi perkembangan sejarah umat manusia.

3. Pandangan Dunia
Pandangan dunia merupakan istilah yang cocok bagi kompleks yang menyeluruh
dari gagasan-gagasan, aspirasi-aspirasi, dan perasaan-perasaan, yang menghubungkan
secara bersama-sama anggota suatu kelompok sosial tertentu dan yang
mempertentangkannya dengan kelompok-kelompok sosial yang lain. Dengan demikian
pandangan dunia bukanlah kesadaran individual melainkan kesadaran kolektif. Selain itu,
karena merupakan interaksi antara subjek kolektif dengan situasi sekitarnya, pandangan
dunia tidak lahir dengan tiba-tiba (Goldmann dalam Faruk, 1999:16).
Proses yang panjang itu disebabkan oleh kenyataan bahwa pandangan dunia itu
merupakan kesadaran yang mungkin (bukan kesadaran yang nyata) yang tidak setiap
orang dapat memahaminya. Kesadaran yang nyata adalah kesadaran yang dimiliki oleh
individu-individu yang ada di masyarakat. Karena kompleksnya keadaan masyarakat, dan
karena individu menjadi anggota dari berbagai kelompok sosial, maka individu jarang

4
menyadari secara lengkap dan menyeluruh tentang makna dan arah dari aspirasiaspirasi,
perilaku-perilaku dan emosi-emosi kolektifnya. Oleh karena itu, pandangan dunia tidak
disifatkan sebagai suatu kesadaran yang nyata, tetapi kesadaran yang mungkin.
Kesadaran yang mungkin adalah kesadaran yang menyatakan suatu
kecenderungan kelompok ke arah suatu koherensi menyeluruh, suatu perspektif yang
koheren dan terpadu mengenai hubungan manusia dengan sesamanya dan dengan alam
semesta (Goldmann dalam Faruk, 1999:17).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pandangan dunia adalah
keseluruhan gagasan, aspirasi, dan perasaan yang menghubungkan secara bersama-sama
anggota-anggota suatu kelompok sosial yang lain yang diwakilkan oleh pengarang
sebagai bagian dari masyarakat.
C. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode penelitian deskriptif
kualitatif yang menekankan pada pemerian data-data secara lengkap dan menyeluruh serta
pemaparannya yang objektif. Selain itu, metode deskriptif merupakan pemaparan data
kualitatif yang ditunjang interpretasi yang mendalam terhadap data.
Data dalam penelitian ini berupa kata, frase, atau kalimat yang terdapat di dalam cerpen
yang berjudul Anak Pilihan Karya Cindy Cici. Data tersebut akan dimaknai dan diinterpretasi
dengan analisis struktur genetik yang meliputi fakta kemanusiaan, subjek kolektif, dan
pandangan dunia pengarang.
Adapun sumber data dalam penelitian adalah cerpen Anak Pilihan Karya Cindy Cici yang
diterbitkan dalam buku kumpulan cerpen dengan judul Aku, Dia, dan Mereka oleh Samudra
Biru (Anggota IKAPI), Yogyakarta pada tahun 2017.
Data dianalisis dengan teknik analisis isi dengan pendekatan analisis sastra struktural
genetik. Pendekatan strukturalisme genetik sastra adalah pendekatan beranggapan bahwa
untuk mengkaji sebuah karya sastra selain mengkaji struktur intrinsik perlu juga dikaji hal-
hal sosiologis yang melingkupinya seperti latar belakang pengarang dan konteks sosial
sebuah karya ketika dilahirkan.
Adapun teknik analisis data yang dijadikan pegangan dalam penelitian ini
mempergunakan metode dialektis seperti yang telah dirumuskan oleh Goldmann yang
menaruh perhatian pada makna koheren. Metode ini bekerja dengan cara pemahaman bolak-

5
balik antara struktur sosial dengan teks yang diteliti, karena metode ini mengembangkan dua
pasangan konsep, yaitu “keseluruhan - bagian” dan “pemahaman - penjelasan”. Hal ini
dikarenakan keseluruhan tidak dapat dipahami tanpa bagian dan bagian tidak dapat
dimengerti tanpa keseluruhan, akhirnya cara kerja metode dialektis ini menjadi semacam
gerak melingkar terus-menerus tanpa diketahui tempat atau titik yang menjadi pangkal atau
ujungnya atau dalam pengertian lain, metode dialektis ini pada hakikatnya adalah gerak
perhatian terus-menerus berpindah-pindah antara teks, struktur sosial, dan model.

D. Hasil dan Pembahasan


1. Analisis Struktural Genetik Pada Cerpen Anak Pilihan Karya Cindy Cici
1.1 Fakta Kemanusiaan Pada Cerpen Anak Pilihan Karya Cindy Cici
Fakta kemanusiaan merupakan segala hasil aktivitas atau perilaku manusia baik yang verbal
maupun yang fisik, yang berusaha dipahami oleh ilmu pengetahuan. Fakta kemanusiaan tersebut
dapat berwujud aktivitas individu dengan orang-orang di sekitarnya. Fakta kemanusiaan yang
ada pada cerpen Anak Pilihan karya Cindy Cici berkaitan tentang tindakan yang dilakukan oleh
tokoh dengan melakukan interaksi satu sama lain. Interaksi tersebut berhubungan dengan
perilaku kehidupan sosial atau cara menghargai orang lain. Dalam cerpen ini terdapat beberapa
fakta sosial yakni:

a. Persepsi dan Ekspektasi Orang Tua terhadap Anak


Dalam keluarga ini, ada stereotip atau ekspektasi tertentu terhadap anak-anak
mereka. Ada perbedaan perlakuan terhadap kedua anak kembar tersebut berdasarkan
prestasi akademis dan pilihan karier mereka di masa depan. Terlihat pada percakapan
antara Ela, Ely, dan ayah mereka mengenai pilihan karier:
“Kalau aku mau jadi pengusaha hebat, biar kaya, banyak duit, hidup enak,
gitu deh” Ayah pun menyahutnya “Bagus juga kalau Ela mau jadi
pengusaha”
“Ia dong. Tidak seperti Ely mau jadi pendeta, hidup susah, miskin”
Di sini, terdapat perbedaan ekspektasi dari orang tua terhadap cita-cita karier kedua
anaknya. Pengusaha dianggap sebagai pilihan yang lebih menguntungkan secara
finansial dibandingkan menjadi seorang pendeta. Terdapat stereotip bahwa menjadi
seorang pendeta berarti hidup dalam kesulitan dan kemiskinan, sementara menjadi

6
pengusaha dianggap sebagai pilihan yang lebih menguntungkan. Ini mencerminkan
pandangan sosial yang umum terhadap profesi tertentu dan bagaimana pandangan ini
memengaruhi pandangan orang terhadap pilihan hidup seseorang.

b. Pengaruh Lingkungan dan Teman Sebaya:


Ela terpengaruh oleh teman-temannya untuk melakukan hal yang seharusnya
tidak dia lakukan, seperti bolos sekolah, yang menunjukkan pengaruh lingkungan
terhadap perilaku remaja. Ada bagian di mana Ela terpengaruh oleh teman-temannya untuk
melakukan hal yang seharusnya tidak dia lakukan, seperti bolos sekolah. Ini mencerminkan
pengaruh lingkungan sebaya yang bisa memengaruhi perilaku remaja
“Ayolah Ela, sekali doang kok! Cuman hari ini aja.” “Ela pun pergi mengikuti
mereka. Mereka menghabiskan waktu dengan bercerita, bermain di pantai
sampai jam sekolah pun berakhir.”

c. Konflik Batin dan Pemilihan Jalan Hidup:


Ada konflik internal Ela antara cita-citanya yang ingin menjadi seorang
pengusaha sukses dan panggilan rohaninya yang terasa setelah menghadiri acara
keagamaan. Konflik ini mencerminkan pertanyaan batin tentang apa yang benar-benar
diinginkan dan dipilihnya dalam hidup.
“Akan tetapi, karena merasa malu terhadap teman-temannya untuk mengakui
bahwa dia tertegur oleh firman Tuhan, dia hanya menyimpannya dalam hati
tanpa mengungkapkan apa-apa.”
Ini mencerminkan pertanyaan batin tentang apa yang benar-benar diinginkan dan
dipilihnya dalam hidup.

d. Dukungan Keluarga:
Meskipun Ela awalnya mengalami konflik batin, dia menemukan dukungan dari
saudarinya Fany dan akhirnya mendapatkan dukungan dari keluarganya untuk mengejar
panggilan rohaninya.

7
“Ela meminta untuk membimbingnya, kemudian ia akhirnya menyetujui untuk
bersekolah di STT itu. Segala persiapan sudah mereka siapkan dan tiba
saatnya mereka berangkat ke Jakarta.”

1.2 Subjek Kolektif Pada Cerpen Anak Pilihan Karya Cindy Cici
Subjek kolektif berkaitan dengan kelas sosial, yakni sebuah kelompok yang dalam
sejarah telah menciptakan satu pandangan yang lengkap dan menyeluruh mengenai
kehidupan dan yang telah memengaruhi perkembangan sejarah umat manusia hal ini dapat
dikaitkan dengan status kelas dalam masyarakat. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat
dijelaskan kembali bahwa subjek kolektif berkaitan dengan strata kelas masyarakat atas, dan
strata kelas masyarakat bawah. Subjek kolektif dalam cerpen "Anak Pilihan" dapat
ditemukan dalam keluarga yang menjadi fokus cerita, yaitu keluarga Pak Antho dan Ibu
Sovy, serta kedua putri kembar mereka, Angela (Ela) dan Angely (Ely). Keluarga ini
berfungsi sebagai subjek kolektif yang mengalami perkembangan, konflik, dan transformasi
sepanjang cerita.
a. Awal Cerita
"Di sebuah kota di Sumba Timur, hiduplah sebuah keluarga yang terdiri dari
sepasang suami istri bernama Pak Antho dan Ibu Sovy. Pasangan itu dikaruniai
dua orang putri kembar yang bernama Angela dan Angely."
Di sini, keluarga tersebut diperkenalkan sebagai keluarga utama dalam cerita, menjadi
subjek kolektif yang akan mengalami peristiwa cerita
b. Pertemuan dengan Pengaruh Lingkungan:
"Seiring berjalannya waktu mereka pun dapat menyesuaikan diri dengan
keadaan itu. Kelas Ela dan Ely berbeda, mereka dipisahkan agar mereka dapat
bersosialisasi dengan teman yang lain."
Pada bagian ini, keluarga tersebut mengalami penyesuaian dengan lingkungan baru, dan
kehidupan sekolah menjadi bagian dari pengaruh lingkungan yang memengaruhi kedua
putri kembar tersebut.
c. Konflik dan Transformasi:
"Suatu ketika PSG SUMTIM menyelenggarakan Konser Kebangunan Rohani
bagi remaja dan pemuda. Saat itu Ela dan Ely sudah duduk di kelas 3 SMP, dan

8
sebentar lagi akan mengikuti ujian nasional. Ela dan Ely bersepakat untuk
mengikuti KKR itu, tetapi mereka berdua memiliki tujuan yang berbeda."
Pada bagian ini, konflik batin dan transformasi terjadi dalam diri Ela sebagai bagian dari
subjek kolektif keluarga, di mana keduanya memiliki tujuan yang berbeda terkait dengan
acara keagamaan.
d. Keputusan untuk Melanjutkan Pendidikan:
"Ela berusaha keras untuk memperoleh biaya demi impiannya, tetapi ia terus
gagal. Ia akhirnya menyadari, bahwa ia dulu pernah berjanji untuk melayani
Tuhan."
Bagian ini menunjukkan perubahan dan transformasi Ela sebagai individu dalam konteks
keluarga yang mendukung dan mencerminkan peran subjek kolektif.

Subjek kolektif ini memberikan dasar untuk menggambarkan perjalanan dan


perkembangan karakter dalam cerita, memperlihatkan bagaimana pengaruh luar dan
keputusan individu dapat membentuk keluarga sebagai satu kesatuan yang kompleks.
Dalam cerpen "Anak Pilihan," subjek kolektif yang menunjukkan kelas sosial dapat dilihat
dari dua aspek utama:
a. Perbedaan Prestasi dan Aspirasi Karier Antara Ela dan Ely
 "Saat pelajaran di sekolah, mereka belajar tentang cita-cita. Sepulangnya mereka
dari sekolah, Ela bercerita kepada ayahnya 'Yah, ayah... masak tadi waktu bu
guru tanya cita-cita Ely, dia jawab mau jadi pendeta.'"
 "Lalu ayah bertanya pada Ela, 'Lalu kamu, Ela, cita-citamu apa?' 'Kalau aku
mau jadi pengusaha hebat, biar kaya, banyak duit, hidup enak, gitu deh.'"
Perbedaan cita-cita karier antara Ela yang ingin menjadi seorang pengusaha sukses dengan
pandangan positif terhadap kekayaan, dan Ely yang ingin menjadi pendeta, mencerminkan
perbedaan kelas sosial yang diinginkan atau diidamkan.

b. Pengaruh Teman Sebaya dan Lingkungan Sekitar


 "Pergaulan mereka awalnya baik, sampai suatu ketika Cynthia mulai mengajak
gengnya untuk bolos dari mata pelajaran kesenian."

9
 "Mereka menghabiskan waktu dengan bercerita, bermain di pantai sampai jam
sekolah pun berakhir."
Pengaruh teman sebaya terhadap Ela, terutama dalam hal bolos sekolah, mencerminkan
dinamika sosial dan bagaimana lingkungan dapat mempengaruhi perilaku serta pilihan
individu, yang juga bisa mencerminkan perbedaan kelas sosial.
Kelas sosial tercermin dalam perbedaan pandangan, aspirasi, dan pengaruh lingkungan
terhadap pilihan hidup karakter-karakter dalam cerita. Ini menyoroti bagaimana aspirasi
karier, pengaruh lingkungan, dan pandangan tentang kesuksesan atau tujuan hidup dapat
berbeda-beda sesuai dengan latar belakang sosial yang berbeda pula.

1.3 Padangan Dunia Pada Cerpen Anak Pilihan Karya Cindy Cici
Cerpen "Anak Pilihan" memperlihatkan pandangan dunia yang kompleks,
menggambarkan perjalanan emosional dan nilai-nilai yang berkembang dari kedua tokoh
utama, Ela dan Ely. Dalam cerita ini, konflik internal, pengaruh lingkungan, serta perubahan
nilai-nilai keluarga menjadi fondasi dalam membentuk pandangan dunia mereka.
Pandangan dunia yang tercermin dalam cerita ini menyoroti perbedaan pandangan
mengenai tujuan hidup, nilai-nilai moral, dan peran agama dalam menentukan jalan hidup
seseorang. Konflik batin Ela, yang terbelah antara cita-cita materialistik sebagai seorang
pengusaha sukses dan panggilan rohani setelah menghadiri acara keagamaan, merupakan inti
dari perjalanan nilai-nilai dalam cerita ini. Dilema moral yang dihadapi Ela mencerminkan
pertentangan antara ambisi kesuksesan materi dan kebutuhan spiritual yang lebih dalam. Ini
menggambarkan bagaimana pandangan dunia seseorang dapat terkikis atau berubah seiring
waktu dan pengalaman hidup.
Dalam cerita ini, aspirasi karier dan panggilan rohani menjadi titik sentral perbedaan
pandangan dunia antara Ela dan Ely. Ela, dengan pandangan yang lebih materialistik, ingin
mencapai kesuksesan finansial dan hidup nyaman, sementara Ely memiliki cita-cita rohani
sebagai pendeta. Perbedaan ini mencerminkan perbedaan dalam nilai-nilai yang dianut serta
prioritas yang diletakkan pada kesuksesan materi atau spiritual.
Pengaruh lingkungan juga memainkan peran penting dalam membentuk pandangan dunia
karakter-karakter utama. Teman sebaya Ela, seperti Cynthia, memiliki pengaruh besar dalam
memengaruhi keputusan Ela untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai

10
moralnya, seperti bolos sekolah. Hal ini mencerminkan bagaimana lingkungan sosial dapat
memengaruhi pandangan dunia dan perilaku seseorang.
Selain itu, perubahan nilai-nilai dalam keluarga juga mempengaruhi pandangan dunia
kedua tokoh utama. Dari dukungan yang diberikan Fany, saudara mereka yang memiliki
nilai-nilai rohani yang kuat, hingga konflik batin dengan orang tua mereka terkait pilihan
hidup, semua ini memberikan dimensi baru dalam pandangan dunia Ela dan Ely. Perubahan
nilai-nilai dan pemahaman yang mereka dapatkan dari keluarga menjadi pendorong dalam
transformasi pandangan dunia mereka.
Pandangan dunia yang tergambar dalam cerita ini memberikan pemahaman mendalam
tentang kompleksitas nilai-nilai, aspirasi, dan perubahan pandangan hidup. Kisah ini
menggambarkan bagaimana seseorang bisa mengalami konflik batin, pengaruh lingkungan,
serta perubahan nilai-nilai dalam upaya menemukan jati diri dan tujuan hidup yang sejati.
Dengan demikian, cerpen ini memberikan gambaran tentang bagaimana pandangan dunia
seseorang tidaklah statis, melainkan bisa berubah dan berkembang seiring dengan
pengalaman hidup, interaksi sosial, dan pertimbangan nilai-nilai yang dihadapi.

11
ANAK PILIHAN
Karya Cindy Cici

Di sebuah kota di Sumba Timur, hiduplah sebuah keluarga yang terdiri dari sepasang suami istri
bernama Pak Antho dan Ibu Sovy. Pasangan itu dikaruniai dua orang putri kembar yang bernama
Angela dan Angely. Sehari-hari Angela dipanggil dengan panggilan Ela dan Angely dipanggil
dengan panggilan Ely. Keluarga ini adalah keluarga Kristen yang sejak kecil mengikuti garis
keturunan orang tua mereka. Kehidupan keluarga ini awalnya sangat baik dan rukun adanya.
Segala kebutuhan hidup mereka selalu tercukupi. Sejak kecil Ely menjadi anak kebanggaan
keluarga, karena sering mendapat peringkat tertinggi di sekolah. Berbeda dengan Ela yang
prestasinya biasa-biasa saja di sekolah. Ela dan Ely adalah anak kelas lima SD. Saat pelajaran di
sekolah, mereka belajar tentang cita-cita. Sepulangnya mereka dari sekolah, Ela bercerita kepada
ayahnya “Yah, ayah... masak tadi waktu bu guru tanya cita-cita Ely, dia jawab mau jadi pendeta”
“Ha... betulkah Ely kalau besar nanti mau jadi pendeta?” tanya ayah.

“Ia yah... Angely memang mau jadi pendeta”

“Nah tu kan... betul kata Ela” sahut Ela.

“Emang tidak boleh jadi pendeta?” tanya Ely

Menghindari perdebatan makin memanas, ayah menjelaskan bahwa menjadi pendeta itu adalah
pekerjaan yang mulia. Lalu ayah bertanya pada Ela,

“Lalu kamu, Ela, cita-citamu apa?”

“Kalau aku mau jadi pengusaha hebat, biar kaya, banyak duit, hidup enak, gitu deh”

Ayah pun menyahutnya

“Bagus juga kalau Ela mau jadi pengusaha”

“Ia dong. Tidak seperti Ely mau jadi pendeta, hidup susah, miskin”

“Ee..eh... tidak boleh begitu Ela” kata ayah

“Aaah ayah” “Sudahlah, tidak usah diributkan. Ganti pakaian sana” kata ayah.

12
***

2 tahun kemudian.. Tiba saatnya mereka meninggalkan bangku sekolah dasar dan akan mengijak
bangku SMP yaitu di SMP Negeri 1 Waingapu, Sumba Timur. Di sekolah mereka mendapatkan
suasana yang baru dan memiliki banyak teman yang baru dengan karakter yang berbeda pula.
Seiring berjalannya waktu mereka pun dapat menyesuaikan diri dengan keadaan itu. Kelas Ela
dan Ely berbeda, mereka dipisahkan agar mereka dapat bersosialisasi dengan teman yang lain. Di
masa remaja ini Ela memiliki satu kelompok kecil yang dinamakan Geng Kece, mereka
berempat yaitu Ketty, Ela, Cynthia, dan Ema.

Pergaulan mereka awalnya baik, sampai suatu ketika Cynthia mulai mengajak gengnya untuk
bolos dari mata pelajaran kesenian. Ajak Cynthia kepada teman-temannya

“Beb, aku lagi males ni, bolos yuk.. “

“Bolos...? yang bener ajah kamu Cynt?” tanya Ela dengan kaget. Ema dan Ketty pun menyahut
“Ia nih Cynthia... ajakin bolos lagi .. ntar kalo ditanyain sama bapa gendut itu gimana dong?
Yang ada kita dihukum lagi”

“Alahh .. kalian nih gimana sih? Ini kan cuman pelajaran kesenian, bosan tahu, materi doang
paling yang dikasinya” bantah Cynthia kepada mereka

“Bener juga sihh Kett, aku juga sering bosan tahu.. apa lagi cara ngajarnya kaya gitu, bikin
ngantuk ajah” balas Ema

“Apa sih Cynthia sama Ema nih? ngak, ngak, pokoknya ngak ada yang boleh bolos hari ini.”
Kata Ela

“Ayolah Ela, sekali doang kok! Cuman hari ini aja.” Cynthia bersikap memohon kepada Ela Ela
berpikir

“Tapi aku takut...”

“Ia Ela, jangan kelamaan mikirnya! nanti resikonya kita tanggung bersama deh. Yuk .. kita ke
pantai!” sahut Cynthia sambil menarik tangan Ela Dengan keadaan sedikit takut, Ela pun pergi
mengikuti mereka.

13
Mereka menghabiskan waktu dengan bercerita, bermain di pantai sampai jam sekolah pun
berakhir. Ela yang tadinya merasa cemas, akhirnya merasa senang, bisa main layaknya anak
remaja yang lain di luar rumah dan sekolah, tidak hanya menghabiskan waktu untuk belajar, tapi
juga untuk bermain sepuas hati. Sesampainya di rumah, Ely pun bertanya pada Ela

“ La.. tadi aku lewat depan kelas kamu, tapi kok aku ngak liat kamu di dalam kelas?”

Dengan menutup mulut Ely, Ela pun menjawab “ah .. aku ada kok di kelas tadi.. mungkin kamu
aja yang ngak liat dengan baik”

“Apa-apaan sih Ela.. kok kamu nutup mulut aku sih?” Kata Ely seraya melepaskan tangan Ela
dari mulutnya

“Aku bener ngak liat kamu tadi Ela” ujar Ely lagi

“Ssseettttt... jangan berisik tahu.. nanti kedengaran sama ayah dan ibu lagi, iah deh.. aku ngaku
nih, tadi aku diajak Cynthia bolos ke pantai dekat sekolahan itu” kata Ela dengan ketakutan

“Aku sebenarnya ngak mau, tapi dipaksa mereka, jadi aku ikut mereka deh. Tapi kamu jangan
laporin aku sama ayah dan ibu yah?” dengan rasa bersalah Ela memohon pada Ely Sahut Ely

“ya ampun Ela.. apa sih yang kamu lakukan? Kalo ayah sampai tahu.. ngak tahu deh.. pasti ayah
kecewa banget sama kamu.”

“Ia aku nyesel, lain kali aku ngak bakalan ikut mereka lagi kok. Janji deh!” jawab Ela Perasaan
menyesal ternyata dirasakan saat itu saja, minggu berikutnya Ela dan gengnya itu merencanakan
untuk bolos lagi di jam mata pelajaran yang sama, tetapi perbuatan mereka kali ini diketahui oleh
wali kelas mereka.

Ela dan teman-teman pun dipanggil untuk menghadap ke kantor wali kelasnya, mereka dimarahi
dan mendapat sanksi atas perbuatan mereka. Tidak hanya itu, di rumah pun Ela dimarahi oleh
ayah dan ibunya, mereka kecewa dengan perbuatan yang Ela lakukan. Ela yang sudah
terperngaruh oleh lingkungan akhirnya menjadi anak bandel dan memberontak kepada orang
tuanya. Kecemasan yang dirasakan oleh orang tuanya selama ini akhirnya telah menjadi
kenyataan. Hal ini terus berlangsung dalam beberapa waktu, hingga membuatnya lupa, apa yang
sebenarnya menjadi tanggung jawabnya sebagai siswi.

14
***

Suatu ketika PSG SUMTIM menyelenggarakan Konser Kebangunan Rohani bagi remaja dan
pemuda. Saat itu Ela dan Ely sudah duduk dikelas 3 SMP, dan sebentar lagi akan mengikuti ujian
nasional.

Ela dan Ely bersepakat untuk mengikuti KKR itu, tetapi mereka berdua memiliki tujuan yang
berbeda. Ely yang bersungguh-sungguh ingin mengikuti acara itu dan Ela yang hanya ikut karena
akan bertemu dengan teman-teman dan bersenangsenang di sana. Seiring berjalannya acara
KKR, ternyata Ela menikmati firman Tuhan yang dikhotbahkan oleh seorang pendeta, ia ditegur
oleh khotbah dalam ibadah yang mengatakan “Hai kamu sekalian, mengapa kamu berbuat
demikian? Kami ini adalah manusia biasa sama seperti kamu. Kami ada di sini untuk
memberitakan bahwa Allah mengasihimu yang berdosa, supaya kamu meninggalkan perbuatan
sia-sia ini dan berbalik kepada Allah yang hidup, yang telah menjadikan langit dan bumi, laut
dan segala isinya.” Ia menyadari bahwa apa yang dilakukannya selama ini merusak dirinya
sendiri, terlebih merusak hubungannya dengan Tuhan. Akan tetapi, karena merasa malu terhadap
teman-temannya untuk mengakui bahwa dia tertegur oleh firman Tuhan, dia hanya
menyimpannya dalam hati tanpa mengungkapkan apaapa. Usia yang masih remaja membuat Ela
tidak mengerti sebenarnya itu adalah panggilan secara pribadi untuk melayani Kristus dan ia
tidak meresponinya.

***

Tiba saatnya Ela dan Ely akan menghadapi ujian nasional tingkat SMP, mereka berdua berusaha
belajar un-tuk mengahadapi ujian tersebut dan akhirnya mereka pun mendapat hasil yang
memuaskan. Dan syarat untuk masuk di SMA negeri pun dapat mereka penuhi, sehingga di
terima di SMA Negeri 2 Waingapu. Keduanya di masa SMA mendapat penghargaan, Ely
mendapat penghargaan sebagai siswi yang mendapat peringkat 2 umum se-Sumba Timur
sedangkan Ela yang mendapat penghargaan 1 perlombaan pemilihan putri Sumba Timur,
membawa nama sekolah, membuat kedua orang tua merka bangga. Kelebihan yang mereka
miliki membuat Ela semakin sombong, dia lupa bahwa semua itu bersumber dari berkat Tuhan.
Ela berpikir setelah ia lulus SMA, ia ingin menjadi seorang putri yang membawa nama Sumba
Timur di ajang pemilihan Putri NTT. Ia bertekad untuk bersekolah di bidang pariwisata, tetapi

15
keinginannya itu belum tentu tercapai karena kondisi keuangan keluarga yang pas-pasan. Dengan
berbagai usaha ia mencari uang agar bisa melanjutkan studinya, tetapi tetap saja dia gagal. Suatu
ketika, pada waktu liburan tiba, saudarinya yang bernama Fany, yang adalah mahasiswi di salah
satu perguruan tinggi teologi di Jakarta, datang untuk menemui Ela dan Ely, mereka sangat
senang dengan kedatangan Fany. Mereka menghabiskan waktu bersama sambil bercerita dan
berbagi berbagai pengalaman. Dengan keakraban itu Fany mencoba mengajak mereka untuk
berkuliah bersamanya di sekolah teologi.

“Dek, mau nggak kalau kalian juga bersekolah di STT tempat kaka bersekolah sekarang?” Tanya
Fany Ela dan Ely saling menatap dan menjawab

“kayaknya aku nggak cocok deh berkuliah dijurusan teologi, aku ingin menjadi seorang duta
wisata kak” ujar Ela. Sedangkan Ely yang mempunyai cita-cita sejak kecil menjadi pendeta pun
ragu akan hal itu, karena ia sudah mendapat tawaran beasiswa untuk melajutkan studi di bidang
Fisika oleh pemerintah

“Aku mau..., tapi aku juga mau menjadi seorang ilmuan fisika kak, aku mendapat tawaran dari
pemerintah loh” kata Ely

“Oh ia nggak apa-apa dek, kalau itu pilihan kalian berdua” sahut Fany dengan sedikit kecewa.
Mereka pun mengakhiri pertemuan mereka pada sore itu. Seiring berjalannya waktu, Ely
akhirnya memutuskan untuk berangkat melajutkan studinya dengan beasiswa yang dia peroleh.
Ela pun sedih karena harus berpisah jauh dengan adiknya.

Ela berusaha keras untuk memperoleh biaya demi impiannya, tetapi ia terus gagal. Ia akhirnya
menyadari, bahwa ia dulu pernah berjanji untuk melayani Tuhan. Ia bingung dan dilema, apa
yang harus ia lakukan saat itu. Akhirnya ia pergi menemui sepupunya Fany, Ela meminta untuk
membimbingnya, kemudian ia akhirnya menyetujui untuk bersekolah di STT itu. Segala
persiapan sudah mereka siapkan dan tiba saatnya mereka berangkat ke Jakarta. Ela sudah
membuat keputusan karena menyadari bahwa ternyata ia adalah anak yang telah dipilih Tuhan
untuk melayaniNya. Orang tua Ela bangga dan mendukung keputusan Ela. Ela menjalani proses
demi proses dan akhirnya mendapat gelar itu. Ia menjadi seorang hamba Tuhan yang luar biasa
dalam pelayanannya.

16

Anda mungkin juga menyukai