Anda di halaman 1dari 207

PEMBAHASAN

UJIAN BLOK 4.4


@ANGGITAKARERA @KOASTOTALITAS
JKN
PENGERTIAN SKN
Pengelolaan kesehatan yang
diselenggarakan oleh semua komponen
bangsa Indonesia secara terpadu dan
saling mendukung guna menjamin
tercapainya derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya.
(Perpres 72/2012 Pasal 1 angka 2)
Berjenjang di Pusat dan Daerah
Memperhatikan otonomi daerah dan otonomi fungsional di bidang kesehatan
DEFINISI
JAMINAN SOSIAL
Bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi
kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL (SJSN)


Tata cara penyelenggaraan program Jaminan Sosial oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

ASURANSI SOSIAL
Mekanisme pengumpulan iuran yang bersifat wajib dari peserta, guna memberikan
perlindungan kepada peserta atas risiko sosial ekonomi yang menimpa mereka dan atau
anggota keluarganya
DEFINISI

JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN)


Suatu program pemerintah dan masyarakat dengan tujuan memberikan kepastian
jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi setiap rakyat indonesia agar penduduk
indonesia dapat hidup sehat, produktif, dan sejahtera.

Naskah Akademik UU SJSN tahun 2004

Program jaminan sosial yang menjamin biaya pemeliharaan kesehatan serta


pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan yang diselenggarakan nasional secara
bergotong-royong wajib oleh seluruh penduduk Indonesia dengan membayar iuran
berkala atau iurannya dibayari oleh Pemerintah kepada badan penyelenggara
jaminan sosial kesehatan nirlaba
BPJS Kesehatan
DEFINISI
DEFINISI
Undang-Undang & Peraturan
1. UU No. 39 th. 1999 ttg Hak Asasi Manusia
2. UU NO. 36 Th 2009 ttg Kesehatan
3. UU No. 32 th. 2009 ttg. Perlindungan & Pengelolaan
Lingkungan Hidup
4. UU No. 29 th. 2004 ttg Praktik Kedokteran
5. UU No 40 th 2004 ttg SJSN
6. UU No. 24 th. 2011 ttg BPJS
7. PP No. 13 Tahun 2009 tentang PNPB
8. PP 18 Tahun 1999 ttg Limbah B3
9. PMK No. HK.02.02-068 ttg Kewajiban Menggunakan Obat
Generik Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah
10. PMK No. 1796 ttg Registrasi Tenaga Kesehatan
11. PMK No 028 Tahun 2011 ttg Klinik
Undang-Undang &
Peraturan
12. KMK No. 326/MENKES/SK/IX/2013 Tentang Penyiapan Kegiatan Penyelenggaraan Jaminan
Kesehatan Nasional
13. KMK No. 312/MENKES/SK/IX/2013 Tentang Daftar Obat Esensial Nasional 2013
14. PMK No. 001 th 2012 ttg Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan
15. Perpres No 72 Th 2012 Ttg Sistem Kesehatan Nasional
16. Perkonsil No 11 Th 2012 Ttg Standar Kompetensi Dokter Indonesia 2012
17. PMK No. 28 th 2011 ttg Klinik
18. PMK No. 2052 th. 2011 ttg Izin Praktik Kedokteran
19. PMK No. 1787 th 2010 ttg Iklan dan Publikasi Pelayanan Kesehatan
20. PMK No 71 Thn 2013 tentang Pelayanan Pada JKN
21. PMK No 69 Thn 2013 Tentang Tarif Pelayanan Kesehatan Progam JKN
22. PMK No 455 Thn 2013 AsosiasiFasilitas Kesehatan
PENGERTIAN SKN
Pengelolaan kesehatan yang
diselenggarakan oleh semua komponen
bangsa Indonesia secara terpadu dan
saling mendukung guna menjamin
tercapainya derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya.
(Perpres 72/2012 Pasal 1 angka 2)
Berjenjang di Pusat dan Daerah
Memperhatikan otonomi daerah dan otonomi fungsional di bidang kesehatan
Tujuan SKN
• menjadi acuan dalam penyusunan dan pelaksanaan
pembangunan kesehatan yang dimulai dari kegiatan
perencanaan sampai dengan kegiatan monitoring dan
evaluasi; (Pasal 5)
• terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua
komponen bangsa, baik Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan/atau masyarakat termasuk badan hukum,
badan usaha, dan lembaga swasta secara sinergis,
berhasil guna dan berdaya guna, sehingga terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
(Butir 96 Lampiran)
SUB-SISTEM SKN
UPAYA KESEHATAN
LITBANG

PEMBIAYAAN
SUMBER DAYA MANUSIA

FARMASI, ALKES, MAKANAN


MANAJEMEN, INFORMASI, REGULASI

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
PELAKSANAAN SKN (1)
• oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,
dan/atau masyarakat;
• secara berkelanjutan, sistematis, terarah,
terpadu, menyeluruh, dan tanggap terhadap
perubahan dengan menjaga kemajuan,
kesatuan, dan ketahanan nasional;
• berdasarkan standar persyaratan dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
(Pasal 4)
PELAKSANAAN SKN (2)
• ditekankan pada peningkatan perilaku dan
kemandirian masyarakat, profesionalisme
sumber daya manusia kesehatan, serta upaya
promotif dan preventif tanpa
mengesampingkan upaya kuratif dan
rehabilitatif.

(Pasal 6 (1))
Tujuan SKN
• menjadi acuan dalam penyusunan dan pelaksanaan
pembangunan kesehatan yang dimulai dari kegiatan
perencanaan sampai dengan kegiatan monitoring dan
evaluasi; (Pasal 5)
• terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua
komponen bangsa, baik Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan/atau masyarakat termasuk badan hukum,
badan usaha, dan lembaga swasta secara sinergis,
berhasil guna dan berdaya guna, sehingga terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
(Butir 96 Lampiran)
PRINSIP JKN
PRINSIP KEGOTONGROYONGAN
• Peserta yang mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang
sehat membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat
membantu yang sakit
• Hal ini terwujud karena kepesertaan SJSN bersifat wajib untuk seluruh penduduk
• Dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.

PRINSIP NIRLABA
• Pengelolaan dana amanat oleh BPJS bukan untuk mencari laba/keuntungan
• Sebaliknya tujuan utama adalah memenuhi kebutuhan peserta.
• Dana yang dikumpulkan dari peserta adalah dana amanat sehingga
pengembangannya akan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan
peserta
• Prinsip yang mendasari →keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan
efektivitas
PRINSIP JKN
PRINSIP PORTABILITAS

• Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang


berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat
tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

PRINSIP KEPESERTAAN BERSIFAT WAJIB


• Kepersertaan bersifat wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta
sehingga dapat terlindungi.
• Meskipun kepersertaan bersifat wajib, penerapannya tetap disesuaikan dengan
kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan
program.
• Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu
sektor informal dapat menjadi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dapat mencakup seluruh rakyat.
PRINSIP JKN

PRINSIP DANA AMANAT

• Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan-
badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka
mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.

PRINSIP HASIL PENGELOLAAN DANA JAMINAN SOSIAL

• Dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-


besar kepentingan peserta.
PRINSIP JKN
RUJUKAN
PELAYANAN
RUJUKAN
RUJUKAN
PELAYANAN
PELAYANAN
RUJUKAN
SMART WAY
KEPESERTAAN

PESERTA PBI PESERTA NON-PBI

• peserta Jaminan Kesehatan


Peserta yang tidak tergolong fakir
bagi fakir miskin dan orang
miskin dan orang tidak mampu
tidak mampu sebagaimana
diamanatkan UU SJSN yang
iurannya dibayari Pemerintah
sebagai peserta program
Jaminan Kesehatan.
• Peserta PBI adalah fakir
miskin yang ditetapkan oleh
Pemerintah dan diatur melalui
Peraturan Pemerintah.
KEPESERTAAN
KEPESERTAAN
KEPESERTAAN
KEPESERTAAN

MASA BERLAKU KEPESERTAAN


• Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional berlaku selama yang
bersangkutan membayar Iuran sesuai dengan kelompok peserta
• Status kepesertaan akan hilang bila Peserta tidak membayar
Iuran atau meninggal dunia.
KEPESERTAAN

HAK DAN KEWAJIBAN


PEMBIAYAAN
IURAN JAMINAN
Sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh Peserta, Pemberi
Kerja, dan/atau Pemerintah untuk program Jaminan Kesehatan (pasal 16,
Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan).
PEMBIAYAAN
PEMBIAYAAN
PEMBIAYAAN

IURAN BERDASARKAN WEBSITE BPJS


PEKERJA PENERIMA UPAH

• Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja pada Lembaga
Pemerintahan, BUMN, BUMD dan Swasta sebesar 5% (lima persen) dari Gaji
atau Upah per bulan
• Ketentuan : 4% (empat persen) dibayar oleh pemberi kerja dan 1% (satu persen)
dibayar oleh peserta.

Iuran untuk keluarga tambahan Pekerja Penerima Upah yang terdiri dari anak ke 4 dan
seterusnya, ayah, ibu dan mertua, besaran iuran sebesar sebesar 1% (satu persen)
dari dari gaji atau upah per orang per bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah.
PEMBIAYAAN

IURAN BERDASARKAN WEBSITE BPJS


PEKERJA BUKAN PENERIMA UPAH
Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah (seperti saudara kandung/ipar,
asisten rumah tangga, dll); peserta pekerja bukan penerima upah serta iuran peserta
bukan pekerja adalah sebesar:
PEMBIAYAAN

IURAN BERDASARKAN WEBSITE BPJS


BUKAN PEKERJA

Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan janda, duda, atau
anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan, iurannya ditetapkan
sebesar 5% (lima persen) dari 45% (empat puluh lima persen) gaji pokok Pegawai
Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan masa kerja 14 (empat belas) tahun per bulan,
dibayar oleh Pemerintah.

Pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan


PEMBIAYAAN
PEMBIAYAAN
MANFAAT

MANFAAT JKN

MANFAAT MEDIS MANFAAT NON MEDIS

Pelayanan promotif, preventif, meliputi akomodasi dan


kuratif, dan rehabilitatif termasuk ambulans
pelayanan obat dan bahan
medis habis pakai sesuai
dengan kebutuhan medis.
MANFAAT
MANFAAT
MANFAAT
PELAYANAN KESEHATAN
PELAYANAN KESEHATAN
BPJS
PEMBAYARAN BPJS PADA FASKES
PEMBAYARAN BPJS PADA FASKES
PEMBAYARAN BPJS PADA FASKES
PEMBAYARAN BPJS PADA FASKES
PEMBAYARAN BPJS PADA FASKES
PRINSIP DASAR PELAYANAN KESEHATAN DALAM
JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

▪ Pelayanan kesehatan mengacu pada


konsep “managed care” yaitu
keterpaduan antara pelayanan kesehatan
yang bermutu dan pembiayaan yang
terkendali
Pelayanan kesehatan meliputi
promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif dengan pola pembiayaan
yang dapat mengendalikan
kenaikan biaya pelayanan antara lain
dengan Prospective payment
Managed Care
Sebagai Landasan Operasional BPJS Kesehatan

Suatu sistem dimana pelayanan kesehatan dan pembiayaannya (pelayanan kesehatan)


diselenggarakan dan tersinkronisasi dalam kerangka kendali mutu dan biaya, sehingga
menghasilkan pelayanan kesehatan yang bermutu dan dengan biaya yang efisien.

Fitur Managed Care :

• Gatekeeper concept → Pelayanan Primer


• Quality Assurances → Credentialing & Recredentialing
• Manfaat komprehensif
• Fokus pada promotif dan preventif
• Sistem Rujukan berjenjang
• Formularium Obat Nasional
• Sistem Pembayaran Prospektif (Kapitasi, INA CBG’s)
• Utilization review (Prospektif, Konkuren dan retrospektif)
• Dewan Pertimbangan Medik (Medical Advisory Board)
MISREPRESENTASI
satu pernyataan yang salah atas suatu fakta yang membuat pihak orang
lain sepakat untuk berkontrak
BENTUK
BENTUK
BENTUK
BENTUK
EPIDEMIOLOGI
KRITERIA HUBUNGAN KAUSAL

TEORI TIMBULNYA PENYAKIT

TEORI PENYEBAB TUNGGAL/ TEORI PENYEBAB MULTIPEL/


SINGLE CAUSATION MULTIPLE CAUSATION
• Kenyataan ilmu saat ini, penyebab dan akibat
• Penyakit disebabkan oleh satu tidak selalu tunggal
penyebab • Dari perspektif multiple causation, sebab
• Penyebab penyakit merupakan sufficient bukan merupakan 1 faktor tunggal,
factor yang necessary dan sufficient melainkan merupakan kumpulan faktor.
• Banyak dianut pd era biologis, saat • Setiap faktor yang turut menyusun dan muncul
ditemukan mikroskop & jasad renik dalam setidaknya 1 set sufficient cause, disebut
• Mendorong timbulnya Postulat Koch contributory/ component cause
• Faktor yang selalu ada dalam setiap set sufficient
cause adalah necessary cause
KRITERIA HUBUNGAN KAUSAL

POSTULAT KOCH

1. Agen penyakit hrs ditemukan pd semua penderita penyakit tsb, dg


isolasi biakan murni
2. Agen penyakit tidak boleh ada pd penderita penyakit lain
3. Hasil isolasi biakan hrs dpt menimbulkan penyakit yg sama pada
binatang percobaan
4. Agen penyakit hrs dapat diisolasi dr binatang percobaan.tsb
MODEL DETERMENISME MULTIKAUSAL

MODEL TRIAS EPIDEMIOLOGI


Trias epidemiologi adalah model yang mencerminkan
hubungan sebab akibat dalam penyakit

Berdasarkan gambar tersebut, terlihat bahwa model trias epidemiologi terdiri atas tiga komponen yang saling
berhubungan dan berinteraksi yaitu faktor agen penyakit, faktor inang atau host, dan faktor lingkungan
MODEL TEORI MULTIKAUSAL
DETERMENISME MULTIKAUSAL

MODEL TRIAS EPIDEMIOLOGI


Terdapat pihak yang tidak setuju dengan gambaran tradisional tersebut
dengan alas an bahwa agen dan host pada kenyataannya berada di
dalam lingkungan, sehingga jika digambarkan akan menjadi seperti ini
MODELTEORI
DETERMENISME MULTIKAUSAL
MULTIKAUSAL

MODEL TRIAS EPIDEMIOLOGI


Ada pula penulis yang menggambarkan model trias epidemiooginya
seperti sebuah timbangan seperti pada, sehingga ketidakseimbangan dari
timbangan tersebut dapat memanifestasikan penyakit.
MODELTEORI
DETERMENISME MULTIKAUSAL
MULTIKAUSAL

MODEL TRIAS EPIDEMIOLOGI


AGEN Agen penyakit disini dapat berupa mikroorganisme seperti virus,
PENYAKIT bakteri, dan parasit, maupun bahan kimia

• Faktor-faktor intrinsik yang dapat mempengaruhi baik paparan,


kerentanan, atau respon seseorang terhadap agen penyebab
penyakit.
• Sebagai contoh, usia, jenis kelamin, kelompok etnis, dan
FAKTOR
perilaku seseorang dapat menjadi faktor yang menentukan
HOST
menentukan risiko terhadap paparan agen
• Umur, komposisi genetik, status gizi dan imunologi adalah
beberapa faktor yang mempengaruhi kerentanan dan respon
seseorang terhadap agen.
MODELTEORI
DETERMENISME MULTIKAUSAL
MULTIKAUSAL

MODEL TRIAS EPIDEMIOLOGI


• Faktor lingkungan adalah faktor ekstrinsik yang mempengaruhi
agen dan kesempatan untuk mendapatkan paparan.
FAKTOR • Faktor lingkungan ini meliputi antara lain faktor fisik (misalnya
LINGKUNGAN iklim, karakteristik geologi), faktor biologis (misalnya vektor -
serangga yang mengirimkan agen), dan faktor struktural
(misalnya berkerumun, ketersediaan pelayanan kesehatan dan
sanitasi)
MODELTEORI
DETERMENISME MULTIKAUSAL
MULTIKAUSAL
CONTOH MODEL TRIAS EPIDEMIOLOGI
MODELTEORI MULTIKAUSAL
DETERMENISME MULTIKAUSAL

KEKURANGAN MODEL TRIAS


EPIDEMIOLOGI
• Kekurangan dari trias epidemiologi ini karena tidak
bisa secara mudah untuk diterapkan pada semua
penyakit
• Sebagai contoh, pada beberapa penyakit tidak
menular trias epidemiologi ini sulit diterapkan karena
adanya keseulitan untuk mengelompokkan apakah
faktor tersebut masuk ke dalam agen atau lingkungan.
MODELTEORI MULTIKAUSAL
DETERMENISME MULTIKAUSAL

MODEL TRIAS SUFFICIENT CAUSE (PENYEBAB YANG CUKUP) DAN


COMPONENT CAUSE (KOMPONEN PENYEBAB)

SUFFICIENT CAUSE SUFFICIENT CAUSE

Faktor-faktor atau kondisi yang Faktor-faktor atau kondisi yang


pasti menghasilkan penyakit. membentuk sufficient cause

Dapat berupa faktor agen, host,


atau faktur lingkungan.
MODELTEORI MULTIKAUSAL
DETERMENISME MULTIKAUSAL

MODEL TRIAS SUFFICIENT CAUSE (PENYEBAB YANG CUKUP) DAN


COMPONENT CAUSE (KOMPONEN PENYEBAB)
MODELTEORI MULTIKAUSAL
DETERMENISME MULTIKAUSAL

MODEL WEB OF CAUSATION

• Model ini di cetuskan oleh mcmahon dan pugh (1970)


• Prinsipnya adalah, setiap efek (yakni, penyakit) tak pernah tergantung
kepada sebuah faktor penyebab, tetapi tergantung pada sejumlah faktor
dalam rangkaian kausalitas sebelumnya.
• Faktor-faktor penyebab itu disebut promoter dan inhibitor
MODELTEORI MULTIKAUSAL
DETERMENISME MULTIKAUSAL

MODEL WEB OF CAUSATION


MODELTEORI MULTIKAUSAL
DETERMENISME MULTIKAUSAL

MODEL RODA

• Model ini menggambarkan hubungan manusia dan lingkungan sebagai


roda.
• Roda tersebut terdiri atas manusia dengan substansi genetik pada bagian
intinya, dan komponen lingkungan biologi,sosial, fisik mengelilingi
penjamu.
• Ukuran komponen roda bersifat relatif, tergantung problem spesifik
penyakit yang bersangkutan.
• Contoh: pada penyakit herediter, proporsi inti genetik relatif besar,
sedang pada penyakit campak, status imunitas penjamu serta lingkungan
biologic lebih penting ketimbang faktor genetik.
MODELTEORI MULTIKAUSAL
DETERMENISME MULTIKAUSAL

MODEL RODA
PENDEKATAN PROBABILISTIK

MASALAH DENGAN MODEL DETERMENISME


• Pengetahuan yang terbatas tentang penyakit
• Keterbatasan dalam mengamati status penyakit dan status pajanan
(termasuk keterbatasan dalam mengetahui semua faktor component
cause yang dapat mengakibatkan munculnya penyakit tsb).

Konsep/ Model determinisme kemudian ditunjang oleh


pendekatan probabilistik
MODEL TEORI MULTIKAUSAL
DETERMENISME MULTIKAUSAL

MODEL TRIAS EPIDEMIOLOGI


Terdapat pihak yang tidak setuju dengan gambaran tradisional tersebut
dengan alas an bahwa agen dan host pada kenyataannya berada di
dalam lingkungan, sehingga jika digambarkan akan menjadi seperti ini
MODELTEORI
DETERMENISME MULTIKAUSAL
MULTIKAUSAL

MODEL TRIAS EPIDEMIOLOGI


Ada pula penulis yang menggambarkan model trias epidemiooginya
seperti sebuah timbangan seperti pada, sehingga ketidakseimbangan dari
timbangan tersebut dapat memanifestasikan penyakit.
MODELTEORI
DETERMENISME MULTIKAUSAL
MULTIKAUSAL

MODEL TRIAS EPIDEMIOLOGI


AGEN Agen penyakit disini dapat berupa mikroorganisme seperti virus,
PENYAKIT bakteri, dan parasit, maupun bahan kimia

• Faktor-faktor intrinsik yang dapat mempengaruhi baik paparan,


kerentanan, atau respon seseorang terhadap agen penyebab
penyakit.
• Sebagai contoh, usia, jenis kelamin, kelompok etnis, dan
FAKTOR
perilaku seseorang dapat menjadi faktor yang menentukan
HOST
menentukan risiko terhadap paparan agen
• Umur, komposisi genetik, status gizi dan imunologi adalah
beberapa faktor yang mempengaruhi kerentanan dan respon
seseorang terhadap agen.
MODELTEORI
DETERMENISME MULTIKAUSAL
MULTIKAUSAL

MODEL TRIAS EPIDEMIOLOGI


• Faktor lingkungan adalah faktor ekstrinsik yang mempengaruhi
agen dan kesempatan untuk mendapatkan paparan.
FAKTOR • Faktor lingkungan ini meliputi antara lain faktor fisik (misalnya
LINGKUNGAN iklim, karakteristik geologi), faktor biologis (misalnya vektor -
serangga yang mengirimkan agen), dan faktor struktural
(misalnya berkerumun, ketersediaan pelayanan kesehatan dan
sanitasi)
PENDEKATAN PROBABILISTIK

KRITERIA IDEAL HUBUNGAN KAUSAL


Hubungan Kausal Kriteria Bradford Hill (1897-1991)
PENDEKATAN PROBABILISTIK

KRITERIA IDEAL HUBUNGAN KAUSAL


STRENGTH OF ASSOCIATION/ KEKUATAN ASOSIASI
• Makin kuat hubungan paparan dan penyakit, makin kuat pula keyakinan bahwa
hubungan tersebut bersifat kausal.
• Sebab, makin kuat hubungan paparan dan penyakit sebagaimana yang teramati,
makin kecil kemungkinan bahwa penaksiran hubungan itu di pengaruhai oleh
kesalahan acak maupun kesalahan sistematik yang tidak terduga atau tak
terkontrol.
• Sebaliknya, hubungan yang lemah kita dapat menduga bahwa peran peluang,
bias dan kerancuan cukup besar untuk mengakibatkan distorsi hasil.

Hubungan asosiasi yang sangat kuat antara suatu faktor dengan suatu penyakit,
memiliki kemungkinan bersifat kausal (OR, RR dll)
PENDEKATAN PROBABILISTIK

KRITERIA IDEAL HUBUNGAN KAUSAL


CONSISTENCY OF ASSOCIATION (KONSISTENSI)
• Makin konsisten dengan riset-riset lainnya yang dilakukan pada populasi dan
lingkungan yang berbeda, makin kuat pula keyakinan hubungan kausal.
• Sebaliknya,inkonsistensi temuan tidak dapat dengan sendirinya dianggap
sebagai nonkausal. sebab dalam banyak hal, agen penyebab baru dapat
mewujudkan pengaruhnya terhadap penyakit, jika terdapat aksi penyebab
komplementer yang menciptakan kondisi yang mencukupi untuk terjadinya
penyakit tersebut. padahal,kondisi yang mencukupi itu tidak selalu dapat
dipenuhi pada setiap situasi

Pengamatan yang dilakukan berulang-ulang pada tempat, waktu, populasi dan


rancangan penelitian yang berbeda, memberikan bukti yang sama tentang
hubungan asosiasi.
PENDEKATAN PROBABILISTIK

KRITERIA IDEAL HUBUNGAN KAUSAL


SPECIFICITY OF ASSOCIATION/ SPESIFISITAS
• Ada hubungan yang melekat antara spesifisitas dan kekuatan yang mana
semakin akurat dalam mendefinisikan penyakit dan penularannya,
semakin juat hubungan yang diamati tersebut.
• Tetapi, fakta bahwa satu agen berkontribusi terhadap penyakit-penyakit
beragam bukan merupakan bukti yang melawan peran dari setiap
penyakit

TEMPORALITAS

• Hubungan kausal harus menunjukkan sekuen waktu yang jelas, yaitu


paparan faktor penelitian (anteseden) mendahului kajadian penyakit
(konsekuen)
PENDEKATAN PROBABILISTIK

KRITERIA IDEAL HUBUNGAN KAUSAL


BIOLOGIC GRADIEN (DERAJAT BIOLGIS) ATAU DOSE-RESPONSE
RELATIONSHIP.(EFEK DOSIS RESPONS)

• Perubahan intensitas paparan yang selalu diikuti oleh perubahan frekuensi


penyakit menguatkan kesimpulan hubungan kausal.
• Contoh: Apabila risiko terkena ca paru meningkat dengan bertambahnya
jumlah batang sigaret yang diisap perhari, maka keyakinan hubungan kausal
antara merokok dan ca paru makin kuat pula.
• Sebaliknya, tidak terpenuhi kriteria dosis respons tidak menyingkirkan
kemungkinan hubungan kausal, sebab, dikenal konsep nilai ambang dan
tingkat saturasi

Ada pola hubungan antara suatu faktor dengan suatu penyakit yang kekuatan
hubungannya meningkat sejalan denganpeningkatan kuantitas/kualitas pajanan.
PENDEKATAN PROBABILISTIK
KRITERIA IDEAL HUBUNGAN KAUSAL
PLAUSABILITY (KEMUNGKINAN BIOLOGIS)/ KREDIBILITAS BIOLOGIC
SUATU HIPOTESIS
• Keyakinan hubungan kausal antara paparan dan penyakit makin kuat jika ada
dukungan pengetahuan biologik.
• Namun demikian, ketiadaan dukungan pengetahuan biologik tidak dapat
dengan sendirinya di katakana bukan hubungan non-kasual. Sebab acapkali
pengetahuan biologi yang tersedia “tertinggal”, sehingga tidak dapat
menjelaskan hasil pengamatan suatu riset.
• Secara umum dapat dikatakan, makin terbatas pengetahuan biologik tentang
hubungan antara papatran dan penyakit, makin kurang aman untuk
memutuskan bahwa hubungan itu non-kasual.

Hubungan suatu faktor dengan suatu penyakit yang secara nalar dapat diterima,
dalam arti hal tsb memungkinkan secara biologis
PENDEKATAN PROBABILISTIK

KRITERIA IDEAL HUBUNGAN KAUSAL


KOHERENSI

• Makin koheren dengan pengetahuan tentang riwayat alamiah penyakit, makin


kuat keyakinan hubungan kausal antara paparan dan penyakit. kriteria
koherensi menegaskan pentingnya kriteria konsistensi dan kredibilitas biologik.

BUKTI EKSPERIMEN

• Dukungan temuan riset eksperimental memperkuat kasimpulan hubungan


kausal.
• hubungan kausal dapat di yakinkan melalui bukti-bukti eksperimental, jika
perubahan pvariabel independen (faktor penelitian) selalu di ikuti oleh
perubahan fariabel dependen (penyakit).
PENDEKATAN PROBABILISTIK

KRITERIA IDEAL HUBUNGAN KAUSAL


ANALOGI

• Kriteria analogi kurang kuat untuk mendukung hubungan kasual. Sebab


imajinasi para ilmuan tentu akan banyak mencetuskan gagasan-gagasan
analogik, dengan akibat analogi menjadi tidak spesifik untuk di pakai sebagai
dasar dukungan hubungan kausal.
• Pada beberapa situasi, kriteria analogi memang bisa dipakai, misalnya: juka
sebuah obat menyebabkan cacat lahir, maka bukan tidak mungkin obat lain
yang mempunyai sifat farma kologi yang serupa akan memberikan akibat
yang sama.

Pendekatan analogi dapat membantu ke arah pengambilan kesimpulan kausal,


namun sering mengecohkan.
KESLING
LIMBAH INFEKSIUS
• Limbah infeksius adalah Limbah yang terkontaminasi organisme patogen yang tidak secara
rutin ada di lingkungan dan organisme tersebut dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk
menularkan penyakit pada manusia rentan.
• Termasuk dalam kelompok limbah infeksius yaitu: 1. darah dan cairan tubuh, 2. Limbah
laboratorium yang bersifat infeksius, 3. Limbah yang berasal dari kegiatan isolasi, dan 4. Limbah
yang berasal dari kegiatan yang menggunakan hewan uji.

LIMBAH PATOLOGIS
• Limbah patologis adalah Limbah berupa buangan selama kegiatan operasi, otopsi, dan/atau
prosedur medis lainnya termasuk jaringan, organ, bagian tubuh, cairan tubuh, dan/atau
spesimen beserta kemasannya
LIMBAH TAJAM
• Limbah benda tajam merupakan Limbah yang dapat menusuk dan/atau menimbulkan luka
dan telah mengalami kontak dengan agen penyebab infeksi
• Antara lain jarum hipodermis; a. Jarum intravena; b. Vial; c. Lanset (lancet); d. Siringe; e. Pipet
pasteur; f. Kaca prepara

LIMBAH FARMASI
• Limbah farmasi merupakan limbah yang dihasilkan dari instalasi farmasi misalnya obat
kadaluarsa, obat terkontaminasi

LIMBAH KIMIAWI
• Limbah kimiawi adalah limbah B3 yang bersifat kimiawi misalnya larutan fixer, limbah bahan
kimia kadaluarsa.
LIMBAH SITOTOKSIK
• Limbah sitotoksik adalah Limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan pemberian
obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang mempunyai kemampuan untuk membunuh
dan/atau menghambat pertumbuhan sel hidup
• Termasuk dalam kelompok Limbah sitotoksik yaitu Limbah genotoksik yang merupakan Limbah
bersifat sangat berbahaya, mutagenik (menyebabkan mutasi genetik), teratogenik

LIMBAH RADIOAKTIF
• Limbah radioaktif merupakan limbah yang bersifat radioaktif yang biasanya dihasilkan dari proses
rontgen.

LIMBAH KONTAINER BERTEKANAN


• Limbah kontainer bertekanan merupakan limbah dari kegiatan yang menggunakan tabung
bertekanan, contohnya limbah tabung gas
Diseases Related to
Water

Water-borne Diseases Water-based Diseases

Water-washed Diseases Water-related Diseases


Water-borne Diseases
Diseases caused by ingestion of water
contaminated by human or animal
excrement, which contain pathogenic
microorganisms
Include : cholera, typhoid, amoebic and
bacillary dysentery and other diarrheal
diseases
In addition, water-borne disease can be
caused by the pollution of water with
chemicals that have an adverse effect on
health
• Arsenic
• Flouride
• Nitrates from fertilizers
• Carcinogenic pesticides (DDT)
• Lead (from pipes)
• Heavy Metals
Water-washed Diseases
Diseases caused by poor personal hygiene and skin and eye
contact with contaminated water

These include scabies, trachoma, typhus,


and other flea, lice and tick-borne
diseases.
Water-based Diseases
Diseases caused by parasites found in interme-diate organisms
living in contaminated water

Includes Schistosomiasis (freshwater snails)


and Dracunculiasis (guinea worm disease)
Water-related Diseases
Water-related diseases are caused by insect vectors, especially
mosquitoes, that breed or feed near contaminated water.

They are not typically associated with lack


of access to clean drinking water or
sanitation services

Include dengue, filariasis, malaria, onchocer-


ciasis, trypanosomiasis and yellow fever
PABRIK BATU BARA
Batu bara merupakan bahan utama selain solar yang telah umum digunakan pada
banyak industri. Sebut saja kelistrikan. Salah satu alasan terpentingnya adalah
ketersediaan batu bara yang melimpah dan harganya yang relatif lebih murah
dibandingkan sumber energi lainnya. Polutan terbesar dari pembakaran bahan
bakar batu bara adalah emisi CO2, SO2 , partikel dan debu pengotor. Sulfur
dioksida (SO2) merupakan salah satu emisi penting di instalasi pembangkit listrik
(power plant) tenaga batubara.
161

Polusi Udara di Luar


Ruangan
1. Ground-level ozone
○ Ground-level ozone/ ozon trofosfer → terbentuk dari reaksi
NOx yg dihasilkan o/ emisi kendaraan bermotor & pabrik dgn
senyawa2 organik yg mudah menguap (VOC-volatile organic
compound)→ polutan berbahaya.
○ Ozon mengoksidasi polyunsaturated lipid menjadi hidrogen
peroksida dan senyawa-senyawa lipid aldehid → senyawa
iritan yang memicu proses inflamasi.
○ Paparan ozon → inflamasi pada sal. nafas atas (gejala: batuk,
rasa tdk enak di dada) → penurunan fungsi paru (dgn gejala
ringan-sedang).
162

2. Sulfur Dioksida (SO2)


○ Produk dari pembakaran (minyak, batubara, hutan), proses
peleburan tembaga, pabrik kertas.
○ Bersifat sangat iritatif.
○ Di udara mengalami konversi menjadi asam sulfat & sulfur
trioksida.
○ Paparan :
■ akut : “burning sensation” pada hidung & tenggorokan,
bronkokonstriksi dan peradangan saluran pernapasan.
■ kronik : eksperimental → sindrom bronkitis. Pada manusia
belum jelas ada tidaknya paparan kronik yang signifikan.
163

3. Partikel udara
- Termasuk partikel padat dan cair
- Uk. 2,5-10 μm : sumber alam (tanah, debu), bioaerosol (spora,
sebuk sari)
- < 2,5 μm : dari proses pembakaran
- Inhalasi partikel < 10 μm → paling berbahaya
○ Dalam alveoli→ difagosit makrofag dan neutrofil→ mediator
inflamasi.
○ Paparan akut  iritasi mata, tenggorokan, paru, menginduksi
serangan asma dan iskemik miokardium.
- Partikel > 10 μm → < bahaya krn disaring di hidung atau ditangkap
oleh epitel mukosiliar.
164

4. Karbon monoksida (CO)


● Gas yang nonirritating, tidak berwarna, tidak berbau, hambar.
● Penyebab asfiksia sistemik pada kematian karena
kecelakaan dan bunuh diri.
● Sumber : pembakaran bahan bakar
di mesin otomotif, tungku, dan rokok.
● CO hanya sebentar di atmosfer, cepat teroksidasi menjadi
karbon dioksida (CO2) → peningkatan kadarnya di udara transien dan
terjadi hanya di dekat sumber CO
● Keracunan :
○ akut : garasi kecil dan tertutup, CO yg dihasilkan mobil dpt menginduksi
koma/kematian dlm 5 mnt.
○ kronik : individu yang bekerja dalam lingkungan spt. terowongan, garasi, bawah tanah
dan di jalan tol dengan paparan asap mobil yang tinggi.
165

● Keracunan CO akut:
○ Cherry-red pada kulit dan mukosa
membran.
○ Edema ringan pada otak disertai bintik-
bintik perdarahan & perubahan neuronal.
● Keracunan CO kronik:
○ Iskemia luas pada SSP (tu di ganglia basalis
& nukleus lentikularis)
○ Penghentian paparan → pemulihan yang
disertai dengan sekuele neurologik
permanen (mis. gangguan memori,
pendengaran, visual)
○ Px kadar karboksihemoglobin darah 
membantu menegakkan dx
● CO menyebabkan depresi SSP
○ Afinitas Hb 240x lebih tinggi terhadap CO daripada O2
○ Saturasi HbCO :
■ 20-30% → sakit kepala, dispneu.
■ Diatas 50% → koma dan kejang-kejang.
■ 60-70% →hilang kesadaran hingga kematian.
○ Pada perokok, karboksihemoglobin ditemukan < 10% →
tanpa gejala
○ Pada pasien dengan penyakit jantung iskemik,
konsentrasi < 5-8% (sering ditemukan pada perokok) →
mempercepat timbulnya angina.
Global Issue
● Green house effect : perubahan kenaikan suhu bumi akibat sinar
infra merah matahari yg dipantulkan oleh bumi tidak dapat kembali
ke angkasa luar, karena adanya lapisan gas di troposfer yang
menghalangi sinar tersebut.
● Green house gas : CO2, NO2, NO, CFC, CH4
● Pengurangan lapisan ozon → Ozone hole : ditemukan thn 1987 di antartika
(lapisan ozon < setengah dibanding thn 1970)
● Ozone depleting substance :
Klorofluorokarbon (CFC), hidrobromofluorokarbon (HBFC),
hidroklorofluorokarbon (HCFC), tetraklorometan, triklorometan,halon,
metilbromida, metil kloroform dan karbon tetraklorida (CCl4)
● Pengaruh : peningkatan frekuensi kanker kulit dan katarak.
168

1. Pelarut Organik
● Kloroform & karbon tetraklorida (dry clean & peluntur cat)
○ Paparan akut (uap): dizziness & confusion, depresi SSP
hingga koma
○ Paparan dgn konsentrasi rendah: toksik u/ ginjal & hati
■ Konversi CCl4 oleh P-450 → CCl3 yang sangat reaktif →
oksidasi fosfolipid membran → merusak struktur dan fungsi
RE
● Benzene & 1,3-butadidiene (industri karet)
○ Dioksidasi oleh CYP2E1 → metabolit toksik → gangguan
diferensiasi sel hematopoetik di sumsum tulang → aplasia
ss tlg → leukemia mieloid akut
169
2. Hidrokarbon Polisiklik Aromatase
(HPA)
● Asal : pembakaran bahan bakar fosil, juga dalam jelaga & aspal, asap
minyak goreng, beberapa pelarut, creosote (bahan pengawet kayu),
dan juga hasil pirolisis karbohidrat, asam amino, serta asam lemak.
HPA pd makanan tjd krn proses pengolahan (teknologi) dgn suhu
tinggi (pemanggangan, penggorengan) maupun akibat kontaminasi
atau polusi dari udara.
● Merupakan prokarsinogen
● Mengandung gugus benzo-(a)-pyrene hasil pembakaran yg tdk
sempurna.
● HPA dimetabolisme o/ p450-dependent-oxidase → gugus elektrofilik
yg beraksi dgn as nukleat → mutasi
● Produk aktif : epoxide → karsinogen poten → berikatan dengan
molekul DNA, RNA dan protein dalam sel →keganasan paru dan buli.
170

3. Organofosfat & Organoklorin


Organofosfat
● Absorbsi melalui kulit.
● Inhibitor asetilkolinesterase di sinaps saraf
● Keracunan : gangg. penglihatan, dispnea, hipersekresi mukus,
bronkokonstriksi, kematian (kegagalan napas).

Organoklorin
● Mrpk lipofilik sintetik dgn afinitas kuat, tahan lama dlm tanah.
● Contoh : DDT(dichlorodiphenyltrichloroethane), Lindane, Aldrin,
Dieldrin.
● Menyebabkan :
○ gangguan endokrin → anti estrogen & anti androgen
○ Inhibitor GABA di SSP → merangsang saraf → delirium, konvulsi
171

4. Dioxin & PCBs (Polychlorinated


biphenyls)

● Merupakan hidrokarbon aromatik halogenase


● Produk herbisida
● Menyebabkan :
○ Gangguan kulit: akne, kista, hiperpigmentasi, &
hiperkeratosis, dgn lokasi predileksi di kulit wajah &
belakang telinga.
○ Gangguan di hati & SSP
172

5. Debu Mineral
● Paparan karena debu mineral : batu bara, silika, asbestos, &
berilium
● Reaksi paru :
○ Inert : pada pneumokoniasis pekerja batu bara
○ Fibrosis : pada silikosis
○ Alergik : pada alveolitis alergik intrinsik
○ Neoplastik : pada asbestosis
● Debu uk < 5 m dapat mencapai alveolus.
● Debu arang relatif inert → cukup byk berada dlm paru sblm
peny. paru terdeteksi.
● Debu silika, asbestos dan berilium > iritatif → kadar rendah dpt
mybkn kelainan.
WILSON DISEASE
Wilson’s disease adalah kelainan bawaan yang menyebabkan kerusakan pada hati, mata,
otot dan otak. Kerusakan ini terjadi akibat penumpukan tembaga dalam tubuh.

MINAMATA DISEASE
Penyakit sistem syaraf dengan gejala utama meliputi gangguan sensorik, ataksia,
penyempitan konsentris bidang visual, dan gangguan pendengaran akibat keracunan
metilmercuri
MENKES DISEASE
Suatu kondisi yang diturunkan yang mempengaruhi cara tubuh dalam mengatur kadar
tembaga di dalam darah → rendahnya kadar tembaga dalam tubuh. Penyakit ini
terutama mengenai sistem saraf dan jaringan penyambung, dengan gejala yang semakin
lama semakin memburuk. Gejala antara lain berupa penurunan sistem saraf yang
semakin progresif, rambut yang berwarna terang dan rapuh, kelainan otot dan pembuluh
darah.

ITAI-ITAI DISEASE
Penyakit akibat keracunan kadmium
Pneumokoniasis

● Pneumokoniosis → penyakit paru nonneoplastik akibat debu mineral


juga partikel organik atau anorganik & asap atau uap bahan kimia
● Faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumokoniasis :
○ Bentuk dan ukuran aerodinamik debu
○ Sifat kimia debu (iritatif atau alergenik)
○ Konsentrasi debu yang diinhalasi (tempat kerja konsentrasi
dapat tinggi)
○ Lama pemajanan (umumnya bertahun-tahun)
○ Daya tahan/ kerentanan individu
Patogenesis
● Debu sebagian besar tertangkap selaput mukus, dikeluarkan
oleh gerak silia.
● Sebagian tertahan di percabangan duktus alveolaris →
endositosis (fagositosis) o/ makrofag alveolus → mengeluarkan
mediator inflamasi dan produk toksik→ peradangan, proliferasi
fibroblas, deposisi kolagen.
● Sebagian tertangkap oleh sel epitel atau menembus epitel →
bereaksi dgn fibroblas atau sel makrofag.
● Sebagian mencapai kelenjar limfe → reaksi imun → perluasan
reaksi ke jaringan sekitar.
Pulmonary alveolar macrophages play a central role in the
pathogenesis of lung injury by promoting inflammation and
producing reactive oxygen species and fibrogenic cytokines.
KURU DISEASE
• Penyakit kuru merupakan penyakit langka yang menyerang sistem saraf dan bisa berakibat
fatal. Kondisi medis ini disebabkan oleh protein abnormal bernama prion yang ada di dalam
otak manusia. Seseorang bisa terjangkit penyakit kuru jika prion masuk ke dalam tubuhnya.
• Sebagian besar kasus penyakit kuru muncul pada tahun 1950 hingga 1960 di negara Papua
Nugini, tepatnya pada suku Fore akibat ritual kanibalisme dengan memakan otak manusia
yang sudah meninggal dunia

• Penyakit ini dapat menyerang serebelum (otak kecil) yang bertanggung jawab dalam
koordinasi gerakan dan keseimbangan tubuh.
• Penyakit kuru sendiri masuk ke dalam golongan penyakit bernama transmissible spongiform
encephalopathies (TSEs) atau penyakit prion.
KERACUNAN ARSEN
Komplikasi medis yang dapat terjadi akibat paparan arsenik, umumnya melalui proses ingesti atau
inhalasi. Sama dengan keracunan logam berat lainnya, keracunan arsenik dapat menyebabkan multi
organ failur

Paparan terhadap arsenik akibat pekerjaan termasuk salah satu bahaya keselamatan kerja
(occupational hazard). Terdapat beberapa industri pekerjaan yang dapat meningkatkan risiko
terpapar arsenik, antara lain pekerja pada sektor pertambangan, semikonduktor, smelting,
pembuatan kaca dekoratif, pembakaran bahan bakar, metalurgi, dan proses pengawetan kayu yang
dengan chromium copper arsenate.
KERACUNAN ARSEN
• Keracunan arsenik akut diawali oleh gejala gastroenteritis, yang kemudian diikuti dengan
dehidrasi dan hipotensi.
• Onset gejala dimulai beberapa menit hingga beberapa jam setelah paparan. Gejala dapat mulai
menghilang setelah 12 jam, tetapi bisa juga bertahan hingga beberapa hari setelah paparan
• Menelan arsenik dalam dosis letal dapat menyebabkan kematian dalam 1–4 hari berikutnya.
Kolaps sirkulasi dan kegagalan multiorgan adalah penyebab kematian tersering pada kondisi
tertelan arseni

• Diagnosis ditegakkan dengan bukti paparan senyawa arsenik. Indikator terbaik untuk mengukur
paparan arsenik adalah dengan melihat kadar arsenik dalam pemeriksaan urin 24 jam. Untuk
kondisi emergensi dapat dilakukan spot urine testing.\
• Keracunan arsenik terkonfirmasi bila kadar arsenik lebih dari 50 mcg/L atau arsenik total lebih
dari 100 mcg pada pemeriksaan urin 24 jam. Pada spot urine testing dapat ditemukan kadar
arsenik lebih dari 1.000 mcg/L.[3]
BAROTRAUMA
Kerusakan jaringan yang disebabkan oleh
perbedaan tekanan antara ruang kedap di
dalam tubuh dengan gas atau cairan yang
berada di lingkungan sekitarnya. Kerusakan
yang timbul pada kasus barotrauma
disebabkan oleh peregangan berlebihan
ataupun robekan jaringan. Organ tubuh yang
berisiko mengalami barotrauma yaitu telinga
bagian tengah, sinus paranasal, dan paru-
paru.
BAROTRAUMA TELINGA
PEMICUAN
Pemicuan merupakan cara mendorong perubahan prilaku higiene sanitasi individu
atau masyarakat atas kesadaran sendiri dengan menyentuh perasaan pola pikir,
prilaku, dan kebiasaan individu atau masyarakat.
KONSELING LINGKUNGAN
• Pelayanan Konseling Kesehatan Lingkungan merupakan inovasi program promosi kesehatan
yang bermanfaat untuk menanggulangi penyakit berbasis lingkungan.
• Kegiatan konseling kesehatan lingkungan meliputi kegiatan seperti konseling, kunjungan
rumah (home care) dan intervensi kesehatan.

KOMUNIKASI LINGKUNGAN
• Komunikasi lingkungan adalah upaya meningkatkan peran ilmu komunikasi dalam
melestarikan lingkungan.
• Menyadarkan khalayak untuk menjaga lingkungan melalui berbagai saluran komunikas
Danke!
Gibt es noch Fragen?
youremail@freepik.com
+39 620 421 838
yourcompany.com

CREDITS: Diese Präsentationsvorlage wurde von


Slidesgo erstellt, inklusive Icons von Flaticon und
Infografiken & Bilder von Freepik

Bitte lösche diese Folie nicht, es sei denn du bist ein Premium Nutzer

Anda mungkin juga menyukai