Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Dasar Teori


II.1.1 Pengertian Korosi
Korosi adalah rusaknya suatu material karena reaksi logam dengan lingkungannya.
Bila ditinjau dari interaksi yang terjadi, korosi adalah proses transfer elektron dari logam
ke lingkungannya. Logam bertindak sebagai sel yang memberikan elektron (anoda) dan
lingkungan bertindak sebagai penerima elektron (katoda) (Fontana, 1987).
Korosi merupakan suatu proses alamiah yang tidak bisa dicegah tetapi hanya bisa
dikendalikan. Pengendalian terhadap korosi bisa dilakukan dengan memilih material
yang cocok dengan lingkungan dimana suatu material itu berada atau dengan menjaga
agar lingkungan tempat material itu berada tidak agresif sehingga bisa mengurangi laju
korosi material tersebut. Fungsi pengendalian korosi bertujuan untuk meningkatkan
keselamatan dan kehandalan serta menurunkan laju paparan radiasi suatu reaktor nuklir.
Impak korosi memberikan kontribusi sangat besar terhadap peningkatan biaya
operasional dan pemeliharaan (Febrianto, 2010).
Arus densitas korosi adalah ukuran sangat cocok laju korosi bila membahas teori
korosi dan sehubungan dengan pengujian korosi elektrokimia. Arus densitas juga
langsung diterapkan untuk perlindungan katodik dan anodik. Pada pengujian korosi, unit
µA/cm2 paling sering digunakan. Ketika berhadapan dengan proteksi katodik unit
mA/m2 dan A/m2 digunakan untuk katoda (struktur yang harus dilindungi) dan anoda
(Triastuti, 2013).

II.1.2 Jenis-Jenis Korosi


1. Menurut Nurhamzah (2011), Korosi homogen (uniform corrosion), yaitu jenis korosi
yang diharapkan terjadi pada logam. Pada korosi uniform, kita dapat memprediksi
umur pakai dari suatu peralatan. Pada korosi jenis ini, lingkungan korosif harus
memiliki akses yang sama terhadap seluruh permukaan logam. Karaktristik utama
dari korosi uniform adalah jenis reaksi kimia atau elektrokimia yangterjadi pada
permukaan logam berjalan secara seragam pada semua permukaan yang terekspose
pada lingkungan.
Korosi jenis ini bisa dicegah dengan cara diberi lapisan pelindung yang
mengandung inhibitor seperti gemuk.
a. Untuk lambung kapal diberi proteksi katodik
b. Pemeliharaan material yang tepat
Untuk jangka pemakain yang lebih panjang diberi logam berpaduan tembaga
0,4%.
a. Korosi seragam merupakan

II- 1
Bab II Tinjauan
Pustaka

Gambar 2.2 Korosi Seragam


b. Korosi sumur (pitting corrosion), korosi ini terjadi akibat adanya sistem anoda
pada logam, dimana daerah tersebut terdapat konsentrasi ion Cl Korosi jenis ini
sangat berbahaya karena pada bagian permukaan hanya lubang kecil, sedangkan
pada bagian dalamnya terjadi proses korosi membentuk “sumur” yang tidak tampak
(Suharto, 2014).

Gambar 2.3 Korosi Sumuran

b. Korosi erosi (erotion corrosion), yaitu korosi yang diakibatkan pergerakan


relatifantara fluida korosif dengan permukaan logam. Pada umumnya, pergerakan yang
terjadi cukup cepat, sehingga terjadi efek keausan mekanis atau abrasi. Pergerakan yang
cepat dari fluida korosif mengerosi secara fisik dan menghilangkan lapisan pasif. Pasir
dan padatan lumpur mempercepat korosi erosi. (Nurhamzah, 2011).

Gambar 2.4 Korosi Erosi


c. Korosi galvanis (galvanic corrosion), yaitu korosi yang
terjadi bila dua logam yang berbeda berada dalam satu elektrolit, dalam keadaan
ini logam yang kurang mulia (anodic) akan terkorosi, bahkan lebih hebat bila paduan
tersebut tidak bersenyawa dengan logam lain (Suharto, 2014).

Gambar 2.5 Korosi Galvanik

LABORATORIUM TEKNIK KOROSI II - 2


PROGRAM STUDI DIII TEKNIK
KIMIA
FTI-ITS
Bab II Tinjauan
Pustaka
d. Korosi tegangan (stress corrosion), yaitu korosi yang terladi sebagai akibat
bekerjanya tegangan pada suatu benda yang berada pada media korosif (Suharto,
2014).

Gambar 2.6 Korosi Tegangan


e. Korosi celah (crevice corrosion), yaitu korosi lokal yang biasanya terjadi pada sela-
sela sambungan logam yang sejenis atau pada retakan di permukaan logam. Hal
ini disebabkan perbedaan konsentrasi ion logam atau konsentrasi oksigen antara
celah dan lingkungannya (Suharto, 2014).

Gambar 2.7 Korosi Celah


f. Korosi selektif (selective corrosion),yaitu larutnya salah satu komponen dari suatu
paduan, dan ini mengakibatkan paduan yang tersisa akan menjadi berpori sehingga
ketahanan korosinya akan berkurang (Suharto, 2014).

Gambar 2.8 Korosi Selective Leaching


g. Korosi antar butir (intergranular corrosion), yaitu korosi yang terjadi pada batas butir,
dimana batas butir sering kali merupakan tempat mengumpulnya impurity atau
suatu presipitat dan lebih tegang. Adanya batas butir (grain boundary) banyak
memberikan efek didalam aplikasi atau penggunaan suatu material. Jika suatu
logam terkorosi secara merata maka batas butir akan terlihat jelas lebih reaktif
dibandingkan pada butir material tersebut. Pada beberapa kondisi, pertemuan butir
sangat reaktif dan menyebabkan terjadinya korosi pada batas butir lebih cepat
dibandingkan dengan korosi pada butir. Intergranular corrosion akan mengurangi
atau menghilangkan kekuatan dari material (Suharto, 2014).

LABORATORIUM TEKNIK KOROSI II - 3


PROGRAM STUDI DIII TEKNIK
KIMIA
FTI-ITS
Bab II Tinjauan
Pustaka

Gambar 2.9 Korosi intergranular

II.1.3 Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korosi


1. Suhu
Kenaikan suhu akan menyebabkan bertambahnya kecepatan reaksi korosi. Hal ini
terjadi karena makin tinggi suhu maka energi kinetik dari partikel-partikel yang
bereaksi akan meningkat sehingga melampaui besarnya harga energi aktivasi dan
akibatnya laju kecepatan reaksi (korosi) juga akan makin cepat, begitu juga sebaliknya
(Haryono,2010).
2. Kecepatan alir fluida atau kecepatan pengadukan
Laju korosi cenderung bertambah jika laju atau kecepatan aliran fluida bertambah
besar. Hal ini karena kontak antara zat pereaksi dan logam akan semakin besar
sehingga ion-ion logam akan makin banyak yang lepas sehingga logam akan
mengalami kerapuhan (korosi) (Haryono,2010).
3. Konsentrasi bahan korosif
Hal ini berhubungan dengan pH atau keasaman dan kebasaan suatu larutan. Larutan
yang bersifat asam sangat korosif terhadap logam dimana logam yang berada
didalam media larutan asam akan lebih cepat terkorosi karena karena merupakan
reaksi anoda. Sedangkan larutan yang bersifat basa dapat menyebabkan korosi pada
reaksi katodanya karena reaksi katoda selalu serentak dengan reaksi anoda
(Haryono,2010).
4. Oksigen
Adanya oksigen yang terdapat di dalam udara dapat bersentuhan dengan permukaan
logam yang lembab. Sehingga kemungkinan menjadi korosi lebih besar. Di dalam air
(lingkungan terbuka), adanya oksigen menyebabkan korosi (Haryono,2010).
5. Waktu kontak
Aksi inhibitor diharapkan dapat membuat ketahanan logam terhadap korosi lebih
besar. Dengan adanya penambahan inhibitor kedalam larutan, maka akan
menyebabkan laju reaksi menjadi lebih rendah, sehingga waktu kerja inhibitor untuk
melindungi logam menjadi lebih lama. Kemampuan inhibitor untuk melindungi
logam dari korosi akan hilang atau habis pada waktu tertentu, hal itu dikarenakan
semakin lama waktunya maka inhibitor akan semakin habis terserang oleh larutan
(Haryono,2010).

II.1.4 Pencegahan terhadap korosi


LABORATORIUM TEKNIK KOROSI II - 4
PROGRAM STUDI DIII TEKNIK
KIMIA
FTI-ITS
Bab II Tinjauan
Pustaka
Menurut Budi Utomo (2009), Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk
mencegah terjadinya korosi antara lain:
1. Pengecatan. Jembatan, pagar dan railing biasanya dicat. Cat menghindarkan kontak
dengan udara dan air. Cat yang mengandung timbel dan zink (seng) akan lebih
baik, karena keduanya melindungi besi terhadap korosi.
2. Pelumuran dengan oli atau gemuk. Cara ini diterapkan untuk berbagai perkakas
dan mesin. Oli dan gemuk mencegah kontak dengan air.
3. Pembalutan dengan plastik. Berbagai macam barang, misalnya rak piring dan
keranjang sepeda dibalut dengan plastik. Plastik mencegah kontak dengan udara
dan air.
4. Tin Plating (pelapisan dengan timah). Kaleng-kaleng kemasan terbuat dari besi
yang dilapisi dengan timah. Pelapisan dilakukan secara elektrolisis, yang disebut
tin plating. Timah tergolong logam yang tahan karat. Akan tetapi, lapisan timah
hanya melindungi besi selama lapisan itu utuh (tanpa cacat). Apabila lapisan timah
ada yang rusak, misalnya tergores, maka timah justru mendorong atau
mempercepat korosi besi. Hal itu terjadi karena potensial reduksi besi lebih negatif
daripada timah (Eº Fe = -0,44 volt; Eº Sn = -0,44 volt). Oleh karena itu, besi yang
dilapisi dengan timah akan membentuk suatu sel elektrokimia dengan besi sebagai
anode.
5. Galvanisasi (pelapisan dengan seng). Pipa besi, tiang telpon dan berbagai barang
lain dilapisi dengan zink. Berbeda dengan timah, zink dapat melindungi besi dari
korosi sekalipun lapisannya tidak utuh. Hal ini terjadi karena suatu mekanisme
yang disebut perlindungan katoda. Oleh karena potensial reduksi besi lebih positif
daripada zink, maka besi yang kontak dengan seng akan membentuk sel
elektrokimia dengan besi sebagai katode. Dengan demikian besi terlindungi dan
zink yang mengalami oksidasi. Badan mobil-mobil baru pada umumnya telah
digalvanisasi, sehingga tahan karat.
6. Chromium Plating (pelapisan dengan kromium). Besi atau baja juga dapat dilapisi
dengan kromium untuk memberi lapisan pelindung yang mengkilap, misalnya
untuk bumper mobil. Chromium plating juga dilakukan dengan elektrolisis. Sama
seperti zink, kromium dapat memberi perlindungan sekalipun lapisan kromium itu
ada yang rusak.
7. Sacrificial Protection (pengorbanan anode). Magnesium adalah logam yang jauh
lebih aktif (berarti lebih mudah berkarat) daripada besi. Jika logam magnesium itu
akan berkarat tetapi besi tidak. Cara ini digunakan untuk melindungi pipa baja
yang ditanam dalam tanah atau badan kapal laut. Secara periodik, batang
magnesium harus diganti.

II.1.5 Perhitungan laju korosi

LABORATORIUM TEKNIK KOROSI II - 5


PROGRAM STUDI DIII TEKNIK
KIMIA
FTI-ITS
Bab II Tinjauan
Pustaka
Laju korosi merupakan suatu besaran yang menyatakan cepat atau lambat suatu
material bereaksi dengan lingkungannya dan mengalami korosi. Menurut Fontana (1987)
dalam bukunya “Corrosion Engineering”, laju korosi dapat didefinisikan dalam berbagai
macam, seperti persentase kehilangan massa, miligram per sentimeter persegi per hari
dan gram per inci persegi
Tabel II.1 Hubungan Laju Korosi Dan Ketahanan Korosi
Ketahana Laju Korosi
n Korosi mm/
Relatif mpy µm/yr nm/hr pm/s
yr
Sangat
<1 <0,02 <25 <2 <1
Baik
0,02-
Baik 1-5 25-100 2-10 1-5
0,1
Cukup 5-20 0,1-0,5 100-500 10-50 20-50
Kurang 20-50 0,5-1 500-1000 50-150 20-50
50- 150- 50-
Buruk 1-5 1000-5000
200 500 200
Menghitung laju korosi pada umumnya menggunakan 2 cara yaitu:
a. Metode kehilangan berat
Metode kehilangan berat adalah perhitungan laju korosi dengan mengukur
kekurangan berat akibat korosi yang terjadi.Metode ini menggunakan jangka waktu
penelitian hingga mendapatkan jumlah kehilangan akibat korosi yang terjadi. Untuk
mendapatkan jumlah kehilangan berat akibat korosi digunakan rumus sebagai berikut:

534w
mpy = DAT
Keterangan :
mpy = seper seribu inchi pertahun
g
( 3)
D = Density cm
A = luas (in2)
T = waktu (jam)
W = Berat yang hilang (mg)
*534 didapatkan dari penurunan satuan (dapat dilihat di apendiks)
(Fontana, 1987)
Metode ini adalah mengukur kembali berat awal dari benda uji (objek yang ingin
diketahui laju korosi yang terjadi padanya), kekurangan berat dari pada berat awal
merupakan nilai kehilangan berat. Kekurangan berat dikembalikan kedalam rumus untuk
mendapatkan laju kehilangan beratnya.
LABORATORIUM TEKNIK KOROSI II - 6
PROGRAM STUDI DIII TEKNIK
KIMIA
FTI-ITS
Bab II Tinjauan
Pustaka
Metode ini bila dijalankan dengan waktu yang lama dan suistinable dapat
dijadikan acuan terhadap kondisi tempat objek diletakkan (dapat diketahui seberapa
korosif daerah tersebut) juga dapat dijadikan referensi untuk treatment yang harus
diterapkan pada daerah dan kondisi tempat objek tersebut.
b. Metode Elektrokimia
Metode elektrokimia adalah metode mengukur laju korosi dengan mengukur beda
potensial objek hingga didapat laju korosi yang terjadi, metode ini mengukur laju korosi
pada saat diukur saja dimana memperkirakan laju tersebut dengan waktu yang panjang
(memperkirakan walaupun hasil yang terjadi antara satu waktu dengan waktu lainnya
berbeda).
Kelemahan metode ini adalah tidak dapat menggambarkan secara pasti laju korosi
yang terjadi secara akurat karena hanya dapat mengukur laju korosi hanya pada waktu
tertentu saja, hingga secara umur pemakaian maupun kondisi untuk dapat ditreatmen
tidak dapat diketahui. Kelebihan metode ini adalah kita langsung dapat mengetahui laju
korosi pada saat di ukur, hingga waktu pengukuran tidak memakan waktu yang lama.
Metode elektrokimia ini meggunakan rumus yang didasari pada Hukum Faraday
yaitu menggunakan rumus sebagai berikut :
ai
k
Laju penetrasi korosi = nD

Keterangan :
α = berat atom
μα
( 3
)
i = arus densitas cm
n = jumlah elektron yang hilang
(Fontana, 1987).
Metode ini menggunakan pembanding dengan meletakkan salah satu material
dengan sifat korosif yang sangat baik dengan bahan yang akan diuji hingga beda potensial
yang terjadi dapat diperhatikan dengan adanya pembanding tersebut.
Perhitungan kehilangan berat (weight loss) dilakukan dengan melakukan
perhitungan selisih antara berat awal dan berat akhir terlihat pada rumus perhitungan
berikut :

DW = WO – WA

dimana :
DW = Selisih berat (gram)
WO = Berat sebelum uji
WA = Berat setelah uji
Perhitungan laju korosi dapat dilakukan dengan melihat rumus laju korosi secara umum.
Laju korosi = (K x W) / (A x T x D)
LABORATORIUM TEKNIK KOROSI II - 7
PROGRAM STUDI DIII TEKNIK
KIMIA
FTI-ITS
Bab II Tinjauan
Pustaka

dimana :
K = Konstanta (2,40 x 106 x D)
T = Waktu ekspos (jam)
A = Luas permukaan logam (cm2)
W = Kehilangan berat (gram)
D = Densitas logam (gram/cm2)
Arus korosi dan laju korosi memiliki hubungan yang linear. Pada saat benda uji
dimasukkan pada larutan elektrolit maka akan terjadi aliran elektron dari anoda ke
katoda. Semakin banyak aliran elektron dari anoda ke katoda maka arus yang dihasilkan
menjadi lebih tinggi. Semakin tinggi arus yang dihasilkan maka laju korosi juga semakin
tinggi.

II.1.6 Rapat Arus (Current Density)


Menurut Foster (2004), rapat arus adalah jumlah arus yang mengalir per satuan
mA
luas per satuan waktu dengan satuan 2 .
m
Rapat arus juga didefinisikan sebagai besarnya arus listrik tiap-tiap mm 2 luas
penampang kawat.
Rumus-rumus dibawah ini untuk menghitung besarnya rapat arus, kuat arus dan
penampang kawat.

S = I/Q Pers. (2.5)

Dimana : S = rapat arus (A/mm²)


I = kuat arus (Amp)
Q = luas penampang kawat (mm²)
Kerapatan arus juga berarti ukuran dari kerapatan aliran yang kekal muatan.
Biasanya muatan muatan listrik, dalam hal ini terkait kerapatan arus adalah arus listrik
per satuan luas penampang, tetapi istilah kerapatan arus juga dapat diterapkan pada
kuantitas kekal lainnya. Didefinisikan sebagai vektor yang besarnya adalah arus per luas
penampang. Dalam satuan SI, kerapatan arus listrik diukur dalam ampere per meter
persegi (Purba, 2007).

II.1.7 Hubungan antara laju korosi dan arus densitas


Kinetika reaksi merupakan reaksi elektrokimia yang melibatkan reaksi oksidasi
dan reduksi. Kinetika korosi digunakan untuk mempelajari kecepatan korosi yang terjadi
pada logam atau alloy logam. Kecepatan atau laju korosi dari tiap – tiap logam tidak
sama, tergantung pada sifat bahan dan lingkungannya. Untuk menentukan laju korosi
logam diperlukan parameter pengukuran yang disebut kerapatan arus atau densitas
arus korosi ( i ), yaitu arus ( I ) per satuan luas ( A ). Hubungan antara I dan massa yang

LABORATORIUM TEKNIK KOROSI II - 8


PROGRAM STUDI DIII TEKNIK
KIMIA Ita
m=
FTI-ITS nF
Bab II Tinjauan
Pustaka
bereaksi, m, di dalam reaksi ektrokimia ditunjukkan melalui persamaan Faraday berikut
ini (Triastuti, 2013) :

dimana F merupakan konstanta Faraday (96.500 C/ equivalen) , n merupakan jumlah


ekivalen elektron yang terlibat dalam reaksi, a merupakan berat atom, dan t
menunjukkan waktu. Apabila persamaan 1 dibagi dengan variabel t dan A (luas
permukaan), maka akan menghasilkan persamaan baru yang dinamakan laju korosi,

r=
m
dimana i sebagai densitas arus, nilainya ia
= sama dengan I / A dan a / nF merupakan
konstanta kesebandingan. Persamaan tA nF2 menunjukkan kesebandingan antara massa
per satuan luas per satuan waktu. Jika persamaan 2 dibagi dengan densitas
bahan, D maka untuk laju korosi dalam mil per tahun (mils per year, mpy), maka
persamaan menjadi (Triastuti, 2013) :
ai
r = 0,129 (mpy)
nD
2 3
satuan i yaitu µA/ cm dan D yaitu g / cm . Konstanta kesebandingan 0,129
menjadi 0,00327 dalam mm/tahun dan 3,27 dalam µm / tahun (Triastuti, 2013).
Sebagai contoh Kandungan garam yang terlarut dalam air laut dan temperatur
sangat menentukan penghantaran listrik pada air laut, yang merupakan salah satu
faktor mempercepat terjadinya proses korosi. Pada kadar garam yang sama, kenaikan
temperatur air laut menyebabkan daya hantar listrik air laut meningkat, sedangkan
pada temperatur air laut yang sama dengan kadar garam yang meningkat menyebabkan
hantaran listrik air laut naik (Sasono, 2010).

LABORATORIUM TEKNIK KOROSI II - 9


PROGRAM STUDI DIII TEKNIK
KIMIA
FTI-ITS
Bab II Tinjauan
Pustaka
II.2 Aplikasi Industri
PENGARUH HEAT TREATMENT TERHADAP KETAHANAN KOROSI
PADUAN Zr-l %Nb-O,5%Sn-O,5%Fe

Dalam industri nuklir, paduan zirkaloy telah digunakan cukup luas. Zry-2
misalnya digunakan untuk reaktor air mendidih (BWR) dan Zry-4 untuk air bertekanan
(PWR) dengan temperature kelongsong masing-masing 349°C untuk PWR dan 390°C
untuk BWR.
Zirkaloi saat ini masih dikembangkan sebagai bahan struktur dan ke1ongsong
pada reaktor air bertekanan (PWR). Pengembangan bahan struktur dan kelongsong
bertujuan untuk mendapatkan bahan dengan ketahanan korosi dan kekuatan mekanik
yang tetap baik pada saat iradiasi di reactor.
Zirkonium memiliki tampang lintang serapan netron termal yang rendah yaitu
0,180 barn, titik lebur tinggi (1850°C, kekuatan mekanik tinggi pada suhu tinggi, daya
tahan korosi terhadap air dan uap air serta keberadaan dan kelimpahan di alam cukup
besar.
Telah disintesa paduan Zr-Sn-Nb-Fe dan diperoleh hasil haduan yang baik yaitu
tidak ada porositas, mampu quenching dan mampu rol. Paduan multi komponen Zr-Sn-
Nb-Fe dikembangkan untuk bahan kelongsong dan bejana bertekanan yang tahan korosi.
Ditimbang Zr seberat 29,4 gr. Ditambahkan berturut-turut nb 0,3000 gr, Sn 0,1500
gr, Fe 0,1500 gr lalu dihomogenisasi dengan cara mencampur dan mengaduk selama 2 x
30 menit lalu dikompaksi pada tekanan 1,2 ton/cm2. Pelet yang diperoleh dilebur dengan
menggunakan tungku peleburan (tungku busur listrik tunggal). Kemudian dilakukan
pendinginan cepat (quenching dalam air, suhu pemanasan 1050°C) sampel kemudian
dipotong dengan pisau intan (diamond blade) dengan ukuran 5x2xl0 mm. Selanjutnya
sampel dipanaskan selama 2 jam pada suhu 500°C, 600 °C, 700°C dan 800°C. Uji korosi
dilakukan dengan metode potensiodinamik menggunakan alat potensiostat. Benda uji
yang telah diamplas sampai halus dengan amplas grid 550 diexposure selama 3 menit.
Elektroda pembantu yang terbuat dari karbon yang tidak terkontaminasi ion-ion dalam
elektrolit dipasang disusul dengan memasukkan elektroda reference.
Ke dalam sel korosi yang berisi air demin. Sel korosi kemudian dihubungkan
dengan potensiostat dan pengolah data. Laju dan arus korosi baik dengan metode plot
tafel maupun dengan polarisasi resistens dapat diketahui.

LABORATORIUM TEKNIK KOROSI II - 10


PROGRAM STUDI DIII TEKNIK
KIMIA
FTI-ITS

Anda mungkin juga menyukai