Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PESANTREN DAN KITAB KUNING

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Kepesantrenan

Dosen Pengampu : Rohmad Muzakki, M.Pd

Disusun oleh kelompok 6 :

1. Ilma Zarnaqotul Fusha


2. Slivia Alviani
3. Zulfa Choirunnada’

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM FAQIH ASY’ARI
SUMBERSARI KENCONG KEPUNG KEDIRI
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-nya sehingga penulis mampu
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas mata kuliah statistik pendidikan dengan
judul “pesantren dan kitab kuning”.Sholawat salam semoga tetap terlimpahkan kepada
junjungan kita nabi besar nabi Muhammad SAW yang senantiasa kita harapkan syafaat kelak
di hari kiamat.

Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada pihak yang telah berkontribusi bantuan
baik pikiran maupun materinya.penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.

Bagai kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karna keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami.Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini

Kediri,10 Oktober 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................1

1. Latar Belakang.............................................................................................................1
2. Rumusan Masalah........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................2

A. Pengertian Pondok Pesantren.......................................................................................2


B. Pembelajaran Kitab Kuning.........................................................................................4
C. Urgensi Pembelajaran Kitab Kuning............................................................................5

BAB III PENUTUP...............................................................................................................8

Kesimpulan...................................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................9

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pondok pesantren selalu disepadankan dengan pondok, yang dalam Bahasa
arab disebut Al-Funduq sebagai istilah yang mengacu pada pengertian hotel,
asrama para santri, atau tempat tinggal yang dibuat dari bambu. Istilah lain yang
semakna adalah Al-Ma’had artinya kampus, disini mereka makan Bersama,
mengaji, berzikir, berdoa, dan sholat berjamaah, mengikuti pengajian secara rutin
setelah sholat maghrib, isya’, subuh, ditengah malam mereka tahajjud, dan
selainnya.
Kitab artinya buku, sedangkan kuning adalah warna yang serupa dengan
kunyit atau emas. Secara spesifik kitab diartikan sebagai Al-Qur’an jika merujuk
pada Qs.Al-Baqarah [2]:2 dalam klausa ‫( ذللك الكتاب الريب فيه‬Inilah Al-Qur’an tidak
keraguan padanya.). Al-Qur’an tersebut bisa juga berarti Al-Huda (petunjuk), Al-
Furqon (pembeda antara hak dan batil).
2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pondok pesantren
2. Apa yang dinamakan kitab kuning itu
3. Apa urgensi pembelajaran kitab kuning

iv
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pondok Pesantren
Pondok pesantren disepadakan dengan pondok, yang dalam
Bahasa arab disebut Al-Funduq sebagai istilah yang mengacu pada
pengertian hotel, asrama para santri, atau tempat tinggal yang dibuat
dari bambu.1 Istilah lain yang semakna adalah Al-Ma’had artinya
kampus, area atau lokasi Pendidikan. Oleh karena itu, dipesantren para
santri harus tinggal dipondok atau didalam area kampus, disini mereka
makan Bersama, mengaji, berzikir, berdoa, dan sholat brjamaah,
mengikuti pengajian secara rutin setelah sholat maghrib, isya’, subuh,
ditengah malam mereka tahajjud, dan selainnya.
Asal kata pesantren adalah santri diawali “pe” akhiran “an”
tertulis pesantrian dan untuk memudahkan penyebutannya diucapkan
pesantrean. Asal kata santri adalah (Bahasa hindu) artinya ahli kitab
suci agama hindu dengan asimilasi Bahasa Indonesia dan untuk
membedakan pengertiannya, maka dikatakanlah santri artinya ahli
kitab suci agama islam, yang secara terminology adalah orang yang
focus belajar tentang ilmu pengetahuan agama islam. Orang yang
fokus belajar, harus serius dan menetap pada suatu tempat khusus
sehingga santri mutlak memiliki pondok. Untuk belajar secara serius
dibpondok, maka harus ada guru, yakni kiai (ulama) sebagai guru
spiritual. Inilah ciri khas pesantren sekaligus membedakanya dengan
Lembaga Pendidikan islam lainnya.
Berdasarkan pengertian diatas, maka pesantren sebagai
Lembaga Pendidikan islam, minimal memiliki 5 unsur dan menjadi ciri
khas mendasarnya, yakni pondok, masjid, pengajian kitab, santri dan
kiai. Selain 5 unsur ini, hanya sebagai unsur pelengkap, misalnya aula,
lapangan, koperasi, pelayanan Kesehatan, dan selainya. Didalam
pondok atau kampus pesantren, ada fasilitas rumah kiai dan sederetan
rumah-rumah mursyid (guru/ustadz/Pembina), masjid serta bangunan
1
Mastuhu,” dinamika system Pendidikan pesantren” (cet. 1; Jakarta: PT. raja grafindo persada, 1994), h. 6

v
lain seperti pendopo, ruang kelas, perpustakaan, kantor, kantin, dan
toko.
Pondok tersebut biasanya dikelilingi pagar atau tembok untuk
menjaga keluar masuknya para santri dan tamu-tamu. Disini, santri dan
kiai serta para mursyid menjalin hubungan secara erat, mengutamakan
kesederhanaan, keikhlasan, serta saling menolong, dan pengorbanan
demi agama, memanfaatkan waktu belajar dan mengajar secara intensif
berdasarkan jadwal yang diatur dan dengan tata tertib atau peraturan
lain yang ditetapkan.
Masjid termasuk unsur pokok dalam dunia pesantren, masjid
selain berfungsi tempat sholat berjamaah, juga berfungsi sebagai
tempat pembelajaran pesantren. Selain itu pada Sebagian pondik
pesantren masjid juga berfungsi sebagai tempat iktikaf dan
melaksanakan berbagai Latihan-latihan suluk dan dzikir, maupun
amalan-amalan lainnya dalam kehidupat tarekat dan sufi. Masjid disini
sebagai pusat Pendidikan dalam tradisi pesantren dan merupakan
manifestasi universalisme dari system Pendidikan tradisional2. Dengan
demikian masjid merupakan elemen pokok yang tidak dapat
dipisahkan dari pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling
tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam hal praktik sholat
lima waktu secara berjamaah, ceramah, khutbah, dan pengajaran kitab-
kitab islam klasik.
Pondok pesantren merupakan Lembaga Pendidikan islam, yang
bertujuan untuk memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran islam
dengan menekankan pentingnya moralitas agama dan spiritual keagamaan
dalam hidup bermasyarakat. Pesantren merupakan media dan Lembaga
Pendidikan islam di Indonesia, didirikan karena adanya tuntutan dan
kebutuhan zaman, hal ini bisa dilihat dari perjalanan historinya, bahwa
sesungguhnya pondok pesantren dilahirkan atas kesadaran kewajiban dakwah
Islamiyah, yakni menyebarkan dan mengembangkan ajaran islam, sekaligus
mencetak kader-kader ulama dan da’I atau mubaligh.
Pemberlakuan system pada pesantren bahwa seorang santri, terutama
yang tinggal didalam pondok pesantren atau berdiam didekat perguruan dapat
saja menempuh dua jalur Pendidikan, seperti menjadi peserta didik madrasah
2
Zamaksyari Tradisi Pesantren: studi pandangan hidup kiyai dan visi nya mengenai masa depan Indonesia, h.85

vi
diwaktu pagi dan menjadi santri pada pesantren diwaktu sore diadakan oleh
kiai untuk memberi kesempatan bagi mereka yang yang ingin menambah
ilmunya, dan kesempatan bagi Masyarakat untuk mengikutinya. Umumnya
waktu maghrib, isyak dan subuh adalah waktu-waktu yang ramai. Di sini
santri dapat berbaur dengan Masyarakat, dan disini pula kegiatan
pembelajaran kitab kuning dilaksanakan.
B. Pembelajaran kitab kuning
Kitab artinya buku, sedangkan kuning adalah warna yang
serupa dengan kunyit atau emas3. Secara sepesifik kitab diartikan
sebagai al-qura’an jika merujuk pada QS.Al-Baqarah [2]:2 dalam
klausa ‫[ ذللك الكتاب الريب فيه‬inilah Al-Qur’an tidak keraguan padanya].
Al-Qur’an tersebut bisa juga berarti Al-Huda [petunjuk], Al-Furqon
[pembeda antara hak dan batil]4. Oleh sebab itu, kitab kuning yang
dimaksud disini adalah buku klasik yang bahanya menggunakan kertas
kuning seperti warna kunyit yang ditulis para ulama terdahulu dengan
merujuk pada ayat-ayat Al-Qur’an. Kitab kuning tersebut tetap Lestari
dan terwariskan sampai saat ini sebagai kitab rujukan keislaman
[dirasah Islamiyah] yang diajarkan dilingkungan pesantren.
Seiring dengan perkembangan zaman, karya-karya ukama yang
tertulis dalam bentuk kitab kuning, sampai saat ini walaupun sudah
dicetak dengan menggunakan kertas putih tetapi tetap dianggap
sebagai kitab kuning karena esensinya tetap bertahan, yakni tulisan
orisinil berbahasa arab, tanpa tanda-tanda baca, umumnya tanpa baris
atau syakal, sehingga mereka yang hanya benar-benar ahli Bahasa arab
bisa membacanya dengan baik dan benar. Untuk membaca kitab
kuning berikut arti harfiah kalimat perkalimat agar bisa dipahami
secara menyeluruh, dibutuhkan waktu belajar yang relative lama.
Kitab kuning secara umum terletak dalam format nya, yang
terdiri atas matn dan syarah. Dalam pembagian semacam ini, matan
selalu diletakkan dibagian pinggir sebelah kanan maupun kiri,
sementara syarah, karena penuturanya jauh lebih banyak dan Panjang
dibandingkan matan, maka diletakkan pada bagian Tengah setiap

3
Kementrian Pendidikan nasional, kamus besar Bahasa Indonesia (Jakarta: balai Pustaka, 2012), h. 614
4
Muhammad Ahmad Mustafa Al-Maragy, tafsir al-maragy, jilid 1 (Mesir: Mustafa al- babi al-halabi, 1992), h.
58

vii
halaman kitab kuning. Ciri khas lainnya terletak dalam penjilidannya
yang tidak total, yakni tidak dijilid seperti buku dan hanya dilipat
berdasarkan kelompok halaman [misalnya, setiap 20 halaman]yang
secara teknis dikenal dengan istilah koras an. Jadi, dalam suatu kitab
kuning terdiri atas beberapa korasan yang memungkinkan salah satu
atau beberapa korasan itu dibawa secara terpisah. Seperti biasanya,
Ketika berangkat ke majlis pengajian, santri hanya membawa korasan
tertentu yang akan dipelajarinnya Bersama kiai dilingkungan
pesantren.
Secara keseluruhan kitab kuning yang diajarkan dalam
pesantren dapat dikelompokkan dalam delapan bidang kajian, yaitu :
nahwu dan shorof, fikih, ushul fikih, tasawuf dan etika, tafsir, hadis,
tauhid, Tarikh, dan balaghah. Teks kitab-kitab kuning ini ada yang
sangat pendek, dan juga yang brjilid-jilid. Pengelompokkan kitab
kuning ini dapat digolongkan dalam tiga tingkatan, yaitu : kitab tingkat
dasar, kitab tingkat menengah, dan kitab tingkat atas.
C. Urgeensi pembelajaran kitab kuning
Sejak awal mulanya keberadaan pesantren, kelihatan bahwa
seorang santri berangkat mondok di pesantren tersebut niatnya adalah
belajar agama dengan berguru kepada kiai dan mendalami kitab
kuning. Sekarang pada umumnya santri belajar dipesantren berharap
mendapat ijazah formal (di akui pemerintah) plus Pendidikan agama
(sekolah diniyah). Mereka lebih mengejar target untuk memenuhi
standart kelulusan sekolah (formal) saat ujian nasional ketimbang
mendalami kitab kuning disekolah diniyah yang ijazahnya tidak laku
diperguruan tinggi atau untuk melamar kerja. Karena itu, kini rata-rata
pesantren menyelenggarakan dua strategi pembelajaran, yakni
pembelajaran sekolah formal (kurikulum fersi pemerintah) dan
pembelajaran sekolah diniyah (kurikulum versi pesantren).
Program kementrian agama melalui program muadalah ijazah
pesantren adalah Langkah positif untuk mengembangkan pesantren.
Dengan program tersebut, merupakan strategi dalam Upaya lebih
mempertahankan dan mengembangkan pembelajaran kitab kuning.
Program ini tentunya sebagai proses penyetaraan antar institute

viii
Pendidikan pesantren maupun Pendidikan umum. Dengan begitu,
ijazah sekolah diniyah di pesantren dapat disetarakan dengan ijazah
madrasah Aliyah disekolah formal. Kalua sudah setara [muadalah]
maka lulusan pesantren dapat meneruskan kuliah diperguruan tinggi,
layaknya alumni madrasah Aliyah di sekolah formal.
Adanya system muadalah seperti yang disebutkan minimal ada
dua manfaat yang dapat diraih. Pertama, tradisi pembelajaran kitab
kuning yang akan terus terpelihara dan berkembang dengan baik.
Kedua, kapasitas alumni pesantren yang menguasai kitab kuning itu
dapat memberikan warna dalam diskusi study keislaman di perguruan
tinggi. Namun kenyataannya, tidak semua pesantren dapat mengajukan
muadalah dengan mudah karena ada persyaratan yang mesti dipenuhi.
Selain model pesantren murni salafy yang mengutamakan
pembelajaran kitab kuning, ada pula pesantren dengan model kedua,
yakni pesantren kolaboratif. Perpaduan antara sekolah formal dan
sekolah diniyah, itulah yang dimaksud dengan kata kolaboratif dalam
jenis pesantren ini. Mulanya pesantren ini hanya menyelenggarakan
Pendidikan diniyah dengan tanpa ijazah formal, tapi sesuai dengan
perkembangan zaman, Lembaga ini juga menyelenggarakan
Pendidikan formal.
Ada dua point penting yang dapat menjelaskan posisi
keurgensian pembelajaran kitab kuning di pesantren ini, yang pertama,
otentisitas kitab kuning bagi kalangan pesantren adalah referensi yang
kandungan nya sudah tidak perlu dipertanyakan lagi. Kenyataan bahwa
kitab kuning yang ditulis sejak lama dan terus dipakai dari masa ke
masa menunjukkan bahwa kitab tersebut sudah teruji kebenaranya
dalam Sejarah. Kitab kuning dipandang sebagai pemasok teori dan
ajaran yang sudah sedemikian rupa dirumuskan oleh para ulama
dengan bersandar pada al-quraan dan hadis nabi.
Menjadikan kitab kuning sebagai referensi pendalaman ilmu
islam tidak berarti mengabaikan al-qur’an dan hadis, melainkan justru
hakikatnya mengamalkan ajaran keduanya. Kepercayaan bahwa kedua
kitab itu merupakan wahyu allah menimbulkan pengertian bahwa al-
qur’an dan hadis tidak boleh diperlakukan dan dipahami sembarangan.

ix
Cara paling aman untuk memahami kedua sumber utama itu
agar tidak terjerumus dalam kesalahan dan kekeliruan yang dibuatnya
sendiri adalah mempelajari dan mengembangkan khazanah ilmu dalam
kandungan kitab kuning, sebab kandungan kitab kuning merupakan
penjelasan dan pengejawantahan yang siap pakai dan rumusan
ketentuan hukum yang bersumber dari al-quran dan hadis yang
dipersiapkan oleh para mujtahid di segala bidang.
Kedua, kitab kuning sangatlah penting bagi pesantren untuk
memfasilitasi proses pemahaman kaagamaan yang mendalam sehingga
mampu merumuskan penjelasan yang segar tetapi tidak ahistoris
mengenai ajaran islam, al-qur’an dan hadis. Kitab kuning
mencerminkan pemikiran keagamaan yang lahir dan berkembang
dalam Sejarah peradaban islam. Untuk menjadikan pesantren tetap
sebagai pusat kajian keislaman, pemeliharaan dan bahkan pengayaan
kitab kuning harus tetap menjadi ciri utamanya. Termasuk proses
pengayaan ini adalah penanganan kitab kuning dalam bidang dan masa
luas, termasuk yang lahir belakangan seperti al-kutub al-asriyyah.
Hanya dengan penguasaan kitab kuning seperti inilah kreasi dan
dinamika pemikiran islam yang serius di Indonesia tidak akan berhenti.
Penjelasan tersebut memberikan pemahaman urgensi kitab
kuning yang harus dipelajari dikalangan pesantren sejatinya tidak
sekedar literatur yang dikutip sebagai sampiran semata, tetapi kitab
kuning tersebut sebagai penambah, pelengkap dalam menjelaskan dua
kitab pedoman yang sudah diwariskan oleh nabi Muhammad saw, yaitu
al-qur’an dan hadis. Jika ada ungkapan, sebagai besar isi hadis adalah
menjelaskan lebih detail dan rinci dari kandungan al-quran, maka kitab
kuning berfungsi untuk menerangkan lebih terang dan menjelaskan
lebih jelas kandungan dalam al-qur’an dan hadis.

BAB III

PENUTUP

x
A. KESIMPULAN
Pondok pesantren disepadakan dengan pondok, yang dalam Bahasa arab
disebut Al-Funduq sebagai istilah yang mengacu pada pengertian hotel, asrama para
santri, atau tempat tinggal yang dibuat dari bambu. Istilah lain yang semakna adalah
Al-Ma’had artinya kampus, area atau lokasi Pendidikan.
Kitab artinya buku, sedangkan kuning adalah warna yang serupa dengan
kunyit atau emas. Secara sepesifik kitab diartikan sebagai al-qura’an jika merujuk
pada QS.Al-Baqarah [2]:2 dalam klausa ‫[ ذللك الكتاب الريب فيه‬inilah Al-Qur’an tidak
keraguan padanya]. Al-Qur’an tersebut bisa juga berarti Al-Huda [petunjuk], Al-
Furqon [pembeda antara hak dan batil].
Sejak awal mulanya keberadaan pesantren, kelihatan bahwa seorang santri
berangkat mondok di pesantren tersebut niatnya adalah belajar agama dengan berguru
kepada kiai dan mendalami kitab kuning. Sekarang pada umumnya santri belajar
dipesantren berharap mendapat ijazah formal (di akui pemerintah) plus Pendidikan
agama (sekolah diniyah).

DAFTAR PUSTAKA

xi
Mastuhu,” dinamika system Pendidikan pesantren” (cet. 1; Jakarta: PT. raja grafindo
persada, 1994), h. 6
Zamaksyari Tradisi Pesantren: studi pandangan hidup kiyai dan visi nya mengenai masa
depan Indonesia, h.85
Kementrian Pendidikan nasional, kamus besar Bahasa Indonesia (Jakarta: balai Pustaka,
2012), h. 614
Muhammad Ahmad Mustafa Al-Maragy, tafsir al-maragy, jilid 1 (Mesir: Mustafa al- babi al-
halabi, 1992), h. 58

xii

Anda mungkin juga menyukai