Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

PROSES PENCIPTAAN MANUSIA MENURUT AL-QUR’AN

DISUSUN OLEH
NAMA : EBIT
NIM : E1C123025

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2023

KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga saya dapat

menyelesaikan tugas makalah ini.

Saya juga berterimah kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah yang

telah memberikan kami tugas dan senantiasa menyempatkan waktu untuk

mengajar dan membimbing kami. Semoga makalah ini dapat diterima dengan

baik, serta dapat bermanfaat bagi saya dan juga pembaca sekalian.

Makalah ini tentunya masih jauh dari karena kesempurnaan hanya milik

AllahSWT, maka dari itu kritik dan saran pembaca sangat kami harapkan.kata

sempurnah,

Kendari, Oktober
2023

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER

KATA PENGANTAR ………………………………………………………i

DARTAR ISI ……………………………………………………………….ii

BAB 1 PENDAHULUAN …………………………………………………3

1.1 Latar Belakang …………………………………………………….3

1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………4

1.3 Tujuan ………………………………………………………………4

BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………….6

2.1 Ruang Lingkup Agama Islam Secara Umum ……………………6

2.2 Ruang Lingkup Tauhid …………………………………7

2.3 Ruang Lingkup Syariah ………………………………..9

2.4 Ruang Lingkup Akhlak ………………………………..12

BAB III PENUTUP ………………………………………………………16

3.1 Kesimpilan …………………………………………………………16

3.2 Saran ………………………………………………………………16

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….17


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Aqidah Islam berpangkal pada keyakinan “Tauhid” yaitu keyakinan

tentang wujud Allah, Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada yang menyekutuinya,

baik dalam zat, sifat-sifat maupun perbuatannya. Akhlak mulia berawal dari

aqidah, jika aqidahnya sudah baik maka dengan sendirinya akhlak mulia akan

terbentuk. Iman yang teguh pasti tidak ada keraguan dalam hatinya dan

tidak tercampuri oleh kebimbangan. Beriman kepada Allah pasti akan

melaksanakan segala perintahnya dan menjauhi larangannya. Beriman

kepada Allah juga harus beriman kepada Malaikat, Nabi, kitab, hari akhir,

qada dan qadar Allah.

Aqidah memiliki peranan penting dalam mendidik siswa, ruang lingkup

aqidah yang dapat membentuk akhlak mulia akan mengantarkan manusia

Indonesia sebagai manusia yang mumpuni dalam segala aspek kehidupan.

Ruang lingkup dari aqidah yaitu: Ilahiyat, nubuwat, ruhaniyat, dan

sam’iyyat1. Dari ruang lingkup aqidah yang dijadikan rujukankan

terbentuknya manusia berakhlakul karimaherarti manusia dapat menghindari

akhlak tercela sebagai manifestasi dari ajaran- ajaran aqidah Islam.

Pendidikan aqidah akhlak mempunyai arti dan peranan penting

dalam membentuk tingkah laku siswa seutuhnya. Sebab dengan pendidikan

aqidah akhlak ini siswa tidak diarahkan kepada pencapaian kebahagiaan

hidup di dunia saja, tetapi juga untuk kebahagiaan hidup di akhirat. Dengan
pendidikan aqidah akhlak siswa diarahkan mencapai keseimbangan antara

kemajuan lahiriah dan batiniah, keselarasan hubungan antara manusia dalam

lingkup sosial masyarakat dan lingkungannya juga hubungan manusia dengan

Tuhannya. Dan dengan pendidikan aqidah akhlak pula siswa akan memiliki

derajat yang tinggi yang melebihi makhluk lainnya. Pada akhirnya dapat

dikatakan bahwa pelaksanaan pendidikan aqidah akhlak dapat dipandang

sebagai suatu wadah untuk membina dan membentuk tingkah laku siswa

dalam mengembangkan pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) serta

pembiasaan (psikomotorik).

Realita pendidikan di SDITQ al-Irsyad Tengaran adalah siswa bersikap

sopan terhadap guru dan teman, dapat melaksanakan sholat berjama’ah, mampu

menciptakan lingkungan sekolah yang bersih dan nyaman, dan lain sebagainya.

Ini dicapai tidak hanya dengan kemauan guru, tetapi semangat dari siswa dan

dukungan dari seluruh elemen yang ada di sekolah. Realita tersebut dapat

dikatakan baik, namun masih ada siswa yang kurang tertib dan ini merupakan

dinamika siswa yang masih memiliki keinginan untuk bersikap semaunya sendiri

namun masih berada dalam batas kewajaran. Disamping itu potret siswa SDITQ

yang seharusnya tercermin dalam keseharian dapat dilihat dari prilakunya dengan

teman, guru serta seluruh elemen yang ada di sekolah, tentang cara bersosialisasi

dan cara menanamkan apa yang sudah diajarkan oleh guru dikelas. Melihat

fenomena kenakalan siswa SDITQ alIrsyad Tengaran masih dalam batas

kewajaran, artinya dari kenakalan tesebut masih bisa diselesaikan. Kenakalan

yang terlihat adalah berkelahi sesama siswa, memakai baju kurang rapi, terlambat

mengikuti shalat fardhu berjamaah dan lain sebagainya.


Pembentukan perilaku keagamaan berawal dari keluarga dan perlu

dilakukan sejak dini, keluarga sebagai tempat belajar pertama anak. Antara aqidah

akhlak dan perilaku keagamaan akan berdampak pada berbagai hal, tergantung

pada ke arah mana aqidah akhlak itu mendasari aktifitas seseorang. Dengan

demikian dapat dinyatakan bahwa kedudukan aqidah akhlak sebagai landasan

berbagai aktifitas seseorang, menentukan baik dan buruknya. Oleh karena itu,

pembentukan perilaku keagamaan yang baik menjadi penting artinya, yang

dilakukan mulai sejak usia dini hingga orang dewasa. Sehingga antara sekolah dan

keluarga harus dapat bekerja sama dalam menjalankan pendidikan aqidah akhlak,

agar tidak mengalami kesulitan atau kendala dalam membentuk perilaku

keagamaan anak. Guru hanya bisa mendampingi anak pada saat disekolah saja

dan sesampainya di rumah, orang tua/keluarga yang bertanggung jawab.

Atas dasar segala permasalahan dan pemikiran diatas, penulis amat tertarik

untuk meneliti permasalahan tersebut dengan judul “Implementasi Pendidikan

Aqidah Akhlak Dalam Membentuk Perilaku Keagamaan

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut

1 . Apa saja ruang lingkup dalam Agama Islam?

2 .Apa yang dimaksud dengan Tauhid, Syariah dan Ahklak

3 . Macam-macam Tuhid, Sayariah dan Ahklak

1.3 Tujuan

Berangkat dari rumusan masalah maka tujuan yang ingin dicapai dari

penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetauhi ruang lingkup Agama Islam


2. Untuk mrngetauhi pengertian Tauhid, Syariah dan Ahklak

3. Untuk mengetauhi macam-macam Tauhid, Syariah dan Ahklak


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Ruang Lingkup Agama Islam Secara Umum

Islam menurut bahasa berasal dari kata “aslama-yuslimu” yang

artinya: tunduk, patuh dan berserah diri. Agama Islam adalah risalah

(pesan-pesan) yang diturunkan Allah kepada para nabi dan rasul sebagai

petunjuk dan pedoman yang mengandung hukum-hukum sempurna

untuk dipergunakan dalam menyelenggarakan tata cara kehidupan

manusia, yaitu mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya,

hubungan manusia dengan alam dan manusia dengan Khaliknya

Karenaitu, Agama Islam mengandung tiga komponen pokok yang tidak

dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Ketiga komponen tersebut

adalah:

1. Aqidah atau Iman, yaitu keyakinan akan adanya Allah dan para rasul

yang diutus dan dipilihNya untuk menyampaikan risalahNya kepada

umat melalui Malaikat, yang dituangkan dalam kitab kitab suciNya

yang berisikan informas itentang adanya har iakhir dan adanya suatu

kehidupan sesudah mati, serta informasi tentang segala sesuatu yang

telah direncanakan dan ditentukan Allah. Aqidah merupakan

komponen pokok dalam Agama Islam yang diatasnya berdiri syariah

dan akhlak.

2. Syariah, yaitu aturan atau undang-undang Allah tentang pelaksanaan

dan penyerahan diri secara total melalui proses ibadah secara


langsung kepada Allah maupun secara tidak langsung dalam

hubungannya dengan sesame makhluk lainnya (mu’amalah), baik

dengan sesame manusia maupun dengan alam sekitarnya. Oleh

karena itu, secara garis besar, syariah meliputi dua hal pokok yaitu:

ibadah dalam pengertian khusus (ibadahmahdlah) dan ibadah dalam

arti umum atau mu’amalah (ibadahghairumahdlah)

3. Akhlak,yaitu pelaksanaan ibadah kepada Allah dan bermu’amalah

dengan sesama makhluk dengan penuh keikhlasan seakan-akan

disaksikan langsung oleh Allah meskipun dia tidak melihat Allah

secara langsung

Pada hakekatnya umat manusia itu didalam hidupnya selalu

diliputi oleh dua hal yang sangat dominan yaitu: harapan dan

kecemasan.Agama adalah merupakan jawaban terhadap kebutuhan

akan rasa aman, terutama pada hati manusia. Dan Agama Islam-

lahyang benar-benar memberikan rasa aman, memberikan harapan-

harapan yang nyata, baik untuk kehidupan di dunia maupun

diakhirat.

2.2 Pengertian Tauhid

Para ulama Aqidah mendefinisikan tauhid sebagai berikut:

Tauhid adalah keyakinan tentang keesaan Allah SWT. dalam

rububiyah-Nya, mengikhlaskan ibadah hanya kepada-Nya serta

menetapkan nama-nama dan sifat-sifat kesempurnaan bagi-Nya.

Dengan demikian maka biasa dikatakan bahwa tauhid terbagi

menjadi tiga macam yaitu: Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan


Tauhid Asma dan Sifat. Kesimpulan ini diambil oleh para ulama

setelah mereka meneliti dalil-dalil AL Quran dan hadits yang terkait

dengan keesaan Allah subhanahu wa ta’ala. Untuk lebih jelasnya

akan dijabarkan dibawah ini masing-masing tauhid tersebut.

2.2 Macam-Macam Tauhid

a. Tauhid Rububiyah

Tauhid Rububiyah adalah keyakinan tentang keesaan Allah

di dalam perbuatan-perbuatan-Nya. Yaitu meyakini bahwa Allah

adalah satusatunya:

- Pencipta seluruh makhluk. “Allah menciptakan segala sesuatu dan

Allah memelihara segala sesuatu.” (QS. Az Zumar: 62)

- Pemberi rizki kepada seluruh manusia dan makhluk lainnya. “Dan

tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah lah

yang memberi rezekinya…” (QS. Hud: 6)

- Penguasa dan pengatur segala urusan alam, yang meninggikan lagi

menghinakan, menghidupkan lagi mematikan, memperjalankan

malam dan siang dan yang maha kuasa atas segala sesuatu.

“Katakanlah: Engkau Wahai Tuhan yang mempunyai

kerajaan,engkau berikan kerajaan kepada orang yang engkau

kehendaki dan engkau cabut kerajaan dari orang yang engkau

kehendaki. Engkau muliakan orang yang engkau kehendaki dan

engkau hinakan orang yang engkau kehendaki. Di tangan

engkaulah segala kebijakan. Sesungguhnya engkau maha kuasa

atas segala sesuatu. masukan malam kedalam siang dan engkau


masukan siang kedalam malam. Engkau keluarkan yang hidup

dari yang mati dan engkau keluarkan yang mati dari yang hidup.

Dan engkau beri rizki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab

(batas).” (QS. Ali Imron: 26 -27).

Dengan demikian Tauhid Rububiyah mencakup keimanan kepada

tiga hal yaitu :

1. Beriman kepada perbuatan-perbuatan Allah secara umum

seperti, memberi rezeki, menghidupkan dan mematikan dan

lain-lain

. 2. Beriman kepada qadha dan qadar Allah.

3. Beriman kepada keesaan Zat-Nya.

b. Tauhid Asma dan Sifat

Tauhid Asma dan Sifat adalah keyakinan tentang keesaan Allah

subhanahu wa ta’ala dalam nama dan sifat-Nya yang terdapat dalam Al Quran dan

Al Hadits dilengkapi dengan mengimani makna-maknanya dan hukum-

hukumnya. Allah berfirman:”Hanya milik Allah Asmaul Husna, maka

bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaul Husna itu.” (QS. Al A’rof:

180) “Dan bagi-Nya lah sifat yang Maha Tinggi di langit dan di bumi.” (QS. Ar

Rum: 27).3 Hal-hal yang harus diperhatikan dalam tauhid Asma dan Sifat adalah

sebagai berikut:

1. Menetapkan semua nama dan sifat tidak menafikan dan menolaknya

.2. Tidak melampaui batas dengan menamai atau mensifati Allah di luar yang

telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya.


3. Tidak menyerupakan nama dan sifat Allah dengan nama dan sifat makhluk-

Nya.

4. Tidak mencari tahu tentang hakikat bentuk sifat-sifat Allah.

5. Beribadah kepada Allah sesuai dengan tuntutan asma dan sifatNya.

Kedua macam tauhid di atas termasuk dalam satu pembahasan yaitu

tentang keyakinan atau pengenalan tentang Allah. Oleh karena itu kedua macam

tauhid tersebut biasa disatukan pembahasannya dengan nama tauhid ma’rifah dan

itsbat (pengenalan dan penetapan).

Pada dasarnya fitrah manusia beriman dan bertauhid ma’rifah dan itsbat. Oleh

karena itu orang-orang musyrik dan kafir yang dihadapi oleh para Rasul tidak

mengingkari hal ini. Dalilnya adalah firman Allah:

“Katakanlah: ‘Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya

‘Arsy yang besar?’ Mereka akan menjawab, ‘kepunyaan Allah.’ Katakanlah,

‘Maka apakah kamu tidak bertaqwa?’ Katakanlah: ‘Siapakah yang di tangan-

Nya berada kekuasaan atas se gala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi

tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu mengetahui?’

Mereka akan menjawab, ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah, ‘(Kalau demikian),

maka dari jalan manakah kamu ditipu?’” (QS. Al Mu’minun: 8689)

Kalaulah ada manusia yang mengingkari Rububiyah dan kesempurnaan

nama dan sifat Allah, itu hanyalah kesombongan lisannya yang pada hakikatnya

hatinya mengingkari apa yang diucapkan oleh lisannya. Hal ini sebagaimana

yang terjadi pada Firaun dan pembelanya. “Musa menjawab: Sesungguhnya

kamu telah mengetahui, bahwa tiada yang menurunkan mu’jizat-mu’jizat itu


kecuali Tuhan yang Maha memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang

nyata, dan sesungguhnya aku mengira kamu, hai Firaun seorang yang akan

binasa.” (QS. Al Isra: 102)

Demikian juga pengingkaran orang-orang komunis dewasa ini, hanyalah

kesombongan dhohir walaupun batinnya pasti mengakui bahwa tiada sesuatu

yang ada kecuali ada yang mengadakan dan tidak ada satu kejadianpun kecuali

ada yang berbuat.

“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah merekalah yang

menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit

dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan).”

(QS. At Thur: 35-36)

. c. Tauhid Uluhiyah

Tauhid Uluhiyah adalah mengesakan Allah dalam tujuan

perbuatanperbuatan hamba yang dilakukan dalam rangka taqorub dan ibadah

seperti berdoa, bernadzar, menyembelih kurban, bertawakal, bertaubat, dan lain-

lain.

“Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak

disembah) melainkan Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (QS. Al

Baqoroh: 163)

“Allah berfirman: Janganlah kamu menyembah dua tuhan. Sesungguhnya

Dialah Tuhan Yang Maha Esa, maka hendaklah kepada-Ku saja kamu takut.”

(QS. An Nahl: 51)


“Dan barangsiapa menyembah tuhan yang lain disamping Allah, padahal tidak

ada sesuatu dalilpun baginya tentang itu maka sesungguhnya perhitungannya di

sisi Tuhan-Nya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir tiada beruntung.” (QS.

Al Mu’minun: 117).

Tauhid inilah yang dituntut harus ditunaikan oleh setiap hamba sesuai

dengan kehendak Allah sebagai konsekuensi dari pengakuan mereka tentang

Rububiyah dan kesempurnaan nama dan sifat Allah. Kemurnian Tauhid Uluhiyah

akan didapatkan dengan mewujudkan dua hal mendasar yaitu:

1. Seluruh ibadah hanya diperuntukkan kepada Allah bukan kepada yang lainnya.

2. Dalam pelaksanaan ibadah tersebut harus sesuai dengan perintah dan larangan

Allah

Ketiga macam tauhid di atas memiliki hubungan yang tidak bisa

dipisahkan, dimana keimanan seseorang kepada Allah tidak akan utuh sehingga

terkumpul pada dirinya ketiga macam tauhid tersebut. Tauhid Rububiyah

seseorang tak berguna sehingga dia bertauhid Uluhiyah dan Tauhid Rububiyah,

serta Tauhid Uluhiyah seseorang tak lurus sehingga dia bertauhid asma dan sifat.

Singkatnya, mengenal Allah tak berguna sampai seorang hamba beribadah hanya

kepada-Nya. Dan beribadah kepada Allah tidak akan terwujud tanpa mengenal

Allah

2.3 Pengertian Syari’ah

Secara etimologis, kata syariat, (dalam bahasa Arab, aslinya, syarî’ah/ ‫)ةشعير‬

berasal dari kata syara’a( ‫ )عرش‬yang berarti jalan menuju mata air. Kata syariat

dalam beberapa ayat Al-Qur’an mengandung arti jalan yang lurus dan jelas ath-
thariq al-mustaqiim wa al-waadhih) menuju kebahagiaan hidup. Pengertian ini

menurut para ahli, identik dengan pengertian agama (al-din/ ‫)نيدلا‬. Karena hanya

agamalah yang dapat membimbing manusia kepada kebenaran hakiki untuk

memperoleh kemenangan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Kata syariat dalam beberapa ayat Al-Qur’an mengandung arti jalan yang

lurus Dalam istilah Islam, Syari`ah Islam berarti ketentuan ajaran agama Islam

yang bersumber pada al-Qurân dan sunnah Rasulullah saw. dari pengertian ini

menunjukan bahwa Syari`ah mencakup seluruh ajaran agama Islam yang

meliputi bidang aqidah, akhlaq dan `amaliyyah (perbuatan nyata). Hal ini

sebagaimana dimaksudkan dalam Firman Allah dalam surat al-Jaatsiyah ayat 18:

‫“ لو اهعبتاف رماْل نم ةعيرش ىلع كانلعج مث اولعي ل نيَيا ااوه َبت ن‬

kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariah (peraturan) dari urusan

(agama itu), maka ikutilah syariah itu dan janganlah kamu ikuti hanya nafsu

orang-orang yang tidak mengetahui.

a) Macam-macam Sayriah

Adapun macam-macam syariah dalam islam adalah sebagai berikut:

1. Wajib

Wajib adalah suatu perbuatan yang jika dikerjakan akan

mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan akan berdosa. Contoh

amalan yang berhukum wajib adalah sholat lima waktu, puasa

Ramadhan, dan mengenakan hijab bagi perempuan.

2. Sunnah
Segala perbuatan yang dituntut agama untuk dikerjakan tetapi

tuntutannya tidak sampai ke tingkatan wajib disebut dengan

sunnah. Dengan kata lain, umat Muslim yang mengerjakan sunnah

akan mendapatkan pahala, tetapi jika meninggalkannnya tidak

akan mendapatkan dosa.

Mengutip buku Ushul Fiqh Metode Kajian Hukum Islam tulisan

Iwan Hermawan, hukum sunnah jika dilihat dari tuntutan

melakukannya terbagi menjadi dua, yaitu sunnah mu’akkad dan

sunnah ghairu mu’akkad.

Sedangkan, jika dilihat dari kemungkinan untuk meninggalkannya

digolongkan menjadi tiga, yakni sunnah hadyu, sunnah

zaidah/zawaid, dan sunnah nafal. Contoh sunnah antara lain sholat

dan puasa sunnah, bersedekah, dan membaca Al Quran

3. Haram

Kebalikan dari wajib, haram adalah perbuatan yang harus

ditinggalkan. Haram berarti sesuatu yang dilarang oleh Allah dan

Rasul-Nya serta harus dipatuhi oleh para umat.

Orang yang melanggarnya dianggap durhaka dan diancam dengan

dosa. Sebaliknya, orang yang meninggalkannya karena menaati

Allah akan diberi pahala. Misalnya, berzina, minum alkohol, dan

berjudi.

4. Makruh
Dalam istilah ushul fiqh, makruh adalah sesuatu yang dianjurkan

syariat untuk meninggalkannya, dan jika ditinggalkan akan

mendapat pujian, sedangkan jika dilanggar tidak berdosa.

Sementara itu, jumhur ulama mendefinisikan makruh sebagai

larangan syara terhadap suatu perbuatan, tetapi larangan tersebut

tidak bersifat pasti karena tidak ada dalil yang menunjukkan atas

haramnya perbuatan tersebut.

5. Mubah

Secara istilah, mubah berarti sesuatu yang tidak berkaitan dengan

perintah dan tidak juga berkaitan dengan larangan. Sesuatu yang

mubah itu selama bersifat mubah tidak menyebabkan adanya

pahala atau siksa. Mubah terbagi menjadi tiga bentuk, yakni:

 Mubah yang apabila dilakukan atau tidak dilakukan tidak

mengandung madharat, seperti makan, minum, dan berpakaian.

 Mubah yang jika dilakukan mukallaf tidak ada madharatnya,

sedangkan perbuatan itu sebenarnya diharamkan. Sebagai contoh

makan daging babi saat keadaan darurat.

 Perbuatan yang bersifat madharat dan tidak boleh dilakukan

menurut syara’, tetapi Allah memaafkan pelakunya sehingga

perbuatan itu menjadi mubah. Contohnya, mengerjakan pekerjaan

sebelum masuk Islam.

2.4 Pengertian Akhlak

Menurut istilah etimology (bahasa) perkataan akhlak berasal

dari bahasa Arab yaitu, ‫ ق الخأ‬yang mengandung arti “budi pekerti,


tingkah laku, perangai, dan tabiat”. Sedangkan secara terminologi

(istilah), makna akhlak adalah suatu sifat yang melekat dalam jiwa

dan menjadi kepribadian, dari situlah memunculkan perilaku yang

spontan, mudah, tanpa memerlukan pertimbangan.

Berdasarkan makna diatas, dapat dipahami bahwa apa yang

konkrit dari setiap aktivitas, sangat dientukan oleh kondisi jiwa

pelakunya yang berupa tingkah laku, perangai, dan tabiat.

Disinilah kemudian Imam AlGhozali berfikir, sebagimana yang

telah dikutip oleh M. Hasyim Syamhudi dalam bukunya yang

berjudul “Akhlak Tasawuf”

Akhlak berasal dari kata khuluqun yang berarti budi pekerti,

perangai, tingkah laku atau tabiat. Sedangkan secara istilah akhlak

adalah tabiat atau sifat seseorang, yakni keadaan jiwa yang telah

terlatih, sehingga dalam jiwa tersebut benar-benar telah melekat

sifat-sifat yang melahirkan perbuatanperbuatan dengan mudah dan

spontan tanpa dipikirkan dan diangan-angan lagi.

Itilah akhlak sebenarnya memiliki banyak makna sebagimana

yang dikemukakan berikut:

1. Ibnu Maskawaih, mengatakan bahwa akhlak adalah suatu

keadaan bagi jiwa yang mendorong untuk melakukan tindakan-

tindakan dari keadaan itu tanpa melalui pikiran dan pertimbangan.

Keadaan ini terbagi menjadi dua: ada yang berasal dari tabiat

aslinya, adapula yang diperoleh dari kebiasaan yang berulang-

ulang.
2. Ibrahim Anis mengungkapkan bahwa akhlak adalah sifat yang

tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahir macam-macam

perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan

pertimbangan.

3. Abdul Karim Zaidan mengatakan bahwa akhlak adalah nilai-

nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengan

sorotan dan imbangannya seseorang dapat menilai perbuatan baik

atau buruk, untuk kemudian memilih melakukan atau

meninggalkannya.

4. Ahmad Mubarok mengemukakan bahwa akhlak adalah keadaan

batin seseorang yang menjadi sumber lahirnya perbuatan dimana

perbuatan itu lahir dengan mudah tanpa memikirkan untung dan

rugi.

Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa akhlak

adalah sifat yang tertanam dalam diri manusia, sehingga akhlak

tersebut akan muncul dengan sendirinya, tanpa adanya pemikiran

atau pertimbangan terlebih dulu, serta atas kemauan sendiri tanpa

adanya paksaan dari orang lain.

A. Macam-macam Akhlak

1. Akhlak-Akhlak Tercela( Al-Akhlak Al-Madhmumah).

Hidup manusia terkadang mengarah kepada kesempurnaan jiwa

dan kesucianya, tapi kadang pula mengarah kepada keburukan.

Hal tersebut bergantung kepada beberapa hal yang

mempengaruhinya. Menurut Ahmad Amin, keburukan akhlak


(dosa dan kejahatan) muncul disebabkan karena “kesempitan

pandangan dan pengalamannya, serta besarnya ego.

Dalam pembahasan ini, akhlak tercela didahulukan terlebih

dahulu dibandingkan dengan akhlak yang terpuji agar kita

melakukan terlebih dahulu usaha takhliyah, yaitu mengosongkan

atau membersihkan diri / jiwa dari sifat-sifat tercela sambil

mangisinya (tahliyah ) dengan sifat terpuji. Kemudian kita

melakukan tajalli, yaitu mendekatkan diri kepada Allah.

Menurut Imam Ghazali, akhlak yang tercela ini dikenal dengan

sifat-sifat muhlikat, yakni segala tingkah laku manusia yang dapat

membawanya kepada kebinasaan dan kehancuran diri, yang tentu

saja bertentangan dengan fitrahnya untuk selalu mengarah kepada

kebaikan. Al-Ghazali menerangkan 4 hal yang mendorong

manusia melakukan perbuatan tercela (maksiat), diantaranya :

- Dunia dan isinya, yaitu berbagai hal yang bersifat material

(harta, kedudukan) yang ingin dimiliki manusia sebagai

kebutuhan dalam melangsungkan hidupnya (agar Bahagia).

- Manusia, selain mendantangkan manusia dapat mengakibatkan

keburukan seperti istri dan anak. Karena kecintaan terhadap

mereka mesalnya, dapat melalaikan manusia dari kewajiban

terhadap Allah dan terhadap sesame.

- Setan (Iblis), setan adalah musuh manusia yang paling nyata, ia

menggoda manusia melalui batinya untuk berbuat jahat dan

menjauhi tuhan.
- Nafsu, nafsu ada kalanya baik (Muthamainah) dan ada kalanya

buruk (Amanah),akan tetapi nafsu cenderung mengaruh pada

keburukan.

2. Akhalak-akhlak terpuji (Al-Ahlak Al-Mahmudah)

Menurut Al-Ghazali, berakhalak mulia atau terpuji artinya

menghilangkan semua adat terbiasa yang tercela yang sudah

digariskan dalam agama islam serta menjauhkan diri dari

perbuatan tercela tersebut, kemudian membiasakan adat

kebiasaan yang baik melakukannya dan mencintainya.

Menurut Hamka ada beberapa hal yang mendorong seeorang

untuk berbuat baik yaitu sebagai berikut:

- Karena bujukan atau ancaman dari manusia lain

- Mengharap pujian, atau karena takut mendapat cela

- Karena kebaikan dirinya (dorongan hati nurani)

- Mengharapkan pahala dan surga

- Mengharap pujian dan tajut azab tuhan

- Mengharap keridohan allah semata

Ahklah yang terpuji berarti Islam sifat-sifat atau tangka laku

yang sesuai dengan norma-norma ataun ajaran. Ahklak yang

terpuji dibagi menjadi dua yaitu:

1. Taat lahir
Taat lahir yaitu melakukan seluruh amal ibadah yang

diwajibkan tuhan, termasuk berbuat baik pada sesama

manusia dan lingkungan.

2. Taat batin

Taat batin adalah segala sifat yang baik yang terpuji yang

dilakukan oleh anggota bati (hati).

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Tuhid, Syariah, dan Ahklak merupakan dasar bagi

umat Islam dalam menjalankan agamanya. Jika tauhid

sudah dipegang teguh sebagai pedoman hidup kita

semua, tentunya dalam menjalankan kehdupan yang

fana ini kita dapat lulus dari ujian-ujian yang Allah swt

berikan sebagai bukti kasih sayang. Senantiasa kita

selalu melakukan pekerjaan apapun yang berlandasakan

kaidah-kaidah yang ditetapkan oleh-Nya. Dan kita akan

bisa menghindarkan diri kita dari perbuatan-perbuatan

yang tercela.

3.2 Saran

Adapun saran dalam pembahan makalah ini yaitu

sebagai berikut:

1. Perlu adanya Pembangunan Tuhid, Syariah dah

Ahklak yang kokoh bagi pemuda dengan pemberian


Pendidikan khusus keagamaan yang lebih

terstruktur.

2. Aadanya peran aktif pemerintah, pemangku agama,

orang tua dan juga kita semua dalam menjaga

Tauhid, Syariah, dan Ahklak islam yang kita miliki.

Anda mungkin juga menyukai