Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

Wawasan Pengembangan Kebijakan


Pendidikan Islam
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Dasar Dasar Pendidikan
Dosen Pengampu:
Ratna Nulinnaja M.Pd.I

Disusun oleh:
1.Aflah Suci Adiellia (220103110092)
2.Sadida Millatina (220103110095)
3.Rohmatul Karimah(220103110097)

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

TAHUN AJARAN 2022


2
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rohmat dan hidayat-
Nya. Dan tak lupa sholawat serta salam kita ucapkan kepada Nabi agung Nabi
Muhammad SAW,sehingga kita semua dapat menyelesaikan tugas makalah ini
yang berjudul “Wawasan pengembangan kebijakan pendidikan islam” dengan
tepat waktu.

Penyusunan makalah ini bukan sekedar untuk memenuhi tugas mata


kuliah dasar dasar Pendidikan saja,melainkan sebagai penambah wawasan tentang
bahwa seorang guru juga harus bijak dalam mengembangkan Pendidikan islam.

Kami semua mengucapkan banyak terimakasih kepada Ibu Ratna selaku


dosen mata kuliah dasar dasar Pendidikan.Ucapan terimakasih juga kepada semua
pihak yang telah mengarahkan dan membantu menyeleseikan makalah ini.

Sebagai kata akhir,penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan


dikarenakan kita semua juga masih belajar.Oleh sebab itu,saran dan kritik kami
harapkan demi kesemprnaan makalah ini.

Malang, September 2022

Penulis(kel 9)

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................... i

Daftar Isi .................................................................................................... ii

Bab I Pendahuluan ..................................................................................... 1

A. Latar belakang ................................................................................ 1


B. Rumusan masalah .......................................................................... 1
C. Tujuan penulisan ............................................................................ 1

Bab II Pembahasan .................................................................................... 2

A. Karateristik Pendidikan islam......................................................... 2


B. Pengembangan kebijakan Pendidikan islam .................................. 6
C. Terwujudnya Pendidikan islam di lingkungan sekolah.................. 12

Bab III Penutup .......................................................................................... 21

A. Kesimpulan .................................................................................... 21
B. Saran .............................................................................................. 21

Daftar Pustaka ............................................................................................23

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Dalam penerapannya pendidikan islam menghadapi tentang antara lain


dalam bentuk mendalam penggunaannya terbatasnya fasilitas,kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek), perkembangan kepribadian siswa dari hari ke
hari selama belajar, perubahan dan perkembangan masyarakat yang
cepat,pengaruh dan terjadinya pergeseran nilai-nilai hidup dalam masyarakat luas
dan cita-cita atau kemauan hidup yang lebih sejahtera dari umat manusia. Namun
dalam suasana semacam itu para muslim telah memiliki keyakinan bahwa islam
adalah ajaran Allah yang mengandung nilai-nilai tertinggi dan mutlak
kebenarannya sesuai dengan sabda Rosululloh SAW:

Al Islaamu ya’luu wa laa ‘alaih.


“(Islam itu tinngi dan tidak melebihi).”

Sabda ini mengandung pengertian bahwa islam merupakan ajaran yang


dapat membina pribadi muslim seutuhnya dalam wujud sifat-sifat iman, takwa,
jujur, adil sabar, cerdas disiplin, tenggang rasa, bijaksana dan bertanggung jawab.
Sifat-sifat tersebut merupakan pilar utama penegak kehidupan Bersama umat
manusia. Oleh karena itu maka melalui pendidikan islam diupayakan untuk
menginternalisasi nilai-nilai islam agar dapat mengembangkan keperibadian
muslim yang memiliki sifat-sifat tersebut diatas.Dengan demikian diharapkan
peserta didik mampu menciptakan kehidupan bersama yang sejahtera.

Pada saat ini sedang berlangsung tata kehidupan yang diwarnai abad
informasi, globalisasi, demokrasi, dan hak-hak asasi manusia yang dibarengi
dengan perkembangan penduduk yang pesat dan makin lamanya sumber daya

1
ekonomis.Hal ini menjadikan suatu suasana kehidupan yang penuh dengan tidak
kepastia

BAB II

PEMBAHASAN

A;KARAKTERISTIK PENDIDIKAN ISLAM

a) PENGERTIAN

Secara etimologi,kata karakter (Inggris:character) berasal dari bahasa


yunani,yaitu charrassein yang berarti to engrave yang menurut (Ryan and
Bohlin:1999).Dan di terjemahkan dengan mengukir, melukis, memahat, atau
menggoreskan (oleh Echols &Shadily,1995:214). Sedangkan dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia,kata karakter di artikan dengan tabiat,sifat sifat kejiwaan,akhlak
atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain ,dan watak.
Dengan makna seperti itu,berarti karakter identik dengan kepribadian atau akhlak.
Kepribadian maupun ciri,karakteristik atau sifat yang khas diri seseorang yang
bersumber dari bentukan bentukan yang di terima dari lingkungan,seperti keluarga
pada masa kecil dan bawaan sejak lahir (menurut Koesoema). Seiring dengan
pengertian ini,ada sekelompok orang berpendapat bahwa baik buruknya karakter
manusia sudah menjadi bawaan sejak lahir. Jika bawaannya buruk,manusia itu
akan berkarakter buruk, Jika pendapat ini benar, pendidikan karakter berarti tidak
ada gunanya karena tidak akan mungkin mengubah karakter seseorang.Sementara
itu,sekelompok orang lain berpendapat berbeda, yaitu bahwa karakter bisa
dibentuk dan diupayakan sehingga pendidikan karakter menjadi bermakna untuk
membawa seseorang berkarakter baik.Pendapat terakhir inilah yang banyak diikuti
sekarang ini, terutama oleh para pendidikan di Indonesia, sehingga pendidikan
karakter sangat digalakkan di Indonesia pada umumnya dan khususnya di
lembaga-lembaga pendidikan formal.

Lickona menegaskan bahwa karakter mulia (good character) meliputi


pengetahuan tentang kebaikan (knowing the good) lalu menimbulkan komitmen

2
(niat) terhadap kebaikan, dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan, yaitu
habist of the mind (kebiaasaan dalam pikiran), habist of the heart (kebijakan
dalam hati), dan habist of action (kebiasaan dalam Tindakan).Dengan kata lain,
karaketer mengacu kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap (attitudes)
dan motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors) dan keterampilan (skills)

Dengan pengertian karakter diatas dapat dipahami bahwa karakter


identik dengan akhlak sehingga karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia
yang universal yang meliputi seluruh aktivitas manusia baik dalam rangka
berhubungan dengan Tuhan,diri sendiri,sesame manusia, maupun lingkungan
yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan dan perbuatannya
berdasarkan norma- norma agama, hukum, tatakrama, budaya, dan adat istiadat.
Dari konsep karakter muncul konsep pendidikan karakter (character education).
Ahmad Amin (1999)mengemukakan bahwa kehendak (niat)merupakan awal
terjadinya akhlak(karakter) pada diri seseorang jika kehandak itu diwujudkan
dalam bentuk pembiasaan sikap dan perilaku.

b) DASAR DASAR PENDIDIKAN KARAKTER DALAM ISLAM

seperti dijelaskan di atas bahwa karakter identic dengan akhlak.


Dalam perspektif islam, karakter atau akhlak mulia merupakan buah yang
dihasilkan dari proses penerapan syariah (ibadah dan muamalah) yang didilandasi
oleh fondasi akidah yang kokoh.Ibarat bangunan, karakter atau akhlak merupakan
kesempurnaan dari bangunan tersebut setelah fondasi dan bangunannya kuat.jadi,
tidak mungkin karakter mulia akan terwujud pada diri seseorang jika ia tidak
memiliki akidah dan syariah yang benar. Seorang muslim yang memiliki akidah
atau iman yang benar , pasti akan mewujudkannya pada sikap dan perilaku sehari-
hari yang didasari oleh imannya .

Sebagai contoh, orang yang beriman kepada Allah secara benar ,ia akan
selalu mengingat Allah dan mengikuti seluruh perintah-Nya(beribadah) serta
menjauhi seluruh larangan-Nya. Dengan demikian , ia akan menjadi orang yang

3
bertakwa yang selalu berbuaat baik dan menjauhi hal-hal yang dilarang 1
(buruk).Begitu juga, orang yang beriman kepada malaikat, kitab, rasul, hari akhir,
dan takdir Allah secara benar akan menjadikan sikap dan perilakunya terarah dan
terkendali sehingga ia benar-benar mewujudkan akhlak mulia atau karakter yang
baik dalam kehidupannya. Segala sikap dan perilakunnya selalu baik karena
merasa diawasi oleh malaikat, perilakunya didasarkan pada aturan-aturan
Alquran, meneladani sikap dan perilaku Rasullulah agar dipertanggungjawabkan
dengan mudah di hadapan Allah di hari akhir, dan yakin bahwa Dia memang
berkehendak demikian baginya.

Baik dan buruk karakter manusian tergantung pada tata nilai yang
dijadikan pijakannya. Abu Al-A’la Al-Maududi membagi system moralitas
menjadi dua. Pertama, sistem moral yang berdasar pada kepercayaan kepada
Tuhan dan kehidupan setelah mati. Kedua, sistem moral yang tidak mempercayai
Tuhan dan timbul dari sumber-sumber sekuler (AL-MAHDUDI, 1984: 9) Sistem
moralitas yang pertama sering disebut dengan moral agama atau yang dalam
perspektif filsafat moral disebut moral ontologik dan dibangun atas dasar ajaran
moral agama Sementara itu, sistem moralitas yang kedua sering disebut moral
sekuler atau yang dalam perspektif filsafat moral disebut moral deontologik dan
dibangun dari sejarah manusia. Kedua sistem moral yang berbeda sumber ini
dalam aplikasinya di kehidupan nyata sehari-hari tidak jauh berbeda sebab nilai-
nilai moral universal yang mengatur kehidupan manusia sehari-hari pada
umumnya sama. Kalaupun terjadi perbedaan, hanyalah pada tataran normatif-
teologis, bukan pada tataran aplikatif-praksis.

Dalam al qurandi ditemukan banyak sekali pokok keutamaan karakter atau


akhlak yang dapet digunkan untuk membedakan perilaku seorang muslim,seperti
perintah berbuat kebaikan(ihsan)dan kebajikan(al birr),menepati
janji,sabar ,jujur,takut kepada Allah berinfak dijalannya ,berbuat adil dan

1
Dr.Marzuki,M.Ag “Pendidikan karakter islam”
(Yogyakarta,Desember 2014)

4
pemaaf.Keharusan 2menjunjung tinggi karakter mulia(akhlakul karimah)lebih
dipertegas lagi oleh Nabi dengan pernyataan menghubungkan akhlak dengan
kualitas kemauan,bobot amal,dan jaminan masuk surga

c) PERAN PENDIDIKAN ISLAM DALAM MEMBANGUN KARAKTER


BANGSA

Karakter atau akhlak mulia merupakan buah yang dihasilkan dari


proses penerapan ajaran agama yang meliputi system keyakinan
(akidah)serta sistem aturan dan hukum(syariah).Terwujudnya akhlak
mulia ditengah-tengah masyarakat merupakan misi utama pembelajaran
Pendidikan agama islam (PAI) dan juga pendidikan agama yang lain di
sekolah. Sejalan dengan ini ,semua mata pelajaran(mata kuliah) yang
diajarkan kepada peserta didik haruslah mengandung muatan Pendidikan
karakter dan setiap guru atau dosen haruslah memperhatikan sikap dan
tingkah laku peserta didiknya.

Islam memberikan penghargaan yang tingginterhadap terhadap


ilmu.Ilmu yang dimaksud disini adalah ilmu amaliyah.Artinya,seorang
yang memperoleh ilmu akan dianggap berarti apabila ia mau
mengamalkan ilmunya. Terkait dengan hal ini,Al-Ghozali(dalam Al-
Abrasyi,1987:46) mengatakan,”Manusia seluruhnya akan hancur,kecuali
orang-orang yang berilmu.Semua orang yang berilmu akan hancur,kecuali
orang-orang yang beramal.Semua orang yang beramal pun akna
hancur,kecuali orang-orang yang ikhlas dan jujur.Al-Ghozali memandang
Pendidikan sebagai Teknik,bahkan sebagai sebuah ilmu yang bertujuan
memberi pengetahuan dan watak(disposition)yang dibutuhkan untuk
mengikuti petunjuk tuhan sehingga dapat beribadah kepada tughan serta
mencapai keselamatan dan kebahagiaamn hidup(Alavi,2007:312)

Pendidikan agama islam sudah menjadi bagian terpenting dalam


kuerikulum Pendidikan nasional dan sudah dilaksanakan mulai dari

2
Drs.M.Ja’far “Beberapa Aspek Pendidikan Islam”

5
jenjang Pendidikan dasar hingga jenjang Pendidikan tinggi.Namun,
hasilnya ternyata belum seperti yang diinginkan.Artinya, tidak semua
peserta didik 3menunjukkan sikap dan perilaku mulia secara utuh.Dengan
kata lain, Pendidikan agama di sekolah belum efektif dalam membangun
karakter bangsa.Pertanyaannya adalah, “mengapa demikian?”

Banyak hal yang dapat dianalisis terkait dengan ketidakefektifan Pendidikan


agama di sekolah.Secara umum dapat dikatakan bahwa pendidikan agama di
sekolah harus direvitalisasi agar dapat menghasilkan rumusan seperti yang telah
diuraikan.Adapun ujung tombak dalam proses revitalisasi Pendidikan agama di
sekolah adalah guru.Guru agama, dalam hal ini, harus memiliki kompetensi yang
memadai agar dapat melakukan tugasnya dengan baik dan berhasil sesuai yang
diharapkan.Dalam Pasal 28 PP No.19 Tahun 2005 tentang Standart Nsional
Pendidikan ditegaskan bahwa semua pendidik, termasuk guru agama, harus
memiliki empat kompetensi pokok, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi dan
sebagainya yang rinci ini diharapkan guru agama tidak sekadar dapat
melaksanakan tugas sesuai dengan jatah waktu yang diberikan dan menghabiskan
materi (kompetensi) yang ditargetkan, tetappi guru agama harus benar-benar
memiliki kompetensi akademik dan professional yang cukup agar dapat
melaksanakan tugasnya dengan baik dan profesional serta penuh tanggung jawab.

B.PEENGEMBANGAN DAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN ISLAM

a. Pengertian

Kata pengembangan berarti”proses,cara,perbuatan mengembangkan.Kata


tersebut merupakan satu akar dengan kata “berkembang” yang artinya pertama
“mekar terbuka atau membentang (tentang barang yang berlipat atau
kuncup).”kedua “menjadi besar (luas, banyak,dan sebagainya); memulai.”ketiga
“menjadi bertambah sempurna(tentang pribadi, pikiran, pengetahuan, dan
sebagainya).”keempat”menjadi banyak (merata, meluas dan sebagainya).Dengan
demikian, pengembangan adalah suatu proses kerja cermat dalam merubah suatu

3
A.Rifqi Amin,M.Pd,I “pengembangan Pendidikan agama islam” (Malang,29 Maret 2016)

6
4
keadaan menjadi lebih baik dan lebih luas pengaruhnya dari sebelumnya. Apa
yang dimaksud dengan “suatu keadaan” di sini bisa berhubungan dengan manusia,
sistem, organisasi, teori, pemahaman (tafsir), benda, dan sebagainya yang terkait
dengan produk manusia yang lainnya.

Kata kebujakan merupakan bentuk turunan dari kata bijak yang memiliki
awalan ke dan akhiran an .menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), kata
bijak memiliki arti selalu menggunakan akal budinya, mahir, pandai dan pamdai
bercakap-cakap. Dalam Bahasa inggris, kebijakan diartikan sebagai policy ynag
berarti plan of action (rencana kegiatan) atau statement of aims (pernyataan yang
diarahkan).Adapun yang dimaksud kebijakan adalah pernyataan cita-cita, tujuan,
prinsip, atau maksud sebagai garis pedoman untuk mencapai sasaran, garis
haluan.Didalam buku Ramayulis dan Samsul Nizar dijelaskan bahwa Pendidikan
berasal dari Bahasa Yunani, yaitu paedagogie yang berarti bimbingan yang
diperuntukkan untuk anak.

Pengertian kebijakan pendidikan sebagaimana dikutip oleh Ali Imran dari


Carter v.Good bahwa kebijakan Pendidikan adalah suatu pertimbangan yanag
didasarkan atas sistem nilai dan beberapa penilaian terhadap factor-faktor yang
bersifat situasional.pertimbanagan tersebut dijadikan sebagai dasar untuk
mengoperasikan Pendidikan yang bersifat melembaga serta merupakan
perencanaan umum yang dija

dikan sebagai pedoman untuk mengambil keputusan agar tujuan yang


bersifat melembaga dapat tercapi

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting, sebab biasanya kualitaf


kecerdasan manusia dilihat dari seberapa besar kemauan seseorang tersebut
mengenyam Pendidikan.Tidak hanya itu dengan adanya Pendidikan, manusia juga
dapat mencapai pemenuhan kebutuhan hidupnya dengan cara bekerja.Bukan hal
yang istimewa lagi jika banyak orang berlomba-lomba untutk mengenyam
Pendidikan setinggi-tingginya

4
Jurnal Tarbawi ISSN 2527-4082

7
Pemerintah juga tidak main-main dalam menggalakkan Pendidikan,
terbukti dari adanya salah satu Pendidikan yang mengatur tentang
Pendidikan .Peraturan tersebut tertera dalam UUD 1945 Pasal 31 Ayat (1)
disebutkan bahwa : Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran ; ayat
(2) pemerintah mengusahakan 5dan meyelenggarakan satu sistem pengajaran
nasioanal yang diatur dengan undang-undang.Dari penjelasan pasal ini pemerintah
memeberikan petunjuk bahwa pemerintah mendapatkan amanat untuk menjamin
hak-hak warga negara dalam mendapatkan layanan Pendidikan, tak terkcuali
Pendidikan islam itu sendiri.

b. Kebijakan Pendidikan Islam di Nusantara Masa Orde Baru

Pada tahun 1967 Menteri agama mengeluarkan kebijakan untuk


menegerikan sejumlah madrasah dalam semua tingkatan dari tingkat Ibtidaiyah
sampai Aliyah.Sejumlah madrasah menjadi negeri dengan rincian, 358 Madrasah
Ibtidaiyah Negeri (MIN), 182 Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) dan 42
Madrasah Aliyah Agama Islam Negeri (MAAIN).Dengan memberikan status
negeri tanggung jawab penegloalaan menjadi beaban pemerintah, tetapi
pengaturan dan control atas madrasah-madrasah itu menjadi lebih efektif.

Dan pada tahun berikutnya Kepres ini dipertegas dengan Instruksi


Presiden No.15 Tahun 1974 yang mengatur realisasinya.Kedua kebijkan ini
menimbulkan reaksi umat islam.Diantarnya adalah Musyawarah Kerja Majlis
Pertimbangan Pendidikan Islam dan Pengajaran Agama(MP3A).Lemabaga ini
meyakinkan bahwa madrasah adalah Lembaga Pendidikan yang memberikan
sumbangan yang cukup berarti dalam pembangunan nasioanal.Menyinggung
tentang madrasaH ITU,MP3A menegaskan bahwa”yang paling tepat diserahi
tanggung jawab itu ialah departemen Agama,sebab Menteri Agama lah yang lebih
tahu tentang seluk Agama,dan siswa berhak memperoleh pendidikan agama sesuai
agamam yang dianutnya.Apabila dalam sutu kelas disuatu sekolah terdapat
sekurang kurangnya 10(sepuluh)orang siswa yang memluk agama

8
tertentu,Pendidikan agama siswa bersangkutan wajib diberikan dikelas
tersebut,sementara bagi siswa yang tidak memeluk agama yang sedang diajarkan
pada saat berlanghsungnya pelajaran agama di kelas itu,diberi
kebebasan.Kurikulum dan bahan kajian yang diberikan di madrasah minimal sama
dengan sekolah,disamping bahan kajian lain yang diberikan pada madrasah
tersebut.Dengan keluarnya petunjuk pelaksanaan tersebut,ketegangan antara
Pendidikan agama dan Pendidikan nasional memang dapat diatasi.Petunjuk
pelaksanaan itu mengandung perbedaan yang cukup mendasar dengan Kepres dan
Impers.Disitu ditegaskan bahwa hak dan tanggung jawab pengelolaan Pendidikan
agama tetpa berada Departemen Agama.

c. Kebijakan Pendidikan islam dimasa reformasi

Pada tahun 1994, kebijakan kurikulum pendidikan agama ditempatkan di


seluruh jenjang pendidikan, menjadi mata pelajaran wajib sejak SD sampai
Perguruan Tinggi. Pada jenjang pendidikan SD, terdapat 9 mata pelajaran,
termasuk pendidikan agama. Di SMP struktur kurikulumnya juga sama, dimana
pendidikan agama masuk dalam kelompok program pendidikan umum. Demikian
halnya di tingkatan SMU, dimana pendidikan agama masuk dalam kelompok
program pengajaran umum bersama Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,
Bahasa dan Sastra Indonesia, Sejarah Nasional dan Sejarah Umum. Bahasa
Inggris, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Matematika, IPA (Fisika, Biologi,
Kimia), IPS (Ekonomi, Sosiologi, Geografi) dan Pendidikan Seni. Dari sudut
pendidikan agama, Kurikulum 1994, hanyalah penyempurnaan dan
perubahanperubahan yang tidak mempengaruhi jumlah jam pelajaran dan karakter
pendidikan keagamaan siswa, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. Saat rezim
Orde Soeharto tumbang di tahun 1998, pendidikan di Indonesia, masih
menggunakan UU Pendidikan tahun 1989, dan kuriklum 1994. Tumbangnya
rezim Soeharto menggulirkan gagasan reformasi, yang salah satu agendanya
adalah perubahan dan pembaruan dalam bidang pendidikan, sebagaimana yang
menjadi tema kritik para pemerhati pendidikan dan diharapkan oleh banyak pihak.
Selanjutnya pada tahun 2003 ditetapkan Undang-Undang Sistem Pendidikan

9
Nasional yang selanjutnya disebut dengan UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003.
Dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 ini pasal yang diperdebatkan dengan
tegang adalah pasal 12 yang menyebutkan bahwa pendidikan agama adalah hak
setiap peserta didik. ”Setiap peserta didik pada setiap6 satuan pendidikan berhak
mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan
diajarkan oleh pendidikan yang seagama,” (Pasal 12 ayat a). Dalam bagian
penjelasan diterangkan pula bahwa pendidik atau guru agama yang seagama
dengan peserta didik difasilitasi atau disediakan oleh pemerintah atau pemerintah
daerah sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan sebagaimana diatur dalam
pasal 41 ayat 3. UU ini juga sekaligus ”mengubur” bagian dari UU No. 2/1989
dan Peraturan Pemerintah, No. 29/1990, tentang tidak wajibnya sekolah dengan
latar belakang agama tertentu (misalnya Islam) mengajarkan pendidikan agama
yang dianut siswa (misalnya pelajaran agama Katolik untuk siswa yang beragama
Katolik). UU Sisdiknas 2003 mewajibkan sekolah/ Yayasan Islam untuk
mengajarkan pendidikan Katolik untuk siswa yang menganut agama Katolik. UU
Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 inilah yang menjadi pijakan
hukum dan konstitusional bagi penyelenggaraan pendidikan agama di sekolah-
sekolah, baik negeri maupun swasta. Pada pasal 37 ayat (1) disebutkan bahwa
’kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat pendidikan agama,
pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan sosial, seni
dan budaya, pendidikan jasmani dan olahraga, keterampilan/kejuruan dan muatan
lokal. Dalam penjelasan atas pasal 37 ayat 1 ini ditegaskan, “pendidikan agama
dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia”. Pelaksanaan
pendidikan agama di sekolah umum, juga diatur dalam undang-undang baik yang
berkaitan dengan sarana dan prasarana pendidikan, biaya pendidikan, tenaga
pengajar, kurikulum dan komponen pendidikan lainnya. Perjalanan kebijakan
pendidikan Indonesia belum berakhir, pada tahun 2004 pemerintah menetapkan
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Kehadiran Kurikulum berbasis
kompetensi pada mulanya menumbuhkan harapan akan memberi keuntungan bagi

65
.Prof.Dr.Nanang Fattah “sistem penjaminan mutu Pendidikan” (januari 2012)

10
peserta didik karena dianggap sebagai penyempurnaan dari metode Cara belajar
siswa Aktif (CBSA). Namun dari sisi mental maupun kapasistas guru tampaknya
sangat berat untuk memenuhi tuntutan ini. Pemerintah juga sangat kewalahan
secara konseptual, ketika pemerintah bersikeras dengan pemberlakukan Ujian
Nasional, sehingga KBK segera diganti dan disempurnakan dengan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kementerian Agama RI di tahun 2010-2014
menetapkan 5 kebijakan yaitu :

a. peningkatan kualitas kehidupan beragama


b. peningkatan kualitas kerukunan umat
beragama
c. peningkatan kualitas raudhatul athfal,
madrasah, perguruan tinggi agama,
pendidikan agama, dan pendidikan
keagamaan;
d. peningkatan kualitas penyelenggaraan
ibadah haji, dan
e. perwujudan tata kelola kepemerintahan
yang bersih dan berwibawa.

Sistem penjamin mutu merupakan kegiatan yang sistematik dan


terpadu pada penyelenggaraan Pendidikan untuk meningkatkan mutu
Pendidikan di satuan Pendidikan secara berkelanjutan (continuous quality
improvement)

 Pencapaian standar
 Kepuasan pengguna hasil-hasil Pendidikan baik internal
maupun eksternal.

11
C.TERWUJUDNYA PENDIDIKAN ISLAM

Pendidikan yang dulu dinilai masyarakat sebagai bentuk penyelenggaraan


Pendidikan yang tercerabut dari akar budaya bangsa, akhirnya masyarakat
onesiesia menuntut pembelajaran agama kembali diajarkan.Usaha menghidupkan
Kembali eksistensi pembelajaran agama ini menemukan momentumnya setelah
terbit UU No.4 1950 dan peraturan Bersama Menteri Pendidikan dan kebudayaan
dengan Menteri agama tanggal 16 Juli 1951 yang menjamin adanya Pendidikan
agama di sekolah negeri yang kini terus berlangsung di seluruh jenis
Pendidikan.Kecuali dalam madrasah yang menambahkan materi keagamaan khas
madrasah, dan kecuali Pendidikan agama karena kandungan ilmunya yang lebih
luas telah menggantikan mata pelajaran Pendidikan agama.

Idealnya penegembangan yang dialakukan oleh sekolah,madrsah, dan


pesantren terkait mewujudkan tujuan Pendidikan islam difungsikan untuk
“berlomba-lomba” dalam kebaikan dan takwa.Untuk mendukung semangat itu,
maka antara Lembaga Pendidikan sekolah,madrasah dan pesantren saling
Kerjasama dalam memberikan masukan terkait permasalahan dan pengembangan
Pendidikan agama.Bagaimanapun, pengembangan Pendidikan islam merupakan
sarana mengkader generasi umat islam dan bangsa.Bukan wadah pengkaderan
organisasi, kelompok, suku, dan dikhususkan pada segmen masyarakat
tertentu.Pengembangan Pendidikan islam juga megarah pada upaya “
memfasilitasi” seluruh kalangan umat islam yang indin mengembangkan diri.

a. Sekolah
Sejak peraturan Indonesia mewajibkan
materi”Pendidikan agma di belajarkan,selama itu pula tidak
diatur disana mengenai agama apa dan untuk siapa.Selain
itu,tujuan oendidikan agama juga
dipertanyakan,Masyarakat mengharapkan agar Pendidikan
agama selain membelajarkan ibadah,juga diharapkan dapat

12
membangun moral siswa.Belakangan ini banyak orang
beranggapan bahwa agama telah didirikan salah arah :yakni
lebih mementingkan ibadah daripada moral.Justru pelajaran
moral lah yang lebih penting dan oerku ditekankan,karena
tujuan keberagamaan itu memang adalah soal
moralitas.Bebrapa yang lain menganggap masalah
moralitas ini bermuara pada masalah Pendidikan agama
yang tidak diberikan secara optimal,karena Pendidikan
agamatidak pernah diberikan secara serius melalui
kecocokan antara agama guru dan siswa.Jika agama sudah
diberikan secara proposional,artinya serius,kejadiannya
mungkin angkan berbeda.
Dibeberapa sekoalah agama sudah diberikan secara
cocok antara agama guru dan siswa,kelemahan-kelemahan
Pendidikan agama yang sama tetep saja menghantui
misalnya:soal keterbatasan waktu dan metode
pembelajaran.Bagaimanakah pembelajaran agama dengan
dirasi waktu 2 jam perminggu,sementara lingkungan
sekolah dan setelah pulang ke rumah atau
masyarakat,seorang siswa menghadapai suasana yang
berbeda,bahkan cenderung berlawanan dengan nasihat-
nasihat agama yangn diterimananya sewaktu berada di
sekolahnya.siswa yang memperoleh Pendidikan agama
hanya dari bangku sekolah,rawan terhadap 3
kemungkinan :a). siswa akan menjadi manusia agamis yang
terkungkung karna seluruh ajaran agama berlawanan
dengan lingkungannya, b). siswa akan menjalankan ajaran
agama tetapi secara bercampur baur, c). siswa akan
mengabaikan ajaran agama yang diterimannya sama sekali,
karena ia kalah dengan lingkungannya. Sampai disini
nasihat agar keluarga harus mendukung, membantu dan

13
melengkapi Pendidikan agama yang diperoleh disekolah,
akan senantiasa tepat dan perlu diperhatikan.bagi sekolah
dengan identitas agama yang berbeda dengan agama yang
dianut siswa, peranan pembelajaran agama oleh keluarga
lwbih dibutuhkan lagi.Persoalan perbenturan keyakinan
antara siswa dan guru mungkin tidak begitu
mengkhawatirkan. Tetapi bagi guru yang membelajarkan
agama lain kepada siswa yang tidak sesuai dengan
akidahnya, problem benturan keyakinan bisa
membahayakan siswa yamg bersangkutan: tidak saja pada
tataran akademis administratif, tetapi pada masalah yang
sifatnya psikoligis dan sosial.
Lepas dari berbagai kelemahan Pendidikan agama
di sekolah umum, banyak penyelenggara sekolah umum
akhirnya melekatkan suasana sekolah menjadi wahana
terpadu pembelajaran agama. Kemunculan sistem
“madrasah”, sekolah berlambang agama, misalnya SD
Islam, SMP Nurul Hidayah, atau SMA Islam terpadu
beberapa lengkap dengan boarding school, pondok
pesantren dan semacamnya merupakan terapi
pengembangan Pendidikan agama agar kelemahan yang
biasa terjadi bisa diatasi. Dengan kemunculan
kecenderungan baru Pendidikan islam semacam ini,
masalah Pendidikan agama islam disekolah umum relatif
sudah bisa diselesaikan Sebagian. Tetapi siapapun bisa
menerka dengan mengandalkan 2 jam pembelajaran,
kirannya masalah Pendidikan agama mungkin kondisinya
tidak akan jauh berbeda. Dari sini guru-guru agama harus
mencari terapi untuk prospek Pendidikan agama di masa
depan.
b. Madrasah

14
Salah satu Pendidikan formal yang bercirikan islam
di Indonesia adalah madrasah. Madrasah yang muncul dari
lingkungan pesantren dan telah berkembang hingga saat
ini. Madrasah dalam bentuknya yang kita kenal saat ini
secara harfiah berasal dari Bahasa arab yang artinya sama
atau setara dengan kata Indonesia “sekolah” (school).
Sistem Pendidikan yang bercirikan islam seperti halnya
madrasah merupakan salah satu dambaan masyarakat
Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama islam
disamping sistem pendidikan umum.Dalam konteks sejarah
pada masa penjajahan Belanda ada sekelompok lain yang
melihat banyak hal menarik dari sistem “sekolah Belanda”,
sehingga menimbulkan gagasan membuka sekolah dengan
tambahan pelajaran agama,di samping ada juga sekolah
yang tetap fokus pada pengajaran agama namun dengan
mengambil sistem sekolah serta menambahkan mata
pelajaran umum.
Kemunculan madrasah dipandang menjadi salah
satu indikator penting bagi perkembangan positif kemajuan
prestasi budaya umat islam, mengingat realitas Pendidikan,
sebagaimana terlihat pada fenomena madrasah yang
sedemikian maju, adalah cerminan dari keunggulan capaian
keilmuan,intelektual dan kurtural.Potensi madrasah dalam
pembangunan manusia Indonesia yang utuh sangat besar
dan selalu diperhitungkan oleh masyarakat modern,
Adapun upaya ysng disebut dengan modernisasi Pendidikan
islam yang gagasan awalnya diambil menurut Husni Rahim
(2005), setidaknya ditandai oleh dua kecenderungan
organisasi-organisasi islam dalam mewujudkannya yaitu :
pertama, mengadopsi sistem dan Lembaga Pendidikan
modern (Belanda) secara hamper menyeluruh untuk

15
menciptakan sekolah-sekolah umum model Belanda dengan
tambahan pengajaran islam. Kedua, munculnya madrasah-
madrasah modern, yang secara terbatas mengadopsi
substansi dan meteodologi Pendidikan modern Belanda
namun tetap berbasis madrasah dan Lembaga tradisional
Pendidikan islam.
Disisi lain perhatian pemerintah terhadap intuisi dan
sistem Pendidikan di Indonesia seolah hanya sepihak pada
Pendidikan umum jika dibanding dengan lembaga
Pendidikan keilmuan yang berbasiskan keislaman seperti
madrasah.Bersamaan dengan perkembangan Pendidikan
agama di sekolah umum, perhatian terhadap madrasah atau
Pendidikan islam umumnya terjadi sejak Badan Pekerja
Komite Nsional Indonesia Pusat (BPKIP) di masa setelah
kemerdekaan mengeluarkan maklumatnya tertanggal 22
Desember 1945. Perhatian pemerintah RI terhadap
madrasah terbukti sejak Kementerian Agama dalam
struktur organisasinya, memperuntukkan Bagian C bagian
Pendidikan dengan tugas pokoknya mengurusi masalah-
masalah Pendidikan agama di sekolah umum dan
Pendidikan agama di sekolah agama (madrasah dan
pesantren). Reaksi terhadap sikap pemerintah yang
diskriminatif menjadi lebih keras dengan keluarnya
Keputusan Presiden No. 34 tahun 1972, yang Kepres dan
Inpres ini isinya dianggap melemahkan dan mengasingkan
madrasah dari Pendidikan nasional. Munculnya reaksi keras
umat islam ini didasari oleh pemerintah yang kemudian
mengambil kebijakan unruk melakuakn pembinaan mutu
Pendidikan madrasah.
Untuk mengatasai kekhawatiran umat islam akan
dihapuskannya sistem Pendidikan madrasah sebagai

16
kongkurensi Kperes dan Inpres, maka pada tanggal 24
Maret 1975 dikeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB)
oleh tiga Menteri (Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, dan Menteri Dalam Negeri). Meski demikian,
bukan berarti SKB Tiga Menteri initanpa masalah. Melalui
SKB ini memang status madrasah disamakan dengan
sekolah jenjang berikutnya. Dengan SKB ini pula alumni
MA dapat mrlanjutkan ke universitas umum, alumni SMA
melanjutkan studinya ke IAIN. Perjuangan agar mendapat
perlakuan yang sama (integrasi madrasah dalam sisdiknas
secara penuh), baru bisa dicapai dalam UUSPN No. 2
Tahun 1989, dimana madrasah dianggap sebagai sekolah
umum yang berciri khas islam dan kurikulum madrasah
yang menerapkan sama persis dengan sekolah yaitu yang
menerapkan kurikulum sekolah 100%, padahal fasilitas dan
latarbelakang anak cukup berbeda, maka wajar bila kualitas
anak madrasah masih kalah dari anak sekolah. Sampai
disini persoalan madrasah sebagai sekolah umum yang
berciri khas islam sudah terselesaikan sebagai bagian dari
sistem Pendidikan nasional yang diakui sama dengan
sekolah. Namaun madrasah sebagai pemberi pengetahuan
umum sebagai ciri ke Indonesiaan dan kemodernan belum
mendapat tempat dalam sistem Pendidikan nasional versi
UU No. 2 Tahun 1989. Perjuangan untuk memasukkan
madrasah dengan fokus utama pengajaran agama dalam
sistem Pendidikan nasional baru berhasil setelah
diundangkannya UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, yang
diakui Pendidikan Keagamaan sebagai Pendidikan
disamping Pendidikan umum, kejujuran, akademik, profesi,
vokasi, dan khusus (pasal 15).
c. Pesantren

17
Meurut Hidar Putra Daulay (2007: pause), istilah
pesantren bersala dari kata santri dengan awalan pe dan
akhiran an yang berarti tempat tinggal santri. Pendapat
senda diungkapkan oleh Soegarda (1976:233) yang
menyatakan 7bahwa pesantren asal katanya adalah santri,
yaitu mempunyai arti termpat orang berkumpul untuk
belajar agama islam. Definisi pesantren dalam konteks
Pendidikan perlu diperjelas. Pesantren sebenarnya bukanlah
sejenis Lembaga Pendidikan yang bisa dilihat dari segi jalur
Pendidikan pada umumnya (formal, nonformal, dan
informal). Mengkaitkan pesantren dengan UU sisdiknas,
harus dilihat pada sisi pendidikannya saja. UU Sisdiknas
mengatur Pendidikan: satuan dan program Pendidikan.
Uniknya, pesantren bukanlah satuan dan bukan juga suatu
program, namun psantren adalah semacam Lembaga yang
di dalamnya diselenggarakan berbagai satuan Pendidikan
atau program Pendidikan. Jadi, jika pesantren diambil dari
sisi pendidikannya saja, maka satuan atau program
Pendidikan di psantren dapat di bagi menjadi dua: pertama,
satuan atau program Pendidikan yang sudah ikut aturan
pemerintah misalnya didalamnya ada SD,MI,SMA,SMK
atau perguruan tinggi umum. Kedua, satuan atau program
Pendidikan yang selama ini tidak mengikuti aturan maupun
kurikulum negara misalnya madrsah diniyah, kuliyatul
muslimin, diniyah salafiyah, majelis taklim, dll. Namun
7
Jurnal Hunafa Vol. 6, No.3, Desember 2009:273-300
8 Jurnal Tarbiyah Islamiyah Volume 3 Nomor 2 Edisi Desember 2018 P-ISSN : 2541-3686
9 Jurnal Pemikiran dan Penelitian Pendidikan Dasar ISSN 2614-1051 Volume 2 Nomor 1 Juni 2018
10 Muhammad Kholid Fathoni”Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional”(Paradigma Baru)
Jakarta, 2005
11 http://journal.iaimsinjai.ac.id/index.php/al-qalam Jurnal Kajian Islam dan Pendidikan

18
dalam UU Sisdiknas dimasukkan ke dalam salah satu
bentuk Pendidikan, yaitu Pendidikan nonformal.
Regulasi Pendidikan keagamaan dalam UU No. 20 /
2003 diduga bertujuan untuk mengkoordinir tuntutan
pengakuan terhadap model-model Pendidikan yang selama
ini sudah berjalan di masyarakat secara formal (misalnya
madrasah diniyah salafiyah) namun tidak diakreditasi
negara atas alasan kurikulumnya mandiri atau tidak
mengikuti kurikulum sekolah atau madrasah pada
umumnya. Banyak yang beranggapan bahwa Pendidikan
agama dalam pesantren ini tidak ada bedanya dengan
madrasah. Seperti pada kebijakan di masa zaman dahulu,
satuan Pendidikan yang tidak mengikuti aturan Pendidikan
sekolah umum/jurusan maka tidak diakui sebagai satuan
Pendidikan yang terakreditasi sehingga tidak dapat
diregulasi layaknya Pendidikan umum, jadi pada saat itu
eksistansi Pendidikan agama harus disetarakan terlebih
dahulu dengan cara mngikuti ujian persamaan dahulu.
Komunitas pesantren tradisinonal yang terpinggirkan
percaya bahwa tujuan Pendidikan nasional begitu mulia,
demikian juga yang terdapat pada UUD 1945. Akan tetapi
justru perhatian yang diberikan oleh pemerintah kepada
pembinaan dan bantuan untuk Pendidikan keagamaan kecil
sekali bahkan untuk pesantren bisa dibilang hampir tidak
ada.
Dalam UUSPN No. 2 Tahun 1989, istilah
“Pendidikan keagamaan” sudah muncul tetapi berbeda
dengan maksud UU Sisdiknas No. 20. Dahulu Pendidikan
agama meliputi madrasah, sekolah umum dengan label atau
ciri khas agama. Pergumulan pomdok pesantren di
Indonesia mendapat pengakuan secara legal formal dan

19
memiliki posisi sangat kuat sebagai lembaga Pendidikan
keagamaan. Karena berkat paradigma reformasi,
demokratisasi dan keadilan dalam dunia Pendidikan serta
perjuangan para ulama, tokoh agama, pakar Pendidikan
islam, dan dukungan umat islam, akhirnya secara
konstitusinonal dan legal formal, pndok pesantren
mendapat pengakuan secara nasional sekaligus memiliki
landasan formal dengan dimasukinya kata “pesantren”
sebagai Pendidikan keagamaan. Selanjutnya pada pasal 30 ,
ayat (4) dikatakan “Pendidikan keagamaan berbentuk
Pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja
samanera, dan bentuk lainnya yang sejenis”. Dengan
dimasukinya pondok pesantren dalam sistem Pendidikan
nasional itu, secara legal formal pondok pesantren memiliki
hak dan kewajiban yang sama dengan Lembaga Pendidikan
lainnya. Sebelum UU 20 Tahun 2003 disahkan oleh DPR,
ternyata Kementerian Agama telah terlebih dahulu
melakukan restrukturisasi organisasi Kementerian Agama
mulai dari pusat hingga daerah. Jika Pendidikan yang
dimaksud adalah satuan Pendidikan diniyah semisal
madrasah diniyah, maka itu merupakan satuan Pendidikan,
sedangkan pesantren bukanlah satuan Pendidikan.
Rupanya, rumusan undang-undang tampak hendak
menggambarkan dua personafikasi lembaga keagamaan
islam secara komperhensif, pertama diniyah yang mewakili
Lembaga di luar pesantren, dan kedua, pesantren itu
sendiri. Tetapi tanpa disadari, rumusan ini menyulitkan
sebab keduanya merupakan satu hal juga, yakni diniyah
sekaligus pesantren.
Mencermati elaborasi Pendidikan diniyah dan
pesantren dalam draft RPP Pendidikan Agama dan

20
Keagamaan di atas, maka sesuatu yang bisa dibilang paling
penting didalamnya adalah kehadiran “Pendidikan diniyah
formal”. Seprti yang disinggung mengenai tujuam utama
Pendidikan keagamaan, yakni untuk memberikan jalan
keluar bagi santri-santri pndok pesantren dan Pendidikan
diniyah yang tidak hanya mengajarkan ilmu agama atau
umum saja, tetapi juga menolak untuk mengikuti 100%
pola sekolah dan madrasah.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas kami dapat menyimpulkan bahwa para


peserta didik harus bisa mamahami nilai-nilai karakter mulia dalam bentuk
sikap dan perilakunya untuk diterapkan pada kehidupan sehari-hari,sehingga
mewujudkan pengembangan kebijakan Pendidikan islam yang lebih unggul di
lingkungan sekolah,madrasah,maupun pesantren.

B. Saran

21
Demi kesempurnaan makalah ini. Penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun kearah kebaikan 8 demi
kelancaran dan kesempurnaan penulisan ini. Melalui makalah ini
diharapkan pembaca dapat lebih mengerti dan memahami tentang materi
konsep pengembangan kebijakan Pendidikan islam..

Demikian makalah yang dapat kami paparkan semoga bermanfaat


bagi pembaca pada umumnya dan pada kami pada khususnya, dan
tentunya makalah ini tidak lepas dari kekurangan, untuk itu saran dan
keritik yang bersifat konstruktif sangat kami butuhkan, guna memperbaiki
makalah selanjutnya.

22
DAFTAR PUSTAKA

Marzuki. 2015. Karakter Pendidikan Islam. Jakarta : Amzah.

Amin Rifqi. A. 2015. Pengembangan Pendidikan Agama Islam. Yogyakarta :


LKiS Pelangi Aksara.

Fathoni Kholid Muhammad. 2005. Pendidikan Islam Dan Pendidikan Nasioanal


(Paradigma Baru). Jakarta : Departemen Agama RI.

Fattah Nanang. 2012. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan. Bandung : PT


REMAJA ROSDAKARYA

Ja’far Muhammad. 1982. Beberapa Aspek Pendidikan Islam. Surabaya : Al Ikhlas

Jurnal Tarbawi| Volume 2|No 2| ISSN 2527-4082| 181 (diakses pada tanggal 12
September 2022, 20.00)

Jurnal Hunafa Vol. 6, No.3, Desember 2009:273-300 (diakses pada tanggal 12


September 2022, 20.00)
Jurnal Tarbiyah Islamiyah Volume 3 Nomor 2 Edisi Desember 2018 P-ISSN :
2541-3686 (diakses pada tanggal 12 September 2022, 20.00)
Jurnal Pemikiran dan Penelitian Pendidikan Dasar ISSN 2614-1051 Volume 2
(diakses pada tanggal 12 September 2022, 20.00)
Nomor 1 Juni 2018 (diakses pada tanggal 12 September 2022, 20.00)
http://journal.iaimsinjai.ac.id/index.php/al-qalam

23

Anda mungkin juga menyukai