Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH HUKUM KONSTITUSI

Putusan Mahkamah Konstitusi Yang Lahir Dari Persidangan Yang


Melanggar Kode Etik

Disusun oleh :

HADI B.M MUHAMMAD


(2202010011)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkatnya kami dapat
menyelesaikan makalah kami tentang " Putusan Mahkamah Konstitusi Yang Lahir Dari
Persidangan Yang Melanggar Kode Etik”. Tidak lupa juga kami mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang telah turut memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah
ini. Tentunya, tidak akan bisa maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Sebagaimana kami penyusun makalah ini, kami menyadari bahwa masih terdapat
kekurangan, baik dari penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini.
Oleh karena itu, kami dengan rendah hati meminta saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ini. Kami berharap semoga makalah yang kami susun ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.

Kupang, 19 November 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................6
1.3 Tujuan.......................................................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................7
2.1 Kode Etik Persidangan..............................................................................................7
2.2 Pedoman Perilaku hakim..........................................................................................11
2.3 Keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah konstitusi dalam persidangan yang terjadi
pelanggaran kode etik.....................................................................................................23
2.4 Sanksi jika melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim...............................24
2.5 Kewenangan MK & MKMK....................................................................................25
2.6 Syarat untuk melapor bahwa terjadinya pelanggaran kode etik..............................26 ....
BAB III PEMBAHASAN........................................................................................................28
3.1 Keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terhadap putusan MK
Nomor 90/PUU-XXl/2023 yang diduga melanggar kode etik.................................................28
3.2 keberlakuan putusan MK Nomor 90/PUU-XXl/2023........................................................29
BAB IV PENUTUP..................................................................................................................30
4.1 Kesimpulan...............................................................................................................30
4.2 Saran..........................................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................31

BAB I

3
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keberadaan Mahkamah Konstitusi di Indonesia turut mewarnai dinamika ketatanegaraan
serta diskursus hukum-hukum kenegaraan. Dalam praktiknya, dinamika ketatanegaraan itu telah,
sedang dan akan terus berkembang seiring dengan hadirnya lembaga Mahkamah Konstitusi
sebagai pengawal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI
1945).
Dalam menjalankan fungsinya sebagai pengawal konstitusi, MK dilengkapi dengan empat
kewenangan ditambah satu kewajiban, yaitu:
1. Menguji Undang-Undang terhadap Undang-undang Dasar.
2. Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh Undang-undang Dasar.
3. Memutus perselisihan mengenai hasil pemilihan umum.
4. Memutus pembubaran partai politik.
5. Memutus pendapat DPR yang berisi tuduhan bahwa Presiden melanggar hukum
atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil presiden.
Praktis, bahwa rumusan empat kewenangan dan satu kewajiban di atas menegaskan fungsi
MK sebagai satu-satunya lembaga yang bertugas sebagai pengawal konstitusi. Selain sebagai
lembaga pengawal konstitusi, MK juga berfungsi sebagai penafsir konstitusi, serta pengawal
demokrasi. Bahkan, MK juga merupakan lembaga pelindung hak konstitusional warga negara
dan perlindung hak asasi manusia. Melihat berbagai fungsi MK tersebut, sesungguhnya MK
memanggul tugas yang mulia yang sejalan dengan demokrasi dan negara hukum.
Berdasarkan sejarah perubahan undang-undang dasar, keberadaan MK di Indonesia
dilatarbelakangi oleh keinginan untuk menjamin agar UUD 1945 sebagai hukum tertinggi dapat
ditegakkan. Pembentukan MK adalah sejalan dengan dianutnya paham negara hukum dalam
UUD 1945. Dalam negara hukum harus dijaga paham konstitusional. UUD 1945 merupakan
puncak dalam tata urutan peraturan perundangan-undangan di Indonesia. Konsekuensi dari itu
adalah tidak boleh ada undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya yang
bertentangan dengan UUD 1945.

4
Dapat dikatakan bahwa gagasan pembentukan MK tidak lain merupakan dorongan dalam
penyelenggaraan kekuasaan dan ketatanegaraan Indonesia yang lebih baik. Paling tidak ada
empat hal yang melatarbelakangi dan menjadi pijakan dalam pembentukan MK, yaitu:
1. Sebagai implikasi dari paham konstitusionalisme.
2. Mekanisme checks and balances.
3. Penyelenggaraan negara yang bersih.
4. Perlindungan Hak Asasi Manusia.
Empat pijakan akademis tersebut berkorelasi dengan dorongan dan ekpektasi publik
terhadap penyelenggaraan demokrasi dan penegakan hak asasi manusia sebagai cita-cita
reformasi.
Selama 14 (empat belas) tahun berdirinya, dari empat kewenangan dan satu kewajiban
yang telah dirumuskan oleh UUD NRI 1945, MK baru menjalankan tiga kewenangan yaitu
kewenangan menguji UU terhadap UU, kewenangan menyelesaikan sengketa kewenangan
lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UU, dan kewenangan memutus
perselisihan hasil pemilu. Selama 14 tahun itu pula, diakui sudah banyak kemajuan-kemajuan
yang di capai oleh institusi kehakiman yang lahir pada amandemen ketiga ini. MK sudah
membuktikan sebagai institusi hukum yang dapat dipercaya dan terhormat (realible and
honoured court) di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya putusanputusan Mahkamah
Konstitusi yang sangat progresif dan dapat menjadi acuan hukum bagi percepatan reformasi
hukum di Indonesia.
Meskipun MK sering mengeluarkan putusan-putusan yang progresif, tidak jarang pula MK
mengeluarkan putusan-putusan yang kontroversial dan mengusik konsep ketatanegaraan yang
ada. Ni’matul Huda dan Riri Nazriyah menyebutkan bahwa meskipun MK sudah sangat
produktif memeriksa dan memutus perkara judicial review, tidak sedikit masyarakat yang sering
terusik oleh beberapa putusan Mahkamah Konstitusi yang dipandang kontroversial, yakni
putusan-putusan dalam pengujian undang-undang yang bersifat ultra petita, bahkan ada kesan
Mahkamah Konstitusi bukan hanya bertindak sebagai negative legislator tetapi juga sudah
memasuki area positive legislator.

1.2 Rumusan Masalah

5
1. Bagaimana keputusan majelis kehormatan mahkamah konstitusi (MKMK) terhadap
putusan MK Nomor 90/PUU-XXl/2023 yang diduga melanggar kode etik ?
2. Bagaimana keberlakuan putusan MK Nomor 90/PUU-XXl/2023 yang diduga melanggar
kode etik ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui keputusan majelis kehormatan mahkamah konstitusi (MKMK)
terhadap putusan MK Nomor 90/PUU-XXl/2023 yang diduga melanggar kode etik.
2. Untuk mengetahui keberlakuan putusan MK Nomor 90/PUU-XXl/2023

BAB II

6
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kode Etik Persidangan


A. Tata Tertib Umum
Pihak pengadilan memiliki panduan mengenai tata tertib yang harus ditaati oleh semua
orang yang memasuki gedung Pengadilan yakni:
1.Ketua Majelis Hakim bertanggung jawab untuk menjaga ketertiban dari semua pihak yang
hadir di ruang sidang.
2.Semua yang hadir di ruang sidang harus mentaati semua perintah yang dikeluarkan oleh Ketua
Majelis Hakim.
3.Semua orang yang hadir di ruang sidang harus selalu menunjukkan rasa hormat kepada
institusi pengadilan. Jika ada satu pihak yang tidak menunjukkan rasa hormat kepada institusi
pengadilan, maka Ketua Pengadilan dapat memerintahkan individu tersebut untuk dikeluarkan
dari ruang sidang dan bahkan dituntut secara pidana.
4.Mengenakan pakaian yang sopan.
5.Berbicara dengan suara yang jelas ketika seorang hakim atau penasehat hukum mengajukan
pertanyaan, sehingga para hakim yang lain dapat mendengar dengan jelas.
6.Memanggil seorang hakim dengan sebutan “Yang Mulia” dan seorang Penasihat Hukum
dengan sebutan “Penasihat Hukum”
Berbagai benda berikut ini tidak diperkenankan untuk dibawa ke ruang sidang:
Senjata api.
Benda tajam.
Bahan peledak.
Peralatan atau berbagai benda yang dapat membahayakan keamanan ruang sidang.

Petugas keamanan dapat melakukan penggeledahan setiap orang yang dicurigai memiliki
salah satu atau lebih dari berbagai benda diatas. Siapa saja yang kedapatan membawa salah satu
dari benda diatas akan diminta untuk menitipkannya di tempat penitipan khusus di luar ruang
sidang. Ketika yang bersangkutan hendak meninggalkan ruang sidang, petugas keamanan dapat
mengembalikan berbagai benda tersebut. Bahkan, pengunjung yang kedapatan membawa
berbagai benda tersebut diatas ke dalam ruang sidang dapat dikenai dengan tuntutan pidana.

7
7. Dilarang membuat kegaduhan, baik didalam maupun diluar ruang sidang.
8. Duduk rapi dan sopan selama persidangan.
9. Dilarang makan dan minum di ruang sidang.
10. Dilarang merokok baik di ruang sidang maupun di dalam gedung pengadilan.
11. Wajib mematikan telepon genggam selama berada di ruang sidang.
12.Dilarang membawa anak-anak dibawah umur 12 tahun, kecuali Majelis Hakim menghendaki
anak tersebut menghadiri persidangan.
13. Membuang sampah pada tempatnya.
14. Dilarang menempelkan pengumuman atau brosur dalam bentuk apapun di dalam gedung
pengadilan tanpa adanya ijin tertulis dari Ketua Pengadilan.
15. Untuk melakukan rekaman baik kamera, tape recorder maupun viderecorder, di mohon untuk
meminta ijin terlebih dahulu kepada Majelis Hakim.

Para pengunjung yang datang ke ruang sidang untuk melihat jalannya sidang perkara,
tetapi bukanlah merupakan saksi atau terlibat dalam sidang perkara tersebut, diharapkan untuk
mematuhi berbagai ketentuan sebagai berikut:
Wajib menghormati institusi Pengadilan seperti yang telah disebutkan diatas.
Wajib menaati semua tata tertib yang telah disebutkan diatas.
Dilarang berbicara dengan pengunjung yang lain selama sidang berlangsung.
Dilarang berbicara memberikan dukungan atau mengajukan keberatan atas keterangan
yang diberikan oleh saksi selama persidangan.
Dilarang memberikan komentar/saran/tanggapan terhadap sesuatu yang terjadi selama
persidangan tanpa ijin Majelis Hakim
Dilarang berbicara keras diluar ruang sidang yang dapat menyebabkan suara masuk ke
ruang sidang dan mengganggu jalannya persidangan.
Dilarang keluar masuk ruang persidangan untuk alasan-alasan yang tidak perlu karena
akan mengganggu jalannya persidangan.
Pengunjung yang ingin masuk atau keluar ruang persidangan harus meminta ijin kepada
Majelis Hakim.
Terdapat beberapa tambahan tata tertib yang harus diikuti dalam persidangan Perdata,
yaitu:

8
Untuk perkara Perdata jadwal sidang dimulai pukul 08:00 WITA sampai dengan pukul 12.00
WITA. Para pihak diharapkan hadir 15 menit sebelumnya. Para pihak diwajibkan untuk
melaporkan kehadirannya kepada Panitera Pengganti. Wajib mempersiapkan segala hal yang
akan menjadi agenda persidangan seperti:
 Surat Kuasa.
 Jawaban.
 Saksi.
 Bukti.
 Replik.
 Duplik.
Mencari informasi mengenai ruang sidang (nama ruang dan lantainya) melalui layar
monitor yang tersedia di depan ruang sidang. Semua peserta sidang diwajibkan menunggu di
ruang tunggu sampai Majelis Hakim memasuki ruang sidang. Selama menunggu, para
pihak/pengunjung persidangan diharap tenang.
Terdapat beberapa tambahan tata tertib yang harus diikuti dalam persidangan pidana, yaitu:
1. Bila anda adalah saksi atau terdakwa yang tidak ditahan, diharapkan datang 15
menit sebelum jadwal yang sudah ditentukan.
2. Para pihak diwajibkan untuk melaporkan kehadirannya kepada Panitera Pengganti
dan pada Jaksa yang menangani perkara tersebut.
3. Sebelum dimulainya sidang pengadilan, panitera, Jaksa Penuntut Umum
Penasehat Hukum dan pengunjung yang hadir haruslah sudah duduk di tempatnya
masing-masing. Semua orang harus berdiri ketika Majelis Hakim memasuki dan
meninggalkan ruang sidang.
4. Para saksi dipanggil satu demi satu untuk memasuki ruang sidang, yang
diputuskan oleh Ketua Majelis Hakim, sesudah mendengarkan masukan dari pihak
Jaksa Penuntut Umum dan terdakwa atau Penasihat Hukum dari terdakwa. Sesudah
seorang saksi memberikan kesaksian, yang bersangkutan diwajibkan untuk duduk di
area pengunjung dan mendengarkan keterangan dari para saksi yang lain. Seorang
saksi sidang dapat meninggalkan ruang sidang sesudah mendapatkan ijin dari Ketua
Majelis Hakim, kecuali bila Jaksa Penuntut Umum atau terdakwa atau Penasihat
Hukum terdakwa menginginkan saksi tersebut untuk tetap berada di ruang sidang.

9
B. Tata Tertib Persidangan.
1.Pada saat Majelis Hakim Memasuki dan Meninggalkan Ruang Sidang, semua yang hadir
berdiri untuk menghormati.
2.Selama sidang berlangsung, pengunjung sidang harus duduk dengan sopan dan tertib
ditempatnya masing-masing dan memelihara ketertiban dalam ruang sidang.
3.Pengunjung sidang dilarang makan, nimum, merokok, membaca Koran, atau melakukan
tindakan yang dapat mengganggu jalannya sidang (HP agar dimatikan/ tidak menelpon
atau menerima telepon via HP).
4.Dalam Ruang Sidang siapapun wajib menunjukkan sikap hormat kepada Pengadilan.
5.Siapapun dilarang membawa senjata api, senjata tajam, bahan peledak, atau alat maupun
benda yang dapat membahayakan keamanan sidang dan siapa yang membawanya wajib
menitipkan pada tempat yang disediakan khusus untuk itu, yaitu di Panitera Muda Pidana.
6. Segala sesuatu yang diperintahkan oleh Ketua Sidang untuk memelihara tata tertib di
persidangan, wajib dilaksanakan dengan segera dan cermat.
7.Tanpa Surat Perintah, Petugas Keamanan Pengadilan karena tugas jabatannya dapat
mengadakan Penggeledahan Badan untuk menjamin bahwa kehadiran seseorang di ruang
sidang tidak membawa senjata, bahan atau alat maupun benda yang dapat membahayakan
keamanan sidang.
8.Pengambilan foto, rekaman suara, atau rekaman TV harus meminta ijin terlebih dahulu
kepada Hakim Ketua Sidang.
9.Siapapun di sidang pengadilan bersikap tidak sesuai dengan martabat Pengadilan dan
tidak mentaati Tata Tertib Persidangan, dan setelah Hakim Ketua Sidang memberi
peringatan, masih tetap melanggar Tata Tertib tersebut, maka atas perintah Hakim Ketua
Sidang, yang bersangkutan dikeluarkan dari ruang sidang dan apabila pelanggaran tata
tertib dimaksud bersifat suatu tindakan pidana, tidak mengurangi kemungkinan dilakukan
Penuntutan terhadap pelakunya.

2.2 Pedoman Perilaku Hakim


1. Berperilaku Adil.

10
Adil bermakna menempatkan sesuatu pada tempatnya dan memberikan yang menjadi
haknya, yang didasarkan pada suatu prinsip bahwa semua orang sama kedudukannya di depan
hukum. Dengan demikian, tuntutan yang paling mendasar dari keadilan adalah memberikan
perlakuan dan memberi kesempatan yang sama (equality and fairness) terhadap setiap orang.
Oleh karenanya, seseorang yang melaksanakan tugas atau profesi di bidang peradilan
yang memikul tanggung jawab menegakkan hukum yang adil dan benar harus selalu berlaku adil
dengan tidak membeda-bedakan orang.
Penerapan :
A.Umum.
1) Hakim wajib melaksanakan tugas-tugas hukumnya dengan menghormati asas
praduga tak bersalah, tanpa mengharapkan imbalan.
2) Hakim wajib tidak memihak, baik di dalam maupun di luar pengadilan, dan tetap
menjaga serta menumbuhkan kepercayaan masyarakat pencari keadilan.
3) Hakim wajib menghindari hal-hal yang dapat mengakibatkan pencabutan haknya
untuk mengadili perkara yang bersangkutan.
4) Hakim dilarang memberikan kesan bahwa salah satu pihak yang tengah
berperkara atau kuasanya termasuk penutut dan saksi berada dalam posisi yang
istimewa untuk mempengaruhi hakim yang bersangkutan.
5) Hakim dalam menjalankan tugas yudisialnya dilarang menunjukkan rasa suka
atau tidak suka, keberpihakan, prasangka, atau pelecehan terhadap suatu ras, jenis
kelamin, agama, asal kebangsaan, perbedaan kemampuan fisik atau mental, usia, atau
status sosial ekonomi maupun atas dasar kedekatan hubungan dengan pencari
keadilan atau pihakpihak yang terlibat dalam proses peradilan baik melalui perkataan
maupun tindakan.
6) Hakim dalam suatu proses persidangan wajib meminta kepada semua pihak yang
terlibat proses persidangan untuk menerapkan standar perilaku sebagaimana
dimaksud dalam butir
7) Hakim dilarang bersikap, mengeluarkan perkataan atau melakukan tindakan lain
yang dapat menimbulkan kesan memihak, berprasangka, mengancam, atau
menyudutkan para pihak atau kuasanya, atau saksisaksi, dan harus pula menerapkan
standar perilaku yang sama bagi

11
advokat, penuntut, pegawai pengadilan atau pihak lain yang tunduk pada
arahan dan pengawasan hakim yang bersangkutan.
8) Hakim harus memberikan keadilan kepada semua pihak dan tidak
beritikad semata-mata untuk menghukum.
9) Hakim dilarang menyuruh / mengizinkan pegawai pengadilan atau pihakpihak
lain untuk mempengaruhi, mengarahkan, atau mengontrol jalannya sidang, sehingga
menimbulkan perbedaan perlakuan terhadap para pihak yang terkait dengan perkara.
B.Mendengar Kedua Belah Pihak.
1) Hakim harus memberikan kesempatan yang sama kepada setiap orang khususnya
pencari keadilan atau kuasanya yang mempunyai kepentingan dalam suatu proses hukum
di Pengadilan.
2) Hakim tidak boleh berkomunikasi dengan pihak yang berperkara di luar
persidangan, kecuali dilakukan di dalam lingkungan gedung pengadilan demi kepentingan
kelancaran persidangan yang dilakukan secara terbuka, diketahui pihak-pihak yang
berperkara, tidak melanggar prinsip persamaan perlakuan dan ketidak berpihakan.

2. Berperilaku Jujur.
Kejujuran bermakna dapat dan berani menyatakan bahwa yang benar adalah benar dan yang
salah adalah salah. Kejujuran mendorong terbentuknya pribadi yang kuat dan membangkitkan
kesadaran akan hakekat yang hak dan yang batil. Dengan demikian, akan terwujud sikap pribadi
yang tidak berpihak terhadap setiap orang baik dalam persidangan maupun diluar persidangan.
Penerapan :
A.Umum.
1) Hakim harus berperilaku jujur (fair) dan menghindari perbuatan yang tercela atau
yang dapat menimbulkan kesan tercela.
2) Hakim harus memastikan bahwa sikap, tingkah laku dan tindakannya, baik di
dalam maupun di luar pengadilan, selalu menjaga dan meningkatkan kepercayaan
masyarakat, penegak hukum lain serta para pihak berperkara, sehingga tercermin
sikap ketidakberpihakan Hakim dan lembaga peradilan (impartiality).
B.Pemberian Hadiah dan Sejenisnya.

12
1) Hakim tidak boleh meminta / menerima dan harus mencegah suami atau istri
Hakim, orang tua, anak atau anggota keluarga Hakim lainnya, untuk meminta atau
menerima janji, hadiah, hibah, warisan, pemberian, penghargaan dan pinjaman atau
fasilitas dari :
a. Advokat.
b. Penuntut.
c. Orang yang sedang diadili.
d. Pihak lain yang kemungkinkan kuat akan diadili.
e. Pihak yang memiliki kepentingan baik langsung maupun tidak langsung terhadap
suatu perkara yang sedang diadili atau kemungkinan kuat akan diadili oleh Hakim
yang bersangkutan yang secara wajar (reasonable) patut dianggap bertujuan atau
mengandung maksud untuk mempengaruhi Hakim dalam menjalankan tugas
peradilannya.
Pengecualian dari butir ini adalah pemberian atau hadiah yang ditinjau dari segala
keadaan (circumstances) tidak akan diartikan atau dimaksudkan untuk mempengaruhi
Hakim dalam pelaksanaan tugastugas peradilan, yaitu pemberian yang berasal dari
saudara atau teman dalam kesempatan tertentu seperti perkawinan, ulang tahun, hari
besar keagamaan, upacara adat, perpisahan atau peringatan lainnya sesuai adat
istiadat yang berlaku, yang nilainya tidak melebihi Rp. 500.000,-(Lima ratus ribu
rupiah). Pemberian tersebut termasuk dalam pengertian hadiah sebagaimana
dimaksud dengan gratifikasi yang diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana
Korupsi.
2) Hakim dilarang menyuruh / mengizinkan pegawai pengadilan atau pihak lain
yang di bawah pengaruh, petunjuk atau kewenangan hakim yang bersangkutan untuk
meminta atau menerima hadiah, hibah, warisan, pemberian, pinjaman atau bantuan
apapun sehubungan dengan segala hal yang dilakukan atau akan dilakukan atau tidak
dilakukan oleh hakim yang bersangkutan berkaitan dengan tugas atau fungsinya
dari :
a. Advokat.
b. Penuntut.
c. Orang yang sedang diadili oleh hakim tersebut.

13
d. pihak lain yang kemungkinan kuat akan diadili oleh hakim tersebut.
e. pihak yang memiliki kepentingan baik langsung maupun tidak langsung terhadap
suatu perkara yang sedang diadili atau kemungkinan kuat akan diadili oleh hakim
yang bersangkutan,yang secara wajar patut diduga bertujuan untuk mempengaruhi
hakim dalam menjalankan tugas peradilannya.
C.Terima Imbalan dan Pengeluaran / Ganti Rugi.
Hakim dapat menerima imbalan dan atau kompensasi biaya untuk kegiatan ekstra
yudisial dari pihak yang tidak mempunyai konflik kepentingan, sepanjang imbalan dan
atau kompensasi tersebut tidak mempengaruhi pelaksanaan tugas-tugas yudisial dari hakim
yang bersangkutan.
D.Pencatatan dan Pelaporan Hadiah dan Kekayaan
1)Hakim wajib melaporkan secara tertulis gratifikasi yang diterima kepada Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), Ketua Muda Pengawasan Mahkamah Agung, dan Ketua
Komisi Yudisial paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal
gratifikasi tersebut diterima.
2)Hakim wajib menyerahkan laporan kekayaan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi
sebelum, selama, dan setelah menjabat, serta bersedia diperiksa kekayaannya sebelum,
selama dan setelah menjabat.

3. Berperilaku Adil dan Bijaksana.


Arif dan bijaksana bermakna mampu bertindak sesuai dengan norma-norma yang hidup
dalam masyarakat baik norma-norma hukum, norma-norma keagamaan, kebiasan-kebiasan
maupun kesusilaan dengan memperhatikan situasi dan kondisi pada saat itu, serta mampu
memperhitungkan akibat dari tindakannya. Perilaku yang arif dan bijaksana mendorong
terbentuknya pribadi yang berwawasan luas, mempunyai tenggang rasa yang tinggi, bersikap
hati-hati.
Penerapan :
A.Umum :
1) Hakim wajib menghindari tindakan tercela.

14
2) Hakim, dalam hubungan pribadinya dengan anggota profesi hukum lain yang
Secara teratur beracara di pengadilan, wajib menghindari situasi yang dapat
menimbulkan kecurigaan atau sikap keberpihakan.
3) Hakim dilarang mengadili perkara di mana anggota keluarga hakim yang
bersangkutan bertindak mewakili suatu pihak yang berperkara atau sebagai pihak
yang memiliki kepentingan dengan perkara tersebut.
4) Hakim dilarang mengizinkan tempat kediamannya digunakan oleh seorang
anggota suatu profesi hukum untuk menerima klien atau menerima anggota-anggota
lainnya dari profesi hukum tersebut.
5) Hakim dalam menjalankan tugas-tugas yudisialnya wajib terbebas dari pengaruh
keluarga dan pihak ketiga lainnya.
6) Hakim dilarang menggunakan wibawa pengadilan untuk kepentingan pribadi,
keluarga atau pihak ketiga lainnya.
7) Hakim dilarang mempergunakan keterangan yang diperolehnya dalam proses
peradilan untuk tujuan lain yang tidak terkait dengan wewenang dan tugas
yudisialnya.
8) Hakim dapat membentuk atau ikut serta dalam organisasi para hakim atau turut
serta dalam lembaga yang mewakili kepentingan para hakim.
9) Hakim berhak melakukan kegiatan ekstra yudisial, sepanjang tidak menggangu
pelaksanaan tugas yudisial, antara lain : menulis, memberi kuliah, mengajar dan turut
serta dalam kegiatan-kegiatan yang berkenaan dengan hukum, sistem hukum,
ketatalaksanaan, keadilan atau hal-hal yang terkait dengannya.
B.Pemberian Pendapat atau Keterangan kepada Publik
1) Hakim dilarang mengeluarkan pernyataan kepada masyarakat yang dapat
Mempengaruhi, menghambat atau mengganggu berlangsungnya proses peradilan
yang adil, independen, dan tidak memihak.
2) Hakim tidak boleh memberi keterangan atau pendapat mengenai substansi suatu
perkara di luar proses persidangan pengadilan, baik terhadap perkara yang diperiksa
atau diputusnya maupun perkara lain.

15
3) Hakim yang diberikan tugas resmi oleh Pengadilan dapat menjelaskan kepada
masyarakat tentang prosedur beracara di Pengadilan atau informasi lain yang tidak
berhubungan dengan substansi perkara dari suatu perkara.
4) Hakim dapat memberikan keterangan atau menulis artikel dalam surat kabar atau
terbitan berkala dan bentuk-bentuk kontribusi lainnya yang dimaksudkan untuk
menginformasikan kepada masyarakat mengenai hukum atau administrasi peradilan
secara umum yang tidak berhubungan dengan masalah substansi perkara tertentu.
5) Hakim tidak boleh memberi keterangan, pendapat, komentar, kritik atau
pembenaran secara terbuka atas suatu perkara atau putusan pengadilan baik yang
belum maupun yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam kondisi apapun.
6) Hakim tidak boleh memberi keterangan, pendapat, komentar, kritik atau
pembenaran secara terbuka atas suatu putusan pengadilan yang telah memiliki
kekuatan hukum tetap, kecuali dalam sebuah forum ilmiah yang hasilnya tidak
dimaksudkan untuk dipublikasikan yang dapat mempengaruhi putusan Hakim dalam
perkara lain.
C.Kegiatan Keilmuan, Sosial Kemasyarakatan, dan Kepartaian.
1) Hakim dapat menulis, memberi kuliah, mengajar dan berpartisipasi dalam
kegiatan keilmuan atau suatu upaya pencerahan mengenai hukum, sistem hukum,
administrasi peradilan dan non-hukum, selama kegiatankegiatan tersebut tidak
dimaksudkan untuk memanfaatkan posisi Hakim dalam membahas suatu perkara.
2) Hakim boleh menjabat sebagai pengurus atau anggota organisasi nirlaba yang
bertujuan untuk perbaikan hukum, sistem hukum, administrasi peradilan, lembaga
pendidikan dan sosial kemasyarakatan, sepanjang tidak mempengaruhi sikap
kemandirian Hakim.
3) Hakim tidak boleh menjadi pengurus atau anggota dari partai politik atau secara
terbuka menyatakan dukungan terhadap salah satu partai politik atau terlibat dalam
kegiatan yang dapat menimbulkan persangkaan beralasan bahwa Hakim tersebut
mendukung suatu partai politik.
4) Hakim dapat berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan dan amal yang tidak
mengurangi sikap netral (ketidakberpihakan) Hakim.
4. Bersikap Mandiri.

16
Mandiri bermakna mampu bertindak sendiri tanpa bantuan pihak lain, bebas dari campur
tangan siapapun dan bebas dari pengaruh apapun. Sikap mandiri mendorong terbentuknya
perilaku Hakim yang tangguh, berpegang teguh pada prinsip dan keyakinan atas kebenaran
sesuai tuntutan moral dan ketentuan hukum yang berlaku.
Penerapan :
1) Hakim harus menjalankan fungsi peradilan secara mandiri dan bebas dari
pengaruh, tekanan, ancaman atau bujukan, baik yang bersifat langsung maupun tidak
langsung dari pihak manapun.
2) Hakim wajib bebas dari hubungan yang tidak patut dengan lembaga eksekutif
maupun legislatif serta kelompok lain yang berpotensi mengancam kemandirian
(independensi) Hakim dan Badan Peradilan.
3) Hakim wajib berperilaku mandiri guna memperkuat kepercayaan masyarakat
terhadap Badan Peradilan.

5.Berintegrasi Tinggi.
Integritas bermakna sikap dan kepribadian yang utuh, berwibawa, jujur dan tidak
tergoyahkan. Integritas tinggi pada hakekatnya terwujud pada sikap setia dan tangguh berpegang
pada nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku dalam melaksanakan tugas. Integritas tinggi
akan mendorong terbentuknya pribadi yang berani menolak godaan dan segala bentuk intervensi,
dengan mengedepankan tuntutan hati dan nurani untuk menegakkan kebenaran dan keadilan
serta selalu berusaha melakukan tugas dengan cara-cara terbaik untuk mencapai tujuan terbaik.
Penerapan :
A.Umum
1) Hakim harus berperilaku tidak tercela.
2) Hakim tidak boleh mengadili suatu perkara apabila memiliki konflik kepentingan,
baik karena hubungan pribadi dan kekeluargaan, atau hubungan-hubungan lain
yang beralasan (reasonable) patut diduga mengandung konflik kepentingan.
3) Hakim harus menghindari hubungan, baik langsung maupun tidak langsung
dengan Advokat, Penuntut dan pihak-pihak dalam suatu perkara tengah diperiksa
oleh Hakim yang bersangkutan.

17
4) Hakim harus membatasi hubungan yang akrab, baik langsung maupun tidak
langsung dengan Advokat yang sering berperkara di wilayah hukum Pengadilan
tempat Hakim tersebut menjabat.
5) Pimpinan Pengadilan diperbolehkan menjalin hubungan yang wajar dengan
lembaga eksekutif dan legislatif dan dapat memberikan keterangan, pertimbangan
serta nasihat hukum selama hal tersebut tidak berhubungan dengan suatu perkara
yang sedang disidangkan atau yang diduga akan diajukan ke Pengadilan.
6) Hakim wajib bersikap terbuka dan memberikan informasi mengenai kepentingan
pribadi yang menunjukkan tidak adanya konflik kepentingan dalam menangani
suatu perkara.
7) Hakim dilarang melakukan tawar-menawar putusan, memperlambat
pemeriksaanperkara, menunda eksekusi atau menunjuk advokat tertentu dalam
menangani suatu perkara di pengadilan, kecuali ditentukan lain oleh undang-
undang.
B.Konflik Kepentingan.
1) Hubungan Pribadi dan Kekeluargaan
a. Hakim dilarang mengadili suatu perkara apabila memiliki hubungan keluarga,
Ketua Majelis, Hakim anggota lainnya, Penuntut, Advokat, dan Panitera yang
menangani perkara tersebut.
b. Hakim dilarang mengadili suatu perkara apabila Hakim itu memiliki hubungan
pertemanan yang akrab dengan pihak yang berperkara, Penuntut, Advokat, yang
menangani perkara tersebut.
2) Hubungan Pekerjaan
a. Hakim dilarang mengadili suatu perkara apabila pernah mengadili atau menjadi
Penuntut, Advokat atau Panitera dalam perkara tersebut pada persidangan di
Pengadilan tingkat yang lebih rendah.
b. Hakim dilarang mengadili suatu perkara apabila pernah menangani hal-hal yang
berhubungan dengan perkara atau dengan para pihak yang akan diadili, saat
menjalankan pekerjaan atau profesi lain sebelum menjadi Hakim.

18
c. Hakim dilarang mengijinkan seseorang yang akan menimbulkan kesan bahwa
orang tersebut seakan-akan berada dalam posisi khusus yang dapat mempengaruhi
Hakim secara tidak wajar dalam melaksanakan tugas-tugas peradilan.
d. Hakim dilarang mengadili suatu perkara yang salah satu pihaknya adalah
organisasi, kelompok masyarakat atau partai politik apabila Hakim tersebut masih
atau pernah aktif dalam organisasi, kelompok masyarakat atau partai politik
tersebut.
3) Hubungan Finansial
a. Hakim harus mengetahui urusan keuangan pribadinya maupunbeban-beban
keuangan lainnya dan harus berupaya secara wajar untuk mengetahui urusan
keuangan para anggota keluarganya.
b. Hakim dilarang menggunakan wibawa jabatan sebagai Hakim untuk mengejar
kepentingan pribadi, anggota keluarga atau siapapun juga dalam hubungan
finansial.
c. Hakim dilarang mengijinkan pihak lain yang akan menimbulkan kesan bahwa
seseorang seakan-akan berada dalam posisi khusus yang dapat memperoleh
keuntungan finansial.
4) Prasangka dan Pengetahuan atas Fakta.
Hakim dilarang mengadili suatu perkara apabila Hakim tersebut telah memiliki
prasangka yang berkaitan dengan salah satu pihak atau mengetahui fakta atau bukti
yang berkaitan dengan suatu perkara yang akan disidangkan.
5) Hubungan dengan Pemerintah Daerah
Hakim dilarang menerima janji, hadiah, hibah, pemberian, pinjaman, atau manfaat
lainnya, khususnya yang bersifat rutin atau terusmenerus dari Pemerintah Daerah,
walaupun pemberian tersebut tidak mempengaruhi pelaksanaan tugas-tugas yudisial.

C.Tata Cara Pengunduran Diri.


1) Hakim yang memiliki konflik kepentingan sebagaimana diatur dalam butir B wajib
mengundurkan diri dari memeriksa dan mengadili perkara yang bersangkutan. Keputusan
untuk mengundurkan diri harus dibuat seawal mungkin untuk mengurangi dampak

19
negatif yang mungkin timbul terhadap lembaga peradilan atau persangkaan bahwa
peradilan tidak dijalankan secara jujur dan tidak berpihak.
2)Apabila muncul keragu-raguan bagi Hakim mengenai kewajiban mengundurkan diri,
memeriksa dan mengadili suatu perkara, wajib meminta pertimbangan Ketua.

6. Bertanggungjawab.
Bertanggungjawab bermakna kesediaan untuk melaksanakan sebaik-baiknya segala
sesuatu yang menjadi wewenang dan tugasnya, serta memiliki keberanian untuk menanggung
segala akibat atas pelaksanaan wewenang dan tugasnya tersebut.
Penerapan :
A.Penggunaan Predikat Jabatan
Hakim dilarang menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan pribadi,keluarga atau pihak
lain.
B.Penggunaan Informasi Peradilan
Hakim dilarang mengungkapkan atau menggunakan informasi yang bersifat rahasia, yang
didapat dalam kedudukan sebagai Hakim, untuk tujuan yang tidak ada hubungan dengan
tugas-tugas peradilan.
7. Menjunjung Tinggi Harga Diri.
Harga diri bermakna bahwa pada diri manusia melekat martabat dan kehormatan yang
harus dipertahankan dan dijunjung tinggi oleh setiap orang. Prinsip menjunjung tinggi harga diri,
khususnya Hakim, akan mendorong dan membentuk pribadi yang kuat dan tangguh, sehingga
terbentuk pribadi yang senantiasa menjaga kehormatan dan martabat sebagai aparatur Peradilan.
Penerapan :
A.Umum.
Hakim harus menjaga kewibawaan serta martabat lembaga Peradilan dan profesi baik di
dalam maupun di luar pengadilan.
B.Aktivitas Bisnis
1)Hakim dilarang terlibat dalam transaksi keuangan dan transaksi usaha yang berpotensi
memanfaatkan posisi sebagai Hakim.
2)Seorang hakim wajib menganjurkan agar anggota keluarganya tidak ikut dalam kegiatan
yang dapat mengeksploitasi jabatan hakim tersebut.

20
C.Aktivitas lain.
Hakim dilarang menjadi Advokat, atau Pekerjaan lain yang berhubungan dengan perkara.
1)Hakim dilarang bekerja dan menjalankan fungsi sebagai layaknya seorang Advokat,
kecuali jika :
a. Hakim tersebut menjadi pihak di persidangan.
b. Memberikan nasihat hukum cuma-cuma untuk anggota keluarga hukum.
2);Hakim dilarang bertindak sebagai arbiter atau mediator dalam kapasitas pribadi, kecuali
bertindak dalam jabatan yang secara tegas diperintahkan atau diperbolehkan dalam
undang-undang atau peraturan lain.
3).Hakim dilarang menjabat sebagai eksekutor, administrator atau kuasa pribadi lainnya,
kecuali untuk urusan pribadi anggota keluarga Hakim tersebut, dan hanya diperbolehkan
jika kegiatan tersebut secara wajar (reasonable) tidak akan mempengaruhi pelaksanaan
tugasnya sebagai Hakim.
4) Hakim dilarang melakukan rangkap jabatan yang ditentukan oleh peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
D.Aktivitas Masa Pensiun.
Mantan Hakim dianjurkan dan sedapat mungkin tidak menjalankan pekerjaan peradilan
tempat yang bersangkutan pernah menjabat, sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun
setelah memasuki masa pensiun atau berhenti sebagai Hakim.

8. Berdisiplin tinggi.
Disiplin bermakna ketaatan pada norma-norma atau kaidah-kaidah yang diyakini sebagai
panggilan luhur untuk mengemban amanah serta kepercayaan masyarakat pencari keadilan.
Disiplin tinggi akan mendorong terbentuknya pribadi yang tertib di dalam melaksanakan
tugas, ikhlas dalam pengabdian dan berusaha untuk menjadi teladan dalam lingkungannya, serta
tidak menyalahgunakan amanah yang dipercayakan kepadanya.
Penerapan :
1) Hakim berkewajiban mengetahui dan mendalami serta melaksanakan tugas pokok
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya hukum
acara, agar dapat menerapkan hukum secara benar dan dapat memenuhi rasa
keadilan bagi setiap pencari keadilan.

21
2) Hakim harus menghormati hak-hak para pihak dalam proses peradilan dan
berusaha mewujudkan pemeriksaan perkara secara sederhana, cepat dan biaya
ringan.
3) Hakim harus membantu para pihak dan berusaha mengatasi segala hambatan dan
rintangan untuk mewujudkan peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4) Ketua Pengadilan atau Hakim yang ditunjuk, harus mendistribusikan perkara
kepada Majelis Hakim secara adil dan merata, serta menghindari pendistribusian
perkara kepada Hakim yang memiliki konflik kepentingan.

9. Berperilaku Rendah Hati.


Rendah hati bermakna kesadaran akan keterbatasan kemampuan diri, jauh dari
kesempurnaan dan terhindar dari setiap bentuk keangkuhan. Rendah hati akan mendorong
terbentuknya sikap realistis, mau membuka diri untuk terus belajar, menghargai pendapat orang
lain, menumbuh kembangkan sikap tenggang rasa, serta mewujudkan kesederhanaan, penuh rasa
syukur dan ikhlas di dalam mengemban tugas.
Penerapan :
A.Pengabdian.
Hakim harus melaksanakan pekerjaan sebagai sebuah pengabdian yang tulus, pekerjaan
Hakim bukan semata-mata sebagai mata pencaharian dalam lapangan kerja untuk
mendapat penghasilan materi, melainkan sebuah amanat yang akan
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan Tuhan Yang Maha Esa.
B.Popularitas.
Hakim tidak boleh bersikap, bertingkah laku atau melakukan tindakan mencari
popularitas, pujian, penghargaan dan sanjungan dari siapapun juga.

10. Bersikap Profesional.


Profesional bermakna suatu sikap moral yang dilandasi oleh tekad untuk melaksanakan
pekerjaan yang dipilihnya dengan kesungguhan, yang didukung oleh keahlian atas dasar
pengetahuan, keterampilan dan wawasan luas. Sikap profesional akan mendorong terbentuknya
pribadi yang senantiasa menjaga dan mempertahankan mutu pekerjaan, serta berusaha untuk

22
meningkatkan pengetahuan dan kinerja, sehingga tercapai setinggi-tingginya mutu hasil
pekerjaan, efektif dan efisien.
Penerapan :
1) Hakim harus mengambil langkah-langkah untuk memelihara dan meningkatkan
pengetahuan, keterampilan dan kualitas pribadi untuk dapat melaksanakan tugas-
tugas peradilan secara baik.
2) Hakim harus secara tekun melaksanakan tanggung jawab administratif dan
bekerja sama dengan para Hakim dan pejabat pengadilan lain dalam menjalankan
administrasi peradilan.
3) Hakim wajib mengutamakan tugas yudisialnya di atas kegiatan yang lain secara
professional.
4) Hakim wajib menghindari terjadinya kekeliruan dalam membuat keputusan, atau
mengabaikan fakta yang dapat menjerat terdakwa atau para pihak atau dengan
sengaja membuat pertimbangan yamg menguntungkan terdakwa atau para pihak
dalam mengadili suatu perkara yang ditanganinya.
2.3 Keputusan MKMK Dalam Persidangan yang Terjadi Pelanggaran Kode Etik
Pelanggaran terhadap Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) akan dikenakan
sanksi. Ada tiga jenis sanksi bagi hakim yang melakukan pelanggaran kode etik, yaitu sanksi
ringan, sanksi sedang dan sanksi berat. Sanksi terberat berupa pemberhentian tidak dengan
hormat yang diputus melalui Majelis Kehormatan Hakim (MKH). MKH yang terdiri dari empat
anggota KY dan tiga hakim agung.
Hakim Ad Hoc Ringan: teguran tertulis.
Sedang: Non Palu maks. 6 bulan.
Berat: Pemberhentian dengan/tidak dengan hormat.
Hakim Agung Ringan: teguran tertulis.
Sedang: Non Palu maks 6 bulan.
Berat: Pemberhentian dengan/tidak dengan hormat.
2.4 Sanksi Pelanggaran Kode Etik.
Sanksi atas pelanggaran kode etik hakim diatur dalam Peraturan Bersama Mahkamah
Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) Nomor 02/PB/MA/IX/2012 dan 02/PB/P.KY/09/2012
tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Ketentuan ini berlaku bagi

23
seluruh hakim pada MA dan pada badan peradilan yang berada di bawahnya, yaitu peradilan
umum, peradilan agama, peradilan militer, peradilan tata usaha negara, termasuk hakim ad-hoc
dan pengadilan pajak.
Ada tiga jenis sanksi bagi hakim yang melakukan pelanggaran kode etik, yaitu sanksi
ringan, sanksi sedang dan sanksi berat. Tingkat dan jenis sanksi akan diberikan dengan
mempertimbangkan latar belakang, tingkat keseriusan dan akibat dari pelanggaran yang
dilakukan.
Adapun sanksi ringan terdiri dari teguran lisan, teguran tertulis atau pernyataan tidak puas
secara tertulis. Sementara sanksi sedang meliputi: penundaan kenaikan gaji berkala paling lama
satu tahun, penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala paling lama satu tahun,
Penundaan kenaikan pangkat paling lama satu tahun, non-palu (tidak menyidangkan
perkara) paling lama enam bulan, mutasi ke pengadilan lain dengan kelas yang lebih rendah, atau
pembatalan atau penangguhan promosi. Sedangkan untuk sanksi berat terdiri dari:pembebasan
dari jabatan, non-palu lebih dari enam bulan dan paling lama dua tahun, penurunan pangkat pada
pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama tiga tahun, pemberhentian tetap dengan
hak pensiun, atau pemberhentian tidak dengan hormat.
Selain itu, bagi hakim yang diusulkan untuk dijatuhi pemberhentian tetap dan pembelaan
dirinya telah ditolak oleh Majelis Kehormatan Hakim, akan dikenakan pemberhentian sementara
berdasarkan keputusan Ketua MA. Sanksi-sanksi ini berlaku untuk hakim karir pada pengadilan
tingkat pertama dan tingkat banding. Sementara untuk hakim di lingkungan peradilan militer,
penjatuhan sanksi diberikan dengan memperhatikan peraturan disiplin yang berlaku bagi prajurit
Tentara Nasional Indonesia (TNI). Jenis sanksi berbeda juga akan diterapkan pada hakim ad hoc.
Sanksi untuk hakim ad hoc terdiri dari: sanksi ringan berupa teguran tertulis, sanksi sedang
berupa non-palu paling lama enam bulan, dan sanksi berat berupa pemberhentian dengan hormat
atau tidak dengan hormat dari jabatan hakim. Sanksi bagi hakim ad hoc ini sama dengan sanksi
yang dijatuhkan untuk hakim agung yang melanggar kode etik.
Terkait sanksi yang telah dijatuhkan, Peraturan Bersama MA dan KY menegaskan, setiap
hakim tidak dapat mengajukan keberatan atas keputusan tersebut.

2.5 Kewenangan MK dan MKMK.


-Kedudukan MK.

24
Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara pelaku kekuasaan kehakiman
yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
-Kewenangan MK
Mahkamah Konstitusi mempunyai 4 (empat) kewenangan dan 1 (satu) kewajiban
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Mahkamah Konstitusi berwenang
mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
1. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar;
2. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan
oleh Undang-Undang Dasar;
3. Memutus pembubaran partai politik, dan
4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
-Kewajiban
Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat
mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang
Dasar. Pelanggaran dimaksud sebagaimana disebutkan dan diatur dalam ketentuan Pasal 7A
UUD 1945 yaitu melakukan pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap negar, korupsi,
penyuapan, tindak pidana lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat
sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.

-Kewenangan MKMK
Tugas Majelis Kehormatan dibentuk oleh Mahkamah Konstitusi adalah untuk menjaga dan
menegakkan kehormatan, keluhuran, martabat serta Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.
Diatur dalam Pasal 2 Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023.
Selanjutnya dalam Pasal 3 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023,
disebutkan wewenang MKMK yaitu:
1. Majelis Kehormatan berwenang menjaga keluhuran martabat dan kehormatan
Mahkamah.
2. Majelis Kehormatan berwenang memeriksa dan memutus dugaan pelanggaran
Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.

25
3. Dugaan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi dapat diperiksa
dan diputus paling lama 30 hari kerja sejak laporan dicatat dalam e-BRLTP.
4. Dalam hal jangka waktu 30 hari belum selesai pemeriksaannya, dapat
diperpanjang paling lama 15 hari kerja berikutnya.

2.6 Syarat Untuk Melapor Bahwa Terjadinya Pelanggaran Kode Etik.


Komisi Yudisial berwenang menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat,
serta perilaku hakim sebagaimana tertera dalam Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 18
Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.
Dalam pelaksanaannya, menurut Pasal 20 UU Nomor 18 Tahun 2011, Komisi Yudisial
menerima laporan dari masyarakat berkaitan dengan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman
Perilaku Hakim.
Beberapa cara melaporkan hakim yang melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim
antara lain:
1. Laporan ditulis dalam bahasa Indonesia ditujukan kepada Ketua Komisi Yudisial.
2. Mencantumkan identitas pelapor, meliputi nama, alamat dan nomor telepon yang
dapat dihubungi.
3. Apabila menggunakan kuasa, cantumkan identitas penerima kuasa, meliputi nama,
alamat, pekerjaan dan nomor telepon yang dapat dihubungi.
4. Mencantumkan identitas terlapor, meliputi nama, jabatan, instansi maupun nomor
perkara jika terkait dengan putusan.
5. Memuat pokok laporan, berisi hal penting atau pokok pikiran yang akan dipelajari,
diteliti atau ditelaah oleh Komisi Yudisial.
6. Kronologis atau Kasus Posisi, ditulis secara jelas dan singkat tentang persoalan
yang terjadi.
7. Hal yang dimohonkan untuk dilakukan oleh Komisi Yudisial.
8. Lampiran laporan atau kelengkapan data , berupa bukti formal dan bukti
pendukung materiil.
Bukti formal terdiri dari fotokopi identitas pelapor yang masih berlaku (KTP/SIM/Paspor).
Khusus advokat melampirkan fotokopi KTA (Kartu Tanda Advokat) yang masih berlaku.

26
Surat kuasa khusus untuk menyampaikan laporan ke Komisi Yudisial, khusus yang
menggunakan kuasa.
Bukti pendukung materiil antara lain fotokopi salinan resmi putusan, atau penetapan yang
dilaporkan, mengikuti tingkat peradilan, seperti tingkat pertama, banding, kasasi dan
PK,video, audio visual, rekaman persidangan, apabila ada,foto, kliping koran, apabila
ada,keterangan saksi secara tertulis di atas kertas bermaterai, minimal 2 orang saksi,
apabila ada.
9. Terkait dengan laporan mengenai eksekusi harus memuat dan melampirkan antara
lain alasan penundaan, penghentian atau pembatalan eksekusi. Fotokopi salinan
resmi putusan terkait dengan eksekusi,fotokopi surat permohonan eksekusi, bagi
pelapornya pemohon eksekusi fotokopi surat penetapan eksekusi fotokopi surat
teguran,fotokopi berita acara pelaksanaan eksekusi,fotokopi berita acara sita
eksekusi.
10. Laporan ditandatangani oleh pelapor atau kuasanya.

BAB III
PEMBAHASAN

27
3.1 Keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terhadap putusan
MK Nomor 90/PUU-XXl/2023 yang diduga melanggar kode etik
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) membacakan putusan nomor
2/MKMK/L/11/2023. Putusan itu terkait dugaan pelanggaran etik hakim Mahkamah Konstitusi
dengan terlapor Ketua MK Anwar Usman pada Selasa (7/11) kemarin, Putusan itu dibacakan
dalam sidang yang digelar di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat. Sidang ini dipimpin oleh
majelis yang terdiri atas Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie serta anggota Bintan R Saragih dan
Wahiduddin Adams.
Putusan ini terkait laporan dari Denny Indrayana, PEREKAT Nusantara, TPDI, TAPP,
Perhimpunan Pemuda Madani, PBHI, Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia, LBH Barisan
Relawan Jalan Perubahan, para guru besar dan pengajar hukum yang tergabung dalam
Constitutional Administrative Law Society (CALS), Advokat Pengawal Konstitusi, LBH Yusuf,
Zico Leonardo Djagardo Simanjuntak, KIPP, Tumpak Nainggolan, BEM Unusia, Alamsyah
Hanafiah, serta PADI.
MKMK mengawali pembacaan dengan menjelaskan soal putusan MK yang bersifat final
dan mengikat. MKMK berpendirian menolak atau sekurang-kurangnya tidak mempertimbangkan
permintaan pelapor untuk melakukan penilaian, membatalkan, koreksi, ataupun meninjau
kembali putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah syarat usia capres-cawapres.
Putusan itu diketahui membuat warga negara Indonesia yang di bawah 40 tahun bisa menjadi
capres atau cawapres asal pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih dalam Pemilu atau
Pilkada.
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan Ketua Mahkamah
Konstitusi Anwar Usman (Hakim Terlapor) melakukan pelanggaran sebagaimana tertuang dalam
Sapta Karsa Hutama Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan
Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip Kepantasan
Jimly Asshiddiqie kemudian membacakan langsung putusan terhadap Anwar Usman.
Jimly menyatakan Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat dan dijatuhi sanksi
pemberhentian dari jabatan Ketua MK.
"Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat," kata Jimly Asshiddiqie membacakan
putusannya. "Sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim
terlapor," sambungnya.Tak hanya itu, MKMK juga melarang Anwar terlibat dalam sidang terkait

28
sengketa hasil Pemilu. "Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat," kata Ketua
MKMK Jimly Asshiddiqie membacakan putusannya.
Lebih lanjut dalam amar putusan tersebut, MKMK memerintahkan Wakil Ketua MK
dalam waktu 2x24 jam sejak Putusan ini selesai diucapkan, memimpin penyelenggaraan
pemilihan pimpinan yang baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kemudian, Anwar
Usman tidak berhak mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa
jabatannya berakhir. Anwar juga tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam
pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil Pemilihan Presiden
dan Wakil Presiden, Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Walikota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan.

3.2 keberlakuan putusan MK Nomor 90/PUU-XXl/2023


Secara hukum putusan Mahkamah Konstitusi langsung berlaku begitu dinyatakan dalam
lembaran negara. Hal tersebut ditegaskan dalam Penjelasan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang
Mahkamah Konstitusi bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final, yakni putusan
Mahkamah Konstitusi langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak
ada upaya hukum yang dapat ditempuh. Sifat final dalam putusan Mahkamah Konstitusi dalam
Undang-Undang ini mencakup pula kekuasaan hukum mengikat (final and binding).
MKMK dalam pengumuman putusan juga menjelaskan bahwa putusan Mahkamah
Konstitusi nomor 90/PUU-XXI/2023, yang mengubah syarat usia calon presiden (capres) dan
calon wakil presiden (cawapres) menjadi di bawah 40 tahun asal pernah/sedang menduduki
jabatan yang dipilih dalam pemilu atau pilkada, bersifat final dan mengikat. MKMK
menegaskan bahwa mereka menolak atau setidaknya tidak mempertimbangkan permintaan untuk
melakukan penilaian ulang terhadap putusan tersebut. “Tidak terdapat kewenangan MKMK
untuk melakukan penilaian hukum terhadap putusan MK, terlebih lagi turut mempersoalkan
perihal keabsahan atau ketidakabsahan suatu Putusan MK," ujar Anggota MKMK Wahiduddin
Adams.

BAB IV
PENUTUP

29
4.1 Kesimpulan
1. Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan Ketua Mahkamah
Konstitusi Anwar Usman (Hakim Terlapor) melakukan pelanggaran sebagaimana
tertuang dalam Sapta Karsa Hutama Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip
Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip Kepantasan dan
Kesopanan.
2. Dengan demikian, meskipun terjadi judicial corruption, tindak pidana atau pelanggaran
kode etik yang dilakukan oleh hakim, tidak menjadikan putusan MK tidak sah atau salah.
Putusan MK tetap dianggap benar dan sah, karena berkaitan dengan asas res judicata dan
sifat putusan MK yang final and binding.

4.2 Saran.
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis memaparkan saran sebagai berikut:
1. Seluruh hakim di Indonesia kiranya dapat memahami dan mengamalkan kode etik
sebagai pedoman berperilaku dalam melaksanakan tugasnya, sehingga hakim sebagai
corong Undang-Undang dapat menegakkan keadilan tanpa campur tangan pihak lain serta
dapat berperilaku jujur dalam melaksanakan tugasnya maupun mengakui kesalahannya
terkait dalam melakukan pelanggaran kode etik.
2. Pihak yang berwenang menegakkan kode etik hakim kiranya tidak memihak atau
menjudge hakim pelaku pelanggaran kode etik tanpa mengumpulkan bukti serta
memastikan bahwa hakim pelaku pelanggaran kode etik berpotensi pidana melaksanakan
pertanggungjawaban agar citra kekuasaan kehakiman ditengah-tengah masyarakat
menjadi lebih baik dan dapat dipercaya.
3. Bagi masyarakat dapat turut aktif untuk melaporkan pelanggaran kode etik yang
dilakukan oleh hakim sehingga penegakan hukum terhadap hakim yang melakukan
pelanggaran dapat segera ditindaklanjuti oleh pihak yang berwenang.

DAFTAR PUSTAKA.

30
https://nasional.tempo.co/read/1552536/begini-cara-melaporkan-hakim-yang-
melanggar-kode-etik-ke-komisi-yudisial
https://www.nu.or.id/nasional/anwar-usman-diberhentikan-dari-ketua-mk-karena-
pelanggaran-etik-berat-lcssR

31

Anda mungkin juga menyukai