Anda di halaman 1dari 9

ANALISIS JURNAL

PRAKTIK INKONSTITSIONAL PEMBERHENTIAN HAKIM KONSTITUSI PADA


MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

Disusun oleh
Kelompok 7

1. Maulidia (2203101010290)
2. Magfiratul zia (22031010102890)
3. Neli nurhaliza (2203101010078)
4. Raimah (2203101010079)
5. Rekha Khairunnisa A (2203101010027)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga makalah dengan judul “Praktik Inkonstitusional Pemberhentian Hakim
Konstitusi pada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia” ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya.
Secara umum makalah ini menjelaskan tentang analisis sebuah jurnal terkait dengan
praktik Inkonstitusional Hakim Mahkamah Konstitusi. Penulis berharap makalah ini bisa
memberikan sumbangsih bagi pengetahuan setiap orang dalam bidang hukum konstitusi dan
kelembagaan negara. Sekalipun demikian penulis menyadari bahwa proses penyusunan makalah
ini merupakan pekerjaan yang tidak ringan sehingga memungkinkan adanya kekurangan maupun
kesalahan baik dalam hal teknis penulisan, tata bahasa maupun isinya. Oleh karena itu guna
penyempurnaan makalah ini penulis sangat mengharapkan saran, masukan maupun kritikan yang
membangun dari pembaca makalah ini.

Demikianlah makalah ini disusun. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.

Banda Aceh, 28 Februari 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

LEMBARAN JUDUL ......................................................................................................................


KATA PENGANTAR ......................................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................ 2
ANALISIS JURNAL .................................................................................................................. 2
HASIL ANALISIS...................................................................................................................... 4
BAB III PENUTUP ........................................................................................................................ 5
KESIMPULAN ........................................................................................................................... 5
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... 6

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK) adalah suatu lembaga independen, yang
mana sifat independennya ini dapat ditemukan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Serta merujuk pada Pasal 24 ayat (1) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 yang menegaskan bahwa pada
kenyataannya kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang bersifat independen dalam
pelaksaan penegakkan peradilan untuk menegakkan hukum serta keadilan.
MK memiliki 3 (tiga) institusi atau bisa juga disebut pranata yang meliputi hakim
konstitusi, sekretariat jenderal, dan kepaniteraan. Pada Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi. Penunjukan kesembilan hakim MK
dilakukan dan ditetapkan melalui keputusan presiden. Kesembilan hakim yang masing- masing 3
(tiga) orang ditunjuk oleh Mahkamah Agung, Dewan Perwakilan Rakyat dan presiden(UUD 1945
pasal 24c ayat(3).
Sementara itu, DPR adalah suatu institusi perwakilan rakyat yang merupakan institus i
negara yang memiliki kedudukan yang tinggi dalam sistem ketatanegaraan negara Indonesia. DPR
memiliki anggota dari partai politik peserta pemilihan umum yang dapat diajukan untuk pemilu
selanjutnya.
Praktik inkonstitusional yang peneliti maksud dalam judul tidak terlepas dari peran DPR.
Praktik inkonstitusional yang terjadi adalah tindakan DPR yang sewenang-wenang dalam
pencopotan hakim MK, karena jika ditinjau lebih jauh, maka tidak akan pernah ditemukan tugas
dan wewenang DPR untuk melakukan atau memutuskan pergantian hakim MK. Karena itu,
pergantian hakim MK yang dilakukan dengan sepihak oleh DPR ini dianggap tidak sesuai dengan
Pasal 23 UU No. 7 Tahun 2020 yang menyatakan, pemberhentian hakim konstitusi ditetapkan
dengan keputusan presiden atas permintaan Ketua MK. Apa yang dilakukan oleh DPR mengena i
keputusan pemberhentian hakim MK dianggap menyalahi aturan dan menciderai independens i
MK.
Atas dasar praktik inkonstitusional yang dilakukan oleh DPR dan legitimasi yang
dikeluarkan presiden, serta kekhawatiran peneliti atas intervensi terkait lembaga yudisial, maka
artikel ini dibuat untuk mengkaji dan memetakan letak kesalahan praktik inkonstit usional dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku serta memberikan analisis berupa implikasi praktik
inkonstitusional ini pada masa yang akan datang.
Adapun rumusan masalah yang didapat dan perlu untuk diselesaikan dalam artikel ini:(1)
peran Ketua MK serta Presiden dalam pemberhentian hakim MK; (2) dasar DPR untuk mencopot
hakim yang diajukannya; dan (3) implikasi dari praktik inkonstitusional yang dilakukan DPR dan
dilegitimasi oleh Presiden.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. ANALISIS JURNAL

Judul : Praktik Inkonstitusional Pemberhentian Hakim Konstitusi pada


Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Penulis : Agung Tri Wicaksono, Achmad Arby Nur, Sayidatul Mar’ah, Ernawati
Huroiroh
Volume :2
Halaman :1-24
Tahun Terbit : 2023

Pada jurnal ini yang menjadi topik permasalahan adalah Pemberhentian Hakim
Konstitusi pada Mahkamah Konstitusi RI yang Mencederai Kekuasaan Kehakiman
Indonesia. Jurnal ini menganalisis praktik inkonstitusional. Metode penelitian yang
digunakan adalah metode normative yang berfokus pada pengkajian terhadap undang-
undang yang berlaku, karena pokok kajiannya adalah hukum yang dikonsepkan sebagai
norma atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat dan menjadi acuan perilaku setiap
orang. Secara normatif, tindakan pemberhentian yang dilakukan oleh kekuasaan legislatif
dan didukung oleh kekuasaan eksekutif merupakan suatu praktek inkonstitusional karena
tidak sesuai dengan berbagai persyaratan dan tata cara sesuai dengan undang-unda ng.
Inkonstitusional yaitu suatu undang-undang atau tindakan yang bertentangan dengan apa
yang diperbolehkan dalam konstitusi. 1
Mahkamah konstitusi adalah mahkamah independen. Seperti yang tercantum
dalam Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menyatakan bahwa pada
kenyataannya kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang bersifat independen
dalam pelaksaan penegakkan peradilan untuk menegakkan hukum serta keadilan.Tugas
pergantian mahkamah konstitusi tidak pernah ditemukan akan dilakukan oleh DPR-
RI.Pergantian sepihak ini dianggap tidak sesuai dengan pasal 23 ayat (3) ) Undang-Unda ng
No. 7 tahun 2020 yang menyatakan Pemberhentian hakim konstitusi ditetapkan dengan
Keputusan Presiden atas permintaan Ketua Mahkamah Konstitusi. Konsep independens i
kehakiman adalah prinsip yang sangat penting dalam sistem peradilan sebuah negara,
dimana hakim-hakim harus dapat menjalankan tugasnya secara bebas dari intervens i
politik ataupun tekanan dari pihak manapun, termasuk legislatif. Mahkamah konstitusio na l
memiliki peran sebagai pelaku kekuasaan yudisial yang berkedudukan sama dengan
mahkamah agung.

1 https://g.co/kgs/vdsQrac
2
Aswanto sebagai hakim mahkamah konstitusi dianggap tidak sesuai dengan kriteria
yang ditentukan dalam pemutusan pemberhentian hakim mahkamah konstitusi Pasal 23
ayat (1) dan (2) UU No. 7 Tahun 2020 yang memuat kriteria pemberhentian hakim
mahkamah konstitusi. Pernyataannya dalam pasal 23 ayat 4 UU nomor 7 tahun 2020
menjadi dasar bahwa tidak ada satupun klausa hakim mahkamah konstitusi dapat
diberhentikan atas permintaan DPR-RI. Jelas sudah bahwa permintaan pemberhent ia n
hakim mahkamah konstitusi Aswanto oleh DPR-RI tidak dapat dilakukan dikarenakan
tidak ada satupun undang-undang atau penjelasan mengenai pemberhentian hakim
mahkamah konstitusi oleh DPR-RI.
Kekeliruan DPR dalam menanggapi pemberitahuan MK tentang masa jabatan
hakim MK yang berubah semenjak berlakunya UU no 7 tahun 2020. DPR mengganggap
bahwa surat yang dikeluarkan MK adalah meminta konfirmasi DPR RI atas hakim yang
diusungnya atas dasar ketidak selarasan hakim MK aswanto dengan DPR-RI menjadi tolak
ukur DPR-RI dalam memutus untuk pemberhentian hakim MK yang bahkan disini tidak
mempunyai dasar hukum dengan pernyataan dari komisi III DPR-RI" dimana dasar hukum
terkait pencopotan dapat dicari kemudian hari.”2
Dasar dari tindakan evaluasi yang DPR-RI praktikkan terletak pada pasal 1
peraturan menteri pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi nomor 67 Tahun
2011 tentang pedoman evaluasi kelembagaan pemerintah. Mengingat keberadaan
mahkamah konstitusi dalam UUD 1945 dan diatur lebih lanjut dalam undang-unda ng,
maka seharusnya berlaku asas “lex superior derogat legi inferior” yaitu dapat diartikan
bahwa peraturan perundang undangan yang mempunyai derajat lebih rendah dalam
hierarki peraturan perundang ungdangan tidak boleh bertentangan dengan aturan lebih
tinggi darinya.3
Peranan eksekutif adalah presiden dan menteri. Presiden mempunyai kewenangan
untuk mengeluarkan keputusan presiden untuk pencopotan dan pengangkatan hakim
mahkamah konstitusi.4

2Adhyasta Dirgantara, “Aswanto Mendadak Diberhentikan Dari Hakim MK, Komisi III:
Dia Wakil DPR, Tapi Produk DPR Dia Anulir,” Kompas.Com, last modified 2022,
accessed January 7, 2023,
https://nasional.kompas.com/read/2022/09/30/15483001/aswantomendadak-
diberhentikan-dari-hakim-mk-komisi-iii-dia-wakil-dpr-tapi.
3 https://www.djkn.kemenkeu.go.id
4 Biro Pers Media dan Informasi Sekretariat Presiden Kementerian Sekretariat Negara,
“Presiden Saksikan Pengucapan Sumpah M. Guntur
Hamzah Sebagai Hakim Konstitusi,” last modified 2022, accessed January 7, 2023,
https://www.presidenri.go.id/siaran-pers/presiden-saksikanpengucapan-sumpah-m-
guntur-hamzah-sebagai-hakim-konstitusi/.

3
Yang berarti presiden punya hak untuk mengeluarkan sebuah keputusan. Namun,
disini presiden malah menerima usulan dari DPR-RI yang dimana sudah melanggar
peraturan mahkamah konstitusi No.4 Tahun 2012 tentang tata cara pemberhentian Hakim
Mahkamah Konstitusi yang menyatakan pengusulan pencopotan harus melalui ketua Mk
bukan pihak lain. Dari pernyataan peraturan MK tersebut dijelaskan bahwa usulan
pencopotan ada pada ketua Mk bukan pihak lain, pihak lain seperti DPR-RI yang tidak
mempunyai wewenang dalam hal pengusulan pemberhentian hakim MK.
Presiden, sebagai lembaga eksekutif dianggap tidak bersikap netral dan terkesan
labil terkait tindakan DPR dalam mencopot hakim MK. Kelabilan presiden terlihat dari
respon presiden pada tanggal 5 oktober 2022 dimana presiden merespon terhadap
pencopotan hakim MK dengan mengeluarkan pernyataan. Pernyataan tersebut disinya lir
bahwa presiden tidak setuju mengenai pencopotan hakim MK yang tidak mematuhi dan
bersebrangan dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
MK. Namun, pada tanggal 23 November 2022, presiden justru mengeluarkan keputusan
mengenai pelantikan Guntur Hamzah sebagai hakim MK pengganti Aswanto. Dasar
hukum mengenai keputusan untuk mencopot dan melantik tersebut terdapat pada Peraturan
MK No. 4 Tahun 2012. 5

B. HASIL ANALISIS
Bedasarkan analisis yang sudah kami buat, kami berpendapat bahwa kami
setuju/pro dengan apa yang ditulis oleh penulis jurnal. Kami juga kontra dengan
pemberhentian hakim MK Aswanto tersebut. Praktik inkonstitusional dapat
membahayakan independensi kekuasaan kehakiman. Dari tindakan tersebut dapat dilihat
intervensi kekuasaan eksekutif dan legislatif yaitu dari kekuasaan eksekutif presiden dan
Kemenkumham dan dari kekuasaan legislatif yaitu DPR-RI yang tidak seharusnya
terjadi dalam keputusan yang seharusnya menjadi wewenang MK. Dan hal tersebut
dapat mengancam kemerdekaan kehakiman.
MK adalah mahkamah independen dimana pemberhentian hakim nya juga harus
berdasarkan keputusan ketua hakim bukan pengaruh dari usulan kekuasaan lain. Presiden
dalam mengeluarkan sebuah keputusan terkait pemberhentian MK harus dari ketua hakim
MK bedasarkan pasal 10 ayat 1 peraturan mahkamah konstitusi No.4 Tahun 2012.

5 Agung Tri Wicaksono, Achmad Arby, Nur,Sayidatul Mar’ah, & Ernawati Huroiroh(2023) Praktik
Inkonstitusional Pemberhentian Hakim Konstitusi pada Mahkamah Konstitusi Republik
Indonesia. Jurnal Hukum Tata Negara,2,16

4
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dalam konteks ini, ditegaskan bahwa tindakan DPR RI dalam mencopot Hakim
MK, Aswanto, merupakan sebuah intervensi terhadap lembaga kehakiman yang
seharusnya merdeka dari segala bentuk intervensi, termasuk dari lembaga eksekutif. Hal
ini menunjukkan kompleksitas hubungan antara kekuasaan eksekutif, legislatif, dan
yudikatif dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
Selanjutnya dari menteri koordinator bidang politik hukum dan keamanan republik
Indonesia (Menkopolhukam) harusnya meninjau usulan DPR-RI tersebut dengan
bedasarkan UU no 7 tahun 2020 dan peraturan mahkamah konstitusi no 4 tahun 2012.
Apalagi menteri waktu itu adalah Mahfud MD yang merupakan salah satu mantan ketua
Hakim MK. Selain itu, tindakan DPR RI dalam mencopot Hakim MK Aswanto juga
dianggap melanggar UU No 7 tahun 2020 yang baru saja disahkan oleh pemerintah dan
DPR RI. Hal ini menunjukkan perlunya konsistensi dan kepatuhan terhadap produk hukum
yang telah disepakati oleh lembaga legislatif.Dalam konteks ini, penting untuk
memperhatikan prinsip-prinsip pemisahan kekuasaan antara lembaga-lembaga negara dan
menjaga independensi lembaga peradilan dari intervensi pihak eksekutif maupun legislatif.
Upaya untuk memastikan kepatuhan terhadap konstitusi dan hukum yang berlaku menjadi
kunci dalam menjaga stabilitas dan keadilan dalam sistem hukum.

5
DAFTAR PUSTAKA

Agung Tri Wicaksono, Achmad Arby, Nur,Sayidatul Mar’ah, & Ernawati Huroiroh(2023) Praktik
Inkonstitusional Pemberhentian Hakim Konstitusi pada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Jurnal
Hukum Tata Negara

Adhyasta Dirgantara, “Aswanto Mendadak Diberhentikan Dari Hakim MK, Komisi III: Dia
Wakil DPR, Tapi Produk DPR Dia Anulir,” Kompas.Com, last modified 2022, accessed January
7, 2023

https://www.djkn.kemenkeu.go.id

https://g.co/kgs/vdsQrac

Anda mungkin juga menyukai