Kelompok 3
FAKULTAS HUKUM
2019
DAFTAR ISI
1
Latar Belakang.......................................................................................................1
Rumusan Masalah..................................................................................................3
Penutup.................................................................................................................15
Kesimpulan...........................................................................................................15
Saran.....................................................................................................................15
Daftar Pustaka
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
2
Paradigma susunan kelembagaan negara mengalami perubahan drastis sejak
reformasi konstitusi mulai 1999 sampai dengan 2002. Karena berbagai alasan dan
kebutuhan, lembaga-lembaga negara baru dibentuk, meskipun ada juga lembaga
yang dihapuskan. Salah satu lembaga yang dibentuk adalah Mahkamah Konstitusi
(MK). MK didesain menjadi pengawal dan sekaligus penafsir terhadap Undang-
Undang Dasar melalui putusan-putusannya. Dalam menjalankan tugas
konstitusionalnya, MK berupaya mewujudkan visi kelembagaannya, yaitu
tegaknya konstitusi dalam rangka mewujudkan cita negara hukum dan demokrasi
demi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang bermartabat. Visi tersebut
menjadi pedoman bagi MK dalam menjalankan kekuasaan kehakiman secara
merdeka dan bertanggung jawab sesuai amanat konstitusi.
3
norma dasar, melainkan juga dari sisi prinsip dan moral konstitusi, antara lain
prinsip negara hukum dan demokrasi, perlindungan hak asasi manusia, serta
perlindungan hak konstitusional warga negara.2
Pembentukan Mahkamah Konstitusi dapat dipahami dari dua sisi, yaitu dari
sisi politik dan dari sisi hukum. Dari sisi politik kenegaraan keberadaan
Mahkamah Konstitusi diperlukan guna mengimbangi kekuasaan pembentuk
undang-undang yang dimiliki oleh DPR dan Presiden. Hal ini diperlukan agar
undang-undang tidak menjadi legitimasi bagi tirani mayoritas wakil rakyat di
DPR dan Presiden yang dipilih langsung oleh mayoritas rakyat.Dari sisi hukum,
keberadaan Mahkamah Konstitusi adalah salah satu konsekuensi perubahan dari
supremasi MPR menjadi supremasi konstitusi, prinsip negara kesatuan, prinsip
demokrasi, dan prinsip negara hukum.Paling tidak ada empat hal yang
melatarbelakangi dan menjadi pijakan dalam pembentukan Mahkamah Konstitusi,
yaitu: (1) sebagai implikasi dari paham konstitusionalisme; (2) mekanisme checks
and balances;(3) penyelenggaraan negara yang bersih; dan (4) perlindungan
terhadap HAM.3
B. Rumusan Masalah
1. Apa dasar hukum Makamah Konstitusi (UU Tentang Mahkamah Konstitusi) ?
2. Apa syarat-syarat dan bagaimana pengangkatan Hakim Makamah Kontitusi ?
3. Bagaimana penegakan dan pelanggaran sanksi yang dilakukan oleh Hakim
Mahkamah Konstitusi ?
4. Bagaimana contoh kasus pelanggaran Hakim Mahkamah Kontitusi ?
2 Mahkamah Konstitusi, 2010, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, Jakarta: Sekretariat Jenderal
dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, hal 10
3 Ibid.,
4
PEMBAHASAN
5
Pengertian, tugas dan wewenang Mahkamah Konstitusi tercantum dalam
Undang-Undang Mahkamah Konstitusi pada Pasal 2 Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi “Mahkamah Konstitusi merupakan
salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka
untuk menyelenggarakan peradilan guna menengakkan hukum dan keadilan.”
(3) Ketua dan Wakil Ketua dipilih dari dari dan oleh hakim konstitusi
untuk masa jabatan selama 3 (tiga) tahun.
(5) Ketentuan mengenai tata cara pemilihan Ketuan dan Wakil Ketua
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut oleh
Mahkamah Konstitusi.
6
Konstitusi. mengatur mengenai tata cara pemilihan Hakim ketua Mahkamah
Konstitusi, Wakil Ketua dan anggota-anggota.
Pasal 4
(2) Susunan Mahkamah Konstitusi terdiri atas seorang ketua merangkap anggota,
seorang wakil ketua merangkap anggota, dan 7 (tujuh) orang anggota hakim
konstitusi.
(3) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh anggota
hakim konstitusi untuk masa jabatan selama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan
terhitung sejak tanggal pengangkatan Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah
Konstitusi.
(3a) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi yang terpilih sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama untuk
1 (satu) kali masa jabatan.
(4a) Rapat pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dihadiri paling sedikit
7 (tujuh) orang anggota hakim konstitusi.
(4b) Dalam hal kuorum rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (4a) tidak
terpenuhi, rapat ditunda paling lama 2 (dua) jam.
(4c) Apabila penundaan rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (4b) telah
dilakukan dan kuorum rapat belum terpenuhi, rapat dapat mengambil
keputusan tanpa kuorum.
7
(4d) Pengambilan keputusan dalam rapat pemilihan Ketua dan Wakil Ketua
Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (4c) dilakukan
secara musyawarah mufakat untuk mencapai aklamasi.
(4f) Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dilakukan dalam 1
(satu) kali rapat pemilihan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan Ketua dan Wakil Ketua
diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi.
Mengenai tugas dan wewenang Mahkamah Konstitusi diatur dalam Pasal 7 Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi yang berbunyi
“Untuk kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenangnya, Mahkamah Komstitusi
dibantu oleh sebuah Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan”.
Pasal 10
(1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir
yang putusannya bersifat final untuk:
a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
c. memutus pembubaran partai politik; dan
d. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
8
(2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa
Presiden dan/wakil presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat
lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai
Presiden dan/atau wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 15
Hakim konstitusi harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela;
b. adil; dan
c. negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan.
Pasal 16
(1) Untuk dapat diangkat menjadi Hakim Konstitusi seorang calon harus
memenuhi syarat :
a. Warga Negara Indonesia ;
b. Berpendidikan sarjana hukum;
c. Berusia sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun pada saat
pengangkatan;
d. Tidak pernah dijatuhi pidana pidana penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5
9lima) tahun atau lebih;
e. Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan; Dan
f. Mempunyai pengalaman kerja di bidang hukum sekurang-kurangnya
10 (sepuluh) tahun.
(2) Calon hakim Konstitusi yang bersangkutan wajib membuat surat
pernyataan tentang kesediannya untuk menjadi hakim konstitusi.
9
Undang Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi tidak mengatur
dan atau tidak mecantumkan karena telah diatur dalam Undang-Undang Nomor
24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi.
Pengangkatan hakim konstitusi utamanya diatur dalam pasal 24C ayat 3 UUD
1945 yang memuat perspektif split and quota. Selain itu, pasal 24C ayat 5 dan 6
dan pasal 25 UUD NRI 1945 juga mengatur tentang pengangkatan hakim
konstitusi dimana kesemuanya itu berisi amanat pembentukan suatu derivat aturan
pengangkatan dan syarat-syarat hakim konstitusi yang dimuat dalam suatu
Undang-Undang. Secara jelas, konsep pengangkatan hakim konstitusi yang
diamanatkan dalam UUD 1945 hanya meliputi ketentuan lembaga Negara yang
berwenang mengajukan dan mengangkat hakim konstitusi serta syarat utama
sebagai seorang hakim konstitusi saja. Selanjutnya sebagai penyelenggaraan
amanat UUD 1945, aturan mengenai konsep pengangkatan hakim konstitusi
dimuat dalam Undan-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan
Kehakiman (UU KK) dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 sebagai
perubahan dari Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah
Konstitusi (UU MK).4
Pasal 33
4 Mira Fajriyah, Jurnal: Refraksi dan Alinasi Pengangkatan Hakim Konstitusi, Volume 12, Nomor
2, Juni 2015, hal: 239-240
10
Pasal 34
Pasal 35
Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan Hakim Konstitusi diatur
dengan undang-undang.5
Pasal 15
11
g. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan; dan
h. mempunyai pengalaman kerja di bidang hukum paling sedikit 15 (lima
belas) tahun dan/atau pernah menjadi pejabat negara.
(3)Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) calon
hakim konstitusi juga harus memenuhi kelengkapan administrasi dengan
menyerahkan:
a. surat pernyataan kesediaan untuk menjadi hakim konstitusi;
b. daftar riwayat hidup;
c. menyerahkan fotokopi ijazah yang telah dilegalisasi dengan menunjukkan
ijazah asli;
d. laporan daftar harta kekayaan serta sumber penghasilan calon yang
disertai dengan dokumen pendukung yang sah dan telah mendapat
pengesahan dari lembaga yang berwenang; dan
e. nomor pokok wajib pajak (NPWP).
Pasal 17
Pasal 18
Pasal 19
Pasal 20
12
(1)Ketentuan mengenai tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan hakim
konstitusi diatur oleh masing-masing lembaga yang berwenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1).
(2)Pemilihan hakim konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan secara obyektif dan akuntabel.
Pasal 21
13
“Saya berjanji bahwa saya dengan sungguh-sungguh akan memenuhi
kewajiban Ketua/Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dengan sebaik-baiknya
dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan
perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa
dan bangsa”.6
1. Prinsip Independensi
6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 sebagai perubahan dari Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2003 Tentang Mahkamah Konstitusi.
14
berkuasa, kelompok atau golongan tertentu, dengan imbalan atau janji imbalan
berupa keuntungan jabatan, keuntungan ekonomi, atau bentuk lainnya.
2. Prinsip Ketakberpihakan
3. Prinsip Integritas
15
waktu, penampilan, ucapan, atau gerak tertentu; sedangkan kesopanan terwujud
dalam perilaku hormat dan tidak merendahkan orang lain dalam pergaulan antar
pribadi, baik dalam tutur kata lisan atau tulisan; dalam bertindak, bekerja, dan
bertingkah laku; dalam bergaul dengan sesama hakim konstitusi, dengan
karyawan, atau pegawai Mahkamah, dengan tamu, dengan pihak-pihak dalam
persidangan, atau pihak-pihak lain yang terkait dengan perkara.
5. Prinsip Kesetaraan
16
Kearifan dan kebijaksanaan menuntut hakim konstitusi untuk bersikap dan
bertindak sesuai dengan norma hukum dan norma lainnya yang hidup dalam
masyarakat dengan memperhatikan situasi dan kondisi pada saat itu serta mampu
memperhitungkan akibat dari tindakannya, sabar, tetapi tegas dan lugas.
17
1) Menjalankan hukum acara sebagaimana mestinya
2) Memperlakukan para pihak yang berperkara dengan adil,
tidak diskriminatif, dan tidak memihak; dan
3) Menjatuhkan putusan secara objektif didasarkan pada fakta
dan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
c. Melakukan pengumpulan, pengolahan dan penelaahan laporan dari
masyarakat dan pihak-pihak lain, dan informasi tentang perilaku hakim.
d. Memeriksa hakim terlapor atau hakim yang diduga melakukan
pelanggaran.
e. Menyampaikan laporan dan informasi yang telah dikumpulkan, diolah,
dan ditelaah tentang perilaku hakim terlapor atau hakim yang diduga
melakukan pelanggaran.
f. Menyampaikan laporan pelaksanaan tugas secara tertulis setiap bulan
kepada Mahkamah.
18
atau tertulis kepada hakim terlapor atau hakim yang diduga terbukti melakukan
pelanggaran ringan terhadap ketentuan yang tercantum didalam pasal 3 huruf a
Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2013 Tentang Dewan Etik.
a. Dewan Etik berpendapat bahwa Hakim terlapor atau hakim yang diduga telah
melakukan pelanggaran berat;
b. Hakim terlapor atau Hakim yang diduga telah mendapatkan teguran lisan
dan/atau tertulis sebanyak 3 (tiga) kali.
1. Apabila seorang hakim terlapor atau hakim terduga dinyatakan tidak terbukti
melakukan pelanggaran, maka majelis kehormatan akan merehabilitasi yang
bersangkutan. Keputusan majelis kehormatan akan disampaikan kepada
mahkamah konstitusi paling lama dalam 2 (dua) hari kerja.
2. Apabila seorang hakim terlapor atau hakim terduga dinyatakan terbukti
melakukan pelanggaran ringan, maka majelis kehormatan akan memuat
penjatuhan sanksi berupa teguran lisan. Keputusan majelis kehormatan akan
disampaikan kepada mahkamah konstitusi paling lama dalam 2 (dua) hari
kerja.
3. Apabila seorang hakim terlapor atau hakim terduga dinyatakan terbukti
melakukan pelanggaran berat, maka majelis kehormatan mengambil keputusan
menjatuhkan sanksi berupa teguran tertulis atau pemberhentian tidak dengan
19
hormat kepada hakim terlapor atau hakim terduga. Keputusan majelis
kehormatan akan disampaikan kepada mahkamah konstitusi paling lama dalam
2 (dua) hari kerja, dan mahkamah konstitusi mengajukan permintaan
pemberhentian tidak dengan hormat hakim terlapor atau hakim terduga kepada
presiden dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya
keputusan majelis kehormatan oleh mahkamah konstitusi.
20
dan pedoman perilaku yang dialami oleh hakim terduga dengan
mengirimkan staff ke Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mencari
tahu lebih lanjut apakah betul hakim yang diduga melakukan
pelanggaran adalah Hakim Konstitusi, Patrialis Akbar atau tidak.
Setelah mendapatkan bukti akurat, Ketua Mahkamah Konstitusi
langsung melanjutkan kasus tersebut dengan prosedur yang ada yaitu
diberikannya wewenang tersebut kepada dewan etik.3
21
UU Peternakan dan Kesehatan Hewan) yang pada saat itu belum
diputus oleh Mahkamah Konstitusi, tetapi berdasakan berbagai
informasi publik, draf putusan tersebut telah bocor atau dibocorkan.
Hakim terduga dianggap telah melakukan tindak pelanggaran suap,
Kemudian hakim terduga ditangkap melalui Operasi Tangkap Tangan
(OTT) dan telah ditetapkan sebagai tersangka serta menjalani masa
tahanan di KPK.
22
hukuman kepada hakim terduga. Keputusan yang dibuat tersebut
ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi.4 Sehubungan dengan hal
tersebut, Mahkamah Konstitusi pada hari yang sama pada puku1 14.00
menyikapi dan menindak lanjuti usulan Dewan Etik dimaksud Rapat
Permusyawaratan Hakim mengambil keputusan menerima usulan
Dewan Etik untuk membentuk Maielis Kehormatan Mahkamah
Konstitusi sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 dan Peraturan
Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Majelis
Kehormatan Mahkamah Konstitusi dan membebastugaskan Hakim
Terduga Dr. Patrialis Akbar. SH., MH dari tugas dan kewenangannya
sebagai Hakim Konstitusi seiak hari Jumat 27 Januari 2017 Sebagai
tindak Ianjut usulan pembentukan Majelis Kehormatan
Mahkamah Konstitusi,Mahkamah telah menetapkan nama-nama calon
anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi sebanyak 5 (Iima)
orang yang terdri atas:
23
setelah nama-nama calon anggota Malelis Kehormatan Mahkamah
Konstitusi tersebut di atas telah terkonfirmasi dan terpenuhi
seluruhnya.. Selanjutnya. Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi
akan bekerja untuk memeriksa Hakim Terduga Dr. Patrialis Akbar.
SH., MH. dalam Pemeriksaan Pendahuluan dan Pemeriksaan Lanjutan,
serta mengambil keputusan akhir dalam Rapat PIeno Majelis
Kehormatan Mahkamah Konstitusi.
24
KPK dan ditangkap melalui OTT berdasarkan hal tersebut dewan etik
berkesimpulan bahwa hakim terduga telah melakukan pelanggaran
berat terhadap kode etik hakim konstitusi, dan dewan etik memohon
kepada majelis kehormatan untuk memutuskan, yaitu memberhentikan
dengan tidak hormat hakim terduga.
25
4. Perana Patrayoga Adiputra, A.Md., Sekretaris Administrasi
Umum Hakim Konstitusi Patrialis Akbar;
26
kesempatan kepada yang bersangkutan untuk menyampaikan
pembelaan diri dalam sidang majelis kehormatan, tetapi hakim
terduga menyatakan keberatan untuk diperiksa oleh majelis
kehormatan apabila dilakukan di gedung KPK dan dihadiri oleh
para penyidiknya, karena merasa tidak nyaman dan tidak merasa
bebas untuk menyampaikan keterangannya. Didalam kesempatan
tersebut, hakim terduga menanyakan perihal penangkapannya oleh
KPK beserta buktinya, karena menurut pengakuan hakim terduga,
dirinya tidak pernah menerima uang dari Basuki Harima, hakim
terduga juga menyampaikan pernah dipaksa oleh dewan etik, tetapi
semua laporannya tidak terbukti.
27
Majelis kehormatan berpendapat hakim terduga terbukti
melakukan pelanggaran terhadap kode etik dan pedoman perilaku
hakim konstitusi, yaitu7 Prinsip Indenpendensi Dan Penerapannya
Angka 1 menyatakan “Hakim konstitusi harus menjalankan fungsi
judisialnya secara independen atas dasar penilaian terhadap fakta-
fakta menolak pengaruh dari luar berupa bujukan, iming-iming,
tekanan, ancaman atau campur tangan baik langsung maupun tidak
langsung, dari siapapun atau dengan alas an apapun sesuai dengan
penguasaannya yang seksama atas hukum.” Angka 5 menyatakan,
“Hakim konstitusi harus mendorong, menegakan dan
meningkatkan jaminan independensi dalam pelaksanaan tugas
peradilan baik secara peradilan maupun kelembagaan.” dan Angka
6 menyatakan bahwa “Hakim konstitusi harus menjaga dan
menunjukkan citra independen serta memajukan standar perilaku
yang tinggi guna memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap
mahkamah.”
28
mahkamah. Keadilan tidak hanya dilaksanakan tetapi juga harus
tampak dilaksanakan.”
29
Konstitusi dan jabatan hakim konstitusi serta hakim terduga juga
telah beberapa kali diperiksa dan diberikan rekomendasi oleh
Dewan Etik.
30
PENUTUP
A. Kesimpulan
31
tindakannya secara teknis atau dikenal dengan istilah unprofessional conduct
dianggap sebagai pelanggaran yang harus dijatuhi sanksi
Dan dalam hal ini maka masyarakat dapat mengontrol pengawasan terhadap
pemerintah sebagaimana yang di ucapkan oleh Abraham Lincoln Government by
the people ( pemerintah yang bekerja atas rakyat bukan atas nama partai, golongan
tertentu, suku bangsa atau lainnya. Dengan kata lain, rakyat dapat melakukan
control (pengawasan) terhadap kinerja pemerintah baik secara langsung maupun
tidak langsung)
B. Saran
32
DAFTAR PUSTAKA
Web
Singarek, http://birokrasikomplek.blogspot.com/2011/06/tugas-dan-fungsi-
mahkamah-konstitusi.html
Buku
Iriyanto A. Baso Ence, 2008, Negara Hukum Dan Hak Uji Konstitusionalitas
Mahkamah Konstitusi, Makasar: PT Alumni, hal 130
33
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 sebagai perubahan dari Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi.
34