Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH DASAR BIOMEDIK 2

KONSEP PERKEMBANGAN PARASITOLOGI DASAR

Dosen Pengampu:
Afif Amir Amrullah, S.KP, M.KKK

Disusun Oleh:

Renata Mazmur (2310713088)


Khalisya Maharani Djan (2310713092)
Kalisha Adeta Salsabila (2310713093)
Joana Angelica Depari (2310713112)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
“VETERAN” JAKARTA
TAHUN 2024
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa sehingga
makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah yang berjudul Konsep
Perkembangan Parasitologi Dasar ini diajukan untuk memenuhi penugasan mata kuliah
Dasar Biomedik II Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta.

Makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang penjelasan materi Konsep
Perkembangan Parasitologi Dasar dalam bidang kesehatan masyarakat. Adapun anggota dari
kelompok 2 kelas D, yakni :
1. Renata Mazmur (2310713088)
2. Khalisya Maharani Djan (2310713092)
3. Kalisha Adeta Salsabila (2310713093)
4. Joana Angelica Depari (2310713112)

Kami mengucapkan bahwa, keberhasilan menyelesaikan makalah ini tidak dapat


dilepaskan dari dukungan berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan rasa terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Dosen Mata Kuliah Dasar Biomedik II Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta, yaitu Bapak Afif Amir Amrullah, S.KP, M.KKK
karena telah memberikan arahan, pengajaran, dan pengadaan pembuatan tugas makalah ini
sehingga kami dapat berkesempatan melatih diri kami. Begitu pula kepada para teman
seperjuangan yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.

Sebagai suatu penulis yang dilingkupi oleh berbagai kendala, terutama dalam
keterbatasan serta kemampuan kami dalam menulis makalah ini, kami memohon maaf
apabila makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan terdapat beberapa penyajian yang
kurang tepat ataupun kurang berkenan. Kami dengan ikhlas berharap karya tulis ini dapat
bermanfaat bagi pembacanya. Sekian dan Terima kasih.

Depok, 19 Februari 2024

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I 4
PENDAHULUAN 4
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan 4
BAB II 5
PEMBAHASAN 5
2.1 Sejarah 5
2.1.1 Teori Heterologous 5
2.1.2 Teori Homologous 5
2.1.3 Antonie van Leeuwenhoek 5
2.1.4 Louis Pasteur 5
2.1.5 Patrick Manson 5
2.1.6 Laveran 5
2.1.7 Ronald Ross 5
2.1.8 Pertengahan Abad ke-20 6
2.2 Definisi 6
2.3 Simbiosis 6
2.4 Parasitisme 7
2.5 Sebaran Geografis Parasit 9
2.6 Daur Hidup Parasit 10
2.7 Penularan Penyakit Parasitik 10
2.8 Patogenesis 12
2.9 Diagnosis Penyakit Parasitik 13
2.10 Klasifikasi Parasit 17
BAB III 20
PENUTUP 20
3.1 Kesimpulan 20
DAFTAR PUSTAKA 21
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Parasitologi adalah ilmu yang mempelajari jasad renik yang hidup pada jasad lain di
dalam maupun di luar tubuh dengan maksud mengambil makanan sebagian atau seluruhnya
dari jasad lain yang ditempati dan hidup sementara atau selamanya pada tubuh jasad tersebut.
Studi ini mencakup berbagai aspek, termasuk kesehatan masyarakat. Kesehatan masyarakat
adalah keadaan masyarakat yang sehat baik jasmani dan rohani yang diupayakan dengan
pencegahan, pengobatan dan perbaikan lingkungan biologis, fisik dan sosial. Hubungan
antara penyakit yang disebabkan oleh parasit dengan kesehatan masyarakat ditunjukkan pada
epidemiologi dimana ada hubungan antara hospes, agent penyakit dan lingkungan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian parasitologi dan bagaimana perkembangannya secara historis?


2. Bagaimana mekanisme penularan penyakit yang disebabkan oleh parasit dan
bagaimana cara mendiagnosanya?
3. Apa saja klasifikasi parasit yang ada dan bagaimana karakteristik serta
perbedaannya?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui pengertian serta sejarah perkembangan tentang parasitologi


2. Mengetahui penularan penyakit dan cara mendiagnosa
3. Mengetahui klasifikasi parasit
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah

2.1.1 Teori Heterologous

Teori ini menyatakan bahwa organisme parasit awalnya berasal dari organisme
yang bebas atau organisme yang hidupnya mandiri, tetapi karena suatu hal berubah
menjadi organisme parasit.

2.1.2 Teori Homologous

Teori ini menyatakan bahwa organisme parasit yang sekarang, berasal dari
organisme yang sejak awalnya memang merupakan organisme parasit.

2.1.3 Antonie van Leeuwenhoek

Pada tahun 1681, ia adalah orang pertama yang menemukan mikroskop lensa
tunggal dan melakukan observasi Giardia pada fesesnya sendiri

2.1.4 Louis Pasteur

Pada tahun 1870 melakukan publikasi ilmiah pertama tentang protozoal


disease, yaitu bagaimana kontrol dan pencegahannya selama investigasi epidemic
silkworm disease di Eropa Selatan

2.1.5 Patrick Manson

Melakukan penelitian peran nyamuk sebagai vektor filariasis pada tahun 1878

2.1.6 Laveran

Menemukan parasit penyebab malaria pada tahun 1880

2.1.7 Ronald Ross

Menunjukkan bahwa transmisi malaria diperantarai oleh nyamuk dan banyak


vectorborne disease ditemukan setelah periode 1897.
2.1.8 Pertengahan Abad ke-20

Perkembangan ilmu antibiotic, kemoterapi, insektisida, dan antiparasit.

2.2 Definisi

Kata parasit berasal dari bahasa Yunani, yaitu para yang artinya samping dan sitos
yang artinya makanan. Maka dari itu, parasit merupakan organisme yang membutuhkan
makhluk hidup lain sebagai sumber kehidupannya, termasuk sebagai sumber makanan.
Mereka bertumbuh dan berkembang biak di dalam inang. Demi kelangsungan hidupnya,
parasit tidak akan melakukan hal yang membuat organisme yang ditempatinya mati. Hal itu
disebabkan jika organisme yang ditumpanginya mati, maka parasit pun akan mati.
Ilmu yang mempelajari tentang parasit, inangnya, dan hubungan antara keduanya
dinamakan dengan Parasitologi. Parasitologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang
parasit hidup pada atau di dalam tubuh manusia atau hewan untuk mempertahankan
hidupnya, baik untuk sementara ataupun selamanya. Parasitologi termasuk kedalam salah
satu cakupan cabang ilmu biologi, sehingga cakupan ini tidak ditemukan oleh organisme atau
lingkungan lain.

2.3 Simbiosis

Simbiosis berarti “hidup bersama”, yaitu hubungan antara dua makhluk hidup yang
sangat dekat, bahkan kadang suatu individu tersebut tidak dapat hidup tanpa adanya individu
yang lain. Kata simbiosis sendiri berasal dari bahasa yunani, yaitu kata sym yang berarti
dengan dan kata biosis yang berarti kehidupan. Maka makna dari simbiosis sendiri adalah
interaksi yang kuat antara dua makhluk hidup berbeda jenis yang hidup berdampingan dalam
kurun waktu tertentu.
Segala interaksi antara dua makhluk hidup yang berbeda jenis, baik interaksi yang
menguntungkan maupun merugikan termasuk ke dalam simbiosis. Berdasarkan interaksi
tersebut, simbiosis dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Parasitisme = Bentuk interaksi simbiosis dimana satu organisme yang
mengambil nutrisi dari organisme lain merasa diuntungkan dan organisme lain
tersebut yaitu inangnya merasa dirugikan. Contohnya benalu (Loranthus sp.) dengan
tanaman induk dari berbagai jenis tanaman. Benalu tidak bisa menyerap air dan unsur
hara dengan baik karena tidak memiliki akar yang sempurna, sehingga benalu
menempel dengan tanaman lain dan akarnya masuk ke pembuluh angkut untuk
menyerap air dan unsur hara.
2. Komensalisme = Bentuk interaksi simbiosis dimana yang satu diuntungkan
dan yang satu tidak dirugikan, Contohnya tanaman anggrek dengan pohon tempat ia
hidup. Bunga anggrek yang menempel pada pohon hidup, seperti pohon mangga tidak
akan merugikan pohon tersebut. Hal ini dikarenakan bunga anggrek mampu membuat
makanannya sendiri/
3. Mutualisme = Bentuk interaksi simbiosis dimana kedua organisme tersebut
mendapatkan keuntungan, yaitu dapat meningkatkan kemampuan dalam berkembang
dan bertahan. Contohnya lebah dan bunga, yaitu lebah yang terbang dari satu bunga
ke bunga lain untuk mengumpulkan nektar sebagai sumber makanan sebaliknya lebah
telah membantu proses penyerbukan pada bunga. Hal itu disebabkan ketika lebah
mengumpulkan nektar dari satu bunga maka tanpa sengaja serbuk sari dari bunga
akan menempel pada lebah, lalu saat lebah pindah ke bunga lain, serbuk sari tersebut
akan jatuh di putik bunga tersebut.

2.4 Parasitisme

Mencakup setiap hubungan timbal balik suatu spesies dengan spesies lain untuk
kelangsungan hidupnya. Dalam hal tersebut, satu jenis jasad mendapat makanan dan
lindungan jasad lain yang dirugikan dan mungkin dibunuhnya. Sebenarnya parasit tidak
bermaksud membunuh hospesnya
Penggolongan parasit berdasarkan:
1. Tempat hidup
Penggolongan:
a. Ektoparasit, hidup di permukaan tubuh hospes tanpa menembus jaringan;
menimbulkan infestasi; contoh: lice, ticks, mites
b. Endoparasit, hidup dalam tubuh hospes; menimbulkan infeksi; contoh:
sebagian besar protozoa dan helminth yang menyebabkan penyakit pada
manusia
c. Free-living parasites, mengacu pada fase non-parasitic; hidup independen dari
hospes; contoh: fase kista dari Naegleria floweri
2. Cara hidup
Penggolongan:
a. Obligat, tidak dapat hidup tanpa hospes; contoh: Toxoplasma gondii,
Plasmodium
b. Fakultatif, dapat hidup baik dalam bentuk parasitic maupun free-living
c. Accidental, dapat menginfeksi hospes yang bukan biasanya; contoh:
Echinococcus granulosus menginfeksi manusia secara aksidental
d. Aberrant, terjadi ketika parasite mencapai tempat dimana dia tidak bisa hidup;
contoh: Toxocara canis (dog roundworm) menginfeksi manusia
3. Waktu
Penggolongan:
a. Temporer, berada pada hospes hanya dalam waktu sementara; hanya hidup
parasitik pada tubuh hospes pada waktu ia membutuhkan makanan, dan hidup
bebas (free-living) di luar tubuh hospes jika sedang tidak membutuhkan
makanan dari hospes
b. Permanen, seluruh masa hidup parasit berada di dalam tubuh hospes yang
menyediakan makanan selama hidupnya di luar tubuh hospes parasit akan
mati.

Penggolongan hospes
Host/hospes adalah organisme tempat parasit tinggal, menyediakan nutrisi,
perlindungan, dan biasanya berukuran lebih besar daripada parasit
Penggolongan hospes berdasarkan:
a. Hospes definitif (final host), hospes yang menjadi tempat hidup parasit dewasa
atau parasit matang seksual (sexually mature); contoh: nyamuk berperan
sebagai hospes definitive pada penyakit malaria; hospes definitive dapat
berupa manusia atau makhluk hidup lain; namun pada sebagian besar infeksi
parasit pada manusia, manusia adalah hospes definitif (contoh: filaria,
hookworm
b. Hospes perantara / intermediate host / secondary host, hospes tempat
berkembangnya stadium muda parasit, misalnya bentuk larvanya; hospes
tempat terjadinya asexual multiplication; beberapa parasite membutuhkan 2
intermediate host berbeda untuk melengkapi beberapa stadium larva (disebut
sebagai intermediate host pertama dan kedua atau primer dan sekunder);
contoh: beberapa jenis cacing trematoda dan cestoda membutuhkan dua
hospes perantara, yaitu hospes perantara primer dan sekunder; sebaliknya
manusia dapat bertindak selaku hospes perantara bagi parasit yang hospes
definitifnya adalah hewan (Plasmodium sp, Toxoplasma gondii, Taenia
solium)
c. Parentenic host, hospes dimana stadium larva tetap hidup tanpa berkembang
menjadi stadium selanjutnya; hospes ini dapat mentransmisikan infeksi pada
host lain
d. Hospes cadangan (reservoir host), pada area endemis, infeksi parasite tetap
berlangsung terus menerus karena adanya reservoir host; contoh: anjing
sebagai reservoir host untuk penyakit hidatidosis
e. Accidental host, hospes tempat parasit tidak biasa ditemukan; contoh: manusia
adalah accidental host untuk fase kista dari echinococcosis

2.5 Sebaran Geografis Parasit

Parasit sebagian besar dijumpai di negara tropis, khususnya negara berkembang,


tetapi tidak semua parasit ada di setiap negara tropis. Hal ini tergantung pada:
1. Host
a. Hospes yang peka/rentan/susceptible
b.Sosial ekonomi hospes
c.Migrasi penduduk
d.Agama/kepercayaan tertentu
e.Personal hygiene buruk
f.Kemiskinan

2. Lingkungan
a.Kondisi lingkungan yang sesuai bagi kehidupan parasit
b.Daerah pertanian, peternakan (penggunaan tinja untuk pupuk)
c.Kebersihan lingkungan
d.Daerah tropis yang basah dan temperatur optimal

3. Agent (parasit)
Daur hidup parasit yang sederhana, penyebarannya akan lebih luas dibanding parasit
yang daurnya sangat kompleks, misalnya memerlukan hospes perantara

2.6 Daur Hidup Parasit

Parasit beradaptasi terhadap lingkungan hidupnya termasuk di dalam tubuh hospes


tempatnya hidup, proses adaptasi ini menyebabkan terjadinya perbedaan daur hidup pada
berbagai jenis parasit.
Jenis Siklus Hidup Parasit
1. Direct life cycle (siklus hidup langsung) : Jika suatu parasit hanya memerlukan satu
inang untuk menyelesaikan perkembangannya. Contohnya adalah Entamoeba
histolytica hanya membutuhkan inang manusia untuk menyelesaikan siklus hidupnya.
2. Indirect life cycle (siklus hidup tidak langsung) : Jika suatu parasit memerlukan 2 atau
lebih spesies sebagai inang untuk menyelesaikan perkembangannya. Contohnya
adalah parasit malaria yang membutuhkan inang manusia dan nyamuk untuk
menyelesaikan siklus hidupnya.

2.7 Penularan Penyakit Parasitik

Sumber Infeksi :
Tanah dan Air yang Terkontaminasi
a. Hookworm : tanah yang terkontaminasi embryonated eggs (cacing gelang dan
cacing cambuk) dapat tertelan atau larva fase infektif dalam tanah dapat
menembus kulit manusia (cacing tambang)
b. Giardia : fase infeksi parasit ada pada air dapat tertelan (kista dari Amoeba
dan Giardia)
c. Guineaworm : air yang mengandung intermediate host dapat tertelan (cyclops
yang mengandung larva guineaworm)
d. Schistosoma : larva infektif dalam air menembus kulit (fase serkaria dari
schistosomiasis)
e. Naegleria : bentuk free-living dalam air dapat langsung masuk ke tubuh yang
rentan (masuk melalui nasofaring)
Makanan
a. Menelan makanan atau sayuran yang terkontaminasi fase infektif parasit
(amoebic cysts, Toxoplasma oocysts, Echinococcus eggs)
b. Menelan makanan/ daging mentah atau kurang matang yang mengandung
larva infektif (Taenia solium yang menginfeksi babi)
Vektor Serangga
● Vektor biasanya berupa arthropoda yang dapat mentransmisikan infeksi dari
manusia ke manusia, dari hewan ke manusia. Contoh nyamuk Anopheles
betina adalah vektor parasit malaria
● Vektor dapat berupa
a. Vektor biologis : parasit mengalami perkembangan dan multiplikasi
dalam tubuh vektor. Contohnya nyamuk—maria, filariasis;
sandflies—kala-azar; tse-tse flies—sleeping sickness; reduviid
bugs—chagas disease; ticks—babesiosis
b. Vektor mekanis : parasit tidak punya siklus hidup dalam tubuh vektor.
Contohnya housefly—amoebiasis
Hewan
a. Domestik : Sapi (T. saginata, Sarcocystis), Babi (T. solium, Trichinella
spiralis), Anjing (Echinococcus granulosus)
b. Liar : Hewan alam liar (Trypanosomiasis), Kucing liar (Paragonimus
westermani), Ikan (fish tapeworm), Molluska (liver flukes), Copepoda
(guineaworm)
Orang Lain
a. Carrier (orang yang memang memiliki infeksi)
b. Transmisi vertikal (ibu yang sakit menularkan ke janin)
c. Infeksi kongenital (infeksi yang ada sejak lahir)
Diri Sendiri (Autoinfections)
a. Transmisi dari jari tangan ke mulut (Pinworm)
b. Internal reinfection (Strongyloides)

Cara Penularan
- Transmisi Langsung (Direct Transmission)
a. Kontak langsung dari satu orang ke orang lainnya
b. Autoinfection (transmisi dari jari tangan ke mulut)
c. Hubungan seksual dengan orang yang terinfeksi trikomoniasis
- Transmisi Vertikal (Vertical Transmission)
Malaria dan toxoplasmosis dapat ditransmisikan dari ibu ke janin
- Transmisi Iatrogenik (Iatrogenic Transmission)
Malaria dan toxoplasmosis dapat ditransmisikan dari transfusi darah atau transplantasi
organ
- Transmisi Tidak Langsung (Indirect Transmission) :
a. Oral transmission (makanan, air, jari, muntahan yang terkontaminasi). Banyak
parasite intestinal yang masuk ke tubuh melalui cara ini. Contoh: infeksi E.
histolytica terjadi ketika kista infektif tertelan
b. Skin transmission (larva hookworm dari tanah yang terkontaminasi, masuk ke
kulit kaki, Schistosomiasis masuk ke kulit dari air yang terkontaminasi)
c. Vector transmission (Anopheles, Culex, dll. Vektor dapat berupa vektor
biologis atau mekanis)

2.8 Patogenesis

Perjalanan penyakit parasit dibedakan menjadi :


1. Infeksi (infections) : Invasi yang disebabkan oleh endoparasit
2. Infestasi (infestation) : Invasi yang disebabkan oleh ektoparasit misalnya yang
ditimbulkan oleh arthropoda atau parasit-parasit yang berasal dari tanah atau tanaman

Gejala klinis infeksi parasit dipengaruhi oleh :


1. Jumlah parasit yang masuk ke dalam tubuh
2. Perubahan-perubahan patologis yang timbul
3. Toksin yang dihasilkan parasit
4. Organ dan jaringan yang mengalami gangguan
Jika terjadi keseimbangan antara parasit dan hospes, maka hospes yang menjadi pembawa
(carrier) ini tidak menunjukkan gejala klinis yang nyata.

● Umumnya penyakit parasit akan berkembang menjadi penyakit yang menahun atau
kronis yang dapat menunjukkan gejala atau keluhan yang ringan
● Penderita yang masih terinfeksi parasit tertentu dapat tidak menunjukkan gejala atau
keluhan (disebut carrier)
● Merupakan sumber penularan potensial penyakit parasitik bagi orang lain yang sehat
● Carrier terjadi karena antara hospes dan parasit terdapat keseimbangan dalam
kehidupan masing-masing.
● Untuk dapat menginfeksi hospes yang peka parasit harus melewati beberapa stadium
perkembangan – dalam bentuk stadium free-living atau harus hidup di dalam tubuh
hospes perantara lebih dahulu - sebelum menjadi stadium parasit yang infektif.
● Infeksi parasit dapat tidak menunjukkan gejala klinis atau menunjukkan gejala klinis
● Beberapa organisme (seperti E. histolytica) dapat hidup secara komensal tanpa
menginvasi jaringan
● Infeksi yang memunculkan gejala klinis, dapat terjadi dalam beberapa bentuk: akut,
sub-akut, kronik, laten, atau recurrent
● Mekanisme patogenitas yang dapat terjadi pada infeksi parasit :
1. Lytic necrosis : Enzim yang dihasilkan parasite dapat menyebabkan Lytic
necrosis. E. histolytica melisiskan sel usus dan menyebabkan amoebic ulcers
2. Trauma : Hookworms melekat pada mukosa jejunum menyebabkan kerusakan
pada Villi dan perdarahan pada lokasi perlekatan
3. Allergic manifestations : Gejala klinis yang disebabkan respon imun terhadap
adanya parasit. Contoh: eosinophilic pneumonia pada infeksi Ascaris dan syok
anafilaksis pada ruptur akibat kista hidatid
4. Physical obstruction : Masa yang berkumpul dari cacing gelang menyebabkan
obstruksi pada pencernaan. Plasmodium falciparum pada malaria dapat
memproduksi blockade pada kapiler otak pada kasus cerebral malaria
5. Inflammatory reaction : Inflamasi dapat terjadi ada contoh kasus limfadenitis
pada filariasis dan granuloma pada kandung kemih pada infeksi Schistosoma
haematobium
6. Neoplasia : Beberapa infeksi parasit menunjukkan dapat mengarah pada
malignansi. Clonorchis dapat menginduksi karsinoma saluran empedu, dan S.
haematobium dapat menyebabkan kanker kandung kemih

2.9 Diagnosis Penyakit Parasitik

Gejala yang ditimbulkan oleh penyakit parasitik bersifat umum dan general sehingga
mirip dengan satu sama lain dan sulit dibedakan. Oleh karena itu, dibutuhkan pemeriksaan
khusus di laboratorium untuk mengidentifikasi parasit jenis apakah yang menjadi sebab dari
penyakit parasitik ini. Adapun beberapa metode yang bisa dilakukan untuk pemeriksaan lab,
yaitu:
1. Mikroskop
Dalam metode ini, dibutuhkan beberapa spesimen:
- Stool
Pemeriksaan feses sangat penting untuk mendeteksi infeksi intestinal (Giardia,
Entamoeba, Ascaris, dll), kista, tropozoit yang bisa dilihat pada feses, serta
telur cacing gelang dan pita di feses.

- Blood
Pemeriksaan darah sangat penting untuk melihat parasit yang bersirkulasi di
pembuluh darah seperti contohnya parasit malaria.

- Urine
Ada beberapa hal yang bisa terdeteksi di urin seperti telur S. haematobium dan
Mikrofilaria W. Bancrofti

- Sputum (dahak)
Telur P. westermani, stadium larva S. stercoralis, A. lumbricoides ditemukan
di sputum

- Cerebrospinal fluid (CSF)


T. brucei, Naegleria, Acanthamoeba, Balamuthia, Angiostrongylus dapat
ditemukan di CSF.

- Tissue dan aspirates


Larva Trichinella, telur Schistosoma dapat ditemukan di spesimen biopsi otot,
lalu Tropozoit Giardia pada intestinal aspirates, dan Tropozoit E. histolytica
pada pus liver pada kasus amoebic liver abscess.

- Genital specimens
Tropozoit T. vaginalis pada cairan vagina dan uretra, telur E. vermicularis
pada anal swabs
2. Culture
Budidaya/kultur merupakan metode penting untuk diagnosis banyak parasit
yang penting secara klinis, misalnya Entamoeba histolytica , Trichomonas vaginalis ,
Leishmania spp., Strongyloides stercoralis dan amoeba yang hidup bebas.
Tiga jenis media kultur dapat digunakan untuk membudidayakan parasit:
1. Kultur Xenic, kultur ini digunakan pada parasit yang ditumbuhkan bersama
dengan mikrobiota yang tidak diketahui.
2. Kultur Monoksenik, kultur ini digunakan jika parasit ditumbuhkan dengan
satu bakteri yang diketahui.
3. Kultur Axenic, kultur ini adalah kultur murni tanpa bakteri atau sel
metabolisme lainnya.
3. Skin Test
Metode skin test ini dilakukan dengan menyuntikkan antigen parasitik ke dalam kulit
manusia dan mengobservasi reaksi yang dihasilkan. Hasil positif atau negatif dapat
diperoleh dengan menilai gundukan kulit. Beberapa skin test penting yang telah
dilakukan adalah Fairley test di Schistosomiasis, Frenkel test di Toxoplasmosis, dan
sebagainya.
4. Serological Test
Tes serologis diterapkan untuk mendeteksi antigen atau antibodi spesifik melalui
pemeriksaan yang berbeda, dengan antigen spesifik positif menunjukkan adanya
infeksi saat ini, sedangkan antibodi spesifik positif menunjukkan adanya infeksi di
masa lalu atau saat ini. Oleh karena itu, uji serologis dapat diterapkan untuk diagnosis
atau untuk membantu diagnosis.
5. Molecular Diagnosis
- DNA Probes
Berdasarkan proses hibridisasi, segmen DNA yang diurutkan secara spesifik
disiapkan untuk dijadikan probe berlabel. Dalam kondisi tertentu, ia dapat
berhibridisasi dengan DNA bakteri terdenaturasi dalam spesimen berdasarkan
aturan pasangan basa komplementer. Karena terjadinya hibridisasi dapat
dideteksi melalui sinyal hibridisasi, maka keberadaan gen bakteri patogen
dalam spesimen dapat ditentukan.
- Reaksi Berantai Polimerase (PCR)
Ini digunakan untuk mendeteksi bakteri patogen yang tidak dapat dideteksi
secara tepat dan segera melalui kultur konvensional, menunjukkan sensitivitas
yang rendah terhadap kultur konvensional, atau memerlukan waktu kultur
yang lama. Selain itu, PCR juga banyak digunakan dalam deteksi
bakteriotoksin.
- Biochip
Teknologi ini memberikan cara yang cepat, sensitif, dan fluks tinggi untuk
diagnosis klinis infeksi bakteri. Biochip dapat memproses data dalam jumlah
besar secara tepat dan cepat untuk mendeteksi sel, protein, DNA, dan
komponen biologis lainnya. Selain itu, biochip diagnostik untuk bakteri
patogen memungkinkan deteksi simultan berbagai patogen dalam spesimen
berbeda dalam satu chip.
6. Animal Inoculation
Inokulasi hewan adalah metode untuk membudidayakan virus/parasit di dalam tubuh
hewan tersebut. Hewan laboratorium yang digunakan antara lain kera, kelinci,
marmut, tikus, hamster, dan mencit. Lalu, pertumbuhan virus pada hewan yang
diinokulasi dapat ditandai dengan lesi, penyakit, atau kematian yang terlihat.
7. Xenodiagnosis
Xenodiagnosis adalah metode dimana vektor serangga digunakan sebagai media
kultur untuk mendeteksi infeksi pada inang mamalia. Metode ini juga digunakan
dalam percobaan untuk mengukur proporsi serangga yang terinfeksi setelah memakan
inang yang diketahui terinfeksi dan memungkinkan mempelajari penularannya.
Biasanya xenodiagnosis dilakukan dengan bantuan kutu busuk.
8. Imaging
Metode imaging ini biasanya menggunakan X-Ray, USG, dan CT Scan MRI.
9. Hematology
Untuk mengetahui infeksi parasit darah dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan
hematologi. Pemeriksaan hematologi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan
mengambil sampel darah dan menganalisisnya. Salah satu contohnya adalah penyakit
anemia yang disebabkan oleh infeksi hookworm dan malaria.
2.10 Klasifikasi Parasit

Klasifikasi parasitologi di kedokteran dibagi menjadi tiga, yaitu:


1. Protozoa
Protozoa adalah parasit yang tubuhnya terdiri atas satu sel yang sudah memiliki fungsi
lengkap, seperti alat reproduksi, alat pencernaan makanan, sistem pernapasan, organ
ekskresi dan lainnya.
Protozoa dikelompokkan berdasarkan alat gerak, terdiri dari:
- Rhizopoda, bergerak menggunakan kaki semu. Contohnya amoeba.
- Flagellata, bergerak menggunakan flagel. Contohnya trypanosoma.
- Ciliata, bergerak menggunakan silia (rambut getar). Contohnya stentor.
- Sporozoa, tidak memiliki alat gerak. Contohnya plasmodium.
2. Helminthes
Helminthes atau cacing adalah hewan invertebrata yang mempunyai tubuh yang
simetri bilateral dan tersusun dari banyak sel (multiseluler).

- Helminth dibagi menjadi 2:


1. Platyhelminthes
Karakteristik dari Platyhelminthes
● Merupakan hewan triploblastik
● Memiliki tubuh simetri bilateral (sisi kanan dan kiri tubuhnya
sama) dan berbentuk pipih.
● Belum memiliki sistem peredaran darah, sistem respirasi dan
anus.
● Memiliki sistem ekskresi.
● Merupakan hewan aselomata, yaitu belum memiliki rongga
tubuh.
● Hidup bebas atau parasit.
● Reproduksi dilakukan secara seksual dan aseksual.
● Respirasi melalui permukaan tubuh.
● Merupakan hewan hermaprodit, yaitu alat reproduksi jantan
dan betina terdapat dalam satu tubuh/individu.

2. Nemathelminthes
● Termasuk hewan triploblastik
● Termasuk pseudoselom atau cacing yang berongga tubuh
semu
● Merupakan hewan simetri bilateral.
● Tubuhnya ditutupi oleh kutikula dan tidak bersilia
● Merupakan hewan berumah dua, yaitu alat reproduksi jantan
dan betina terpisah
● Simetri tubuh bulat memanjang
● Hidupnya bebas dan ada yang parasit

- Platyhelminthes terdiri dari 3 kelas


1. Turbellaria
● Hidup bebas dan bukan parasit
● Bersifat karnivora
● Bisa ditemukan di kolam, sungai, atau daun dan batu yang
terkena genangan air
● Memiliki silia pada permukaan tubuhnya sebagai alat gerak
● Contohnya Planaria sp.

2. Trematoda
● Parasit
● Mereka memiliki ukuran sekitar 1-6 cm dengan bentuk silinder
seperti daun
● Menggunakan alat isapnya untuk menghisap dan menempelkan
diri ke permukaan inangnya
● Trematoda dewasa biasanya hidup di usus, hati, paru-paru, dan
pembuluh darah hewan vertebrata, termasuk manusia.
● Contohnya Fasciola hepatica (cacing hati)

3. Cestoda
● Cacing parasit yang memerlukan dua inang berbeda dalam
siklus hidupnya
● Cacing pita dewasa hidup di saluran pencernaan inangnya,
sementara larvanya hidup di otot, hati, otak atau jaringan di
bawah kulit inangnya
● Reproduksi secara aseksual
● Bergerak dengan menggunakan silia
● Contohnya Taenia saginata

- Nemathelminthes terdiri dari 2 kelas


1. Nematoda
● Memiliki tubuh berkutikula transparan
● Memiliki mulut
● Memiliki lubang ekskresi
● Contohnya cacing kremi
2. Nematomorfa
● Jenis cacing yang dikenal sebagai cacing Gordian atau bulu
kuda
● Ukuran cacing jenis bervariasi, yaitu sekitar 50-100 mm, dan
bisa juga mencapai 2 meter
● Contoh Gordius sp.

3. Arthropoda
Arthropoda merupakan kelompok hewan avertebrata yang hidup di laut, air tawar, dan
darat. Arthropoda ini bisa menjadi penular penyakit dan bisa juga menimbulkan
penyakit secara langsung. Arthropoda sebagai vektor atau penular penyakit contohnya
bisa menularkan penyakit demam berdarah melalui nyamuk. Selain itu, arthropoda
juga bisa menyebabkan penyakit secara langsung seperti entomofobia, blood loss,
dermatosis, dan lainnya.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Studi mengenai parasitologi telah mencapai kemajuan signifikan dalam memahami
sejarah, definisi, simbiosis, dan klasifikasi parasit. Definisi parasit sebagai organisme yang
membutuhkan makhluk hidup lain sebagai sumber kehidupannya dan mempelajari
parasitologi sebagai cabang ilmu biologi memberikan gambaran jelas tentang hubungan
kompleks antara parasit dan inangnya.
Klasifikasi parasit yang terdiri dari protozoa, helminthes, dan arthropoda memberikan
kerangka kerja yang komprehensif untuk memahami keragaman dan kompleksitas dunia
parasit. Makalah ini memberikan kontribusi penting dalam pengetahuan dan pemahaman
tentang parasitologi, yang relevan untuk pengembangan strategi pengendalian dan
pencegahan penyakit parasitik.
DAFTAR PUSTAKA

Paniker, C. K. J., & Ghosh, S. (2017). Paniker's Textbook of Medical Parasitology (S. Ghosh,

Ed.). Jaypee Brothers Medical Publishers Pvt. Limited.

Parasit Pada Ikan. (2018). UGM PRESS.

Budianto, B. H. (Jakarta, 2018). Pengantar Parasitologi. Universitas Terbuka.

Permata, D. A. (2021). Mikrobiologi dan Parasitologi.

https://www.academia.edu/45666691/Mikrobiologi_dan_Parasitologi

Kurniawan, H. (2019). Buku Ajar Parasitologi. Deepublish.

Paniker, C.K.J., Ghosh, S. 2013. Paniker’s textbook of medical parasitology. Jaypee Brothers

Medical Publishers (P) LTD

Ahmed N. H. (2014). Cultivation of parasites. Tropical parasitology, 4(2), 80–89.

https://doi.org/10.4103/2229-5070.138534

Lou, J., Yu, Y., & Dai, F. (2016). Laboratory Test for Diagnosis of Parasitic Diseases.

Radiology of Parasitic Diseases: A Practical Approach, 25–46.

https://doi.org/10.1007/978-94-024-0911-6_6

Singh, O. P., Hasker, E., Boelaert, M., Sacks, D., & Sundar, S. (2020). Xenodiagnosis to

address key questions in visceral leishmaniasis control and elimination. PLoS

neglected tropical diseases, 14(8), e0008363.

https://doi.org/10.1371/journal.pntd.0008363
9.4C: Inoculation of Live Animals. (2022, December 24). Biology LibreTexts.

https://bio.libretexts.org/Bookshelves/Microbiology/Microbiology_(Boundless)/09%3

A_Viruses/9.04%3A_Culturing_Viruses/9.4C%3A_Inoculation_of_Live_Animals

Anda mungkin juga menyukai