Anda di halaman 1dari 24

PENGEMBANGKAN MODUL PEMBELAJARAN BERBASIS PROBLEM

BASED LEARNING PADA MATERI MINYAK BUMI DALAM


PEMBELAJARAN KIMIA PADA KELAS XI MIPA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Seminar Kimia

Disusun Oleh:

AZIMA ADHA

21035053

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengembangan pembelajaran sangat penting untuk menyalurkan pengetahuan, nilai,


dan keterampilan di masa kini dan masa depan. Media dan teknologi digital dapat
dimanfaatkan dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran mencakup dua komponen
penting; guru yang berperan sebagai fasilitator, dan pelajar atau peserta didik yang berperan
sebagai objek utama di kelas (Ahmad et al., 2023)
Penggunaan bahan ajar dapat berkontribusi dalam mentranfer pengetahuan peserta
didik secara efektif dan efisien di kelas. (Malik, 2019). Bahan ajar adalah kumpulan sarana
pembelajaran yang meliputi bahan pembelajaran, metode, batasan dan metode evaluasi yang
dirancang secara menarik dan sistematis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sekolah juga
harus membuat bahan ajar, khususnya untuk guru mata pelajaran. Hal ini disebabkan bahan
ajar harus menyesuaikan dengan kondisi sekolah dan karakteristik siswa. Menurut pedoman
pengembangan bahan ajar, bahan ajar harus dikembangkan sesuai dengan tuntutan
kurikulum, karakteristik sasaran, dan tuntutan pemecahan masalah pembelajaran.
Pengembangan bahan ajar harus memperhatikan tuntutan kurikulum, artinya bahan ajar
yang dikembangkan harus sesuai dengan kurikulum yang diterapkan di sekolah (Sanjaya,
2018). Bahan ajar mempunyai peranan dalam menguatkan proses pembelajaran, yaitu untuk
meningkatkan pembelajaran yang lebih menarik dan memotivasi Oleh karena itu diperlukan
bahan ajar yang dapat memperlancar proses pembelajaran sehingga siswa dalam kegiatan
belajar memperoleh hasil yang baik (Salsabila & Nurjayadi, 2019)
Dari berbagai media belajar, modul dapat dipilih untuk dikembangkan sebagai
pendukung kegiatan pembelajaran Modul dikembangkan sebagai bahan ajar untuk penelitian
ini. Modul merupakan bahan ajar mandiri yang disusun secara sistematis dan memuat tujuan
pembelajaran yang jelas, kegiatan pembelajaran, rangkuman, latihan soal, dan evaluasi. Modul
dapat mengkondisikan kegiatan pembelajaran agar lebih terencana dan terlaksana dengan baik,
mandiri, dan tuntas sehingga menghasilkan hasil (output) yang jelas. Beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa modul yang digunakan belajar secara mandiri dapat membantu
memudahkan pemahaman konsep serta memberikan dampak positif terhadap hasil belajar siswa.
Modul yang dikembangkan dalam penelitian ini berupa modul berbasis Problem Based
Learning (PBL). Modul berbasis PBL sangat baik digunakan karena dapat membuat siswa
belajar dengan menggunakan permasalahan secara kontekstual, sehingga siswa dapat terampil
dan mudah dalam menyelesaikan masalah dan mengkonstruksi pengetahuan siswa. (Ahmad et
al., 2023)
Metode PBL adalah pendekatan pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam
memecahkan masalah nyata atau situasi relevan dengan konteks kimia. Dengan demikian,
proses pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru melainkan berpusat pada siswa. Namun,
penting untuk dicatat bahwa penggunaan modul sebagai sumber belajar mandiri perlu didukung
dengan pengawasan dan bimbingan dari guru sebagai fasilitator. Meskipun siswa belajar secara
mandiri, peran guru tetap penting untuk memberikan arahan, dan memberikan dukungan dalam
proses pembelajaran menggunakan modul. Salah satu materi kimia yang dapat di kolaborasikan
dengan metode PBL adalah minyak bumi sebagai materi kimia pada kelas XI MIPA.(Ahmad et
al., 2023)
Minyak bumi adalah ilmu kimia yang mempelajari keberadaan minyak bumi,
komposisinya, proses pengolahan minyak bumi, bensin, dan dampak pembakaran bahan bakar.
Beberapa pembahasan tersebut harus dipahami dan dipahami, bukan sekadar dihafal, karena
memerlukan pemahaman konsep yang menyeluruh. (Qonita et al., 2022)

Selain itu, minyak bumi adalah salah satu subjeknya yang harus dipahami oleh siswa
kelas XI IPA. (Lendeng et al., 2021). Hal inilah yang menekankan pentingnya pembuatan
bahan ajar dalam bentuk berbasis PBL membuat modul kimia penyelesaian masalah karena
dilengkapi dengan contoh gambar dan studi kasus untuk membantu siswa dalam proses
pembelajaran.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka identifikasi masalah
yang dijadikan bahan penelitian yaitu sebagai berikut:

1. Metode pembelajaran yang masih menggunakan metode konvesional pada beberapa


materi kimia
2. Guru belum pernah mengembangkan modul pembelajarn kimia. pengembangan
modul pembelajaran dapat membantu memfasilitasi pemahaman siswa terhadap
materi kimia dengan cara yang lebih terstruktur dan sistematis.
3. Buku cetak yang digunakan oleh siswa kelas 11 MIPA yang diberikan oleh sekolah
saat ini masih bersifat umum yaitu hanya berisi uraian materi tanpa ada variasi yang
menarik dari buku sehingga terkadang membuat siswa jenuh dan bosan untuk
membacanya.
4. Belum tersedianya bahan ajar dalam bentuk modul berbasis problem based learning
pada materi minyak bumi

1.3 Batasan Masalah


Dari beberapa masalah dalam penelitian ini, agar penelitian ini menjadi lebih terarah,
maka masalah dalam penelitian ini dibatasi pada pengembangan modul menggunakan
model pengembangan 4-D sampai tahap devolope (pengembangan) atau sampai tahap ke-3
pada materi minyak bumi berbasis problem based learning pada siswa kelas 11 MIPA

1.4 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana mengembangkan modul pembelajaran kimia berbasis PBL pada materi
Minyak bumi?

2. Bagaimana tigkat validitas dan pratikalitas bahan ajar dalam bentuk modul pada materi
minyak bumi berbasis PBL yang dikembangakan?

1.5 Tujuan Penulisan

Tujuan penelitian dari penelitian ini sebagai berikut :

1. Tersusunnya modul pembelajaran kimia pada materi minyak bumi berbasis PBL yang
layak digunakan dalam proses pembelajaran didalam kelas 11 MIPA.
2. Mangungkapkan tingkat validitas dan praktikalitas modul ajar yang dapat membantu
siswa untuk memahami konsep minyak bumi.

1.6 Manfaat Penelitian


1. Bagi guru, sebagai salah satu alternatif bahan ajar yang dapat digunakan dalam
pembelajaran pada materi minyak bumi
2. Bagi peserta didik, sebagai salah satu bahan ajar yang dapat membantu siswa untuk
memahami konsep minyak bumi
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Model pembelajaran problem based learning

Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang melibatkan


peserta didik dalam sebuah penyelidikan yang memungkinkan mereka menginterpretasikan
dan menjelaskan fenomena sekitar atau dunia nyata dan membangun pemahamannya
tentang fenomena tersebut . Selain itu, pengertian PBL merupakan suatu pendekatan
pembelajaran dimana peserta didik mengerjakan permasalahan yang autentik dengan
maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan
keterampilan berpikir tingkat tinggi, mengembangkan kemandirian dan kepercayaan diri .
model pembelajaran Problem based learning (PBL) yang menantang peserta didik untuk
“belajar untuk belajar” dan bekerja sama dalam kelompok untuk memecahkan masalah
nyata. Penggunaan PBL membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna, karena peserta
didik tidak hanya belajar teori tetapi juga dilatih kemampuan berpikir kritisnya(Rahmawati
et al., 2019). Dalam kegiatan pembelajaran pendekatan PBL dapat dibarengi dengan
penggunaan modul. Dengan menggunakan modul pembelajaran peserta didik dibimbing
untuk menyelesaikan masalah yang disajikan dalam modul dan membangun
pengetahuannya melalui materi yang disajikan. Dalam model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) terdapat 5 tahapan yaitu:

(Santyasa, 2008)

Fase Indikator Aktifitas / Kegiatan Guru

1 Orientasi siswa Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,


kepada masalah menjelaskan logistic yang diperlukan, pengajuan
masalah, memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas
pemecahan masalah
yang dipilihnya.
2 Mengorganisasikan Guru membantu siswa mendefenisikan dan
siswa untuk belajar mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut.

3 Membimbing Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan


penyelidikan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen,
individual maupun untuk mendapat
kelompok penjelasan pemecahan masalah.

4 Mengembangkan dan Guru membantu siswa dalam merencanakan dan


menyajikan hasil menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan,
karya video, model dan membantu mereka untuk berbagai
tugas dengan
kelompoknya.

5 Menganalisis dan Guru membantu siswa melakukan refleksi atau


mengevaluasi proses evaluasi terhadap penyelidikan mereka dalam
pemecahan proses-proses yang mereka gunakan.
masalah

Menurut Agnew (2001), dengan menerapkan pembelajaran berbasis masalah siswa akan
belajar secara mendalam untuk memahami konsep dan mengembangkan keterampilan, siswa
berpartisipas dan saling memotivasi dalam pembelajaran. PBL tidak hanya memberi pengaruh
berupa keuntungan menyelesaikan satu pelajaran saja namun juga pelajaran lain yang ada di
dalam kurikulum sekaligus bermanfaat untuk mengasah “Life Long Education”. (Malik, 2019)
Sebagai suatu model pembelajaran, model pembelajaran berbasis masalah memiliki
beberapa keunggulan, diantaranya;
a. Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi
pelajaran.
b. Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan peserta didik serta memberikan
kepuasan untuk menentukan pengetahuan baru bagi peserta didik.
c. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran peserta didik.
d. Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik bagaimana mentrasfer pengetahuan
mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
e. Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan
barunya dan bertanggungjawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
f. Melalui pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai peserta didik.
g. Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan peserta didik untuk berpikir
kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan
baru.
h. Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada peserta didik untuk
mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
i. Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat peserta didik untuk secara terus menerus
belajar.(Santyasa, 2008)
Selain itu, kekurangan model pembelajaran Problem Based Learning PBL adalah (1)
apabila peserta didik tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan dan masalah
yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka peserta didik enggan untuk mencoba, (2)
strategi pembelajaran Problem Based Learning (PBL) memerlukan cukup banyak waktu
untuk persiapan, dan (3) tanpa pemahaman mengenai alasan peserta didik berusaha untuk
memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang
mereka akan pelajari (Hardiana et al., 2023)

2.2 Modul ajar

1. Pengertian
Salah satu media yang mendukung kegiatan pembelajaran adalah modul. Modul
merupakan paket belajar mandiri berisi rangkaian pengalaman belajar yang dirancang dan
direncanakan dengan sistematis guna membantu peserta didik mencapai tujuan
pembelajaran (Rahmawati et al., 2019). Modul dapat dipelajari oleh peserta didik dengan
bantuan yang minimal dari pendidik meliputi perencanaan tujuan yang akan dicapai secara
jelas, penyediaan materi pembelajaran, peralatan, media atau teknologi, serta instrumen
penilaian untuk mengukur keberhasilan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Modul
yang baik hendaknya memenuhi karakteristik sebagai berikut: self instructional (dapat
digunakan secara mandiri), self contained (berisis materi yang utuh), stand alone (berdiri
sendiri), adaptive (adaptif terhadap perkembangan), user friendly (mudah digunakan)
(Fatikhah & Izzati, 2015)

Pandangan serupa juga dikemukakan oleh Sukiman (2011: 131) yang menyatakan
bahwa modul adalah bagian kesatuan belajar yang terencana yang dirancang untuk
membantu siswa secara individual dalam mencapai tujuan belajarnya. Siswa yang memiliki
kecepatan tinggi dalam belajar akan lebih cepat menguasai materi. Sementara itu, siswa
yang memiliki kecepatan rendah dalam belajar bisa belajar lagi dengan mengulangi bagian-
bagian yang belum dipahami sampai paham.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas terdapat hal-hal penting dalam


mendefinisikan modul yaitu bahan belajar mandiri, membantu siswa menguasai tujuan
belajarnya, dan paket program yang disusun dan didesain sedemikian rupa untuk
kepentingan belajar siswa. Jadi dapat disimpulkan bahwa modul merupakan paket program
yang disusun dan didesain sedemikian rupa sebagai bahan belajar mandiri untuk membantu
siswa menguasai tujuan belajarnya. Oleh karena itu, siswa dapat belajar sesuai dengan
kecepatannya masing-masing.(Mannes, 2013)

2. Karakteristik modul

Modul yang dikembangkan harus memiliki karakteristik yangdiperlukan sebagai modul


agar mampu menghasilkan modul yang mampumeningkatkan motivasi penggunannya. Menurut
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan (2008: 4-7), modul yang akan
dikembangkan harus memperhatikan lima karaktersistik sebuah modul yaitu self instruction, self
contained, stand alone, adaptif, dan userfriendly.(Wulansari et al., 2018)
1) Self Instruction, siswa dimungkinkan belajar secara mandiri dan tidak tergantung pada
pihak lain. Self Intruction dapat terpenuhi jika modul tersebut: memuat tujuan pembelajaran
yang jelas; materi pembelajaran dikemas dalam unit-unit kegiatan yang kecil/spesifik;
ketersediaan contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan pemaparan materi
pembelajaran; terdapat soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya; kontekstual; bahasanya
sederhana dan komunikatif; adanya rangkuman materi pembelajaran;dll., adanya umpan
balik atas penilaian siswa, dan adanya instrument penilaian mandiri.
2) Self Contained , seluruh materi pembelajaran yang dibutuhkan termuat dalam modul
tersebut. Karakteristik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempelajari materi
pembelajran secara tuntas.
3) Stand Alone, modul yang dikembangkan tidak tergantung pada bahan ajar lain atau tidak
harus digunakan bersama-sama dengan bahan ajar lain. Siswa tidak perlu bahan ajar lain
untuk mempelajari atau mengerjakan tugas pada modul tersebut.
4) Adaptif, modul tersebut dapat menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, fleksibel/luwes digunakan diberbagai perangkat keras (hardware). Modul yang
adaptif adalah jika modul tersebut dapat digunakan sampai kurun waktu tertentu.
5) User Friendly (bersahabat/akrab), modul memiliki instruksi dan paparan informasi bersifat
sederhana, mudah dimengerti, serta menggunakan istilah yang umum digunakan.
Penggunaan Bahasa sederhana dan penggunaaan istilah yang umum digunakan merupakan
salah satu bentuk user friendly.(Wulansari et al., 2018)

2.3 Validitas dan Praktikalitas Bahan Ajar


1). Validitas
Validitas berasal dari kata valid yang diartikan sebagai tepat, benar, sahih dan absah.
Dengan kata lain suatu instrument dikatakan valid apabila instrumen tersebut dapat dengan
tepat, benar, sahih atau absah dapat mengukur apa yang seharusnya diukur.

Validitas mengacu pada seberapa jauh suatu ukuran empiris cukup mnggambarkan arti
sebenarnya dari konsep yang tengah diteliti. Dengan kata lain suatu instrumen pengukuran yang
valid mengukur apa yang seharusnya diukur, atau mengukur apa yang hendak diukur (Morissan,
2012).
Indicator yang digunakan untuk menyatakan bahwa bahan ajar yang dikembangkan adalah valid,
dapat digunakan indikator sebagai berikut:
a. Validitas isi
Validasi ini menunjukkan bahwa bahan ajar yang dikembangkan didasarkan pada kurikulum
atau pada rasional teoritik yang kuat.
b. Validitas konstruk
Validasi konstruk menunjukkan konsistensi internal antar komponen- komponen dari bahan
ajar (Rochmad, 2011: 69)
Kebahasaan, komponen penyajian, dan komponen kegrafisan. Hal ini sesuai dengan
Depdiknas (2008: 28) yang menyatakan bahwa: Komponen evaluasi mencakup isi, kebahasaan,
sajian, dan kegrafisan. Komponen isi mencakup, antara lain:
a. Kesesuaian dengan SK, KD
b. Kesesuaian dengan kebutuhan bahan ajar
c. Kebenaran substansi materi pembelajaran
d. Manfaat sebagai penambah wawasan

2). Praktikalitas

Salah satu syarat instrument penelitian yang baik adalah praktis. Praktikalitas disini dapat
diartikan sejauh mana kepraktisan instrument yang digunakan peneliti dalam penelitian. Sehingga,
kepraktisan bahan ajar maksudnya adalah kepraktisan penggunaan bahan ajar tersebut dalam
pembelajaran.
Bahan ajar yang telah dikembangkan dikatakan praktis jika para ahli dan praktisi menyatakan
bahwa secara teoritis bahwa bahan ajar tersebut dapat diterapkan di lapangan dan tingkat
keterlaksanaannya termasuk dalam kategori baik. Suatu bahan ajar atau produk dikatakan praktis
apabila orang dapat menggunakan (usable) produk tersebut.
Praktikalitas adalah tingkat keterpakaian dan keterlaksanaan bahan ajar oleh siswa dan guru
yaitu melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar yang telah direvisi berdasarkan
penilaian validator. Bahan ajar memiliki praktikalitas yang tinggi, apabila bersifat praktis dan
mudah mengadministrasikannya.
Praktikalitas suatu bahan ajar cetak ditentukan dengan memakai instrument uji kepraktisan.
Instrumen uji kepraktisan yang digunakan ada dua, yaitu: intrumen uji kepraktisan menurut
pendidik dan instrumen uji kepraktisan menurut peserta didik.
1. Instrumen uji kepraktisan menurut pendidik
Digunakan untuk mengetahui pendapat dan penilaian pendidik terhadap keterlaksanaan dan
kemudahan penggunaan bahan ajar dalam pembelajaran fisika. Instrumen uji kepraktisan
menurut pendidik berupa angket disusun sesuai dengan komponen yang ditetapkan
berdasarkan penggunaan bahan ajar. Menurut (Sukardi, 2011), komponen tersebut
mencakup kemudahan penggunaan, efisiensi waktu pembelajaran, dan manfaat bahan ajar.
Hasil tanggapan pendidik dianalisis untuk mengetahui tingkat kepraktisan bahan ajar.
2. Instrumen uji kepraktisan menurut peserta didik
Disusun berdasarkan indikator yang tepat untuk melihat keterpakaian bahan dalam
pembelajaran.

2.4 Karakteristik materi minyak bumi

Minyak bumi adalah salah satu bahan bakar yang berasal dari fosil . Materi minyak bumi
merupakan materi yang bersifat hafalan dan banyak menceritakan teori serta dijelaskan dalam
bentuk paragraf-paragraf di dalam buku. (Nurzaman et al., 2013)
Proses pembelajaran dalam materi minyak bumi ini sering dilakukan dengan metode
menghafal dan ceramah. Hal ini akan sulit untuk diingat oleh siswa, apalagi jika dalam
pembelajaran tidak meninggalkan kesan yang mendalam. Bacaan yang banyak akan lebih menarik
untuk dibaca apabila tampilannya dibuat dengan unik, bagus dan menarik. Mengingat, KD
( Kompetensi Dasar) pada sebagian buku kimia SMA untuk mempelajari materi minyak bumi
hanya sekedar memahami teknik-teknik pemisahan minyak bumi, KD tersebut sudah tuntutan
kurikulum yang harus siswa pahami. karena teknik pemisahan minyak bumi mempunyai banyak
tahap maka diperlukan suatu media. Menurut Rahmaniyah (2013) Materi minyak bumi merupakan
materi pembelajaran akhir pada kelas X, sehingga karena keterbatasan waktu dalam belajar
seringkali pemberian materi ini tidak tuntas. Oleh karena itu dibutuhkan suatu media untuk dapat
menyelesaikan materi tersebut. (Kusnadi, 2020)
Materi minyak bumi kebanyakan diajarkan dengan metode konvensional dan terkadang hanya
diskusi yang membuat siswa tidak terlalu bersemangat. Minyak bumi berisi pengetahuan konsep
yang bersifat abstrak, faktual, dan prosedural sehingga diperlukan adanya latihan dan diskusi
(Fadlah dan Bayharti, 2019). Pengaplikasian materi minyak bumi banyak dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari, seperti aspal, gas untuk memasak, bensin, solar, lilin dan lainlain (Safri et
al., 2017)
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan merupakan penelitian dan pengembangan atau Research
and Development (R&D) R&D adalah suatu proses mengembangkan suatu produk baru atau
menyempurnakan produk yang telah ada. Penelitian pengembangan adalah penelitian yang
digunakan untuk menghasilkan produk tertentu (Sugiyono, 2012: 297) Penelitian ini dilakukan
untuk menghasilkan Modul berbasis Problem Based Learning pada materi Minyak Bumi untuk
pembelajaran kimia kelas XI SMA/MA

Model pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini model 4-D (four D models)
seperti yang dikembangkan oleh Thiagarajan. Semmel dan Semmel. Model 4-D ini terdiri dari 4
tahap utama, yaitu: (1) define (pendefinisian), (2) design (perancangan), (3) develop
(pengembangan) dan (4) disseminate (penyebaran) (Trianto, 2009: 189). Namun, peneliti hanya
menggunakan 3 tahap saja yaitu sampai tahap develop (pengembangan). (Dwi Etika et al., 2021)

B. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian Modul berbasis Problem Based Learning pada materi Minyak Bumi ini yang akan
dilakukan di FMIPA UNP dan di SMAN 1 Payakumbuh pada tanggal dan waktu yang belum
ditentukan

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah orang dosen jurusan kimia FMIPA UNP, dan juga guru kimia
SMA, serat peserta didik di SMAN 1 Payakumbuh kelas 11 MIPA.

D. Objek penelitian
Objek penelitian ini adalah Modul berbasis Problem Based Learning (PBL) pada
Materi Minyak Bumi untuk Kelas XI SMA/MA

E. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama empat bula. Penelitian ini menggunakan model
pengembangan 4-D yang dimodifikasi menjadi 3-D yang meliputi tahap pendefinisian,
perancangan dan pengembangan (Hughes, 2008). Tahap Disseminate tidak dilakukan karena
keterbatasan waktu dan biaya.

Tahap pendefinisian meliputi lima langkah analisis. Analisis yang dilakukan adalah
analisis front end, analisis siswa, analisis tugas, analisis konsep, dan perumusan tujuan
pembelajaran. Sumber data dalam analisis ini diperoleh dari siswa kelas XI IPA dan guru
kimia. Model pengembangan 4-D yang dimodifikasi menjadi 3-D dapat dilihat pada Gambar
1.
Selanjutnya tahap desain terdapat dua tahap yaitu pemilihan format modul dan
pembuatan draft modul berdasarkan hasil analisis tahap pendefinisian. Hal ini
dilakukan untuk memastikan modul yang dibuat memenuhi kebutuhan peserta didik.
Tahap terakhir adalah pengembangan.
Pada tahap ini dilakukan uji kelayakan modul dengan validasi ahli yang
melibatkan dosen pendidikan kimia dan guru mata pelajaran kimia sebagai validator
modul, serta uji coba modul untuk mengetahui reaksi siswa terhadap modul kimia
berbasis PBL yang dikembangkan.

Penelitian ini menggunakan observasi, wawancara, lembar validasi, lembar angket


siswa untuk mengumpulkan data. Metode yang digunakan adalah wawancara dengan
guru kimia, serta observasi proses pembelajaran kimia di kelas, lembar validasi untuk
memperoleh data data berdasarkan validator penilaian, dan lembar angket siswa,
yang meliputi angket kebutuhan siswa yang dilakukan sebelum penelitian dan
angket tanggapan siswa terhadap modul yang dikembangkan.
Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis data
validitas dan analisis data kepraktisan. Analisis keabsahan data menggunakan
rumus Aiken's V yang dapat dihitung sebagai berikut :
(Ahmad et al., 2023)
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini menghasilkan modul kimia berbasis Masalah Berbasis Learning pada
materi minyak bumi untuk IPA kelas XI yang memenuhi kriteria valid (layak). Tahapan
pengembangan yang diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

3.1 Tahap Mendefinisikan


Tahap mendefinisikan (defining) merupakan tahap awal yang dilakukan dalam penelitian ini
yang meliputi 5 analisis, meliputi analisis front end, analisis siswa, dan analisis konsep, analisis
tugas, analisis konsep, dan perumusan tujuan pembelajaran. Analisis tersebut dilakukan dengan
observasi langsung dan wawancara kepada guru serta pembagian angket awal kepada siswa. Hasil
analisis front-end diperoleh bahwa proses pembelajaran kimia yang telah dilaksanakan Kurikulum
2013, pendidik cenderung melakukan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair and Share
(TPS) dengan metode ceramah dan diskusi, bahan ajar yang diberikan berupa buku paket dan LKS
atau LKS yang tidak dirancang sendiri oleh guru, serta belum terdapat bahan ajar modul berbasis
pemecahan masalah. (Ahmad et al., 2023)
Berdasarkan analisis siswa, bahan ajar yang digunakan di sekolah berupa LKS dan buku paket
terdapat materi kimia, namun tampilan bahan ajar tersebut menyulitkan siswa dalam memahami
materi kimia. Selain itu, belum ada bahan ajar yang berbasis pemecahan masalah sehingga harus
dikembangkan modul pemecahan masalah (Problem Based Learning). Selanjutnya analisis tugas
didasarkan pada kompetensi inti dan kompetensi dasar materi
perminyakan.
Tahap pendefinisian merupakan pengembangan pembelajaran yang disesuaikan dengan
materi serta silabus dan Kurikulum 2013. Tujuannya sebagai berikut: a) menjelaskan proses
terbentuknya minyak bumi komponen penyusun minyak bumi, dan sifat-sifat minyak bumi, b)
menyebutkan dan menjelaskan teknik pemisahan minyak bumi dan fraksi-fraksi yang dihasilkan, c)
menjelaskan kegunaan minyak bumi, d) menyebutkan jenis bahan bakar minyak (BBM) dan
bilangan oktannya, dan e) sebutkan dampak penggunaan minyak bumi dan tunjukkan cara
mengatasinya. Peta konsep minyak bumi dapat dilihat pada Gambar 2
(Ahmad et al., 2023)
3.2. Perancangan

Tahap Perancangan (design) dilakukan berdasarkan hasil analisis pada tahap pendefinisian.
Modul yang dirancang merupakan modul perminyakan berbasis Problem Based Learning dan
dirancang. Selanjutnya tahap format modul harus benar-benar diperhatikan karena menyangkut dua
hal, yaitu konsistensi isi modul dan kemudahan membaca modul.

Format modul dibagi menjadi tiga bagian: sebelum memulai materi, saat memberikan
materi, dan setelah memberikan materi. Judul, kata pengantar, daftar isi, peta konsep, tahapan PBL,
dan pendahuluan mendahului penyajian materi. Setelah pemaparan, materi meliputi evaluasi, kunci
jawaban, glosarium, dan daftar pustaka.

Pada saat penyampaiannya, materi meliputi tiga kegiatan pembelajaran. Kegiatan


pembelajaran pertama meliputi pembentukan minyak bumi, komponen penyusun minyak bumi,
sifat-sifat minyak bumi, dan minyak bumi teknik pengolahan. Kegiatan pembelajaran kedua
membahas fraksi minyak bumi, kegunaannya, dan berbagai jenis bensin berdasarkan angka oktan.
Sementara itu, kegiatan pembelajaran ketiga mengkaji dampak penggunaan minyak bumi dan cara
menghindarinya. Setiap kegiatan pembelajaran melibatkan sekilas informasi dan gambar menarik
tentang bahan minyak bumi. Pembuatan draf modul merupakan langkah lain dari tahap desain.
Tujuan pembelajaran yang ingin dicapai digunakan untuk menyusun modul. Selanjutnya dibuat dan
disiapkan lembar validasi untuk mengevaluasi tingkat kelayakan modul kimia yang dikembangkan,
dengan masing-masing
indikator yang di validasi dapat dilihat pada Tabel 3
Tabel 3. Skala Penilaian Lembar Validasi
Grading Scale Score
Excellent 5
Good 4
Good Enough 3
Not Good 2
Enough
Bad 1

3.3. Mengembangkan

Setelah modul dirancang, dilakukan tahap pengembangan yang terdiri dari analisis validitas
modul dan uji coba modul. Analisis validitas modul dinilai oleh dua orang validator, yaitu dosen
pendidikan kimia dan guru mata pelajaran kimia, dengan menggunakan indeks Aiken berbantuan
Microsoft Excel 2019. Penilaian modul menggunakan lembar validasi ahli yang mencakup tujuh
aspek: aspek penggunaan bahasa (3 indikator) , aspek konsep kimia (2 indikator), aspek format
modul (5 indikator), aspek kemandirian sumber belajar (4 indikator), aspek daya tarik (2 indikator),
aspek penulisan (3 indikator), dan aspek tahapan.
Pembelajaran Berbasis Masalah (1 indikator). melalui Tabel 1 dimana 0,854 berada pada rentang
0,80 hingga 1,00 (Hendryadi, 2017). Jika dibandingkan dengan penelitian relevan Natasari, (2020)
yang memperoleh skor validitas sebesar 0,82 dengan kriteria sangat valid dan Mellyzar et al.,
(2021) yang memperoleh skor validitas ahli materi sebesar 0,851 dengan kriteria sangat valid dan
ahli media sebesar 0,726 dengan kriteria yang valid.
Dapat disimpulkan bahwa modul dengan kriteria valid dengan nilai ÿ0,7 layak digunakan
sebagai
bahan ajar dalam proses pembelajaran kimia. Oleh karena itu, skor validitas penelitian ini lebih
besar dibandingkan dengan penelitian relevan. Saran perbaikan hanya sebatas masalah pengetikan
kata. Setelah memeriksa tingkat kelayakan modul, dilanjutkan ke langkah uji coba modul
Validasi modul kimia berbasis PBL pada bahan kimia. Berdasarkan hasil uji validitas isi
modul
seperti kelayakan isi, penyajian dengan nilai 0,83 sedangkan bahasa dan grafis memperoleh nilai
1,00 yang menunjukkan bahwa modul layak digunakan dengan nilai ÿ0,7 (Febriana et al., 2016).
Naibaho & Suryani, (2023) telah melakukan penelitian modul berbasis PBL. Hasil penelitian
memperoleh nilai validitas sebesar 0,86 dengan kategori valid.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Anom et al., (2018). Modul kimia
divalidasi oleh tiga orang ahli validator. Berdasarkan penilaian ketiga validator dikatakan dengan
nilai 4,00 berada pada kategori sangat valid sehingga modul kimia sangat valid untuk digunakan
dalam proses pembelajaran Uji coba modul dilakukan untuk mengetahui reaksi siswa terhadap
modul perminyakan Problem Based Learning. Percobaan dilakukan pada 22 siswa kelas 11 IPA.
Uji coba dilakukan dengan mendeskripsikan pembelajaran dengan modul, mengadakan diskusi
kelompok dengan studi kasus berbasis PBL pada modul, kemudian mengumpulkan data dari angket
respon siswa

Table 4. Recap of Student Response Score


Results
Total
No. aspects Percentag Criteri
of the e a
assessment
Very
1 60 80 Practic
al
Very
2 68 91 Practica
l
3 60 80 Very
Practic
al
4 52 69.3 Practica
l
5 57 76 Practica
l
6 58 77.3 Practica
l
7 54 72 Practica
l
8 56 75 Practica
l
Very
9 64 85 Practic
al
10 64 85 Very
Practic
al
11 59 78.7 Practica
l
Very
12 70 93.3 Practic
al
13 48 64 Practica
l
14 55 73.3 Practica
l
Very
15 64 85.3 Practic
al
16 52 69.3 Practica
l
17 51 68 Practica
l
Very
18 60 80 Practic
al
19 59 78.7 Practica
l
20 55 73 Practica
l
21 53 70.7 Practica
l
Very
22 60 80
Avera 58.136 77.515 Practic
ge al

Berdasarkan Tabel 4, hasil respon siswa memperoleh persentase kepraktisan sebesar


77,52%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lestari dkk., (2020) memperoleh
skor kepraktisan sebesar 78% dengan kriteria praktis. Apalagi jika dibandingkan dengan penelitian
Sunaringtyas dkk yang lebih tinggi dibandingkan penelitian relevan yang memperoleh skor
kepraktisan sebesar 72,5%.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wati et al., (2019) Hasil validasi ahli
materi rata- rata persentasenya sebesar 87,7% dengan kategori sangat layak. Dari hasil validasi ahli
media diperoleh persentase rata- rata sebesar 88% dengan kategori sangat layak, sedangkan dari
penilaian siswa diperoleh persentase rata-rata sebesar 90,22% dengan kategori sangat layak. Dari
hasil post-test diperoleh nilai rata-rata sebesar 89,11.

Oleh karena itu, modul kimia layak digunakan sebagai sumber belajar siswa Penelitian
yang dilakukan oleh Imanda dkk. (2017) tervalidasi kualitas modul dan mendapat tanggapan guru
dan siswa dengan persentase 84,65; 83,81%.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa modul kimia yang dikembangkan layak
digunakan dalam proses pembelajaran Hasil penelitian diperoleh nilai tes praktikalitas dengan rata-
rata persentase siswa sebesar 91% dengan kategori sangat praktis.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Modul kimia berbasis PBL pada bahan minyak bumi dibuat menggunakan model
pengembangan 4-D yang telah dimodifikasi menjadi model 3-D yang meliputi Define, Design, dan
Develop. Ada lima langkah dalam tahap Define: analist front and, analisis mahasiswa, analisis tugas,
analisis konsep, dan perumusan tujuan pembelajaran.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa modul kimia
yang dikembangkan berbasis problem based learning pada materi minyak bumi pada kelas XI MIPA
termasuk kriteria valid dan praktis. valid karena modul yang dikembangkan melalui metode PBL
telah melewati uji validitas yang mendapatkan hasil yang baik. Praktis karena modul yang
dikembangkan mudah dan efektif digunakan dalam proses pembelajaran.

B. SARAN

1. Penelitian selanjutnya uji efektivitas untuk mengetahui pengaruh modul terhadap hasil belajar
peserta didik.
2. Penelitian dapat dilanjutkan sampai tahap disseminate
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, F., Murtihapsari, M., & Rombe, Y. P. (2023). Developing Problem-Based Learning
Modules on Petroleum Materials in Chemistry Learning. JTK (Jurnal Tadris Kimiya), 8(1),
104–112. https://doi.org/10.15575/jtk.v8i1.23952
Dwi Etika, E., Cindy Pratiwi, S., Megah Purnama Lenti, D., Rahma Al Maida, D., Nurdiansyah, I.,
Muhsetyo, G., Qohar, A., Azrul, A., Rahmi, U., Marjan Fuadi, T., Nawawi, M. I., Anisa, N.,
Syah, N. M., Risqul, M., Azisah, A., Hidayat, T., Winanti, K., Yuliyan, Agoestanto, A., …
Press, U. I. R. (2021). Studi Pustaka Penggunaan Metode Pembelajaran Jarak Jauh Berbasis E-
Learning pada Mahasiswa PPKn Masa New Normal. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian,
Dan Pengembangan, 3(1), 32–39.
https://e-journal.unmas.ac.id/index.php/dharmajnana/article/view/5070%0Ahttps://e-
journal.unmas.ac.id/index.php/dharmajnana/article/download/5070/3876%0Ahttps://
www.jptam.org/index.php/jptam/article/view/2110
Fatikhah, I., & Izzati, N. (2015). Matematika Bermuatan Emotion Quotient Pada Pokok Bahasan
Himpunan. EduMa, 4(2), 46–61. http://dx.doi.org/10.24235/eduma.v4i2.29
Hardiana, B. N., Tahir, M., & Istiningsih, S. (2023). Pengembangan Media Pembelajaran Buku
Bergambar Berbasis Kearifan Lokal Suku Sasak pada Materi Bahasa Indonesia Kelas II SDN
7 Sakra. Jurnal Ilmiah Profesi Pendidikan, 8(1), 210–220.
https://doi.org/10.29303/jipp.v8i1.1097
Hughes, R. (2008). contoh bab 3 4D. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 287.
Kusnadi, A. M. I. S. (2020). Jurnal 4. In Isu Lgbt (Lesbian,Gay,Biseksual & Transgender) Dalam
Al –Qur’an (Vol. 6). http://journal.iaimsinjai.ac.id/indeks.php/mimbar
Lendeng, L. C., Sugiarso, B. A., & Rumagit, A. M. (2021). Interactive Learning based on
Animation in Petroleum Subject for Grade XI Senior High School. Jurnal Teknik Elektro
Dan Komputer, 16(2), 183–192.
Malik, A. (2019). Pengembangan Bahan Ajar Dalam Bentuk Media Komik Dengan 3D Page Flip
Pada Materi Ikatan Kimia. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, 13(1).
Mannes, A. E. (2013). Jurnal 10. In Social Psychological and Personality Science (Vol. 4, Issue 2,
pp. 198–205).
Nurzaman, N., Farida, I., & Pitasari, R. (2013). E-Module Pembelajaran Minyak Bumi Berbasis
Lingkungan Untuk Mengembangkan Kemampuan Literasi Kimia Siswa. Simposium Nasional
Inovasi Dan Pembelajaran Sains, 2013(ISBN: 978-602-19655-4-2), 3–4.
Qonita, N. A., Sari, W. K., & Mardhiya, J. (2022). Pengembangan Media Pembelajaran Kimia
Minyak Bumi Berbasis Green Chemistry Berbantuan Articulate Storyline. Paedagogia, 25(2),
109. https://doi.org/10.20961/paedagogia.v25i2.64041
Rahmawati, D., Purwanto, A., & Rahman, A. (2019). Pengembangan Modul Pembelajaran Kimia
Berbasis Permasalahan Lingkungan dengan Pendekatan Problem Based Learning pad Materi
Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan. JRPK: Jurnal Riset Pendidikan Kimia, 9(2), 112–121.
https://doi.org/10.21009/jrpk.092.08
Safri, M., Sari, A., & Marlina, D. (2017). Pengembangan Media Belajar Pop-Up Book Pada Materi
Minyak Bumi. Jurnal Pendidikan Sains Indonesia, 05(01), 107–113.
http://jurnal.unsyiah.ac.id/jpsi
Salsabila, N., & Nurjayadi, M. (2019). Pengembangan Modul Elektronik (e-Module) Kimia
berbasis Kontekstual sebagai Media Pengayaan pada Materi Kimia Unsur. JRPK: Jurnal Riset
Pendidikan Kimia, 9(2), 103–111. https://doi.org/10.21009/jrpk.092.07
Santyasa, I. W. (2008). Pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran kooperatif. …
Pembelajaran Dan Asesmen Inovatif Bagi Guru-Guru …, 2007.
Wulansari, E. W., Kantun, S., & Suharso, P. (2018). Pengembangan E-Modul Pembelajaran
Ekonomi Materi Pasar Modal Untuk Siswa Kelas Xi Ips Man 1 Jember Tahun Ajaran
2016/2017. JURNAL PENDIDIKAN EKONOMI: Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan, Ilmu
Ekonomi Dan Ilmu Sosial, 12(1), 1. https://doi.org/10.19184/jpe.v12i1.6463

Anda mungkin juga menyukai