Anda di halaman 1dari 2

Nama : Rizky Eva Rusika

No.Absen : 21
Kelas : XII Geomatika

SERAT TRIPAMA

Serat Tripama merupakan salah satu karya sastra jawa, yang ditulis oleh KGPAA
MANGKUNEGARA IV, serat tersebut ditulis dalam bentuk tembang jawa pupuh dandanggula.
Sekar macapat dandanggula merupakan salah satu tembang jawa yang mempunyai ciri khusus
yaitu terikat dengan aturan penulisan, antara lain guru gatra (jumlah baris), guru wilangan
(jumlah suku kata setiap baris), dan guru lagu (bunyi vokal di akhir baris).

Kata tripama berasal dari kata tri ‘tiga’ dan umpama ‘perumpamaan’, merujuk pada tiga tokoh
dalam dunia pewayangan yang diceritakan dalam Serat Tripama yaitu Patih Suwanda dari
Maespati, Kumbakarna dari negeri Alengka, dan Adipati Basukarna dari Awangga. Ketiganya
digambarkan mempunyai loyalitas dan dedikasi yang tinggi pada negaranya, mengutamakan
kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan keluarga. Sikap ketiga tokoh itu
juga menggambarkan berbagai macam nilai yang ada di dalam Etika Jawa sehingga patut
menjadi teladan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Berikut ini tiga tokoh wayang dalam Serat Tripama dan ajaran luhurnya:

1. Bambang Sumantri atau Patih Suwanda


Bambang Sumantri adalah putra Resi Wisanggeni dari Padepokan Jatisarana. Sejak kecil
Sumantri bertekad akan mengabdi kepada Prabu Harjuna Sasrabahu di Maespati. Sumantri
berhasil mengalahkan Prabu Dharmawisesa dan adiknya serta memboyong Dewi Citrawati putri
Manggada dan dipersembahkan kepada Prabu Harjuna Sasrabahu. Kesaktian Sumantri terbukti
mampu memindahkan taman Sriwedari atas permintaan Dewi Citrawati, dengan bantuan adiknya
Sukasrana yang memiliki ajian Candabirawa. Bambang Sumantri yang kemudian bergelar Patih
Suwanda di negeri Maespati yang masyhur keberaniannya dan mampu menyelesaikan tugas
berat dengan penuh tanggung jawab. Patih Suwanda gugur ketika menghadapi Prabu Dasamuka
raja raksasa dari kerajaan Alengka. Tiga tauladan watak dan pribadian Patih Suwanda adalah:
Guna : pinter, wasis, mumpuni, kawruh ‘kepandaian’, Kaya: sugih, kecukupan ‘kekayaan’, dan
Purun : wani, kendel, saguh, gelem ‘keberanian’.

2. Kumbakarna
Kumbakarna adalah seorang raksasa dari alengka, adik dari rahwana atau dasamuka. Walaupun
berwujud raksasa akan tetapi kumbakarna memiliki kepribadian yang mulia dan berwatak
kesatria tanpa pamrih, tidak untuk kepentingan derajat, pangkat, jabatan, dan kedudukannya.
Beliau menentang kakak kandungnya yang menculik sinta, istri dari rama wijaya, akan tetapi
bersedia bertempur di medan perang karena menganggap rama wijaya sudah menginjak
kedaulatan alengka, beliau gugur di medan tempur dipanah rama wijaya menggunakan anak
panah guwa wijaya dan meninggal karena membela negara.
3. Adipati Karna
Adipati Karna Basusena putra Dewi Kunthi dengan Dewa Surya sangat cakap berolah senjata. Ia
diangkat sebagai saudara oleh Duryudana dan dinobatkan sebagai senapati ‘panglima perang’
Hastinapura. Ia merasa telah diberi kemuliaan, kekayaan, dan kehormatan. Maka, kewajiban
prajurit sejati adalah bertempur di medan laga walau Ia menyadari tidak akan menang berperang
melawan saudaranya, Arjuna. Walaupun demikian tekadnya betul-betul telah bulat menjalankan
darma dan karmanya.

Mangkunagara IV menyadari bahwa ketiga tokoh tersebut memiliki kelemahan masing-masing


yang menurut pandangan umum masyarakat Jawa harus dihindari. Bambang Sumantri yang
berani menantang/melawan rajanya ketika hendak mempersembahkan putri boyongan.
Kumbakarna yang berwujud raksasa yang tentunya wataknya diwarnai oleh sifat-sifat amarah,
aluamah, dan supiah yang merupakan sifat kurang baik bagi seseorang. Adipati Karna Basusena
yang berani menentang ibunya dan sampai hati menghadapi adiknya di medan peperangan
adalah satu sikap angkuh dan sombong di hadapan masyarakat Jawa. Namun seperti diketahui,
bahwa sifat baik dan buruk itu merupakan sesuatu yang melekat pada diri setiap orang yang tidak
dapat dipisahkan dari eksistensi manusia dalam kehidupannya. Apalagi kelemahan-kelemahan
ketiga tokoh tadi telah ditebus dengan darma baktinya, yaitu nuhoni trah utama pada diri
Bambang Sumantri, nuhoni kesatriyane hing tekad labuh negari pada Kumbakarna, dan ciptanira
harsa males sih pada Adipati Karna Basusena, sehingga ketiganya pantas dijadikan sebagai
teladan suatu sikap keprajuritan.

Anda mungkin juga menyukai