Anda di halaman 1dari 4

NAMA: MENALDI ERLANGGA

NIM: A1011221162
MATKUL: HUKUM PIDANA KELAS D REG PAGI
DOSEN PENGAMPU: Hj. Herlina, SH. MH.

TUGAS RESUME POGING PEMBAHASAN KUHP WVS DAN NASIONAL

KUHPidana WVS adalah kependekan dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang
berlaku di wilayah hukum Indonesia bagian barat (Westerschelde) atau yang dikenal dengan
KUHP WVS. KUHP WVS merupakan KUHP yang berlaku di wilayah Indonesia yang dulu
merupakan wilayah jajahan Belanda, termasuk wilayah Indonesia bagian barat seperti Aceh,
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bangka Belitung, Lampung, Banten, DKI
Jakarta, Jawa Barat, dan Kalimantan Barat. KUHP WVS sendiri pertama kali diberlakukan di
Indonesia pada tahun 1918 dan mengalami beberapa perubahan dan penyesuaian sejak saat
itu.

KUHP WVS tidak berbeda secara substansial dengan KUHP yang berlaku secara nasional di
Indonesia. Keduanya memiliki dasar hukum yang sama dan hampir seluruh ketentuannya
mengatur tentang tindak pidana yang sama. Namun, ada beberapa perbedaan dalam hal
penjelasan atau interpretasi dari beberapa pasal KUHP antara KUHP WVS dan KUHP yang
berlaku secara nasional. Perbedaan ini terutama disebabkan oleh faktor sejarah dan
kebudayaan, serta interpretasi hukum yang berbeda dari masing-masing wilayah.

Meskipun demikian, meskipun ada beberapa perbedaan dalam interpretasi pasal KUHP,
keputusan pengadilan di wilayah yang berlaku KUHP WVS tetap mengacu pada KUHP yang
berlaku secara nasional di Indonesia. Oleh karena itu, KUHP WVS tidak menghasilkan
konsekuensi hukum yang berbeda secara signifikan dibandingkan dengan KUHP yang
berlaku secara nasional.

Beberapa perbedaan antara KUHP WVS dan KUHP yang berlaku secara nasional adalah
misalnya dalam hal pengaturan hukum tentang kejahatan terhadap kesusilaan, seperti dalam
Pasal 284 KUHP tentang perzinahan. KUHP WVS memiliki pasal serupa yang mengatur
tentang perzinahan, tetapi dengan penjelasan dan persyaratan yang sedikit berbeda. Selain itu,
KUHP WVS juga memiliki beberapa pasal tambahan yang tidak ditemukan dalam KUHP
yang berlaku secara nasional, seperti Pasal 187a tentang penistaan agama.

Namun demikian, penting untuk dicatat bahwa meskipun ada beberapa perbedaan dalam
interpretasi pasal KUHP antara KUHP WVS dan KUHP yang berlaku secara nasional, prinsip
hukum yang mendasar dan tujuan utama KUHP tetap sama dalam kedua wilayah tersebut.
Tujuannya adalah untuk melindungi masyarakat dari tindakan kejahatan dan untuk menjaga
ketertiban dan keamanan negara secara umum.
KUHP atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana adalah undang-undang yang mengatur
tentang tindak pidana dan sanksi pidana yang diberikan kepada pelaku kejahatan di
Indonesia. KUHP merupakan salah satu undang-undang penting dalam sistem hukum
Indonesia.

KUHP nasional terdiri dari beberapa pasal yang mengatur tentang berbagai jenis tindak
pidana, mulai dari tindak pidana ringan hingga tindak pidana berat seperti pembunuhan,
pencurian, perampokan, pemerkosaan, narkotika, terorisme, dan korupsi. Selain itu, KUHP
juga mengatur tentang sanksi pidana yang diberikan kepada pelaku kejahatan, termasuk
hukuman penjara, denda, hukuman mati, atau kombinasi dari beberapa hukuman tersebut.

Selain itu, KUHP nasional juga mengatur tentang berbagai aspek lain yang terkait dengan
tindak pidana, seperti pengadilan, proses peradilan, bukti-bukti yang diperbolehkan dalam
persidangan, pembebasan bersyarat, dan lain sebagainya.

KUHP nasional merupakan undang-undang yang berlaku di seluruh wilayah Indonesia dan
digunakan sebagai acuan dalam menangani kasus-kasus pidana di seluruh wilayah Indonesia.
Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk memahami KUHP nasional dan mematuhi
hukum yang berlaku agar terhindar dari tindakan kejahatan dan konsekuensi hukum yang
berat.
Pada tahun 2017, KUHP nasional mengalami perubahan besar-besaran melalui RUU KUHP
yang diajukan oleh pemerintah. Perubahan tersebut mencakup beberapa hal seperti
penambahan tindak pidana yang baru, penghapusan beberapa tindak pidana yang dianggap
tidak relevan lagi, dan penyesuaian sanksi pidana.

Berikut adalah beberapa perbedaan detail antara KUHP WVS dan KUHP yang berlaku secara
nasional di Indonesia:

1. Tindak Pidana Korupsi


Pada awalnya, KUHP WVS tidak memiliki pasal yang secara khusus mengatur tindak
pidana korupsi. Namun, pada tahun 1999, diadopsi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang kemudian menambahkan Pasal 376
KUHP WVS yang mengatur tentang suap. Meskipun demikian, hukuman pidana dalam Pasal
376 KUHP WVS relatif lebih rendah dibandingkan dengan hukuman pidana yang diatur
dalam Pasal 12 B dan Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
2. Perzinahan
Pasal 284 KUHP mengatur tentang tindak pidana perzinahan, yaitu hubungan seksual
yang dilakukan oleh seorang yang telah menikah dengan orang lain yang bukan pasangannya.
KUHP WVS juga memiliki Pasal yang serupa, yaitu Pasal 327, tetapi dengan persyaratan dan
penjelasan yang sedikit berbeda. Misalnya, dalam KUHP WVS, perbuatan perzinahan harus
dilakukan di tempat umum atau di tempat yang dapat dilihat oleh orang banyak, sedangkan
dalam KUHP tidak harus dilakukan di tempat umum. Selain itu, dalam KUHP WVS, jika
perzinahan dilakukan di luar wilayah Indonesia bagian barat, maka tindakan tersebut tidak
dapat dikenakan pidana di wilayah Indonesia bagian barat.

3. Penodaan Agama
KUHP WVS memiliki pasal tambahan yang tidak ada dalam KUHP, yaitu Pasal 187a
tentang penodaan agama. Pasal ini mengatur tentang tindakan penodaan terhadap agama yang
dilakukan dengan cara menyebarkan ajaran yang menyimpang atau menyerang agama yang
diakui di Indonesia. Hukuman pidana yang diancamkan dalam Pasal 187a KUHP WVS
adalah pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 100 juta.
4. Pembunuhan
KUHP WVS memiliki penjelasan tambahan pada Pasal 351 tentang pembunuhan. Pasal
ini mengatur bahwa tindakan pembunuhan akan dikenakan pidana penjara seumur hidup atau
pidana mati, tergantung pada keadaan yang terjadi. Perbedaan dengan KUHP yang berlaku
secara nasional adalah bahwa di KUHP WVS, pidana mati harus dijatuhkan jika tindakan
pembunuhan dilakukan dengan sengaja, sedangkan dalam KUHP, pidana mati dapat
dijatuhkan jika pembunuhan dilakukan dengan sengaja atau dengan maksud terencana.

Meskipun ada beberapa perbedaan tersebut, dalam praktiknya, keputusan pengadilan di


wilayah yang berlaku KUHP WVS tetap mengacu pada KUHP yang berlaku secara nasional
di Indonesia. Oleh karena itu, KUHP WVS tidak menghasilkan konsekuensi hukum yang
signifikan yang berbeda dari KUHP yang berlaku secara nasional. Kedua undang-undang
tersebut memiliki tujuan dan prinsip yang sama, yaitu melindungi masyarakat dari tindakan
kejahatan dan menjaga ketertiban dan keamanan negara secara umum.

Selain itu, perlu diketahui bahwa KUHP WVS juga memiliki beberapa pasal tambahan yang
mengatur tentang tindakan kejahatan tertentu yang terkait dengan kebiasaan atau adat istiadat
di wilayah tersebut. Misalnya, Pasal 29 KUHP WVS mengatur tentang tindakan kejahatan
yang dilakukan dalam acara pernikahan, Pasal 264 KUHP WVS mengatur tentang
penganiayaan dalam pertengkaran antara kelompok masyarakat, dan Pasal 336 KUHP WVS
mengatur tentang tindakan kejahatan yang dilakukan dalam upacara adat.
Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa KUHP WVS hanya berlaku di wilayah Indonesia
bagian barat, yaitu di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Provinsi Sumatera Barat.
Oleh karena itu, ketika melakukan tindakan kejahatan di wilayah Indonesia yang lain, hukum
yang berlaku adalah KUHP yang berlaku secara nasional.

Dalam praktiknya, meskipun ada perbedaan antara KUHP WVS dan KUHP yang berlaku
secara nasional, keputusan pengadilan tetap didasarkan pada prinsip hukum yang sama dan
fakta-fakta yang terbukti. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk memahami
perbedaan-perbedaan tersebut agar dapat mematuhi hukum yang berlaku di wilayah mereka

JUDUL BUKU:
DASAR-DASAR HUKUM PIDANA
NAMA PENULIS:
Dr. Fitri Wahyuni, SH,.M.H
NAMA PENERBIT:
PT.NUSANTARA PERSADA UTAMA
JUMLAH HALAMAN:
222 Halaman

Anda mungkin juga menyukai