Anda di halaman 1dari 2

Nama : Rohman Latif

NIM : 23-002-2063

Judul resume : studi kritis terhadap aliran aliran tasawuf

Mk. : Abdillah shafriyanto M.Pd.I

Prinsip-Prinsip Dasar Ajaran Tasawuf yang Menyimpang dari Petunjuk Al-Qur’an Para
ahli tasawuf memiliki prinsip dasar dan metode khusus dalam memahami dan menjalankan
agama ini. Metode tasawuf yang dikenal masyarakat luas, yang banyak orang mengira bahwa
metode ini merupakan yang paling efektif untuk mencapai hidayah dan keselamatan. Mereka
membangun keyakinan sendiri dengan istilah dan simbol-simbol, dapat kita simpulkan
sebagai berikut :

1.Mereka membatasi ibadah hanya pada aspek mahabbah (kecintaan) saja dan
mengesampingkan aspek-aspek lainnya, seperti aspek khauf (rasatakut) dan raja’ (harapan).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,“kebanyakan orang yang menyimpang (dari jalan
Allah SWT.), orang-orang yang mengikuti ajaran bid’ah berupa sikap zuhud dan ibadah-
ibadah yang tidak dilandasi ilmu dan tidak sesuai dengan petunjuk dari al-Qur’an,terjerumus
dalam kesesatan, seperti yang terjadi pada orang-orang Nasrani yang mengaku-ngaku
mencintai Allah SWT, tetapi bersamaan dengan itu,mereka menyimpang dari syariat-Nya dan
enggan untuk ber-mujahaddah(bersungguh-sungguh) dalam menjalankan agama-Nya, dan
penyimpangan lainnya.

2.Umumnya dalam menjalankan agama dan melaksanakan ibadah tidak berpedoman pada al-
Qur’an, tetapi yang mereka jadikan pedoman adalah bisikan jiwa, perasaan, dan ajaran yang
digariskan oleh pimpinan mereka, berupa thariqat-thariqat bid’ah, berbagai macam zikir dan
wirid yang mereka ciptakan sendiri, dan tidak jarang mengambil pedoman dari cerita-cerita
(yang tidak jelas kebenarannya), mimpi-mimpi, bahkan hadis-hadis palsu untuk
membenarkan ajaran dan keyakinan mereka.
3.Termasuk doktrin ajaran tasawuf adalah keharusan berpegang teguh dan menetapi zikir dan
wirid yang ditentukan dan diciptakan oleh guru-guru thariqat mereka.
4.Adapun zikir yang tercantum dalam al-Qur’an mereka namakan dengan“zikirnya orang-
orang umum”, kalimat (La Ilaha Illallah), adapun “zikirnya orang-orang khusus” adalah kata
tunggal “Allah” dan “zikirnya orang-orang khusus yang lebih khusus adalah kata
“Huwa/Dia.”[1]

Kritik Terhadap Praktik Tasawuf Secara Umum Selain kritik mengenai sumbernya,
pengamalan keseharian penganut faham tasawuf juga tidak lepas dari kritikan, di antara yang
menjadi permasalahan adalah sebagai berikut:
1. Kasyf (pencerahan genostik) menggantikan pengetahuan. Di bawah tasawuf,dunia muslim
meninggalkan komitmennya untuk mencari pengetahuan ilmiah yang rasional, dengan upaya
mendapatkan visi pengalaman mistis, kaum muslim mengabaikan pertimbangan dan
pembuktian secara kritis dari berbagai alternatif terhadap pernyataan, amalan dan otoritarian
dari syekh (pemimpin) sufi.

2. Karamah (mukjizat kecil), yang diajarkan tasawuf hanya mungkin dalam keadaan
penyatuan atau komuni dengan Tuhan. Karamah ya dilimpahkan Tuhan kepada orang yang
sangat saleh, merusak perhatian muslim terhadap hubungan sebab-akibat alamiah dan
mengajarkannya untuk mencapai hasil melalui metode spiritualistik.

3. Taabbud, kerelaan untuk meninggalkan aktivitas sosial dan ekonomi untuk melakukan
ibadah spiritualistik sepenuhnya, dan komitmen untuk mencurahkan segenap energi untuk
berdzikir menjadi tujuan utama. Padahal, selain memerintakan pelaksanaan lima rukun Islam,
Islam juga memerintahkan pelaksanaan khilafah dan amanat Tuhan.

4. Tawakal, kepasrahan total pada faktor spiritual untuk menghasilkan hasil-hasil empiris,
menggantikan keyakinan muslim terhadap kemujaraban yang pasti dari hukum Tuhan dalam
alam dan dari keharusan mutlak campur tangan manusia kedalam rangkaian (nexus) sebab-
akibat alam, jika tujuan yang diproyeksikannya akan direalisasikan.

5. Taat, kepatuhan mutlak dan total kepada syekh dari salah satu tarekat sufi menggantikan
tauhid, pengakuan bahwa tak ada Tuhan, kecuali Allah. Pencapaian pengalaman mistis
meniadakan syariat atau pelaksanaan kewajiban sehari-hari dan kewajiban seumur hidup. Ini,
bersama metafisika panteistik tasawuf, mengaburkan semua gagasan etika Islam.Gejala-
gejala ini merusak kesehatan masyarakat muslim selama paruh masa seribu tahun, sejak
jatuhnya Baghdad ke tangan kaum Tartar pada 655 H/1257 M, sampai munculnya
Wahhabiyah, gerakan pembaharuan antisufi pertama, pada 1159/1747. Di bawah pesona sufi,
orang Muslim menjadi apolitis, asocial, amiliter, anetika, dan tidak produktif. Mereka tidak
peduli umat (persaudaraan dunia di bawah hukum moral), menjadi individualis, dan menjadi
egois yang tujuan utamanya adalah keselamatan diri, terserap dalam keagungan Tuhan. Dia
tak bergeming dengan kesengsaraan, kemiskinan, dan keberatan masyarakat sendiri, serta
nasib umat dalam sejarah

Anda mungkin juga menyukai