Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PROSES MEMBUKA HATI


Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Sufi Frager
Dosen Pengampu : M. Yusuf Fadhil, M.Si dan Royanulloh, M.Psi.T

Disusun Oleh :

1. Prio Dwi Utomo : 2204046036


2. Muhammad Baha’udin : 2204046040
3. Ikhda Hidayatul Ummah : 2204046037
4. Ilham Arba’a Fachri : 2204046053
5. Devi Ayunda Lestari : 2204046060
6. Berlian Madi Syafi’I : 2204046114

FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA


TASAWUF DAN PSIKOTERAPI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami, sehingga berhasil menyelesaikan makalah ini ‘tepat pada waktunya
yang berjudul “Proses Membuka Hati” untuk memenuhi tugas mata kuliah sufi frager.
Makalah ini disusun agar penulis serta pembaca mengetahui bagaimana konsep diri yang
dimaksud . Materi yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagi sumber informasi
dan referensi. Maka dari itu, kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan makalah ini.
Kami sadar dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang positif dan bersifat membangun dari para
pembaca.

Semarang, 10 Maret 2024

Kelompok 1

1
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR......................................................................................................1
DAFTAR ISI.................................................................................................................... 2
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................................3
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan…………………………………………………………………3
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................4
A. Hati Sebagai Pusat Spiritual..................................................................................4
B. Antara Hati Batiniah dan Jasmaniah......................................................................4
C. Membuka Hati........................................................................................................5
D. Empat Stasiun Hati................................................................................................6
a. Dada (Shadr).............................................................................................................. 6
b. Hati (Qalb)..................................................................................................................7
c. Hati-Nurani (Fua’ad)..................................................................................................9
d. Lubuk-Hati (Lubb)......................................................................................................9
E. Cahaya Hati......................................................................................................................10

BAB III PENUTUP........................................................................................................13


A. Kesimpulan........................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................14

2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Wahai teman, hatimu adalah cermin yang mengkilap. Kau harus membersihkan debu
yang menutupinya, karena hati ditakdirkan untuk memantulkan cahaya rahasia-rahasia Ilahi. -Al-
Ghazali.
Seorang syekh baru saja sembuh dari sakitnya. Saat itu mu- sim dingin, sehingga
darwisnya selalu bangun lebih dahulu untuk menghangatkan air wudu sang syekh sebelum subuh
tiba. Suatu pagi, sang darwis bangun dan melihat gurunya telah bangun. Sang darwis melompat
dari tempat tidurnya, mengambil seceret air dan mendekapnya erat-erat kedadanya. Ketika ia
mulai menuangkan air, air tersebut melukai tangan sang syekh. Terkejut akan peristiwa itu, sang
syekh bertanya kepada muridnya yang tercinta, "Di mana kau didihkan air ini?" Sang darwis
menjawab, "Di atas api hatiku."
1.2 Rumusan Masalah
1. Konsep dasar proses membuka hati
2. dinamika psikologis dalam proses membuka hati
3. proses latihan membuka hati
1.3 Tujuan Penulisan
1. Memahami mengenai konsep dasar proses membuka hati
2. Memahami dinamika psikologis dalam proses membuka hati
3. Mengetahui proses Latihan membuka hati

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hati Sebagai Pusat Spiritual
Pendidikan Barat cenderung terlalu menekankan akal dan meng abaikan hati. Pendidikan
dasar-membaca, menulis, dan aritmatika seluruhnya melibatkan kerja akal. Subjek-subjek yang
me nyuburkan hati, seperti musik, kesenian, dan keahlian-keahlian sosial, umumnya
dinomorduakan, dan diperlakukan sebagai pelengkap belaka. Kenyataan ini menjelaskan
stereotip para sarjana berpendidikan tinggi, yakni pintar tapi tidak terlalu cerdas. Bertolak
belakang dengan hal tersebut, psikologi sufi menekaner tebutuhan untuk menyuburkan hati.
Seseorang yang hatinya terbuka akan lebih bijaksana, penuh kasih sayang, dan lebih peng- ertian
daripada mereka yang hatinya tertutup.
Hati yang dimaksudkan adalah hakikat spiritual batiniah kita, bukan hati dalam arti fisik.
Hati kita adalah sumber cahaya batiniah, inspirasi, kreativitas, dan belas kasih. Seorang sufi
sejati hatinya hidup, terjaga, dan dilimpahi cahaya. Seorang guru sufi menuturkan, "Jika kata-
kata berasal dari hati, ia akan masuk ke dalam hati, jika ia keluar dari lisan, maka ia hanya
sekadar melewati pendengaran."
Cinta adalah inti tasawuf, dan wadah cinta adalah hati. Barangkali para penyair sufilah yang
paling jernih menggambarkan kekuatan cinta dan keutamaan hati yang hidup.
B. Antara Hati Batiniah dan Jasmaniah
Dalam bahasa Arab, hati disebut qalbu. Ada qalbu jasmani, ada qalbu ruhani. Qalbu
ruhani (hati) berfungsi hampir sama dengan qalbu jasmani (jantung). Qalbu jasmani terletak di
titik pusat batang tubuh; qalbu ruhani terletak di antara nafs (diri rendah/jiwa) dan ruh. Qalbu
jasmani mengatur fisik. Qalbu ruhani mengatur psikis. Qalbu jasmani memelihara tubuh dengan
me ngirimkan darah segar dan beroksigen kepada tiap sel dan organ di dalam tubuh. Ia juga
menerima darah kotor melalui pembu memelihara ruh memancarkan kearifan dan cahaya, dan ia
juga menyucikan ke premancarkan kear sifat buruk. Qalbu memiliki satu wajah yang menghadap
ke dunia spiritual, dan satu wajah lagi menghadap ke dunia diri rendah (nafs) dan sifat-sifat
buruk kita.
Jika qalbu jasmani (jantung) terluka, kita jatuh sakit. Jika ia mengalami kerusakan berat,
kita pun meninggal dunia. Jika qalbu ruhani kita terjangkiti sifat-sifat buruk dari nafs (diri
rendah) maka kita akan sakit secara spiritual. Jika qalbu ruhani (hati) tersebut sepenuhnya
didominasi nafs, maka kehidupan spiritual kita pun akan mati. Hati janganlah disalah artikan
sebagai emosi. Emosi, seperti amarah, rasa takut, dan keserakahan, barasal dari nafs. Ketika
manusia berbicara mengenai 'hasrat hati, mereka biasanya merujuk pada hasrat nafs. Nafs tertarik
pada kenikmatan duniawi dan tidak peduli akan Tuhan; sedangkan hati tertarik kepada Tuhan
dan hanya mencari kenikmatan di dalam Tuhan.

4
Hati secara langsung bereaksi atas setiap pikiran dan tindakan. Syekh saya kerap berkata
bahwa setiap kata dan tindakan yang baik memperlembut hati, dan setiap kata dan tindakan yang
buruk akan memperkeras hati. Nabi Muhammad menyebutkan keutamaan hati saat berkata,
"Sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging. Jika ia sehat, maka seluruh
tubuh pun sehat, jika ia sakit, maka seluruh tubuh pun akan sakit. Itulah qalbu.” Penyair Rumi
berujar:
Jadilah hamba hati
atau setidaknya yang tunduk kepadanya
Sebab jika tidak, kau akan kehilangan daya
bagaikan seekor keledai yang terjebak di dalam Lumpur
Jika seseorang tak memiliki hati,
seseorang tak akan memperoleh keberuntungan;
Dalam kemalangan,
seseorang akan menjadi terkenal di dunia.
C. Membuka Hati
Hati adalah sebuah kuil yang ditempatkan Tuhan di dalam diri setiap manusia sebuah
rumah suci untuk menampung percikan ilahi di dalam diri kita. Dalam sebuah hadis terkenal,
Tuhan berkata, "Aku, yang tak cukup ditampung oleh langit dan bumi, melainkan tertampung di
dalam hati seorang beriman yang tulus." Kuil di dalam diri kita ini lebih berharga daripada kuil
tersuci sekalipun di muka bumi ini. Maka, jika kita melukai hati manusia lainnya dosanya lebih
besar daripada merusak sebuah tempat suci di dunia ini.
Menjadi seorang darwis berarti menyadari bahwa hati setiap orang yang kita temui adalah
kuil Tuhan. Banyak hati yang telah terlukai. Kita dapat melayani ciptaan Tuhan dengan berusa
ha menyembuhkan hati-hati yang terluka itu. Pelayanan ini juga menyembuhkan dan membuka
hati kita. Sebagaimana dituturkan seorang guru sufi Anshari, "Semakin kita mencinta semakin
kita membuka hati kita. Tindakan tanpa disertai cinta dan niat hati yang tulus tidak begitu
bermakna, atau bahkan sama sekali tak bermakna."
Istilah Arab hati, yakni qalb, berasal dari akar kata "berbolak-balik" atau "berputar
kembali." Dalam artian, hati yang sehat adalah seperti radar, yang terus-menerus berputar dan
mengamati secara sepintas, tidak pernah terikat pada sesuatu pun di dunia, ia selalu mencari yang
suci. Dengan melantunkan lå ilaha illâ Allâh, hati memberitahu kita bahwa tiada sesuatu pun di
dunia ini yang berharga untuk kita sembah, namun Tuhan meliputi segala sesuatu.

5
D. Empat Stasiun Hati
Menurut al- Tirmidzi, hati memiliki empat stasiun: dada, hati, hari-nurani, dan lubuk hati.
Dada adalah lingkaran terluarnya, hati dan hati-nurani berada di kedua lingkaran tengah,
sedangkan lubuk hati terletak di pusat lingkaran. Tiap-tiap stasiun mewadahi cahaya sendiri,
dada mewadahi cahaya amaliah dari bentuk praktik setiap agama, hati mewadahi cahaya iman.
Hati-nurani mewadahi cahaya makrifat, atau pengetahuan akan kebenaran spiritual, lubuk-hati
mewadahi dua cahaya, cahaya kesatuan dan cahaya keunikan yang merupakan dua wajah ilahi.
Keempat stasiun tersebut bagaikan area yang berbeda dari sebuah rumah. Dada adalah
area terluar, bagaikan pinggiran dari sebuah rumah yang berbatasan dengan dunia luar, tempat
binatang-binatang buas dan orang-orang asing berkeliaran. Ia adalah perbatasan antara hati dan
dunia. Hati dapat disamakan dengan rumah itu sendiri. la dilingkari oleh tembok-tembok dan
diamankan dengan gerbang atau pintu yang terkunci. Hanya anggota keluarga serta tamu yang
diundanglah yang boleh memasukinya. Hati-nurani adalah kamar terkunci yang menyimpan
benda-benda pusaka berharga milik keluarga tersebut. Hanya segelintir yang memiliki kuncinya.
a. Dada (Shadr)
Dada, dalam bahasa Arab adalah shadr, yang juga berarti "hati dan akal." Sebagai
kata kerja, sh-d-r berarti pergi, memimpin, dan juga melawan atau menentang, karena
terletak di antara hati dan diri rendah (hawa nafsu), shadr dapat juga mengistilahkan hati
terluar. la tempat bertemunya hati dan diri rendah, serta mencegah agar satu pihak tidak
melanggar pihak lainnya, dada memimpin interaksi kita dengan dunia. Di dalamnya kita
menentang dorongan-dorongan negatif diri rendah. Dada adalah wilayah pertempuran
utama antara kekuatan positif dan negatif di dalam diri kita tempat kita diuji dengan
kecenderungan-kecenderungan negatif kita. Jika kekuatan positif kita kuat, maka dada
dipenuhi oleh cahaya dan berada di bawah pengaruh ruh ilahiah yang
terletak di lubuk hati.
Dengan perilaku yang positif, dada menjadi berkembang dan cahaya amaliah
menjadi tumbuh. Inilah mengapa pelayanan merupakan aspek sangat penting jalan sufi.
Di satu sisi, jalan tersebut adalah mudah. Yang mesti kita lakukan hanyalah menghindar
dari melukai ataupun mengambil keuntungan dari orang lain, serta membaktikan diri kita
untuk melayani dan membantu. Maka, hati kita sedikit demi sedikit akan terbuka,
sehingga kita bergerak secara perlahan dan pasti di sepanjang jalan spiritual. Ketulusan
usaha kita juga merupakan hal penting. Sebagai contoh, kita menolong orang lain demi
kebaikan diri mereka, bukan demi penghargaan maupun keuntungan pribadi.
Sebagaimana akan kita lihat nanti di bab ini, ketulusan bersumber dari stasiun hati-
terdalam.
Tasawuf mencakup pembersihan dada dan pembukaan hati. Salah satu obat untuk
hati yang mengeras adalah dengan meng ingat Tuhan. Dua bentuk utama mengingat

6
Tuhan adalah dengan shalat dan pengulangan nama atau sifat Tuhan. Tujuan tasawuf
adalah menumbuhkan hati yang dapat shalat. Dada dapat bersih dan berkembang melalui
ketulusan, kesabaran, wirid, serta amalan-amalan spiritual lainnya. Seiring dengan
diabaikannya kecenderungan negatif yang kita miliki melalui amalan ini, maka cahaya
hati menjadi semakin benderang dan melanjutkan proses pembersihan. Penyucian hati
sepenuhnya dicapai hanya melalui bantuan Tuhan. Al-Qur'an menegaskan, "Tuhan
hendak menguji apa yang ada di dalam dadamu dan menyucikan apa yang ada
di dalam hatimu."
Nafs adalah komponen penting dari seluruh tindakan kita, karena kapasitas
tindakan kita terletak pada nafs. Artinya, hatilah yang merasakan, namun nafslah yang
bertindak. Kita dapat mengatakan bahwa praktik agama adalah menggunakan nafs sesuai
kehendak Tuhan. Ia adalah menundukkan kehendak pribadi kita kepada kehendak Tuhan,
mengabdi kepada Tuhan, serta menempuh jalan yang mendekatkan diri kita kepada-Nya.
Nafs masuk ke dada untuk menguji kita. Agar berhasil, kita harus berpegang teguh
kepada praktik keagamaan dan spiritual kita, terus-menerus berperilaku tulus dan penuh
kasih sayang. Tindakan-tindakan ini menghilangkan kecenderungan. kecenderungan
negatif yang kita miliki. Sehingga, cahaya-iman hati menerangi dada kita dan mencegah
nafs agar tidak mendominasi dada kita. Walaupun begitu, kita harus terus-menerus
berjuang melawan kecenderungan-kecenderungannegatuf tersebut, yakni sifat-
sifat yang buruk.
Seperti disebutkan sebelumnya, dada dalam bahasa Arab juga seakar kata dengan
akal, yakni tempat seluruh pengetahuan yang dapat dipelajari dengan dikaji, dihafal kan,
dan usaha individual, serta dapat didiskusikan, ditulis, atau diajarkan kepada orang lain.
Pengetahuan yang tersimpan di dalam hati disebut pengetahuan luar, atau pengetahuan
duniawi, karena ia berguna untuk mencari penghidupan dan efektif dalam menangani
urusan-urusan duniawi. Namun, pengetahuan macam ini juga cenderung menaikkan rasa
bangga dan keangkuhan kita. Kita mulai berpikir, "Aku tahu", "Aku pandai," juga, "Aku
lebih tahu dan lebih pandai dari orang lain." Pengetahuan yang masuk ke dalam dada,
yang berasal dari luar, menjadi lebih mapan hanya melalui perjuangan, pengulangan,
serta pemusatan pikiran.
b. Hati (Qalb)
Ketika dada kita telah dibersihkan dan hati kita telah terbuka, kita mulai mampu
melampaui permukaan luar dan merasakan apa yang tersebunyi di dalam. Seperti
disebutkan sebelumnya, perilaku yang melukai orang lain atau melanggar prinsip-prinsip
spiritual umum (seperti kejujuran, ketulusan, dan belas kasih) cenderung akan menutup
dan mengeraskan hati. Menjadi seorang darwis adalah memiliki hati yang lembut, peka,
dan penuh pemahaman. Elemen penting didalam pengetahuan hati adalah mengalami apa
yang telah kita ketahui. Pengetahuan hati diperdalam oleh pengalaman.

7
Hati berisikan prinsip-prinsip pengetahuan yang mendasar. Ia bagaikan mata air
yang mengisi kolam pengetahuan di dalam dada. Hati adalah akar dan dada adalah
cabang yang diberi makan oleh hati. Pengetahuan batiniah dari hati maupun pengetahuan
luar dari akal (atau dada) sama-sama penting. Pengetahuan luar mencakup informasi yang
kita butuhkan untuk bertahan, termasuk keahlian profesional kita, maupun kecerdasan
yang dibutuhkan untuk membentuk sebuah keluarga. Ia juga diperlukan dalam upaya
menjalani kehidupan yang bermoral dan etis, yang mampu membedakan yang benar
dari yang salah.
Pengetahuan batiniah adalah pemahaman terhadap realitas yang harus menyertai
tindakan luar agar mampu memberinya makna dan kehidupan. Pengetahuan batiniah
membutuhkan tindakan luar untuk mendukung dan memeliharanya, serta
memperdalamnya melalui pengalaman. Nilai setiap tindakan diberi makna dan dinilai
hanya berdasarkan niat hati yang tulus Hati mewadahi cahaya iman, juga sifat cinta, belas
kasih, ke tenangan, takut akan dosa, kerendahan hati, kelembutan, ketundukan,
kesabaran, kehalusan budi bahasa, dan kesucian. Tuhan mengasihi kita dengan
menempatkan hati melampaui kekuasaan nafs. Dada adalah batasan terjauh dari pengaruh
nafs dan kecen- derungan negatif kita.
Ketika dada dapat mengembang atau menyusut bergantung pada perilaku kita,
maka cahaya hati kita bagaikan cahaya matahari, tetap utuh dan tidak berubah. Bagi
sebagian orang yang telah menyentuh kedalaman hati, Tuhan menampakkan pengetahuan
batin tentang kebajikan- kebajikan spiritual, seperti sifat mulia, murah hati, sabar, dan
kegigihan melawan kecenderungan-kecenderungan negatif. Sebagian lainnya diberi
kemampuan untuk berbicara secara fasih mengenai Tuhan, dan sifat-sifat-Nya yang Maha
Pengasih, Maha Indah, Maha Besar, dan Maha Pemaaf. Sebagian lainnya lagi
dianugerahi kemampuan untuk menulis puisi-puisi yang menyentuh, tulisan-tulisan
mengenai Tuhan dan jalan spiritual. Sebagian lainnya juga melakukan perenungan yang
sangat mendalam mengenai keunikan dan keesaan Tuhan, sehingga mereka tidak melihat
sesuatu selain Tuhan di dalam diri mereka. Arif sejati bagaikan pencari mutiara. la terus
menerus mencari dengan menyelam jauh ke dalam.
Hati adalah rumah takwa, yang kerap diartikan dengan "takut kepada Tuhan."
Pada tingkat terendah, takwa bermakna rasa takut terhadap hukuman Tuhan. Bagi kaum
sufi, takwa bermakna rasa takut akan kehilangan rasa cinta terhadap Tuhan, rasa
kedekatan dengan Tuhan, dan cinta Tuhan. Mereka yang takut kepada Tuhan dalam
makna ini menaati perintah Tuhan dengan senang hati, bukan karena rasa takut akan
hukuman-Nya. Mungkin terjemahan yang lebih tepat adalah "Menyadari kehadiran
Tuhan." Mereka mengatakan bahwa rasa takut kepada Tuhan membimbing kita melawan
keraguan, penyembahan terhadap tuhan-tuhan palsu, ketidaksetiaan, ketidaktulusan,
dan kemunafikan.

8
Terjemahan lain kata taqwa adalah “kepekaan akan Tuhan.” Kesadaran yang terus
menerus ini membuat kita berpikir dan bertindak secara lebih hati-hati dan lebih peka.
Jika kita selalu mengingat bahwa setiap kata-kata dan tindakan dapat mendekatkan atau
menjauhkan kita dari Tuhan, maka kita telah memasuki pintu takwa. Kita akan menjadi
jauh lebih sadar dan lebih berhati-hati dalam seluruh tindakan kita.
c. Hati-Nurani (Fu’ad)
Hati-nurani adalah tempat penglihatan batin dan inti cahaya makrifat. Makrifat
berarti "kearifan batiniah" atau "pengetahuan hakikat spiritual." Hati dan hati-nurani
sangatlah berkaitan erat dan, pada waktu tertentu, hampir tidak dapat dibedakan. Hati
mengetahui, sedangkan hati-nurani melihat. Mereka saling melengkapi, seperti halnya
pengetahuan dan penglihatan. Jika pengetahuan dan penglihatan dipadukan maka yang
gaib menjadi nyata, dan keyakinan kita akan menguat.
Orang-orang beriman melihat Tuhan mereka dengan mata hatinya. Atau, mereka
meyakini di dalam hati bahwa Tuhan melihat mereka. Jika kita mengetahui bahwa kita
selalu bera- da di bawah pengawasan Tuhan, jika kita benar-benar merasakan kehadiran-
Nya, maka tidakkah kehidupan kita akan menjadi berbeda?. Penglihatan hati-nurani
adalah penglihatan yang sejati. "Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya.”
Kearifan sejati datang dari pengetahuan batiniah yang dipadukan dengan
penglihatan batiniah
d. Lubuk-Hati (Lubb)
Dalam bahasa Arab, lubb, istilah untuk lubuk-hati, bermakna "inti" dan
"pemahaman batiniah", yang merupakan dasar hakiki agama. Seluruh cahaya hati lainnya
didasari oleh cahaya kesatuan dan cahaya keunikan dari lubuk-hati. Lubuk-hati dialiri air
kemurahan Tuhan. Akarnya dipadati oleh cahaya-cahaya kepastian. Tuhan memupuk
lubuk hati secara langsung, tanpa perantara. Nafs dengan hasrat dan kelalaiannya, bahkan
tidak dapat mendekatinya, dan pohon-pohonnya telah memancarkan cahaya iman. "...
tetapi Allah menjadikan kamu cinta pada keimanan dan menjadikan iman itu
indah dalam hatimu.
Mereka yang telah berpaling dari sifat-sifat buruk mereka, dan telah membuka
jalan masuk ke lubuk-hati mereka, akan memperoleh pemahaman batiniah. "Allah
menganugerahkan kearifan kepada siapa yang la kehendaki. Dan barangsiapa dia-
nugerahi kearifan itu, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya
orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran." Kebenaran hakiki
hanyalah dapat dipahami melalui lubuk-hati. Pemahaman batiniah kerap dibayangkan
sebagai hal yang serupa dengan kecerdasan atau akal. Padahal, yang pertama bagaikan
cahaya matahari dan yang kedua bagaikan cahaya lampu. Keduanya adalah cahaya,
namun cahaya dari lubuk hati bersifat konstan dan datang secara langsung dari Allah.

9
Akal seseorang dengan lainnya bersifat beragam. la berubah seiring dengan berjalannya
waktu, baik melalui pengalaman maupun pengkajian. Akal seorang arif yang matang
adalah sekutu pemahaman batiniah yang mendalam dari hatinya hati.
Tingkatan akal pertama adalah akal bawaan. Ia berkembang ketika kita masih
kanak-kanak, seiring dengan berkembangnya kemampuan kita dalam berbahasa. Pada
tingkat ini, kita dapat memahami perintah dan larangan yang diberikan oleh orang lain,
serta dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk, saudara dan orang asing.
Tingkat kedua adalah akal yang didasari oleh kenyataan, yang berkembang semasa
pubertas. Pada tingkat ini, cahaya akal menjadi lebih kuat. Para remaja diharapkan
bertanggung jawab, berpikir logis, dan memiliki kemampuan untuk mengikuti ajaran
moral dan agama. Bersamaan dengan kapasitas akal yang semakin besar ini, muncul pula
tanggung jawab yang lebih besar untuk berperilaku secara benar. Tingkat ketiga adalah
akal yang didasari oleh pengalaman. Orang bijak mendapatkan pengetahuan tentang apa
yang tidak diketahui dengan cara apa yang diketahui. Inilah yang paling berguna dan
tingkat tertinggi dari ketiga tingkatan akal. Pertama, pemahaman diketahui melalui bukti
nyata. Ini adalah pengetahuan yang tidak langsung, yang didasari oleh pengalaman pihak
lain. Ia bagaikan mempelajari mengenai Amerika dari orang lain, dan tidak pernah
mengunjunginya. Sebagian cerita yang disampaikan mungkin saja berlebihan, atau tidak
benar, namun sulit untuk dinilai tanpa adanya pengalaman pihak pertama.
Mereka yang mengenal Tuhan telah mengembangkan akal nya. Namun, akal dan
pengetahuan saja tidaklah cukup. Banyak orang yang kaya ilmu pengetahuan, namun
kecerdasan mereka hanya digunakan untuk melayani ego mereka. Kearifan sejati dan
pemahaman spiritual adalah secercah cahaya yang Tuhan pancarkan di lubuk hati. Ia
memancar bagaikan lampu yang membuat kita mampu melihat dengan jelas. Bagi mereka
yang tidak ber- iman, cahaya ini tertabiri. Di antara kaum beriman terdapat perbedaan
tingkat pemahaman. Mereka yang hanya memiliki pengetahuan luar, hanya akan
memahami bentuk luar agama. Sebagai contoh, kita bisa saja mengetahui makna literal
kitab Injil, dan menjadikan makna dalam tingkatan ini sebagai hukum. Mereka yang
memiliki pengetahuan batiniah, mamahaminya dengan hati. Dengan demikian, mereka
memahami makna simbolik yang berada di balik bentuk luar praktik keagamaan, serta
makna simbolik yang lebih dalam dari ayat-ayat kitab tersebut.
Seperti dijelaskan sebelumnya, dada adalah wadah pengetahuan lahiriah.
Cahayanya menjadi lebih terang seiring dengan pengkajian dan penggunaannya.
Pengetahuan batiniah adalah pemahaman dari tahapan yang lebih dalam dari hati. la
memengaruhi keseluruhan hidup orang tersebut. Para sarjana yang hanya terus
menambah ilmunya, tanpa mengamalkan apa yang telah dipelajarinya, bagaikan keledai
yang mengangkut buku-buku. Sebagaimana ilmu di dalam pikiran para sarjana tersebut
tidak memiliki pengaruh yang berarti bagi diri dan hati mereka, maka buku-buku itu pun
tidak memiliki pengaruh pada sang keledai.

10
E. Cahaya Hati
Pemahaman spiritual adalah cahaya yang dipancarkan Tuhan ke dalam hati. Ia laksana
lampu yang membantu kita untuk dapat melihat. Tiap-tiap cahaya yang telah digambarkan
sebelumnya, cahaya amaliah, cahaya iman, cahaya makrifat, cahaya kesatuan, dan cahaya
keunikan, adalah serupa satu sama lain. Mereka berasal dari sumber ilahiah yang sama. Tiap-tiap
cahaya hati tersebut bagaikan sebuah gunung. Cahaya amaliah di dalam dada sangatlah kuat dan
mantap, sehingga tidak satu pun di dunia ini yang dapat menghancurkannya selama Tuhan
memeliharanya. Puncak gunung ini adalah berjuang melawan sifat-sifat buruk dan melakukan
perbuatan baik. Di atasnya bertengger seekor burung, yakni nafs tirani, nafs yang berada pada
tingkat terendah. Burung tersebut terbang di lembah penyembahan terhadap tuhan-tuhan palsu,
kekufuran, keraguan, kemunafikan, dan sejenisnya. Nabi Muhammad berkata, "Di dalam hati
manusia terdapat banyak lembah dan jurang, dan di dalam masing-masingnya terdapat
tebing yang curam." Kita tidak boleh membiarkan diri kita jatuh ke jurang keraguan dan
kemunafikan.
Gunung cahaya iman terletak di dalam hati, dan di atasnya terdapat burung nafs yang
terilhami, ia terbang di dalam lembah kelemahan dan kejahatan. Gunung ini lebih tinggi dan
lebih kokoh dari gunung cahaya amaliah. Walaupun nafs adalah bagian integral dari keseluruhan
tindakan kita, termasuk doa kita, dan praktik keagamaan lainnya, ia tidak memiliki peran di
dalam pengetahuan batiniah kita. Puncak gunung ini adalah keyakinan terhadap Tuhan, serta
penglihatan, pemerolehan melalui cahaya iman yang tidak terlihat oleh mata.
Di atas gunung cahaya makrifat dalam hati-nurani terdapat burung nafs penyesalan. la
kadang terbang di lembah-lembah kegembiraan, kebanggaan, dan kenikmatan di dalam rahmat
Tuhan. Pada saat yang lain, ia terbang di lembah-lembah kebutuhan, kerendahan, mencemooh
diri sendiri, kerendahan hati, kepapaan, dan kemiskinan. Ia mencakup sikap menyalahkan diri
sendiri, dan penyesalan terhadap kesalahan-kesalahan. Gunung cahaya makrifat lebih besar dan
lebih indah daripada dua gunung pertama, karena ia merupakan sumber penglihatan, dan
penglihatan lebih akurat daripada pengetahuan. Dengan cahaya ini, kita merasakan apa yang
hilang dan binasa, dan kita juga mengenal Tuhan Mahaabadi.
Gunung cahaya kesatuan dan keunikan yang berada di lubuk-hati, ukuran dan
kemegahannya tak terbatas. Di atasnya bertengger burung jiwa yang tenteram. la terbang di
lembah-lembah ketenteraman, kepuasan hati, kebersahajaan, ketangguhan dalam penyatuan, dan
kenikmatan mengingat Tuhan. Penggambaran ini sangat mengagumkan. Cahaya-cahaya positif
amaliah, keimanan, makrifat, dan kesatuan adalah bagaikan pegunungan cahaya di dalam hati
kita, sementara kecenderungan negatif kita sangatlah kecil dan lemah, bagaikan seekor burung
yang bertengger di puncak pengunungan yang dahsyat ini. Jika kita berpihak kepada burung
kecil ini, maka ia akan mengantarkan kita ke dalam lembah kegelapan.
Kita akan menjadi lebih arif sekiranya kita berpihak kepada cahaya dan kebenaran yang
jauh lebih hebat yang berada didalam diri kita mengikuti petunjuknya, dan

11
mengaktualisasikannya didalam keseharian hidup kita. Salah satu prestasi gemilang psikologi
sufi adalah menggambarkan puncak pengalaman manusia, yakni bersatu dengan Tuhan. Karena
tak ada jalan lain, setiap penggambaran keadaan ini pastilah melampaui logika dan melampaui
kategori penggambaran kita pada umumnya. Orang-orang beriman yang telah mencapai tingkat
penyatuan telah menyelam di dalam samudra Ilahi. Ia laksana matahari Ilahi, yang hingga
sekarang tertabiri, yang berada pada puncaknya tanpa awan yang menjadi penghalang antara
dirinya dan orang-orang beriman. Matahari membakar orang-orang dan mengubah mereka dari
dalam dan dari luar.
Mereka yang telah mencapai tahap penyatuan hanyalah merenungkan Tuhan. Mereka
bagaikan seseorang yang berhadapan dengan seeekor singa yang lapar, menyadari bahaya yang
mereka hadapi. Mereka sangat yakin bahwa tidak ada pertolongan selain dari Tuhan. Mereka
melampaui kebiasaan-kebiasaan, karena mereka tidak lagi peduli terhadap masalah-masalah
duniawi. Mereka takut akan dosa-dosa mereka yang tersembunyi dan berkurangnya iman di
dalam ruh rahasia mereka. Mereka tidak akan berpaling kepada apa pun selain Tuhan. Mereka
yang telah bersatu, haus sekaligus tidak, lapar sekaligus kenyang, telanjang sekaligus berpakaian,
melihat sekaligus buta, terpelajar sekaligus bodoh, bijak sekaligus dungu, kaya sekaligus miskin,
dan hidup sekaligus mati. Kondisi mereka yang telah menyatu ini tidak dapat dipahami oleh akal
ataupun logika semata, karena Tuhan telah menjadi sahabat mereka, membantu dan mendukung
mereka. Mereka telah merendahkan dan menguasai diri mereka. Kondisi mereka
melampaui pemahaman akal.

12
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Jika kita menyadari bahwa hati kita adalah kuil Tuhan, maka kepekaan kita
terhadap nafs, dan keseluruhan psikologi kita akan tertransformasikan. Dari sudut
pandang ini, kita bukanlah makhluk duniawi yang mencari spiritualitas; kita adalah
makhluk spiritual yang berusaha menemukan diri kita yang sejati. Jika kita tahu bahwa
setiap hati manusia adalah kuil Tuhan, maka kita akan melihat setiap orang secara
berbeda, dan berperilaku dengan cinta dan kasih sayang yang lebih besar. Jika kuil-kuil
suci di dunia ini dibangun oleh para nabi dan orang-orang suci, maka kuil di dalam hati
diciptakan oleh Tuhan. Pandangan terhadap orang lain yang seperti ini adalah dasar dari
praktik pelayanan sufi. Selalu sadar untuk menghormati hati di dalam diri tiap manusia
adalah kebiasaan yang sangat baik. Kita kerap alpa terhadap hal tersebut. Padahal, jika
kita dapat mengingatnya, keseluruhan hidup dan hubungan kita akan berubah. Kelompok
sufi, di satu sisi, diupayakan untuk menumbuhkan dan merawat kesadaran akan hal ini.
Semakin dalam kita menyelam ke dalam hati kita, semakin dekat pula kita kepada
Allah. Karena itu, apa yang menahan kita untuk menjelajahi kedalaman hati kita? Salah
satu hambatannya adalah kebiasaan-kebiasaan negatif kita. Seperti telah disebutkan di
atas, setiap tindakan buruk memperkeras hati dan membuatnya semakin sulit untuk
diselami. Selain itu, kita pernah mengalami penderitaan-penderitaan dalam hubungan
duniawiah kita, sehingga kita belajar untuk membentengi hati kita dari penderitaan
lainnya. Hambatan lainnya adalah kecenderungan kita untuk menggapai kebahagiaan dan
kepuasan lahiriah, dan bukannya batiniah. Untuk itu, kita mencari kepuasan di dunia, kita
lupa mencarinya di dalam hati kita, yang berisikan tujuan yang ingin dicapai kita semua,
baik disadari maupun tidak.

13
DAFTAR PUSTAKA
Robert Frager, Ph.D. (Syekh Ragip al-Jerrahi). Sufi Psychology. Psikologi Pertumbuhan,
Keseimbangan, dan Keselarasan Batin Manusia.

14

Anda mungkin juga menyukai