Anda di halaman 1dari 12

TAREKAT

(Tarekat gozaliyah)

MAKALAH

Dosen pengampu

H.Deden saepudin M.HUM.

Kelompok 3

1. Dede khaerul
2. Dimas pebriana fadilah

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-MUHAJIRIN


PURWAKARTA
PROGRAM STUDY ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR
TAHUN AJARAN 2020-2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt yang senantiasa melimpah kanrahmat,
taufik dan hidayah-Nya sehingga penulisan makalah ini dapat terselesaikan. Sholawat serta
salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad saw yang membawa kita dari zaman
kegelapan menujucahaya Islam.
Makalah yang berjudul Aliran tariqah gozaliyah ini disusun dalam rangkah memenuhi
Tugas Mata Kuliah Tariqah Dalam penulisan makalah ini, penulis mendapatkan bantuan dari
dosen pembimbing. Oleh karena itu pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih
kepada H.Deden saepudinM.hum selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan
bimbingan dan saran dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih belum sempurna dan banyak
kekurangan.Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan. Akhirnya, semoga makalah
ini dapat bermanfaat untuk masyarakat.

Purwakarta, 20 Oktober 2021

Penulis,
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................

DAFTAR ISI.................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................

A. Latar belakang masalah................................................................

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................

A. Biografi pendiri............................................................................
B. Sejarah perkembangan.................................................................
C. Ajaran dan amalan.......................................................................
a. Amalam siang hari
b. Amalan malam hari
D. Enam kategori murid....................................................................

BAB III PENUTUP......................................................................................

Kesimpulan........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

A. Latar belakang
Tarekat Ghazaliyah ini di asaskan oleh Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali (Muhammad bin
Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali), mujaddid bagi kurun ke-5 Hijriyah. Untuk memahami
asal-usul Tarekat Ghazaliyah ini, kita akan mengimbas kembali perjalanannya sejak zaman
Rasululah saw SECARA RINGKAS.

Ada 3 TUNGKU AGAMA ISLAM sebagaimana yang dihuraikan dalam hadis sahih di mana
malaikat Jibril datang mengajarkan Rasulullah di hadapan beberapa orang sahabat baginda iaitu
FEKAH/FIQH (berkait dengan Rukun Islam), ‘AQIDAH (berkait dengan Rukun Iman) dan
TASAWUF (berkait dengan Rukun Ihsan). Setiap tungku agama ini ada mazhab-mazhabnya.

Semua tungku agama ini bermula sejak zaman Rasululah saw, tetapi diasaskan kemudiannya
sebagai mazhab-mazhab tersendiri oleh ulama-ulama yang datang kemudian, mengikut
keperluan dan tajdid sesuatu zaman dan keadaan itu.
BAB II

A. Biografi pendiri

Tariqat ghozaliah di dirikan oleh al imam gozali yang lahir di khurasan iran 450 H/ 1058
M dan beliau wafat pada 505 H/ 1111 M

B. Sejarah tariqat gozaliah

Sebelum tariqat ini muncul telah banyak tariqat yang mendahuluinya seperti Tariqat
Muhasabiah, Junaidiyah, Kharaziah dan Qusyairiyah. Meskipun tariqat Gazaliah
merupakan tarikat yang terbesar di abad V H dari kelompok ahlusunah wal jama’ah.

Pada abad ke V H kita tidak mengenal tarikat selain Ghazaliah karena tarekat ini
merupakan akumulasi dari tarekat-tarekat sebelumnya. Tarekat ini di dirikan oleh Al-
Gozali, seorang faqih dan ahli filsafat islam, karena itu ajaran tasawufnya sangat moderat
dan jauh dari penyimpangan.

Menurutnya, tasawuf terdiri dari dua hal : tulus kepada allah dan berbuat baik terhadap
sesame. Setiap orang yang tulus kepada allah dan berbuat sesame manusia adalah sufi.
Tulus kepada allah berarti orang harus mengesampingkan kecenderuan dirinya demi
perintah allah.

Berbuat baik terhadap sesama berarti tidak mendahulukan kepentinganya di atas


kepentingan orang banyak, selama kepentinganya tidak bertentangan dengan syara,
karena barang siapa yang rela terhadap penyimpangan syara dia bukan seorang sufi,

C. Syarat memasuki tarekat ghozaliah

1. Mengedepankan ilmu dari ibadah

Dalam pandangan imam ghozali mendahulukan ilmu dari ibadah menjadi wajib, karena
dua hal, pertama, agar ibadah menjadi sah dan diterima. Kedua, ilmu yang bermanfaat
menghasilkan ketakutan dan ketundukan dalam hati kepada Allah.

Al-Ghozali melihat bahwa ilmu yang harus di kuasai seorang tarekat ada tiga macam:
1. Ilmu tauhid. Batasan minimal yang harus dikuasai murid adalah apa yang di kenal
ilmu dasar-dasar agama dan kaidah kaidah dalam berakidah.
2. Ilmu sir (rahasia). Yaitu imu yang berhubungan dengan hati.
3. Ilmu adat yang terlihat, yaitu ilmu yang hubungan dengan tubuh, badan dan harta.
2. Mengedepankan kesungguhan, menghapus sifat tercela, memutuskan seluruh ikatan dan
tulus kepada allah.
Menurut Al-Ghozali, tarekatr adalah mengedepankan kesungguhan, menghapus sifat
tercela, memutuskan semua ikatan dan tulus dengan substansi cita-cita. Ada beberapa
langkah yang harus dilakukan . Pertama tama iya menyendiri dalam zawiyah
berkonsentrasi dengan ibadah-ibadah, baik yang fardu maupun yang rawatib, dan duduk
dengan hati yang hanya di penuhi dengan keinginan berdzikir kepada allah, kemudia
mengungulang-ngulang kalimat ‘’Allah’’ dengan lisanya serta menghadirkan hati dan
perasaan sampai pada kondisi tertentu. Kondisi dimana seandainya gerakan lisan telah
berhenti dan beralih kepada alam pikiran, terlihat seakan –akan lafadz itu tetap terucap
dari lisanya karena seringnya pengulangan.
Kondisi ini berlangsung sampai pengaruh lisan benar benar hilang di susun oleh gerakan
batin dan hati cecara terus menerus. Setelah itu barulah yang tertinggal dalam hati hanya
sebatas makna yang dimaksud, tidak lagi mengindahkan huruf-hurf dan struktur-struktur
kalimat. Seorang murid hanya berikhtiar sampai batas ini.

D. Ajaran dan amalan

A. Melanggengkan dzikir, fikir, wirid

Tarekat Ghozaliah memiliki peran besar terhadap dzikir, fikr dan wirid Dengan dzikir
terus menerus akan melahirkan rasa cinta (Mahabah), dan dengan dzikir tidak
terputus akan mencapai ma’rifat.
Al-Ghozali berkata: ‘’Tidak ada keberuntungan selain bertemu kepada ALLAH SWT.
Dan tidak ada jalan untuk bertemu dengan-nya, kecuali mati dalam keadaan ma’rifat
dan mahabbah kepadanya. Mahabbah tidak akan tercapai tanpa membiasakan dzikir
kepada kekasih. Dan ma’rifat tidak akan tercapai tanfa berfikir tentang sifat-sifatnya.
Disamping kumpulan wirid yang disusunnya, Al-Ghozali juga membuat rincian untuk
wirid-wirid siang maupun malam.
Wirid siang ia rinci menjadi tujuh dalam empat waktu :

1. Wirid anatara waktu shubuh hingga terbit matahari.


2. Wirid antara waktu terbit hingga tengah hari.
3. Wirid antara tengah hari dan waktu ashar.
4. Wirid antara ashar dan maghrib.

Wirid malam yang terinci menjadi lima dan terbagi menjadi lima waktu :

1. Wirid dari terbenam matahari sampai hilanh mega merah.


2. Satu wirid dari waktu isya sampai menjelang waktu tidur masyarakat.
3. Satu wirid di waktu tidur.
4. Satu wirid selepas tengah malam hingga menjelang seperenam akhir malam.
5. Satu wirid dalam seperenam akhir malam (waktu sahur)

Selain wirid-wirid yang terbagi secara terperinci. Al-Ghozali memposisikan fikir sebagai
ibadah yang harus dijalankan setiap murid sebagai mana ibadah-ibadah lain. Jadi, dalam
fikr terkandung makna dzikir kepada Allah dengan dua kelebihan :
Pertama, kelebihan dalam ma’rifat, karena fikr merupakan kunci menuju ma’rifat dan
pembuka al-kasyf.
Kedua, kelebihan dalam mahabbah, dimana hati tidak akan merasa cinta sebelum
meyakini kebesarannya. Sementara keagungan-nya tidak akan terbaca sebelum
mengetahi sifat-sifatnya, kekuasaan-nya dan keajaiban ciptaan-nya. Jadi dar fikir tercapai
ma’rifat, dari ma’rifat muncul pengagungan dan dari rasa kagum tumbuh rasa cinta.

B. Rincian wirid dalam tarekat Ghazaliah

Wirid siang terperinci menjadi 7, masing-masing memiliki waktu tertentu:


1. Dari shubuh hingga matahari terbit, susunan sebagaimana keterangan Al-Ghozali
berikut ini :
Ketika bangun hendaknya berdzikir kepada allah dengan bacaan:
‫ْال َح ْم ُد هَّلِل ِ الَّ ِذي أَحْ يَانَا بَ ْع َد َما أَ َماتَنَا َوإِلَ ْي ِه النُّ ُشور‬

Bacaan ini disempurnakan hingga selesai sebagaimana telah di tulis dalam buku
kumpulan doa-doa. Selama berdoa, memakai pakaian dengan niat menutup aurat sebagai
pelaksanaan perintah Allah.
Selepas wudlu mengerjakan shalat sunah dua raka’at, lebih utama dikerjakan dirumah
sebagai mana telah di lakukan Rasulullah SAW, SElesai shalat di rumah atau masjid
membaca do’a yang diriwayatkan Ibnu Abbas:
‫ك ِم ْن ِع ْندكَ تَ ْه ِدى بِهَا قَ ْلبِي‬ ٰ
َ ُ‫اللّهُ َّم اِنِّي اَ ْساَل‬

Kemudian keluar rumaah menuju masjid dengan berjalan kaki tenang, tidak tergesa-gesa
dan tetap sopan sebagaimana anjuran sunnah. Memasuki masjid dengan mendahulukan
kaki kanan sambil membaca do’a masuk masjid. Di dalam masjid diusakan mencari
temapat paling awal jika memungkinkan. Tidak memaksakan diri jika tempatnya penuh
sebagai mana di jelaskan pada bab shalat jum’at.

Melaksanakan shalat sunah pajar dua rakaat jika belum mengerjakan-nya di rumah, di
susul bacaan doa-doa. Jika sudah mengerjakan shalat sunah dua rakaat di rumah,
hendaknya melaksanakan shalat tahiyyat di masjid. Kemudian duduk menanti jamaah,
lebih utama bersegera melaksanakan jamaah, karena Rasulullah selalu dating awal waktu
subuh.

Selesai shalat sunnah dua rakaat sebaiknya membanya istigfar dan tasbih hingga dating
saat shalat subuh berjamaah bacaan istigfar tersebut adalah:

‫أستغفر هللا الذي ال إله إال هو الحي القيوم و أتوب إليه‬

(70X)
Dan bacaan tasbih:

َ ‫س ْب َحانَ هَّللا ِ َوا ْل َح ْم ُد هَّلِل ِ َوالَ إِلَهَ إِالَّ هَّللا ُ َوهَّللا ُ أَ ْك‬
‫ب‬ ُ

(100)

Melaksanakan shalat fardhu dengan tetap menjaga etika lahir maupun batin. Usai shalat,
duduk di masjid berdzikir hingga terbit matahari. Sebaiknya tidak berbicara, akan tetapi
yang dilakukan hingga terbit matahari adalah empat hal: berdoa, mengulang-ulang dzikir,
membaca al-Quran dan bertafakur (merenung):

Do’a selesai shalat dimulai dengan bacaan:


‫ اللهم اَ ْنتَ ال َّساَل م َو إِلَ ْىكَ يَعُوْ ُد ال َّساَل م‬،‫آل ُم َح َّم ٍد َو َسلَّ َم‬
ِ ‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى‬
َ ‫اللهم‬
Membuka do’a dengan cara Rasulullah SAW, yaitu dengan bacaan:
ُ ‫ك َو لَهُ ْال َح ْم ُد يُحْ ِي َو يُ ِمي‬
‫ْت َوهُ َو‬ ُ ‫ لَهُ ْال ُم ْل‬،ُ‫ك لَه‬ َ ‫ُس ْب َحانَ َرب ِّْي ْال َعلِ ِّي اأْل َ ْعلَى ْال َوهَّابُ آَل إِلَهَ إِاَّل هللاُ َو حْ َدهُ اَل َش ِر ْي‬
‫ت بِيَ ِد ِه ْالخَ ْي ُر َوهُ َو َعلَى ُك ِّل َش ْي ٍء قَ ِد ْي ٌ•ر آَل إِلَهَ إِاَّل هللاُ اَ ْه ُل النِّ ْع َم ِة َو ْالفَضْ ِل َو الثَّنَآ ِء ْال َح َس ِن آَل إِلَهَ إِاَّل‬
ُ ْ‫َح ٌّي اَل يَ ُمو‬
َ‫ص ْينَ لَهُ ال ِّديْنُ َو لَوْ َك ِرهَ ْال َكافِرُوْ ن‬ِ ِ‫هللاُ َو اَل نَ ْعبُ ُد إِاَّل إِيَّاهُ ُم ْخل‬
Membaca semua do’a, atau menghafal sejumlah do’a yang dianggap sesuai dengan
keadaannya atau yang mudah bagi lisannya. Semua amalan yang diuraikan aI-Ghazâli di
atas berdasarkan pada sunnah Rasul, namun tidak menyebutkan Hadis–Hadis itu,
karena khawatir akan membutuhkan pembahasan yang sangat panjang.
keutamaan. Dalam mengulang bacaan zikir tidak perlu terlalu banyak, paling sedikit
mengulangi setiap bacaan 3 atau 7 kali dan paling banyak 70 atau 100 kali, dan ukuran
sedangnya 10 kali. Mengulangi bacaan zikir disesuaikan dengan kelonggaran waktu,
yang lebih banyak lebih besar keutamaannya.
Yang sedang dan yang Selesai berdo’a dilanjutkan membaca zikir berulang-ulang,
karena dalam pengulangannya ada baik adalah mengulanginya sepuluh kali, Yang
demikian lebih memungkinkan untuk dilakukan secara teratur, meski hanya sedikit.
Setiap pekerjaan yang tidak mungkin pelaksanaannya secara tetap dalam skala
besar, maka yang sedikit tapi terus menerus adalah lebih utama dan lebih terasa
pengaruhnya dalam hati. Berikut beberapa bacaan dziklr yang mudah dijaga:
‫ت ِب َي ِد ِه ْال َخ ْي ُر ‪‬‬ ‫ك َو لَ ُه ْال َح ْم ُد يُحْ يِ َو ُي ِمي ُ‬
‫ْت َوه َُو َحيٌّ اَل َيم ُْو ُ‬ ‫ك لَهُ‪ ،‬لَ ُه ْالم ُْل ُ‬
‫آَل إِلَ َه إِاَّل هللاُ َو حْ َدهُ اَل َش ِر ْي َ‬
‫َوه َُو َعلَى ُك ِّل َشيْ ٍء َق ِد ْي ٌر‬
‫هلل ْال َعلِيِّ ْالعَظِ ي ِْم ‪‬‬ ‫هللا َو ْال َح ْم ُد هلِل ِ َو آَل إِلَ َه إِاَّل هللاُ َو هللاُ أَ ْك َبرْ َو اَل َح ْو َل َو اَل قُوَّ َة إِاَّل ِبا ِ‬ ‫ان ِ‬ ‫ُسب َْح َ‬
‫ْ‬
‫ح ‪‬‬ ‫ُسب ُّْو ٌح قُ ُّد ْوسٌ َربُّ ال َمآَل ِئ َك ِة َو الرُّ ْو ِ‬
‫هللا ْالعَظِ ي ِْم َو ِب َحمْ ِد ِه ‪‬‬ ‫ان ِ‬ ‫ُسب َْح َ‬
‫أَسْ َت ْغفِ ُر هللاَ الَّذِيْ آَل إِلَ َه إِاَّل ه َُو ْال َحيُّ ْال َقي ُّْو ُم َو أَسْ أَل ُ ُه ال َّت ْو َب َة ‪‬‬
‫ك ْال َج ُّد ‪‬‬ ‫ت َو اَل َي ْن َف ُع َذا ْال َج ّد ِم ْن َ‬ ‫ْت َو اَل مُعْ طِ َي لِ َما َم َنعْ َ‬ ‫اللهم اَل َمان َِع لِ َما أَعْ َطي َ‬
‫ك ْال َح ُّق ْالم ُِبيْنُ ‪‬‬ ‫آَل إِلَ َه إِاَّل هللاُ ْال َملِ ُ‬
‫ض َو اَل فِي ال َّس َمآ ِء َوه َُو ال َّس ِم ْي ُع ْال َعلِ ْي ُم ‪‬‬ ‫هللا الَّذِيْ اَل َيضُرُّ َم َع اسْ ِم ِه َشيْ ٌء فِي اأْل َرْ ِ‬ ‫ِباسْ ِم ِ‬
‫صحْ ِب ِه َو َسلَّ َم ‪‬‬ ‫ُ‬
‫ك َو َرس ُْول َِك ال َّن ِبيِّ اأْل مِّيِّ َو َعلَى آلِ ِه َو َ‬ ‫ص ِّل َعلَى م َُح َّم ٍد َع ْب ِد َ‬
‫ك َو َن ِب ِّي َ‬ ‫اللهم َ‬
‫‪‬‬ ‫ك َربِّيْ‬‫ْن َو أَع ُْو ُذ ِب َ‬
‫ت ال َّشيَاطِ ي ِ‬ ‫ك مِنْ َه َم َزا ِ‬ ‫ان الرَّ ِجي ِْم‪َ ،‬ربِّ أَع ُْو ُذ ِب َ‬ ‫ْط ِ‬ ‫هلل ال َّس ِميْع ْال َعلِيْم م َِن ال َّشي َ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫أَع ُْو ُذ ِبا ِ‬
‫ضر ُْو َن‬ ‫أَنْ َيحْ ُ‬
‫‪Kesepuluh bacaan zikir ini jika masing-masing diulang sepuluh kali maka akan mencapai‬‬
‫‪100 kali. Hal ini lebih utama dari pada mengulang satu bacaan zikir l00 kali, karena‬‬
‫‪setiap bacaan mempunyai keutamaan dan pengaruh yang berbeda dalam hati.‬‬
‫‪Bacaan-bacaan ayat Alquran yang disunnahkan adalah:‬‬
‫ِّين ﴿‪ ﴾٤‬إِيَّاكَ نَ ْعبُ ُد‬ ‫ك يَوْ ِم الد ِ‬ ‫َّح ِيم ﴿‪َ ﴾٣‬مالِ ِ‬ ‫مـن الر ِ‬ ‫َّح ِيم ﴿‪ْ ﴾١‬ال َح ْم ُد هللِ َربِّ ْال َعالَ ِمينَ ﴿‪ ﴾٢‬الرَّحْ ِ‬ ‫من الر ِ‬ ‫بِس ِْم هللاِ الرَّحْ ِ‬
‫ب َعلَي ِه ْم َوالَ‬ ‫َير ال َمغضُو ِ‬ ‫ص َراطَ الَّ ِذينَ أَن َعمتَ َعلَي ِه ْم غ ِ‬ ‫الصِّراطَ ال ُمستَقِي َم ﴿‪ِ ﴾٦‬‬ ‫َ‬ ‫ك نَ ْستَ ِعينُ ﴿‪ ﴾٥‬اه ِدنَــــا‬ ‫وإِيَّا َ‬
‫الضَّآلِّينَ ﴿‪[ ﴾٧‬الفاتحة‪]7-1 :‬‬
‫ض َم ْن َذا الَّ ِذي يَ ْشفَ ُع ِع ْن َدهُ‬ ‫ت َو َما فِي األَرْ ِ‬ ‫هللاُ آَل إِلَـهَ إِالَّ هُ َو ْال َح ُّي ْالقَيُّو ُم الَ تَأْ ُخ ُذهُ ِسنَةٌ َوالَ نَوْ ٌم لَّهُ َما فِي ال َّس َما َوا ِ‬
‫ت‬
‫اوا ِ‬ ‫إِالَّ بِإِ ْذنِ ِه يَ ْعلَ ُم َما بَ ْينَ أَ ْي ِدي ِه ْم َو َما خَ ْلفَهُ ْم َوالَ يُ ِحيطُونَ بِ َش ْي ٍء ِّم ْن ِع ْل ِم ِه إِالَّ بِ َما َشآ َء َو ِس َع ُكرْ ِسيُّهُ ال َّس َم َ‬
‫ض َوالَ يَؤُو ُدهُ ِح ْفظُهُ َما َوه َُو ْال َعلِ ُّي ْال َع ِظي ُم ﴿‪[ ﴾٢٥٥‬البقرة‪]255 :‬‬ ‫َواألَرْ َ‬
‫ق بَ ْينَ أَ َح ٍد ِّم ْن رُّ ُسلِ ِه‬ ‫نز َل إِلَ ْي ِه ِمن َّربِّ ِه َو ْال ُم ْؤ ِمنُونَ ُك ٌّل آ َمنَ بِاهللِ َو َمآلئِ َكتِ ِه َو ُكتُبِ ِه َو ُر ُسلِ ِه الَ نُفَرِّ ُ‬ ‫ُ‬
‫آ َمنَ ال َّرسُو ُل بِ َما أ ِ‬
‫ت َو َعلَ ْيهَا َما‬ ‫صي ُر ﴿‪ ﴾٢٨٥‬الَ يُ َكلِّفُ هللاُ نَ ْفسا ً إِالَّ ُو ْس َعهَا لَهَا َما َك َسبَ ْ‬ ‫ك ْال َم ِ‬ ‫ك َربَّنَا َوإِلَ ْي َ‬ ‫وا َس ِم ْعنَا َوأَطَ ْعنَا• ُغ ْف َرانَ َ‬ ‫َوقَالُ ْ‬
‫ؤَاخ ْذنَا إِن نَّ ِس ْينَا أَوْ أَ ْخطَأْنَا َربَّنَا َوالَ تَحْ ِملْ َعلَ ْينَا إِصْ راً َك َما َح َم ْلتَهُ َعلَى الَّ ِذينَ ِمن قَ ْبلِنَا َربَّنَا َوالَ‬ ‫ت َربَّنَا الَ تُ ِ‬ ‫ا ْكتَ َسبَ ْ‬
‫تُ َح ِّم ْلنَا َما الَ طَاقَةَ لَنَا بِ ِه َواعْفُ َعنَّا َوا ْغفِرْ لَنَا َوارْ َح ْمنَا أَنتَ َموْ الَنَا فَانصُرْ نَا• َعلَى ْالقَوْ ِم ْال َكافِ ِرينَ ﴿‪﴾٢٨٦‬‬
‫[البقرة‪]286-285 :‬‬
‫ك ْالخَ ْي ُر‬ ‫ع ْال ُم ْلكَ ِم َّم ْن تَ َشاء َوتُ ِع ُّز َم ْن تَ َشاء َوتُ ِذلُّ َم ْن تَ َشاء بِيَ ِد َ‬ ‫ك َم ْن تَ َشاء َوتَ ْن ِز ُ•‬ ‫ك تُ ْؤتِي ْال ُم ْل َ‬ ‫ك ْال ُم ْل ِ‬
‫قُ ِل اللَّهُ َّم َمالِ َ‬
‫ت َوتُ ْخ ِر ُج‬ ‫ي ِمنَ ْال َميِّ ِ‬ ‫ار َوتُولِ ُج النَّهَا َر فِي اللَّي ِْل َوتُ ْخ ِر ُج ْال َح َّ‬ ‫ك َعلَى ُك ِّل َش ْي ٍء قَ ِدي ٌر ﴿‪ ﴾٢٦‬تُولِ ُج اللَّي َْل فِي ْالنَّهَ ِ‬ ‫إِنَّ َ‬
‫ب ﴿‪[ ﴾٢٧‬آل عمران‪]27-26 :‬‬ ‫ق َم ْن تَ َشاء بِ َغي ِْر ِح َسا ٍ‬ ‫ْال َميَّتَ ِمنَ ْال َح ِّي َوتَرْ ُز ُ‬
‫َّحي ٌم ﴿‪[ ﴾١٢٨‬التوبة‪:‬‬ ‫ُوف ر ِ‬ ‫َزي ٌز َعلَ ْي ِه َما َعنِتُّ ْم َح ِريصٌ َعلَ ْي ُكم بِ ْال ُم ْؤ ِمنِينَ َرؤ ٌ‬ ‫لَقَ ْد َجاء ُك ْم َرسُو ٌ•ل ِّم ْن أَنفُ ِس ُك ْم ع ِ‬
‫‪]128‬‬
‫ق لَتَ ْد ُخلُ َّن ْال َم ْس ِج َد ْال َح َرا َم إِن َشاء هللاُ آ ِمنِينَ ُم َحلِّقِينَ ُرؤُو َس ُك ْ•م َو ُمقَص ِ‬
‫ِّرينَ اَل‬ ‫ق هللاُ َرسُولَهُ الرُّ ْؤيَا بِ ْال َح ِّ‬ ‫ص َد َ‬ ‫لَقَ ْد َ‬
‫ك فَ ْتحا ً قَ ِريبا ً ﴿‪[ ﴾٢٧‬الفتح‪]27 :‬‬ ‫تَخَافُونَ فَ َعلِ َم َما لَ ْم تَ ْعلَ ُموا فَ َج َع َل ِمن دُو ِن َذلِ َ‬
‫ك َولَ ْم يَ ُكن لَّهُ َولِ ٌّي ِّمنَ ال ُّذ َّل َو َكبِّرْ هُ تَ ْكبِيراً ﴿‪﴾١١١‬‬ ‫ك فِي ْال ُم ْل ِ‬
‫َوقُ ِل ْال َح ْم ُد هلِل ِ الَّ ِذي لَ ْم يَتَّ ِخ ْذ َولَداً َولَم يَ ُكن لَّهُ َش ِري ٌ‬
‫[اإلسراء‪]111 :‬‬
‫يت َوهُ َو‬ ُ ‫ض يُحْ يِي َويُ ِم‬ ِ ْ‫ت َواأْل َر‬ ِ ‫اوا‬ َ ‫ك ال َّس َم‬ ُ ‫﴾ لَهُ ُم ْل‬١﴿ ‫ض َوهُ َو ْال َع ِزي ُز ْال َح ِكي ُم‬ ِ ْ‫ت َواأْل َر‬ ِ ‫اوا‬ َ ‫َسبَّ َح هلِل ِ َما فِي ال َّس َم‬
‫ق‬ َ َّ ُ ْ َّ ‫آْل‬ َ ‫أْل‬
َ ‫﴾ ه َُو ال ِذي َخل‬٣﴿ ‫﴾ هُ َو ا َّو ُل َوا ِخ ُر َوالظا ِه ُر َوالبَا ِطنُ َوهُ َو بِكلِّ َش ْي ٍء َعلِي ٌم‬٢﴿ ‫َعلَى ُكلِّ َش ْي ٍء قَ ِدي ٌ•ر‬
َ‫نز ُل ِمن‬ ِ َ‫ض َو َما يَ ْخ ُر ُج ِم ْنهَا َو َما ي‬ ِ ْ‫ش يَ ْعلَ ُم َما يَلِ ُج فِي اأْل َر‬ ِ ْ‫ض فِي ِستَّ ِة أَي ٍَّام ثُ َّم ا ْست ََوى َعلَى ْال َعر‬ َ ْ‫ت َواأْل َر‬ ِ ‫ال َّس َما َوا‬
َ
ِ‫ض َوإِلى هللا‬ ِ ْ‫ت َوا ر‬َ ‫أْل‬ َ ‫ك ال َّس َم‬
ِ ‫اوا‬ ْ َ
ُ ‫﴾ لهُ ُمل‬٤﴿ ‫صي ٌر‬ ُ ُ ُ َ ُ
ِ َ‫ال َّس َما ِء َو َما يَ ْع ُر ُج فِيهَا َوه َُو َم َعك ْم أ ْينَ َما كنت ْم َوهللاُ بِ َما تَ ْع َملوْ نَ ب‬
]5-1 :‫﴾ [الحديد‬٥﴿ ‫تُرْ َج ُع األ ُمو ُر‬
‫ك ْالقُ ُّدوسُ ال َّساَل ُم ْال ُم ْؤ ِمنُ ْال ُمهَ ْي ِمنُ ْال َع ِزي ُ•ز ْال َجبَّا ُر ْال ُمتَ َكبِّ ُر ُسب َْحانَ هللاِ َع َّما‬ ُ ِ‫هُ َو هللاُ الَّ ِذي اَل إِلَهَ إِاَّل ه َُو ْال َمل‬
‫ض َوه َُو‬ ِ ْ‫ت َواأْل َر‬ َ ‫ص ِّو ُر لَهُ اأْل َ ْس َماء ْال ُح ْسنَى يُ َسبِّ ُح لَهُ َما فِي ال َّس َم‬
ِ ‫اوا‬ َ ‫ئ ْال ُم‬ ِ َ‫ق ْالب‬
ُ ‫ار‬ ُ ِ‫﴾ هُ َو هللاُ ْالخَال‬٢٣﴿ َ‫يُ ْش ِر ُكون‬
24-22 :‫﴾ [الحشر‬٢٤﴿ ‫ْال َع ِزي ُز ْال َح ِكي ُم‬
Pertama,  berpikir akan hal-hal yang bermanfaat dalam bidang mu`âmalah, seperti: Adapun
tafakkur sebagai salah satu bentuk pendekatan didasarkan pada dua hal berikut:bermuhasabah
atau introspeksi terhadap perbuatan silam, menata serta menahan diri dari kemaksiatan,
mengingat-ingat kekurangan demi perbaikan serta meluruskan niat baik dalam berhubungan
dengan orang lain maupun diri sendiri.

Kedua,  berpikir tentang hal-hal yang bermanfaat dalam bidang mukâsyafah, seperti: berfikir


tentang nikmat Allah SWT tampak maupun tidak tampak untuk
menambah ma’rifat,  memperbanyak Rasa syukur atas nikmat-nikmat-Nya dan hukuman-
hukuman-Nya untuk menambah ma’rifat serta kepatuhan terhadap-Nya.
Tarekat yang paling baik adalah yang di dalamnya tercakup empat hal di atas: do’a, zikir, bacaan
ayat Alquran dan fikir. Itulah aktifitas yang seharusnya dilakukan selesal shalat shubuh.
2. Antara terbit matahari sampai waktu Dhuhâ, (al-Ghazâli, Ihyâ’ ‘Ulûm al-Dîn, juz 1,
Indonesia: al-Haramain, halaman: 342-343).
Yaitu pertengahan antara terbit matahari hingga tergelincir. Kurang lebih 3 jam pertama waktu
siang atau seperempat dan waktu siang jika siang hari dihitung 12 jam. Pada waktu kedua ini
terdapat dua amalan:
Pertama,  shalat Dhuhâ. Kedua, aktifitas sosial yang bermanfaat bagi masyarakat, berupa
menjenguk orang sakit, mengantar jenazah, tolong-menolong antar sesama dalam kebaikan,
mendatangi majelis ta’lim dan segala macam aktifitas yang membawa kemanfaatan bagi sesama.
Jika tidak ada satupun dari kegiatan sosial yang dilakukan, cukuplah kembali melakukan empat
amalan sebagaimana waktu pertama, yaitu: do’a, zikir, membaca ayat Alquran dan tafakkur.
3. Dan waktu Dhuhâ hingga tengah hari, yang meliputi dua amalan, (al-Ghazâli, Ihyâ’
‘Ulûm al-Dîn, juz 1, Indonesia: al-Haramain, halaman: 343):
Pertama,  bekerja memenuhi kebutuhan hidup dengan hati tetap mengingat Allah
SWT Kedua, beristirahat dengan melakukan tidur sejenak menjelang shalat Dhuhur.
4. Amalan saat selesai shalat Dhuhur, (al-Ghazâli, Ihyâ’ ‘Ulûm al-Dîn, juz 1, Indonesia: al-
Haramain, halaman: 343-344).
Waktu ini dimulai dengan shalat fardhu (dhuhur) serta shalat sunnah sebelum dan sesudah
dhuhur yang dilanjutkan membaca zikir sebagaimana amalan pertama. Amalan-amalan tersebut
meliputi: do’a, wirid, membaca ayat-ayat Alquran dan fikir.
5. Saat menjelang waktu shalat `Ashar, (al-Ghazâli, Ihyâ’ ‘Ulûm al-Dîn, juz 1, Indonesia:
al-Haramain, halaman: 344).
Melakukan I’tikaf di masjid, memperbanyak zikir dan shalat atau melakukan perkara-perkara
terpuji lainnya hingga datang waktu `Ashar.
6. Amalan di waktu `Ashar, (al-Ghazâli, Ihyâ’ ‘Ulûm al-Dînjuz 1, Indonesia: al-Haramain,
halaman: 344).
Melaksanakan shalat sunnat empat Rakaat melaksanakan shalat `Ashar dilanjutkan dengan
amalan wirid seperti pertama.
Ketika matahari terlihat kekuning-kuningan seakan luruh ke bumi, karena cahayanya
terhalang asap dan debu permukaan bumi

Wirid malam hari

1. Waktu masuk shalat Maghrib sampai hilang kemerah-merahan mega di ufuk barat,
(al-Ghazâli, Ihyâ’ ‘Ulûm al-Dîn, juz 1, Indonesia: al-Haramain, halaman: 345-346). Usai
shalat Maghrib, dilanjutkan shalat sunnah 2 Rakaat. Rakaat pertama membaca Surat al-
Kâfirûn dan kedua membaca Surat aI-Ikhlâs. Dilaksanakan setelah shalat Maghrib tanpa
diselingi ucapan atau tindakan apapun. Kemudian shalat lagi 4 Rakaat agak lebih lama
dan mengakhirinya dengan bacaan-bacaan ringan hingga habis waktunya.
2. Dari masuk waktu `Isyâ’ hingga waktu tidur malam, (al-Ghazâli, Ihyâ’ ‘Ulûm al-Dîn,
juz 1, Indonesia: al-Haramain, halaman: 346-347). Urutan-urutan wiridnya sebagai
berikut:
Melaksanakan shalat sunnat 10 Rakaat, 4 Rakaat sebelum shalat `Isyâ’ antara adzan dan iqamah
dan enam Rakaat sesudahnya, 2 Rakaat salam dan 4 Rakaat salam. Bacaan Alquran dalam shalat
ini sebaiknya dengan ayat-ayat tertentu, seperti: penutup Surat al-Baqarah, ayat kursi, permulaan
Surat al-Hadîd, dan akhir Surat al-Hasyr.
Shalat Witir 13 Rakaat. Riwayat terbanyak mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW.
melaksanakan yang demikian.
Shalat Witir sebelum tidur jika tidak terbiasa bangun malam.
3. Pada waktu sebelum tidur, (al-Ghazâli, Ihyâ’ ‘Ulûm al-Dîn, juz 1, Indonesia: al-
Haramain, halaman: 348-350). Jika tidur dilakukan dengan menjaga etika yang baik,
tidak ada salahnya dikategorikan sebagai wirid dan merupakan ibadah. Dalam Ihyâ’
‘Ulûm ad-Dîn, al-Ghazâli menuliskan sepuluh etika saat menjelang tidur, diantaranya:
suci dari hadats, bersiwak atau menyikat gigi, menghadap qiblat, menulis wasiat di kertas
dan diletakkan di bawah bantal, bertaubat, tidak makan, tidak tidur sebelum mengantuk,
berdo’a sebelum tidur, zikir sebelum tidur dan berdo’a saat pikiran setengah sadar.
4. Lepas tengah malam hingga seperenam akhir malam, (al-Ghazâli, Ihyâ’ ‘Ulûm al-Dîn,
juz 1, Indonesia: al-Haramain, halaman: 350-352). Waktu ini dipergunakan untuk shalat
Tahajjud. Dikatakan tahajjud karena dilaksanakan setelah tidur malam. Selesai membaca
do’a bangun tidur, segeRA mengambil air wudhu’. Mengerjakan wudhu’ lengkap dengan
sunnah-sunnahnya, melaksanakan shalat menghadap qiblat dan membaca do’a iftitah,
membaca tasbih, tahmid dan tahlil masing-masing 10 kali.
5. Pada seperenam akhir dan waktu malam, yaitu waktu Sahur, (al-Ghazâli, Ihyâ’ ‘Ulûm al-
Dîn, juz 1, Indonesia: al-Haramain, halaman: 352-353). Amalan-amalan pada waktu ini
adalah melaksanakan shalat-shalat sunnah dan wirid hingga tiba waktu fajar.
Enam kategori murid
Âbid adalah kategori orang yang hanya melakukan ibadah, tidak memiliki kesibukan selain
beribadah. Sekiranya ia meninggalkan ibadah untuk sekedar duduk, maka batal ibadahnya. Urut-
urutan wiridnya sebagaimana diterangkan di atas.

Âlim  adalah kelompok orang yang dengan pengetahuannya dapat memberi manfaat kepada
orang lain, baik dengan cara memberi fatwa, pengajaran atau melalui karya-karyanya. 

Muta’allim  adalah orang menyibukan diri dengan belajar atau menuntut ilmu. Kesibukan seperti
ini lebih utama dari melakukan zikir dan amalan-amalan sunnah Urut-urutan wiridnya sama
dengan ‘âlim.

Muhtarif  adalah orang yang sanggup melakukan zikir dalam kondisi apapun.
Ketika membutuhkan usaha untuk memenuhi kebutuhan keluarga, dia tidak
boleh menghabiskan semua waktu dengan beribadah sehingga akan
menelantarkan keluarga.

Wali sebagaimana imam atau hakim atau juga pemimpin, dia juga mencurahkan
perhatian terhadap persoalan-persoalan kaum muslim. Dialah yang mewakili
keperluan umatnya sesuai syari’at dengan niat tulus. 

Muwahid  adalah orang yang telah mencapai derajat menyatu dengan Dzat Yang
Maha Tunggal atau dia yang hanya mencintai Allah SWT, dia yang hanya takut
kepada-Nya, yang tidak menerima rizki selain dari-Nya, dan dia yang hanya
melihat Allah SWT pada setiap pandangannya.

Anda mungkin juga menyukai