Soal
1. Materi yang telah dipelajari:
a. Fikih Munakahat
b. Fikih Mawaris
c. Fikih Siyasah
d. Fikih Jinayah
e. Memahami Jual beli, riba dan utang piutang
2. Carilah Fenomena kekinian (Novelty) berkaitan dengan Materi yang telah dipelajari
minimal 3 Fenomena
3. Setiap Fenomena wajib dijelaskan beberapa hal:
a. Mencantumkan link berita
b. Menjelaskan isi fenomena tersebut (Minimal 3 Paragraf)
c. Melakukan analisis mengenai Fenomena tersebut (Minimal 5 Paragraf)
d. Hubungan Fenomena tersebut dengan setiap materi yang diambil, dengan
wajib mencantumkan dalil yang sesuai baik dalam Al-Qur’an atau Hadis atau
Ijtihad Ulama (Minimal 5 Paragraf)
Jawab
A.Fikih Munakahat
Fenomena poligami semakin marak akhir-akhir ini, terutama karena dipertontonkan secara
vulgar oleh para tokoh panutan di kalangan birokrasi, politisi, seniman, dan bahkan
agamawan. Poligami adalah masalah yang sering diperhatikan di Indonesia, salah satu negara
yang memperbolehkan poligami dengan syarat tertentu
Analisis
Poligami memang termasuk ajaran agama Islam, agama yang dipeluk oleh sebagian besar
penduduk Indonesia. Namun demikian, pemahaman orang Islam terhadap poligami dalam
ajaran agama berbeda-beda. Ada yang beranggapan bahwa poligami dianjurkan dalam
keadaan tertentu; ada juga yang percaya bahwa poligami seharusnya ditinggalkan pada masa
kini.
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim
(bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi:
dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka
(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah
lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” [An-Nisaa/4: 3]
B. Fiqih Mawaris
http://opac.uingusdur.ac.id/perpus/index.php?p=show_detail&id=994653
1. Pembagian Harta Warisan Sama Rata Antara Laki - Laki Dan Perempuan
Penerapan hukum bidang kewarisan di Indonesia sering mengalami berbagai hambatan dan
benturan. Hal ini karena sistem hukum kewarisan Islam harus beradaptasi dalam konteks
lingkungan Indonesia karena struktur dan sistem kemasyarakatan di Indonesia berbeda
dengan latar sosial masyarakat Arab, tempat hukum kewarisan Islam diterapkan sistem
keluarga atau kekerabatan dalam kewarisan Arab bersifat patriarkal, sedangkan sistem
kekerabatan di Indonesia bersifat bilateral.
Salah satu contoh fenomena yang berkaitan dengan problem diatas adalah masyarakat Desa
Soko Kecamatan Pekalongan Selatan Kota Pekalongan. Secara kultural masyarakat Soko
termasuk masyarakat yang memiliki sifat religius yang tinggi.
Akan tetapi di satu sisi, dalam praktek pembagian harta warisan yang berkembang di daerah
tersebut mengikuti tradisi tersendiri. Berangkat dari fenomena tersebut penulis tertarik untuk
meneliti lebih lanjut mengenai praktek pembagian harta warisan dalam masyarakat Soko
Pekalongan, hal ini dirasa penting sebagai upaya untuk menemukan relevansi hukum Islam
terutama hukum kewarisan dengan hukum adat yang berkembang di masyarakat muslim.
Analisis
dapat disimpulkan bahwa praktek pembagian harta warisan yang ditempuh oleh masyarakat
Desa Soko adalah dengan sistem kewarisan bilateral individual melalui jalan musyawarah
dan perdamaian. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya persengketaan di antara
ahli-ahli waris supaya tercapainya kemaslahatan.
Surah An-Nisa ayat 7 secara garis besar menjelaskan bahwa laki-laki maupun perempuan
berhak menerima warisan dari orangtua dan karib kerabatnya, terlepas dari jumlah harta
tersebut, dengan bagian yang telah ditentukan.
C. Fiqih Siyasah
Fenomena dinasti politik pernah terjadi dalam sejarah Islam, begitu juga di Indonesia,
pada era reformasi ruang lingkupnya dari level daerah sampai nasional. Memang tidak
terdapat kebijakan yang melarang praktik dinasti politik di Indonesia, namun jika terus
dibiarkan hal ini dapat mengancam keberlangsungan pemerintahan Indonesia dan merusak
substansi demokrasi.
dinasti politik yang ada di Indonesia era reformasi dan menjelaskan bagaimana tinjauan
fikih siyasah kontemporer, yang dalam hal ini menggunakan pemikiran nalar politik
Muhammad Abid Al-Jabiri terhadap praktik dinasti politik di Indonesia. Metode penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian pustaka, dengan menggunakan
pendekatan normatif, historis dan sosiologis.
politik di Indonesia menimbulkan berbagai persoalan dari bidang politik sampai ekonomi.
Terus tumbuhnya dinasti politik di Indonesia juga dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya tidak adanya kebijakan yang melarang praktik dinasti politik, dll. Dalam
perspektif al-Jabiri mengenai nalar politik yang terdiri dari tiga motif dominan yaitu akidah,
kabilah dan ghanimah, al-Jabiri membenarkan adanya praktik dinasti politik secara historis
Islam. Dalam praktik dinasti politik di Indonesia akidah diartikan sebagai idelogi politik,
kabilah sebagai nepotisme, dan ghanimah sebagai kepentingan ekonomi, baik keuntungan
ekonomi dari dinasti politik, ataupun kepentingan ekonomi untuk terus menumbuhkan
dinasti politik.
D. Fiqih Jinayah
1. FENOMENA QISHÂSH: HUKUMAN MATI
https://media.neliti.com/media/publications/153218-ID-qishash-hukuman-mati-dalam-
perspektif-al.pdf
Salah satu permasalahan hukum pidana Islam yang mendatangkan banyak reaksi dari
masyarakat umum adalah hukuman mati yang termasuk dalam bentuk pidana qishâsh
meskipun pelukaan anggota badan atau tubuh juga masuk kategori qishâsh. Baik di Indonesia
maupun di negara-negara lainnya, sejak dahulu permasalahan qishâsh, khususnya hukuman
mati, telah membangkitkan respons dari setiap lapisan masyarakat dengan berbagai pendapat
meski semuanya bermuara pada pro dan kontra terhadap pelaksanaan hukuman mati ini.5
Praktik penjatuhan hukuman mati masih tetap dijalankan untuk berbagai jenis tindak pidana
seperti pembunuhan, kasus narkoba dan penyerangan.
Bahkan permasalahan ini telah meningkatkan suhu perdebatan di Indonesia terutama
menjelang dan setelah dilakukannya beberapa eksekusi terpidana mati terhadap penjahat
teroris bom Bali II, Amrozi dan kawan-kawan.
Kuasa hukum terpidana mati yang terkait dengan kasus narkotika mempertanyakan
konstitusionalitas hukuman mati di Indonesia, dan mereka untuk pertama kali mengajukan
judicial review masalah ini ke Mahkamah Konstitusi (MK), di mana ketentuan pidana mati
dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Menurut mereka, hukuman tersebut bertentangan
dengan hak untuk hidup yang dijamin oleh Pasal 28 I ayat (1) UUD 1945 (Amandemen
Kedua) menyatakan: “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran
dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi
di hadapan umum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah
hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun”.
Analisis
Menimbang banyaknya kontroversi seputar hukuman mati, amatlah penting untuk
menghadirkan pembahasan masalah hukuman mati ini dari berbagai perspektif keadilan
sosial dan hukum, terutama perspektif al-Qur’an. Dalam kerangka upaya memadukan
yurisprudensi yang progresif dan realis sesuai perkembangan waktu, urgensi penyelesaian
permasalahan yang telah muncul sejak masa klasik ini merupakan salah satu yang harus
dilakukan jika masyarakat Muslim Indonesia, khususnya para pemerhati hukum Islam, benar-
benar ingin menyelesaikan permasalahan hukum Islam dan menerapkannya di negara ini
secara sungguh-sungguh. Tidak terlalu banyak studi yang pernah dilakukan secara intensif
dan cukup serius dalam permasalahan ini. Beranjak dari pemikiran bahwa polemik mengenai
permasalahan ini belum berakhir, maka kajian serius mengenai hukuman mati dalam
perspektif hukum Islam perlu dilakukan. Makalah singkat ini mencoba menganalisis apa
makna hukuman mati yang dalam hal ini terkait dengan istilah qishâsh dalam al-Qur’an,
bagaimana metode penerapan qishâsh, dan jenis kejahatan apa yang mungkin dikenakan
sanksi dengan qishâsh atau hukuman mati serta bagaimana penerapan qishâsh dalam konteks
negara Indonesia.
Al-Baqarah ayat 178-179 Artinya: “Sungguh ada dua kelompok dari bangsa Arab berperang
pada masa Jahiliah sebelum Islam sebab masalah yang sedikit (sepele). Terjadi pembunuhan
dan pencideraan di antara mereka. Sehingga mereka membunuh budak-budak dan
perempuan-perempuan. Sebagian dari mereka tidak mengambil dari sebagian yang lain
sehingga mereka masuk Islam. Seringkali salah satu dari dua kelompok itu memperpanjang
masalah dengan kelompok lainnya dalam permasalahan idah dan harta. Mereka bersumpah
untuk tidak merelakan sehingga bisa membunuh seorang merdeka sebagai ganti dari
membunuh budak, dan seorang laki-laki sebagai ganti dari perempuan. Kemudian turunlah
ayat ini. (Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’anil Azhim, [Riyadh, Dar Thayyibah lin Nasyri wa
Tauzi’: 1999 M/ 1420 H], juz I, halaman 489).
Dalam Qur’an Surat Al Baqoroh ayat 275, Allah menegaskan bahwa: “...Allah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan riba...”.