DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG.........................................................................................1
1.2 PEMBAHASAN MATERI.................................................................................1
1.3 TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS...........................................................2
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................3
2.1 PEMAHAMAN KONSEP PROBABILITAS....................................................3
2.2 PERUMUSAN PROBABILITAS......................................................................4
2.2.1 Perumusan Klasik.........................................................................................4
1.2.2 Perumusan dengan Frekuensi Relatif...........................................................5
1.2.3 Pendekatan Subjektif....................................................................................6
2.3 RUANG SAMPEL DAN KEJADIAN...............................................................7
2.4 PROBABILITAS KEJADIAN MAJEMUK AB DAN A B...............................9
1.4.1 Dua Kejadian Saling Lepas........................................................................10
1.4.2 Dua Kejadian Saling Bebas........................................................................10
2.5 PROBABILITAS BERSYARAT (CONDITIONAL PROBABILITY)............11
2.6 PROBABILITAS GABUNGAN (JOIN PROBABILITY)..............................12
2.7 PROBABILITAS KEJADIAN MARGINAL (MARGINAL PROBABILITY)
DAN TEOREMA BAYES......................................................................................13
BAB III PENUTUP....................................................................................................17
3.1 KESIMPULAN.................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................18
BAB I PENDAHULUAN
1
1.3 TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS
2
BAB II PEMBAHASAN
3
peristiwa memiliki kesempatan akan terjadi 0, peristiwa tersebut pasti tidak akan
terjadi. Namun jika suatu peristiwa memiliki kesempatan akan terjadi 1, peristiwa
tersebut pasti akan terjadi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin kecil
probabilitas suatu peristiwa (probabilitasnya semakin mendekati 0), sema- kin kecil
kesempatan (kemungkinan) peristiwa tersebut akan terjadi. Sebaliknya, semakin besar
probabilitas suatu peristiwa (probabilitasnya semakin mendekati 1), semakin besar
kesempatan (kemungkinan) peris- tiwa tersebut akan terjadi.
Besarnya kesempatan ini dapat ditulis dalam bentuk bilangan desimal,
pecahan, dan bentuk persen. Misalnya, probabilitas suatu peristiwa adalah 0,25.
Besarnya probabilitas untuk peristiwa tersebut juga dapat ditulis dengan bilangan 14
atau 25%. Dengan demikian, kita dapat menentukan probabilitas terjadinya hujan,
probabilitas munculnya muka 1 pada percobaan pelemparan sebuah dadu, probabilitas
munculnya kartu as pada penarikan kartu dari sekelompok kartu bridge, dan
seterusnya. Kita ber- henti sejenak untuk merenungkan uraian-uraian di atas. Konsep
pro- babilitas lahir dari suatu permainan seperti pelemparan uang logam, pe lemparan
dadu, penarikan kartu, dan sebagainya. Ekses dari permainan ini adalah munculnya
berbagai bentuk perjudian. Akan tetapi, para ilmuwan bekerja dengan cara ilmiah, di
mana objek dari permainan tersebut dijadikan sebagai pengamatan sehingga diperoleh
fakta-fakta (empiris) yang kemudian diabstraksikan ke dalam konsep, lalu dilakukan
peng- ujian-pengujian sehingga lahirlah konsep probabilitas.
Perumusan konsep dasar probabilitas dilakukan dengan tiga cara, yaitu cara klasik,
cara frekuensi relatif, dan pendekatan subjektif. Bila kejadian- kejadian pada contoh
di atas kita lambangkan dengan huruf besar E, kita dapat merumuskan probabilitas
kejadian E, yaitu P(E)
2.2.1 Perumusan Klasik
Bila kejadian E terjadi dalam m cara dari seluruh n cara yang mungkin terjadi
dan masing-masing n cara itu mempunyai kesempatan atau kemungkinan yang sama
untuk muncul, probabilitas kejadian E yang ditulis P(E) dirumuskan sebagai berikut.
Rumus 2.1
Contoh 1
4
Sebuah uang logam dilemparkan. Misalkan sisi pertama kita sebut muka (m),
dan sisi kedua kita sebut belakang (b), maka ada dua kejadian yang mungkin, yaitu
kejadian
munculnya muka
m yang kita sebut
E=
{m} atau
kejadian munculnya belakang b yang kita sebut E = {b\} Karena uang logam terdiri
atas dua sisi (n = 2) dan kedua sisi itu mempunyai kesempatan yang sama untuk
muncul, probabilitas munculnya kejadian E = {m} atau E = {b} adalah
Ingat bahwa dalam pelemparan uang logam tersebut yang akan muncul adalah
salah satu dari E = {m} atau E = {b} Jadi, bila yang muncul E={m}, E={b} tidak
muncul, dan bila yang muncul E = {b}, E={m} tidak muncul. Jadi, kita mempunyai
kejadian munculnya E={m} sekaligus kejadian tidak munculnya E ={b}.
1.2.2 Perumusan dengan Frekuensi Relatif
5
konsep probabilitas modern dikembang- kan dengan memakai pendekatan aksiomatis,
yaitu suatu kebenaran yang diterima secara apa adanya tanpa memerlukan bukti
matematis, di mana konsep probabilitas tidak didefinisikan, seperti konsep titik dan
konsep garis yang tidak didefinisikan dalam ilmu geometri (Boediono, 2006).
Contoh 1
Pada suatu percobaan statistik, yaitu pelemparan sebuah dadu yang diulang sebanyak
n = 1000 kali, frekuensi munculnya muka dadu X adalah seperti pada TABEL 1.1.
Bila E menyatakan kejadian munculnya muka-muka dadu tersebut, E={1}, (2), (3),
(4), (5), atau {6} sehingga probabilitas kejadian E untuk masing-masing
kemungkinan munculnya muka dadu tersebut
6
yang mungkin muncul, yaitu muka 1, 2, 3, 4, 5, atau 6. Seluruh hasil yang mungkin
muncul ini dapat ditulis dalam suatu himpunan S = {1,2,3,4,5,6). Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa kumpulan (himpunan) dari semua hasil yang mungkin muncul
atau ter- jadi pada suatu percobaan statistik disebut ruang sampel, yang dilam-
bangkan dengan himpunan S, sedangkan anggota-anggota dari S disebut titik sampel.
Selanjutnya, bila pada pelemparan sebuah uang logam muncul muka (m),
hasil yang muncul ini kita namakan kejadian munculnya m, yang dapat dinyatakan
dalam suatu himpunan A = {m}. Demikian halnya, bila pada pelemparan sebuah dadu
muncul muka 2, hasil yang muncul ini kita namakan kejadian munculnya muka 2,
yang dapat dinyatakan dalam suatu himpunan A={2}. Akan tetapi, bila yang muncul
muka 3 dadu itu, A = {3}. Tentu saja yang muncul hanya satu muka sehingga
himpunan A akan terdiri atas
satu anggota. Dapat
dikatakan bahwa kumpulan
(kesim- pulan) dari hasil
yang muncul atau terjadi
pada suatu percobaan
statistik disebut kejadian
atau peristiwa (event)
yang
dilambangkan dengan
himpunan A. Begitu juga dengan anggota-anggota dari A yang disebut titik sampel.
Perhatikan bahwa pada pelemparan sebuah uang logam tersebut S={m, b} dan
A = {m} sehingga ACS, A merupakan himpunan bagi- an dari S. Begitu juga pada
pelemparan sebuah dadu, S={1,2,3,4,5,6} dan A = {2} sehingga AS. Pada A={m}
anggota dari A adalah titik sampel. Begitu juga 2 A = {2} yang disebut titik sampel.
Hubungan antara kejadian A dengan ruang sampel S digambarkan sebagai berikut.
7
Ada suatu keterkaitan antara kejadian A dan ruang sampel S pada konsep
probabilitas dengan himpunan bagian A dan himpunan semesta S pada teori
himpunan, yaitu sebagai berikut.
8
Diagram Venn untuk himpunan tersebut ditunjukkan oleh Gambar 1.2, sedangkan
Gambar 1.3
Banyaknya anggota himpunan A cup B adalah n(A cup B)= n(A) + n(B) -n(A cap B)
Sejalan dengan himpunan gabungan tersebut, karena ada keterkaitan antara teori
himpunan dengan teori probabilitas, kita dapat merumuskan
kejadian gabungan A dan B, yaitu kejadian A cup B pada ruang sampel S. Bila A dan
B kejadian sembarang pada ruang sampel S, gabungan kejadian A dan B yang ditulis
A cup B adalah kumpulan semua titik sampel yang ada pada A atau B atau pada
keduaduanya. Kejadian A cup B disebut kejadian majemuk. Demikian halnya,
kejadian A cup B , yaitu kumpulan titik sampel yang ada pada A dan B, juga disebut
kejadian majemuk. Probabilitas kejadian A cup B dirumuskan sebagai berikut. Rumus
2.4
Contoh 10
Kita ambil satu kartu secara acak dari satu set kartu bridge yang lengkap. Bila A-
kejadian terpilihnya kartu as dan B kejadian terpilihnya kartu wajik, hitunglah P( A
cup B)!
Jawab:
9
ditunjukkan oleh Gambar 1.5. Dua kejadian A dan B saling lepas, artinya kejadian A
dan B tidak mungkin terjadi secara bersamaan.
Pada Gambar 1.5 terlihat bahwa lingkaran A menunjukkan peristiwa A dan lingkaran
B menunjukkan peristiwa B. Peristiwa A dan B saling me- niadakan sehingga
lingkaran A dan lingkaran B tidak saling berpotongan. Hal ini menunjukkan bahwa
peristiwa A dan peristiwa B tidak dapat terjadi secara bersamaan. Bila A dan B dua
kejadian saling lepas, P(A∩B)=P(Ø)=0 sehingga probabilitas kejadian AUB
dirumuskan sebagai berikut.
Rumus 2.6
P(A cup B)= P(A) + P(B)
Contoh
Bila A dan B dua kejadian saling lepas, dengan P(A) = 0, 3 dan P(B) = 0, 25 ,
tentukanlah P( A cup B)!
Jawab:
Karena A dan B saling lepas, berlaku: P(A cup B)= P(A) + P(B) = 0 ,3+0,25=0,55
1.4.2 Dua Kejadian Saling
Bebas
Sifat dua atau lebih
peristiwa dari suatu percobaan
dapat independen dan
dapat pula dependen. Dua
atau lebih peristiwa dikatakan bersifat indepen- den jika terjadinya suatu peristiwa tidak
memengaruhi terjadinya per- istiwa yang lain. Sebaliknya, dua atau lebih peristiwa
dikatakan bersifat dependen jika terjadinya suatu peristiwa akan memengaruhi terjadinya
peristiwa yang lain. Dapat dikatakan bahwa dua kejadian A dan B dalam ruang sampel S
dikatakan saling bebas jika kejadian A tidak memengaruhi kejadian B dan sebaliknya,
kejadian B tidak memengaruhi kejadian A (Wibisono, 2007). Jika A dan B merupakan
dua kejadian saling bebas, berlaku rumus berikut. Rumus 2.7
P(A cap B)= P(A) .P(B)
P( A cap B) probabilitas A dan B. Sebaliknya, bila berlaku rumus itu di- katakan A
dan B dua kejadian saling bebas.
10
Contoh
Jika diketahui dua kejadian A dan B saling bebas dengan P(A) = 0, 3 dan P(B) = 0, 4
berlaku
P(A cap B)=P(A). P(B) = (0, 3)(0, 4) = 0 ,12
Contoh 17
Misalkan sebuah dadu dilemparkan, B= kejadian munculnya bilangan kuadrat murni,
dan diketahui bahwa peluang munculnya bilangan ganjil = 1/9 , dan peluang
munculnya bilangan genap A = {4, 5, 6} telah terjadi, tentukanlah P * (A / B)! = 2/9 .
Bila diketahui Jawab:
11
2.6 PROBABILITAS GABUNGAN (JOIN PROBABILITY)
Perumusan probabilitas gabungan pada peristiwa yang dependen secara statistik dapat
diperoleh dengan mengalikan silang perumusan probabili- tas bersyarat sehingga
menjadi P(BOA)=P(B/A).P(A)
P(BOA) : probabilitas akan terjadinya peristiwa A dan peristiwa B secara bersamaan.
P(B/A) : probabilitas peristiwa B terjadi dengan syarat peristiwa A terjadi terlebih
dahulu.
P (A) : probabilitas terjadinya peristiwa A.
Penentuan probabilitas terjadinya peristiwa A dan B juga dapat menggunakan rumus
P(BOA)=P(AB)=P(A/B).P(B)
Perlu diingat bahwa apabila peristiwa A dan peristiwa B itu independen satu sama
lain, probabilitas terjadinya peristiwa B dan peristiwa A adalah P(BOA)= P(B). P(A)
karena pada peristiwa yang independen P(B/A) = P(B).
Contoh
Pada saat menerima barang dari penyalur, biasanya pembeli memeriksa barang-
barang tersebut. Dari 100 barang yang diterima ternyata ada 10 barang yang rusak.
Apabila diambil dua barang secara acak dari 100 barang yang datang, berapa
probabilitas bahwa kedua barang yang diambil tersebut rusak (pengambilan dilakukan
tanpa pengembalian).
Jawab:
Misalkan A adalah peristiwa terambilnya barang yang rusak pada pengambilan
pertama dan B adalah peristiwa terambilnya barang yang rusak pada pengambilan
kedua.
P(A) = 10/100 maka P(B / A) = 9/99
12
Karena pengambilan dilakukan tanpa pengembalian (without replace- ment),
probabilitas terambil keduanya rusak adalah
P(A cap B)=P(B/A). P(A) = 9/99 x 10 / 100 = 1/110
Sedangkan
P(BA)=P(B/A).P(A), (BA₂)=P(B/A₂).P(A2), dan P(BA)=P(B/A).P(A3) sehingga
P(B) menjadi seperti berikut.
Rumus
Rumus
13
Probabilitas bersyarat memperhitungkan informasi yang diperoleh dari suatu
peristiwa untuk memperkirakan probabilitas peristiwa yang lain. Konsep ini dapat
dikembangkan untuk merevisi probabilitas berdasarkan informasi baru dan untuk
menentukan probabilitas sebagai akibat suatu pengaruh tertentu. Prosedur untuk
merevisi probabilitas ini dikenal sebagai teorema Bayes (Bayes' Theorem). Secara
umum, bila A1, A2, A3, A kejadian saling lepas dalam ruang sampel S dan B kejadian
lain yang sembarang dalam S, probabilitas kejadian bersyarat A,/B dirumuskan
sebagai berikut.
Rumus
Contoh
Misalkan ada tiga kotak masing-masing berisi 2 bola. Kotak 1 berisi 2 bola merah,
kotak 2 berisi 1 bola merah dan 1 bola putih, dan kotak 3 berisi 2 bola putih. Dengan
mata tertutup, Anda diminta mengambil satu kotak secara acak dan kemudian
mengambil 1 bola secara acak dari kotak yang terambil itu. Anda diberi tahu bahwa
bola yang terambil ternyata berwarna merah. Berapakah peluang bola tersebut
terambil dari kotak 1, kotak 2, dan kotak 3?
14
merah dari kotak 1 adalah P(B / A_{1}) = 1 sebab kotak 1 hanya berisi 2 bola merah.
Probabilitas terambilnya bola merah dari kotak dua adalah P(B/A ₂)=2 sebab hanya
ada 1 bola merah dari 2 bola yang ada. Probabilitas terambilnya bola merah dari
kotak 3 adalah P(B/A3)=0 sebab kotak 3 tidak terisi bola merah. Maka diperoleh
15
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dalam menutup makalah ini yang membahas konsep dasar probabilitas dan
statistika, penting bagi kita untuk merangkum inti dari pembahasan yang telah
dilakukan. Melalui eksplorasi yang mendalam, kita telah memahami betapa
krusialnya pemahaman tentang probabilitas dan statistika dalam berbagai aspek
kehidupan kita.
Pertama-tama, kami telah melihat bahwa probabilitas adalah alat yang kuat
dalam mengukur dan memodelkan ketidakpastian. Dari konsep dasar seperti ruang
sampel dan peristiwa, hingga teori-teori yang lebih maju seperti probabilitas
bersyarat, kami telah melihat bagaimana probabilitas memberikan kerangka kerja
yang kokoh untuk menganalisis dan memprediksi hasil-hasil yang mungkin.
Di sisi lain, statistika juga memainkan peran penting dalam mengolah data dan
membuat kesimpulan yang berdasarkan pada informasi yang tersedia. Dengan
menggunakan teknik-teknik seperti pengukuran sentral, distribusi, dan inferensi
statistika, kita dapat membuat generalisasi yang meyakinkan tentang populasi
berdasarkan sampel yang tersedia.
Namun, yang paling penting dari semua itu adalah kesadaran bahwa
probabilitas dan statistika bukanlah sekadar alat analisis matematis, tetapi juga alat
penting dalam pengambilan keputusan yang tepat dan efektif. Dalam dunia yang
penuh dengan ketidakpastian, pengetahuan tentang probabilitas dan statistika
memberikan kita keunggulan dalam merencanakan, memprediksi, dan mengelola
risiko.
Dengan demikian, kesimpulan yang dapat kita ambil dari pembahasan ini
adalah bahwa pemahaman tentang konsep dasar probabilitas dan statistika bukanlah
hanya hal yang diinginkan, tetapi merupakan suatu keharusan. Dengan memahami
konsep-konsep ini, kita dapat menghadapi tantangan-tantangan yang kompleks dalam
kehidupan dengan lebih percaya diri dan efektif. Oleh karena itu, mari kita terus
menjelajahi dan mendalami pengetahuan tentang probabilitas dan statistika, karena
hal itu akan membuka pintu untuk pemahaman yang lebih dalam tentang dunia di
sekitar kita.
Sekianlah kesimpulan dari makalah ini. Semoga makalah ini telah
memberikan wawasan yang berharga dan mendorong pembaca untuk terus
mengeksplorasi lebih lanjut tentang konsep dasar probabilitas dan statistika. Terima
kasih.
16
DAFTAR PUSTAKA
17