Anda di halaman 1dari 72

REPRESENTASI FEMINISME DALAM FILM SATRIA DEWA:

GATOTKACA (ANALISIS SEMIOTIKA)

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan untuk Diseminarkan dalam Rangka Penyusunan Skripsi


pada Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

Oleh:
Reza Cendiberdi
NIM F1012201014

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2023
i
ii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat

dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang

berjudul “Representasi Feminisme Dalam Film Satria Dewa : Gatotkaca (Analisis

Semotika)”. Proposal penelitian ini diajukan dalam rangka penyusunan skripsi pada

Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Jurusan Bahasa dan Seni, Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Tanjungpura.

Penulis menyadari bahwa penulisan proposal penelitian ini tida kterlepas dari

berbagai pihak yang telah memberikan dukungan, bimbingan, motivasi, dan doa

kepada penulis, sehingga proposal penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik,

Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah berperan

penting dalam penyelesaian proposal penelitian ini. Adapun pihak-pihak yang telah

berperan penting tersebut sebagai berikut.

1. Dr. Henny Sanulita, M. Pd. Selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa

Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Tanjungpura

yang telah memberikan ilmu, saran, dan masukan yang membangun kepada

penulis selama proses penyelesaian proposal penelitian ini. Semoga selalu

diberikan keberkahan oleh Allah swt.

2. Dr. Sesilia Seli, M.Pd. selaku dosen pembimbing akademik dan sekaligus dosen

pebimbing kedua yang telah memberikan ilmu, saran, dan masukan yang

iii
membangun kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal

penelitian ini. Semoga selalu diberikan kesehatan dan perlindungan oleh Allah swt.

3. Dr. Antonius Totok Priyadi, M.Pd. selaku dosen pembimbing pertama yang telah

memberikan ilmu, saran, dan masukan yang membangun kepada penulis sehingga

penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian ini. Semoga selalu diberikan

kesehatan dan perlindungan oleh Allah SWT.

4. Dr. Patriantoro, M. Hum. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni,

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Tanjungpura yang telah

memberikan kemudahan dalam segala urusan yang berkaitan dengan penulisan

proposal penelitian ini.

5. Dr. Ahmad Yani T, M. Pd., M. Pdi. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Universitas Tanjungpura yang telah memberikan kemudahan bagi

penulis selama proses perkuliahan.

6. Seluruh Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan, Universitas Tanjungpura yang telah mendidik dan

memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama proses perkuliahan.

7. Ayah dan ibu yang telah merawat dan membesarkan penulis dengan penuh cinta

dan kasih sayang, memberikan banyak dukungan baik materil maupun moril,

memberikan saran, motivasi, doa, dan semangat sehingga selama proses penulisan

proposal penelitian ini berlangsung hingga terselesaikan dengan baik.

8. Teman-tmean Angkatan 2020 yang telah memberikan bantuan dan dukungan

kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal ini.

iv
9. Teman-teman dikantor Indomushroom yang telah memberikan dukungan pribadi

kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan biak.

Penulis telah berusaha melakukan yang terbaik dalam proses penulisan proposal

penelitian ini. Namun, pastinya ada terdapat kesalahan dan kekurangan selama

penulisan ini. Untuk itu penulis memohon maaf atas kekeliruan tersebut. Penulis juga

mengharapkan kritik dan saran kepada penulis sebagai referensi untuk memperbaiki

kekeliruan yang terjadi sehingga dapat menghasilkan penelitian yang baik

Pontianak, November 2023

Penulis,

Reza Cendiberdi

NIM F1012201014

v
DAFTAR ISI
COVER ...............................................................................................................
LEMBAR PERSETUJUAN PENGAJUAN JUDUL PENELITIAN ................. i
LEMBAR PENGESAHAN JUDUL PENELITIAN .......................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iv
A. Judul Penelitian ....................................................................................... 1

B. Latar Belakang ........................................................................................ 1

C. Rumusan Masalah ................................................................................... 9

D. Tujuan Penelitian .................................................................................... 10

E. Manfaat Penelitian .................................................................................. 10

1. Manfaat Teoretis ............................................................................... 10

2. Manfaat Praktis ................................................................................. 11

F. Ruang Lingkup Penelitian....................................................................... 11

G. Penjelasan Istilah..................................................................................... 11

1. Representasi ...................................................................................... 11

2. Feminisme ......................................................................................... 12

3. Film ................................................................................................... 12

4. Modul ................................................................................................ 13

H. Kajian Teori ............................................................................................ 14

1. Representasi ...................................................................................... 14

2. Proses Representasi ........................................................................... 16

3. Film ................................................................................................... 19

iv
4. Feminisme ......................................................................................... 22

5. Analisis Semiotika ............................................................................ 29

6. Teori Semiotika Roland Barthes ....................................................... 34

7. Modul Ajar Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia ........................ 40

I. Metodologi Penelitian ............................................................................. 53

1. Metode Penelitian.............................................................................. 53

2. Bentuk Penelitian .............................................................................. 54

3. Sumber Data dan Data Penelitian ..................................................... 55

4. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ................................................. 56

5. Teknik Pengujian Keabsahan Data ................................................... 57

6. Teknik Analisis Data......................................................................... 58

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 62

v
1

PROPOSAL PENELITIAN

A. Judul Penelitian

“Representasi Feminisme dalam Film Satria Dewa : Gatotkaca (Analisis

Semotika)”

B. Latar Belakang

Media massa memainkan peran penting dalam kehidupan masyarakat

modern. Ini bukan hanya sumber informasi penting, tetapi juga tempat untuk

hiburan dan pendidikan. Media massa memungkinkan kita untuk dengan

mudah mengakses informasi tentang semua aspek realitas sosial, baik itu

peristiwa di seluruh dunia atau peristiwa di lingkungan kita sendiri.

Kemampuan teknologi media massa telah menghapus batasan waktu dan

ruang, memungkinkan kita untuk dengan cepat dan mudah merasakan realitas

di luar jangkauan kita.

Media massa bukan hanya menyampaikan pesan, tetapi juga

memainkan peran penting dalam mendidik masyarakat, mempengaruhi opini

publik, memberikan informasi yang relevan, dan memberikan hiburan yang

menarik. Saat ini, film, salah satu bentuk seni kreatif, telah menjadi konsumsi

massa yang memengaruhi budaya dan memberikan pengalaman yang

mendalam.

Kemajuan teknologi telah membantu menyebarkan berita melalui

media. Film berfungsi sebagai alat komunikasi yang dapat

menginterpretasikan
2

ekspresi dan pesan yang disusun oleh para pembuatnya di antara beragam

jenis media massa yang saat ini diminati. Selain itu, film memiliki peran

utama dalam menyampaikan pesan-pesan yang terkait dengan bidang budaya,

sosial, politik, seni, dan lainnya. Dengan sedikit waktu luang, Anda dapat

menikmati film dengan mudah.

Film memiliki kemampuan untuk mengubah banyak aspek kehidupan

masyarakat. Film memainkan peran penting dalam struktur sosial,

membedakannya dari jenis media massa lainnya. Film tidak hanya dapat

menggambarkan apa yang terjadi di dunia nyata, tetapi mereka juga memiliki

kemampuan untuk menciptakan realitas baru bagi masyarakat. Film dapat

menggambarkan objek dalam skala yang berbeda, mulai dari yang sangat

besar hingga yang sangat kecil, dan mereka dapat mengontrol kecepatan

peristiwa. Film mampu menciptakan dramatisasi yang melampaui peristiwa

sebenarnya dengan menggunakan teknologi efek, audio, dan animasi. Karena

sifat audiovisualnya, film saat ini menjadi format penyampaian informasi

yang paling tahan lama. Film memiliki potensi besar untuk memengaruhi

pandangan masyarakat karena berbagai macam cara untuk ditayangkan dan

didistribusikan.

Mennurut Danise D. Bielby, dalam buku Sociologie du Travil Journal,

bahwa tema feminis mulai bermuculan di film-film yang berhasil secara

komersial pada tahun 1970 (h.51). Ada penilaian positif dan negatif atas

kehadiran pemeran perempuan dalam film. Pembacaan emosional membentuk


3

perempuan. Dianggap sebagai kebiasaan bahwa wanita menciptakan semua

jenis emosi, yang pada akhirnya mengarah pada keyakinan bahwa wanita

hanya bersifat emosional (lebih dari pada pria).

Sulistyani (2016) menyatakan bahwa selama ini perempuan telah

dijadikan bahan konsumsi publik, perempuan dalam film telah menjadi

korban kapitalisme global dari kaum industrialis yang berideologi patriarki.

Pemanfaatan perempuan sebagai objek eksploitasi sangat terasa, terutama saat

kita menyaksikan tayangan film. Hal ini menjembatani terbentuknya persepsi

mengenai perempuan dalam masyarakat kita. Oleh karena itu, media

perfilman sangat berperan terkait dengan pembentukan citra perempuan.

Ada penilaian positif dan negatif atas kehadiran pemeran perempuan

dalam film. Pembacaan emosional membentuk perempuan. Dianggap sebagai

kebiasaan bahwa wanita menciptakan semua jenis emosi, yang pada akhirnya

mengarah pada keyakinan bahwa wanita hanya bersifat emosional (lebih dari

pada pria).

Sejak 2019, teaser film Indonesia yang disutradarai Hanung

Bramantyo telah dirilis. Pada tahun 2022, Hanung Bramantyo kembali merilis

film laga berjudul Satria Dewa: Gatotkaca. Film ini bercerita tentang Yuda

yang mengalami kesulitan hidup setelah kehilangan pekerjaannya dan ibunya

yang hilang ingatan. Untuk memenuhi kebutuhan ibunya, ia mencoba bekerja

sebagai juru foto untuk wisuda teman kuliahnya, Erlangga (Jerome Kurnia),

tetapi suatu ketika, ibu dan temannya menjadi korban pembunuhan.


4

Yuda, yang diperankan oleh Rizky Nazar, bekerja sama dengan Agni,

yang diperankan oleh Yasmin Napper, Dananjaya, yang diperankan oleh

Omar Daniel, Gege, yang diperankan oleh Ali Fikry, dan Ibu Mripat, yang

diperankan oleh Yati Surachman, untuk menemukan dalang di balik

pembunuhan yang ternyata merupakan pembunuhan berantai. Yuda dan Agni

mengalami perasaan bahwa mereka memiliki kekuatan misterius saat

melakukan tugas tersebut. Pada akhirnya, ia menemukan bahwa dia memiliki

gen unik, yang memberinya kekuatan untuk melindungi orang yang ia

sayangi.

Agni, yang diperankan oleh Yasmin Napper, berkembang menjadi

wanita muda yang pintar dan dapat diandalkan. Ia adalah putri semata wayang

dari Prof. Arya Laksana, rektor kampus di mana ia belajar dan menjadi salah

satu siswa yang paling berprestasi. Dia juga membantu Yuda memecahkan

masalah dunia yang disebabkan oleh Gen Kurawa berkat kecerdasan dan hak

istimewa mereka.

Kehadiran perempuan biasanya digambarkan sebagai peran yang

menunjukkan sisi lemah perempuan. Sudut pandang feminis mengatakan

bahwa film seharusnya menampilkan kekuatan dan perjuangan perempuan

selain sisi lemahnya. Sebagai upaya untuk mendorong penghargaan diri

perempuan, perempuan seharusnya dapat ditampilkan secara seimbang,

artinya dengan manfaat.

Menurut Rodha Linion (1989), Feminisme merupakan sebuah gerakan

perempuan yang ditujukan dalam memperjuangkan emansipasi atau

persamaan
5

hak sepenuhnya kaum perempuan tanpa adanya diskriminasi. (h.12).

Feminisme mengacu pada bagaimana perempuan dapat memperoleh

kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam hal pertumbuhan ekonomi,

sosial, politik, dan akademis. Pertengahan abad ke-18 menyaksikan

perdebatan tentang hak-hak perempuan dalam masyarakat, yang mengarah

pada munculnya konsep feminisme.

Fenomena perjuangan wanita ini mendorong peneliti untuk memahami

film "Satria Dewa: Gatotkaca" dengan lebih baik. Ini dianggap menarik untuk

melihat subjek penelitian dari sudut pandang semiotika fenomena feminisme.

Van Zoest (2003) menyatakan bahwa film adalah bidang studi yang relevan

untuk analisis semiotik. Tanda-tanda membentuk film. Untuk menemukan

efek yang diharapkan, berbagai sistem tanda bekerja sama. Semiotika

digunakan untuk menganalisis media dan menemukan bahwa film adalah

fenomena komunikasi yang penuh tanda.

Wanita adalah orang spesial yang mau mempelajari hal-hal baru.

Mereka mempunyai kekuatan untuk mengubah persepsi masyarakat tentang

realitas. Beberapa orang menganggap penting untuk melindungi hak-hak

perempuan. Di sisi lain, sebagian orang juga memanfaatkan keadaan ini untuk

meremehkan nilai perempuan dalam kehidupan sehari-hari. Ruang gerak

perempuan dapat dilemahkan oleh aktivitas pihak-pihak yang merendahkan

martabat, martabat, dan peran perempuan sehingga terjadi subordinasi

terhadap
6

perempuan. Oleh karena itu, jika subordinasi perempuan terus menjadi bagian

dari disfungsi struktur sosial, maka permasalahan ini akan semakin parah.

Satria Dewa: Gatotkaca menjadi film yang layak ditonton karena

menonjolkan sudut pandang perempuan. Film yang dimaksud

menggambarkan upaya seorang wanita untuk menyelesaikan perselisihan

dengan ibu dan ayahnya. Banyak orang yang menganggap wanita itu lemah

dan tidak bisa ditipu. Meskipun setiap wanita ingin mewujudkan cita-cita ini,

mereka biasanya merasa tertekan untuk tidak melakukannya. Karena

feminisme merupakan komponen kunci dari isu gender, maka peneliti

memilih buku ini karena tertarik dengan tema feminisme dalam kehidupan

sehari-hari.

Kedua, peneliti menyadari bahwa gender telah menjadi konstruksi

budaya penting di Indonesia saat mereka memproduksi film "Satria Dewa:

Gatotkaca." Oleh karena itu, peneliti memilih untuk melakukan penelitian

tersebut. Peneliti memutuskan bahwa penting untuk menyelidiki gambaran

feminisme dalam Film "Satria Dewa: Gatotkaca". Oleh karena itu, peneliti

menyebut film tersebut "Representasi Feminisme Dalam Film Satria Dewa:

Gatotkaca (Analisis Semotika)."

Terdapat beberapa penelitian yang relevan dan sejenis dari penelitian

ini. Pertama, penelitian yang dilakukan Wulan Dwi Fitriani tahun 2023,

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Perkolangan, dengan

judul “Representasi Perempuan Film Maybe Someday, Another Day, But Not

Today Analisis Semiotika Roland Barthes dan Implikasinya Pada

Pembelajaran
7

Sastra Indonesia di SMA”. Persamaan dengan penelitian ini yakni sama-sama

meneliti tentang Teori Feminisme menggunakan analisis semiotika.

Kemudian, perbedaannya terletak pada objek penelitiannya. Penelitian yang

dilakukan oleh Wulan Dwi Fitriani memilih film Maybe Someday, Another

Day, But Not Today sebagai objek penelitian. Sedangkan penelitian sekarang

memilih film Satria Dewa: Gatotkaca sebagai objek penelitiannya. Hasil dari

penelitian Wulan Dwi Fitriani adalah representasi perempuan dari sudut

pandang kemiskinan (tidak bekerja, jatah kebutuhan rumah kurang, tinggal di

rusun), kesetaraan gender (tidak diperbolehkan kerja), dan nilai-nilai moral

(seperti sabar, tulus, bertanggung jawab, dan penghormatan).

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Regina Antika Nasaliya tahun

2022, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya,

dengan judul “Representasi Perjuangan Perempuan Dalam Film Kartini, 3

Srikandi dan Merry Riana Mimpi Sejuta Dolar (Analisis Semiotika).

Persamaan dengan penelitian ini yakni sama-sama meneliti tentang Teori

Feminisme menggunakan analisis semiotika. Kemudian, perbedaannya

terletak pada objek penelitiannya. Penelitian yang dilakukan oleh Regina

Antika Nasaliya memilih 3 film untuk dijadikan objek penelitian yaitu film

Kartini, 3 Srikandi dan Merry Riana Mimpi Sejuta Dolar. Sedangkan

penelitian sekarang memilih film Satria Dewa: Gatotkaca sebagai objek

penelitiannya. Hasil dari penelitian Regina Antika Nasaliya adalah nilai

feminisme dalam 3 film tersebut menggambar


8

jelas perjuangan seorang wanita dan mematahkan asumsi masyarakat yang

mengatakan bahwa wanita itu lemah dan tidak dapat diandalkan.

Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Chofifah Nadidah tahun 2021,

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Islam Malang, dengan

judul “Representasi Feminisme dalam Film Enola Holmes (Analisis

Semiotika)”. Persamaan dengan penelitian ini yakni sama-sama meneliti

tentang Teori Feminisme menggunakan analisis semiotika. Kemudian,

perbedaannya terletak pada objek penelitiannya. Penelitian yang dilakukan

oleh Chofifah Nadidah memilih film Enola Holmes sebagai objek penelitian.

Sedangkan penelitian sekarang memilih film Satria Dewa: Gatotkaca sebagai

objek penelitiannya. Hasil dari penelitian yang dilakukan Chofifah Nadidah

adalah pemaknaan realitis feminisme pada fokus penelitian yang digambarkan

menggunakan pemaknaan level realitas dan pemaknaan level ideologi.

Penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber pengajaran

khususnya pada pembelajaran bahasa Indonesia Fase D capaian pembelajaran

pada elemen mengulas karya fiksi yang berbasis pada kurikulum merdeka

SMP Kelas VIII semester genap. Ketika menggunakan kurikulum merdeka

untuk pembelajaran bahasa Indonesia, Buku mengulas karya fiksi adalah alat

yang berguna untuk mengenal bacaan fiksi dan mengetahui unusr-unsur yang

ada didalamnya.

Peneliti berharap hasil penelitian ini akan bermanfaat bagi dunia

pendidikan. Film memiliki kemampuan unik untuk menyampaikan pesan yang


9

dapat dipahami siswa. Asyari dan Susanti (2017) menyatakan bahwa film

selalu memiliki pengaruh besar dalam membentuk dan memengaruhi

masyarakat melalui pesan yang mereka sampaikan. Film selalu merekam

perkembangan dan dinamika masyarakat sebelum merefleksikannya di layar.

Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi sumber acuan

atau referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya. Selain itu, hasil

penelitian ini juga bisa dijadikan contoh dalam proses pembelajaran bagi

siswa, membantu mereka dalam menuangkan ide dan mengidentifikasi

informasi pada karya fiksi, terutama pada tingkat Sekolah Menengah Pertama

(SMP) kelas VII semester genap.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah umum dalam penelitian

ini adalah Bagaimana Representasi Feminisme dalam Film Satria Dewa:

Gatotkaca dan Implementasi Pembelajaran Bahasa Indonesia. Rumusan

masalah umum tersebut kemudia difokuskan ke dalam sub-sub masalah dalam

penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimanakah representasi feminisme dalam film Satria Dewa: Gatotkaca ?

2. Bagaimanakah tanda dan makna yang digunakan dalam film Satria Dewa:

Gatot kaca ?

3. Bagaimanakah modul ajar dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di

sekolah?
10

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masaalah diatas, terdapat tujuan yang dapatt

dicapai dari penelitian ini sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan hasil analisis dan interpretasi tentang representasi

feminisme dalam film Satria Dewa: Gatotkaca

2. Mendeskripsikan hasil analisis dan interpretasi tentang tanda dan makna

yang digunakan dalam film Satria Dewa: Gatot kaca

3. Mendeskripsikan hasil pembuatan modul ajar dalam pembelajaran Bahasa

Indonesia di sekolah

E. Manfaat Penelitian

Sebagai hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis, antara lain:

1. Manfaat Teoretis

Tujuan teoretis dari penelitian ini adalah untuk memajukan dan

mengimplementasikan gagasan simbol dalam konteks sinematik, dengan

fokus pada aktivitas simbolik eksterior. Untuk menganalisis dan

memahami teks, analisis ekstrinsik memerlukan penekanan pada unsur-

unsur yang tidak terkandung dalam teks itu sendiri, seperti konteks politik,

sosial, agama, dan sejarah. Diharapkan para peneliti survei lain yang

terlibat dalam peningkatan keahlian survei terkait sinematografi akan

menganggap penelitian ini sebagai sumber yang bermanfaat.


11

2. Manfaat Praktis

a. Bagi peneliti lain. Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan

tentang sastra, teori, dan analisis yang terkandung di dalamnya

b. Bagi pembaca, Hasil penelitian ini mempermudah pemahaman mereka

terhadap karya saastra dan juga dapat meningkatkan minatt baca

mereka dalam mengharagai karya sastra lebih dalam.

c. Bagi pendidik atau guru. Hasil penelitian ini memberikan contoh

kepada para pendidik tentang bagaimana nilai-nilai pendidikan karakter

dapat diaplikasikan sebagai panduan dalam proses belajar mengajar

maupun dalam kehidupan sehari-hari

F. Ruang Lingkup penelitian

Ruang lingkup penelitian ini berfokous penelitian ini menyebabkan

peneliti hanya akan membahas mengenai Teori feminisme dengan

menggunakan analisis semiotika. Dengan tujuan berupa pendeskripsian

kemampuan siswa dalam mengulas karya fiksi.

G. Penjelasan Istilah

Penting untuk memberikan definisi guna memperjelas dan

menyederhanakan tujuan dari masalah yang dihadapi dalam penelitian ini.

Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam kerangka penelitian ini.

1. Representasi

Barker (2004) berpendapat representasi diartikan sebagai gambaran,

perwakilan, atau penggambaran. Sederhananya, representasi merupakan


12

gambaran mengenai suatu hal yang terjadi dalam kehidupan dan kemudian

digambarkan melalui suatu media yang sudah ada. Menurut Barker

representasi adalah konstruksi sosial yang mengharuskan kita

mengeksplorasi pembentukan makna tekstual dan menghendaki

penyelidikan tentang cara dihasilkannya makna pada beragam konteks.

(h.9).

2. Feminisme

Mehrpouyan (2014), berpendapat dalam jurnal social and behavioral

sciences journal, feminisme merupakan sebuah kata yang digunakan

untuk melindungi berbagai pendekatan, kerangka berpikir, dan pandangan

yang digunakan untuk menjelaskan penindasan terhadap perempuan serta

sebagai jalan keluar yang digunakan untuk meruntuhkan penindasan

tersebut. Feminisme menitikberatkan pada dominasi dan penindasan

terhadap perempuan di berbagai aspek kehidupan. (h.2). Amanda Diana

(2017) juga berpendapat dalam Jurnal ProTVF Vol. 1 Nomor 2, secara

umum, istilah feminsme merujuk pada pengertian sebgai sebuah ideologi

pembebasan kaum perempuan, karena yang melekat pada semua

pendekatannya yaitu keyakinan bahwa perempuan mengalami penindasan

dan ketidakadilan karena jenis kelaminnya. (h.142)

3. Film

Dalam sebuah jurnal E-Komunikasi Vol. 5 Nomor 1, Sutanto (2017)

berpendapat film adalah alat untuk menyampaikan berbagai informasi dan


13

pesan melalui sebuah media cerita yang dikemas sedemikian rupa agar

pesannya dapat tersampaikan dengan baik kepada penonton. Film juga

diartikan sebagai medium ekspresi artistik sebagai alat bagi para seniman

dan insan perfilman untuk mengutarakan gagasan maupun ide cerita.

Karena hal tersebut, film memiliki kekuatan yang dapat berdampak bagi

masyarakat luas.

4. Modul

Modul merupakan sejumlah alat atau sarana media, metode, panduan, dan

pedoman yang dirancang secara sistematis dan menarik disebut modul

ajar. Modul ajar adalah implementasi dari alur tujuan pembelajaran yang

dikembangkan dari capaian pembelajaran dengan profil pelajran pancasila

sebgai sasaran. Modul ajar disusun sesuai dengan fase tahap

perkembangan peserta didik, mempertimbangkan apa yang akan

dipelajari, dengan berbasis perkembangan jangka panjang. Agar proses

pembelajaran lebih menarik dan bermakna, guru harus memahami konsep

yang terkandung dalam modul ajar

Dari penjelasan diatas kesimpulannya bahwa representasi, feminisme,

film, dan Modul merupakan aspek yang berkontribusi terhadap pemahaman,

penyampaian pesan, dan pembelajaran di masyarakat. Memahami bagaimana

makna dihasilkan dan dikomunikasikan dibantu oleh representasi. Feminisme

prihatin dengan ketidaksetaraan gender. Film adalah media untuk

mengkomunikasikan pemikiran dan ide, sedangkan Modul adalah alat yang


14

membantu pembelajaran mandiri siswa. Semua karakteristik ini sangat

penting dalam budaya modern untuk pemahaman, komunikasi, dan

pembelajaran.

H. Kajian Teori

1. Representasi

Piliang (2003), berpendapat Representasi adalah bentuk atau susunan

yang mampu menggambarkan, melambangkan, dan mewakili sesuatu

dengan cara tertentu. Dalam konteks ilmiah, representasi adalah tindakan

menghadirkan sesuatu melalui sesuatu yang berbeda darinya, biasanya

berupa tanda atau simbol (h.24).

Danesi (2010) mendefinisikan representasi sebagai proses perekaman

pengetahuan, gagasan, atau pesan secara fisik. Representasi lebih jelas lagi

diartikan sebagai penggunaan tanda-tanda (simbol, gambar, suara, dan

lainnya) untuk menunjukkan hal-hal yang dapat dilihat, dibayangkan, atau

dirasakan dalam bentuk fisik tertentu. Dari definisi representasi tersebut,

dapat disimpulkan bahwa representasi adalah hasil pemikiran atau

persepsi seseorang terhadap apa yang dapat dilihat, dibayangkan, atau

dirasakan dalam bentuk fisik, seperti tanda atau simbol (h.11).

Menurut Hall (2003), representasi adalah proses dimana bahasa

digunakan untuk menciptakan makna dan kemudian dibagikan di antara

anggota masyarakat. Hall selanjutnya menjelaskan bahwa representasi

adalah proses pemberian makna pada suatu konsep dalam pikiran

seseorang melalui bahasa. Karena cara ide-ide dan kata-kata ini

dipadukan, kita dapat


15

membuat referensi terhadap benda, orang, atau peristiwa nyata, serta

memunculkan hal-hal khayalan. (h.15).

Tidak ada keraguan bahwa setiap orang memiliki ide berbeda di

kepalanya. Sulit untuk menyampaikan ide kepada orang lain dan berbagi

pandangan tersebut dengan mereka. Dengan demikian, proses

menghasilkan makna linguistik termasuk dalam mode representasi kedua,

yang terjadi setelah pembuatan peta konseptual. Menerjemahkan peta

konseptual ke dalam bahasa yang digunakan secara luas merupakan

prasyarat sebelum membagikannya. Hal ini memudahkan untuk

menghubungkan gagasan dan gagasan yang sudah ada sebelumnya dengan

kata-kata tertulis, kata-kata lisan, atau gambaran visual tertentu. Tanda

adalah terminologi umum untuk bahasa lisan, bahasa tertulis, dan

gambaran visual. Sistem makna budaya dibentuk oleh hubungan

konseptual antara sinyal-sinyal yang merepresentasikan konsep.

Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap orang mempunyai pemikiran

yang berbeda-beda. Sulit untuk berbagi sudut pandang dan mencoba

mengkomunikasikan konsep-konsep ini kepada orang lain. Jadi, setelah

peta konseptual dikembangkan, proses pemberian makna bahasa

merupakan komponen mode representasi kedua. Peta konsep perlu

diterjemahkan ke dalam bahasa yang umum digunakan sebelum

disebarluaskan. Hal ini memudahkan proses menghubungkan kata-kata

tertulis, frasa lisan, atau representasi visual dengan ide dan konsep tertentu
16

yang sudah ada. Ungkapan "tanda" mengacu pada bahasa lisan, bahasa

tertulis, dan representasi grafis. Keterkaitan konseptual antara sinyal-

sinyal yang mewakili konsep-konsep ini membangun sistem makna

budaya.

2. Proses Representasi

Setiap orang mempunyai pemikiran dan emosi yang berbeda-beda

ketika memahami sesuatu. Hal ini diakibatkan adanya disparitas sudut

pandang yang memungkinkan adanya banyak cara untuk memahami suatu

hal tertentu. Representasi adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan

penjelasan keragaman penafsiran ini. Stuart Hall menyadari bahwa

representasi merupakan hasil dari dua proses: linguistik dan mental. Juga

dikenal sebagai model konseptual, representasi mental didasarkan pada ide-

ide yang tertanam dalam pemikiran setiap individu. Karena setiap

eksperimen secara konsisten menghasilkan serangkaian hasil yang berbeda,

representasi mental ini bersifat abstrak.

Jackson & Jones (2009) menyatakan sebuah sudut pandang yang

muncul di Inggris pada tahun 1970-an dan mempengaruhi teori film

feminis menyatakan bahwa representasi bukan sekadar cerminan realitas,

melainkan hasil proses aktif yang melibatkan seleksi, penyajian, penataan,

dan pembentukan untuk menciptakan sesuatu yang menyampaikan makna.

sebagai praktik pemaknaan (h.367).

Berikutnya, representasi bahasa dari bagian-bagian konstituen proses

makna diberikan. Melalui proses ini, konsep dasar dari pikiran seseorang
17

diterjemahkan ke dalam bahasa yang umum diucapkan dan dipahami.

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menghubungkan konsep dan gagasan

yang berkaitan dengan suatu objek tertentu dengan bahasa bermakna yang

diwakili oleh simbol-simbol. Media menyajikan beragam opini tentang

berbagai topik. Dalam media, representasi didefinisikan sebagai cara

seseorang atau sekelompok individu mengekspresikan ide atau perasaan

tertentu. Menurut John Fiske, representasi melibatkan tiga tahap, dan

keempat proses tersebut dapat diidentifikasi menggunakan tabel berikut.

Tabel 2.1

Proses Representasi menurut John Fiske

Pertama Realitas

Elemen seperti perilaku, ucapan/dialog, kosmetik,

pakaian, bahasa tubuh/isyarat, dan banyak lagi

memainkan peran penting dalam bahasa tertulis,

termasuk transkrip wawancara, makalah, dan format

tekstual lainnya, serta di televisi.

Kedua Representasi

Secara teknis, komponen-komponen ini terwakili. Ini

mencakup kata, frasa, gambar, deskripsi, proposal,

grafik, dan unsur bahasa tertulis lainnya. Ini

mencakup

hal-hal seperti grafik, kamera, pencahayaan, musik dan


18

suara, dan banyak lagi terkait televisi. Simbol-simbol

yang mewakili pokok bahasan, seperti orang, tempat,

cerita, percakapan, dan sejenisnya, kemudian

digunakan untuk mengekspresikan komponen-

komponen tersebut dengan lebih baik.

Ketiga Ideologi

Kemudian, kerangka hubungan dan norma ideologi,

termasuk yang berkaitan dengan sosialisme,

individualisme, liberalisme, materialisme, rasisme,

kelas, patriarki, dan banyak lagi, digabungkan dengan

semua komponen tersebut.

Sisi realitas yang pertama adalah ketika ide atau peristiwa ditampilkan

sebagai sesuatu yang asli oleh media dengan menggunakan bahasa visual.

Ini pada dasarnya berkaitan dengan hal-hal seperti suara, pakaian,

penampilan, lingkungan sekitar, dan banyak lagi. Realitas selalu siap

dengan isyarat selama prosedur ini. Yang kedua adalah makna, yaitu

representasi realitas melalui komponen teknologi seperti grafik, bahasa

tulis, animasi, dan foto. Ketiga, langkah terakhir mencakup tahap kognitif,

di mana kejadian-kejadian dikontekstualisasikan dalam kerangka ideologis

yang dianut secara luas. Merupakan sebuah proses yang rumit bagaimana

berbagai
19

simbol representasi dipadukan dan dihubungkan dengan ideologi dan

kohesi sosial yang berlaku dalam suatu komunitas.

Setelah mencermati pemikiran di atas, maka dapat dikatakan bahwa

representasi merupakan suatu proses dinamis yang selalu dapat berubah

untuk memenuhi tuntutan dan kapasitas intelektual penggunanya, yaitu

manusia yang dinamis dan selalu berubah. Sifatnya yang dinamis

berangkat dari anggapan bahwa representasi merupakan suatu proses

dalam upaya menciptakan suatu objek. Selain itu, karena struktur pikiran

manusia akan selalu berkembang dan menimbulkan interpretasi baru.

Segala sesuatu mempunyai makna karena segala makna dibentuk dan

dikembangkan melalui representasi, yaitu suatu proses penandaan yang

memberikan makna akhir pada sesuatu.

3. Film

Saat ini, film telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan

sehari-hari, mengingat bahwa film merupakan media massa yang populer

dan digunakan luas oleh masyarakat. Setiap cerita dalam film dirancang

dengan cermat sehingga informasi dan pesan yang terkandung di

dalamnya dapat disampaikan secara efektif kepada penonton. Nilai-nilai

dan pesan yang tersirat dalam film dapat mempengaruhi penonton dalam

aspek kognitif, konatif, dan afektif penonton.

Danesi (2012) berpendapat, Film telah menjadi bentuk seni yang dapat

diterima oleh masyarakat sebagai sarana untuk mendapatkan wawasan dan


20

hiburan. Setiap film dirancang dengan cermat untuk mengemas pesan-

pesan yang terkandung di dalamnya agar dapat tersampaikan dengan baik

kepada penonton. Film juga memiliki daya tarik besar, mulai dari segi

aspek estetika karena menggabungkan dialog, alur cerita, musik, serta

adegan secara naratif dan visual. (h.100)

Film juga memiliki peran dalam Karya Sastra dan Sebagai Media

Pendidikan :

a. Film Sebagai Karya Sastra

Film sebagai karya sastra adalah interpretasi naratif yang

memadukan elemen visual, audio, dan sastra untuk menciptakan

pengalaman artistic. Unsur-Unsur sastra seperti plot, karakter, dan

tema disampaikan melalui adega visual dan dialog. Sergei Eisenstein,

seorang ahli teori film, menekankan pentingnya pemotongan

(montage) dalam menciptakan makna dalam film. Dengan demikian,

film bukan hanya hiburan tetapi juga bentuk ekspresi sastra yang

memadukan visual dan audio untuk menghadirkan cerita dan emosi.

Menurut Effendy (1986), Film merupakan alat komunikasi

audiovisual yang digunakan untuk menyampaikan pesan kepada

sekelompok individu yang berkumpul dalam satu area (h.134). Film

adalah jenis komunikasi lain yang menggabungkan komponen kreatif

dan realistis. Ini adalah wahana untuk mengekspresikan dan


21

menyebarkan pemikiran para penulisnya, dengan tujuan menghibur

dan memberi informasi kepada penontonnya.

b. Film Sebagai Media Pendidikan

Menurut Mangunhardjana (1967), Film dapat meningkatkan

pengalaman hidup seseorang dan terkadang mengaburkan realitas

kehidupan yang lebih dalam (h.7). Konsep-konsep tersebut dapat

memberikan ide-ide baru dan bermanfaat, namun juga dapat

membingungkan karena konsep-konsep baru ini mungkin sulit untuk

diselaraskan. Orang bisa belajar tentang cara hidup dan kebiasaan baru

melalui film, namun film juga bisa menjadi alat peniruan yang salah

arah.

Menurut Sudjana dan Rivai (1995) manfaat penggunaan media

film sebagai media pembelajaran antara lain:

1. Mengembangkan ide dan pendapat para peserta didik.

2. Meningkatkan pemahaman peserta didik tentang subjek tersebut..

3. Merangsang Imajinasi peserta didik.

4. Mengembangkan minat dan dorongan peserta didik untuk belajar

(h.102)

Film harus dipilih secara hati-hati untuk melengkapi ajaran yang

sudah ada. Oleh karena itu, instruktur harus memahami video yang

tersedia dan menontonnya terlebih dahulu untuk menilai nilai


22

pembelajarannya. Setelah menonton, penting untuk mengadakan

percakapan, yang juga harus direncanakan sebelumnya. Nasution

(2011) berpendapat, film tertentu mungkin perlu ditonton dua kali atau

lebih agar bisa fokus pada bagian-bagian penting. Untuk menjamin

bahwa siswa tidak sekadar menonton video untuk tujuan kesenangan,

mereka ditugaskan untuk memperhatikan komponen-komponen

tertentu terlebih dahulu. Setelah itu, evaluasi dapat dilakukan untuk

melihat seberapa banyak pembelajaran yang mereka peroleh dari video

tersebut (h.104).

4. Feminisme

Poerardaminta (1976) berpendapat secara umum, istilah feminisme

mengacu pada konsep pembebasan perempuan, karena banyak tradisi yang

menyebabkan ketidakadilan berdasarkan jenis kelamin. Asal-usul kata

'feminisme' berasal dari bahasa Latin 'femina,' yang berarti feminin atau

memiliki sifat perempuan. Feminisme juga dapat dijelaskan sebagai

sebuah gerakan yang menuntut kesetaraan hak antara perempuan dan laki-

laki (h.281).

Sejak akhir abad ke-18, gerakan feminisme dimulai dan sepanjang

abad ke-20, feminismenya berkembang pesat, terutama dalam upaya

mencapai kesetaraan hak politik bagi perempuan. Pada akhir abad ke-

20, gerakan
23

feminisme mencapai puncaknya pada tahun 1960-an ketika mulai

terungkap bahwa masyarakat modern masih didasari oleh struktur yang

tidak adil akibat budaya patriarki yang kuat. Upaya untuk membatasi

peran perempuan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam

bidang ekonomi dan politik, menjadi fokus perjuangan kaum feminis.

Menurut Megawangi (1996), terdapat dua kategori utama dalam

feminisme, yaitu yang mengadvokasi perubahan pada hakikat (nature)

perempuan dan yang mempertahankan hakikat perempuan. Dalam

kategori yang menginginkan perubahan pada hakikat perempuan, terdapat

berbagai aliran seperti Feminisme Eksistensialisme, Feminisme Liberal,

Feminisme Sosialis/Marxis, dan Teologi Feminis. Sementara itu, dalam

kategori yang mempertahankan hakikat perempuan, terdapat aliran-aliran

seperti Feminisme Radikal dan Ekofeminisme. Berikut penjelasan

mengenai aliran-aliran feminisme, yaitu :

1. Perubahan Nature Perempuan

Perubahan nature perempuan ertujuan untuk membawa

perubahan dalam kehidupan perempuan dengan menginspirasi

mereka untuk berpartisipasi dalam dunia yang sering didominasi

oleh laki-laki. Jika perempuan dapat mengembangkan potensi

mereka yang tidak terbatas oleh stereotip feminin dan memperkuat

sisi maskulin dalam diri mereka, maka mereka dapat mengklaim


24

bagian yang layak dalam dunia yang sebelumnya didominasi oleh

laki-laki.

a. Feminisme Eksistensialisme

Menurut Anwar (2010), feminisme merupakan suatu jalan

menuju pembebasan perempuan yang melibatkan dua aspek,

yaitu dimensi pemikiran dan tindakan. Dalam dimensi

pemikiran, feminisme bertujuan untuk membebaskan tubuh

perempuan dari label-label yang dilekatkan oleh budaya

patriarki. Dalam dimensi tindakan, Simone de Beauvoir

menekankan pentingnya kemandirian ekonomi sebagai pintu

masuk menuju pembebasan tubuh perempuan, dengan

tambahan bahwa partisipasi perempuan dalam ranah sosial,

budaya, dan politik juga sangat diharapkan. Feminisme

digerakkan oleh tekad untuk melawan berbagai bentuk

objektifikasi terhadap perempuan, karena dalam konteks sosial,

perempuan sering kali menghadapi kontrol yang dapat

berwujud dalam bentuk pemaksaan, baik yang terang-terangan

maupun yang tersirat. (h.129).

b. Feminisme Liberal

Lahirnya gerakan Feminisme yang dipelopori oleh kaum

perempuan terbagi menjadi dua gelombong dan pada masing-

masing gelombang memiliki perkembangan yang sangat pesat.


25

Diawali dengan kelahiran era pencerahan yang terjadi di Eropa

dimana Lady Mary Wortley Montagu dan Marquis de

Condiracet sebagai pelopornya. Aliran ini mengusung tujuan

untuk menciptakan perubahan sosial melalui perbaikan dalam

hukum dan perundang-undangan, dengan harapan bahwa

perempuan akan memiliki kemampuan untuk mengubah peran

dan hakikat diri mereka sehingga tercapai kesetaraan dengan

laki-laki. Feminisme aliran ini juga meyakini bahwa

perempuan dan laki-laki memiliki kapasitas rasional yang

setara.

c. Feminisme Sosialis

Sjahir (1982) menyatakan, Feminis sosialis menyoroti aspek

gender dan ekonomi dalam penindasan terhadap perempuan.

Mereka melihat perempuan sebagai anggota kelas ekonomi

dalam perspektif Marx dan juga sebagai "kelas seks,"

sebagaimana dikemukakan oleh Shulamith Firestone. Dengan

kata lain, perempuan dianggap sebagai pihak yang memberikan

pelayanan yang sangat berharga bagi kapitalisme, baik sebagai

pekerja yang berkontribusi maupun sebagai istri yang tidak

mendapatkan upah untuk pekerjaan rumah tangga mereka.

(h.91)

d. Teologi Feminis

Teologi Feminis merupakan modifikasi dari pendekatan Marxis

yang telah disesuaikan dengan dimensi agama, dimana agama


26

digunakan sebagai alat untuk memperjuangkan pembebasan

perempuan dari keterbelengguan dalam keluarga dan oleh laki-

laki. Sementara ini muncul karena pandangan laki-laki yang

menggunakan agama untuk melegitimasi dominasi mereka.

Dengan demikian, kaum perempuan memiliki kemampuan

untuk mengadopsi pendekatan agama dengan tujuan

mengubahnya tidak untuk melegitimasi kekuasaan elit, tetapi

untuk melegitimasi perjuangan pembebasan golongan yang

terpinggirkan, termasuk perempuan.

2. Pelestarian Nature Perempuan

Pelestarian hak-hak alamiah perempuan bertujuan untuk

menggoyahkan sistem patriarki, tanpa harus menghilangkan esensi

perempuan, melainkan dengan menonjolkan potensi dan kualitas

feminin. Transformasi sosial dari struktur hierarkis (patriarki)

menjadi masyarakat yang lebih setara (matriarki) dapat

diwujudkan apabila perempuan mampu memasuki ranah yang

sejauh ini didominasi oleh maskulinitas, namun tetap

mempertahankan esensi kualitas perempuan.

a) Feminisme Radikal

Gerakan feminis radikal adalah sebuah gerakan yang fokus

pada pertahanan hak-hak seksual perempuan, namun seringkali

dianggap memiliki keterbatasan dalam mengakui aspek-aspek


27

lain dari realitas perempuan. Perspektif ini menekankan bahwa

pengendalian fisik perempuan oleh laki-laki, seperti dalam

hubungan seksual, merupakan bentuk penindasan terhadap

perempuan. Mereka melihat patriarki sebagai landasan ideologi

penindasan, yaitu sistem hierarki seksual yang memberikan

laki- laki posisi superior dan keunggulan ekonomi yang lebih

besar.

b) Ekofeminisme

Ekofeminisme memiliki manifestasi yang dikenal dengan "A

Declaration of Interdependence". Aliran ekofeminisme

mendorong perempuan untuk memperjuangkan hak-hak

mereka dengan menjunjung tinggi esensi feminin mereka,

dengan tujuan bukan hanya untuk mendominasi sistem yang

selama ini didominasi oleh maskulinitas, tetapi juga untuk

menciptakan keseimbangan dalam sistem tersebut.

Herin Puspita Wati (2013) menyatakan, bahwa aliran-aliran

feminisme sebenarnya muncul karena adanya ketimpangan gender

terkait dengan peran dan status perempuan di dalam keluarga dan

juga masyarakat. Agar mencapai pembangunan kesetaraan gender

dan keadilan gender maka harus adanya relasi gender yang

harmonis antara perempuan dan laki-laki (h.6-9).


28

Kaum feminis juga terbagi menjadi beberapa aliran, sesuai

dengan fokus-fokusnya sebagai berikut :

3. Feminisme Psikoanalis

Feminisme Psikoanalis adakah penindasan terhadap perempuan

memiliki akar dalam aspek fisik dan pola pikir perempuan,

dengan menganalisis isu-isu seperti drama psikoseksual Oedipus

dan kompleksitas kastrasi.

4. Feminisme Post Modern

Feminisme post modern berupaya untuk menghindari tindakan-

tindakan yang dapat memperkuat pemikiran falogosentris, yang

cenderung memberikan gaya dominan pada kata-kata yang

berasal dari bahasa yang dipandang sebagai laki-laki. Oleh

karena itu, dapat disimpulkan bahwa feminisme postmodern

melihat dengan skeptisisme terhadap upaya dalam feminisme

yang mencoba menjelaskan penyebab di balik tindakan operasi

terhadap perempuan sebagai upaya mencapai kebebasan.

5. Feminisme Multikultural dan Global

Menurut aliran feminisme multikultural dan global, penindasan

terhadap perempuan dapat timbul bukan hanya karena patriarki,

tetapi juga karena faktor-faktor seperti etnisitas, ras,

kolonialisme, dan perpecahan dalam dunia.


29

5. Analisis Semiotika

Semiotika adalah metode analisis yang digunakan untuk memeriksa

tanda-tanda dalam kehidupan sehari-hari. Kata "semiotika" berasal dari

kata Yunani "semeion," yang berarti "tanda." Tanda-tanda ini didefinisikan

sebagai entitas yang, berdasarkan konvensi sosial sebelumnya, dapat

mewakili sesuatu yang lain. Dalam terminologi, semiotika dapat diartikan

sebagai sebuah disiplin ilmu yang memeriksa berbagai objek, peristiwa,

serta seluruh aspek budaya sebagai tanda. Van Zoest menjelaskan

semiotika sebagai "ilmu yang memeriksa tanda (sign) beserta segala

aspeknya, termasuk fungsi, relasinya dengan hal lain, pengirimannya, dan

penerimaannya oleh individu yang menggunakannya.

Dalam analisis semiotika, metode ini digunakan untuk menganalisis

dan memberikan makna pada berbagai simbol yang terkandung dalam

suatu rangkaian pesan atau teks. Teks yang dimaksud dalam konteks ini

mencakup segala bentuk dan sistem simbol, baik yang ditemui dalam

media massa seperti program televisi, kartun dalam media cetak, film,

sandiwara radio, dan berbagai jenis iklan, maupun yang terdapat di luar

domain media massa, seperti lukisan, patung, candi, dan monumen.

Berger (2003), mengungkapkan Semiotika memberikan perhatian pada

segala sesuatu yang dapat diidentifikasi sebagai tanda. Tanda dapat

merujuk pada elemen-elemen yang memiliki makna yang penting dalam

penggantian
30

sesuatu yang lain. Sang sesuatu yang lain tidak harus ada secara fisik, atau

tanda itu sendiri mungkin hadir dalam konteks tertentu pada waktu yang

spesifik. Oleh karena itu, semiotika, pada dasarnya, adalah sebuah disiplin

yang mengkaji segala hal yang digunakan untuk menyampaikan pesan,

apakah itu pesan yang bersifat tidak benar atau benar. Jika suatu elemen

tidak dapat digunakan untuk menyampaikan pesan yang tidak benar, maka

sebaliknya, elemen tersebut juga tidak dapat digunakan untuk

menyampaikan kebenaran (h.18).

Pateda (2001) mengungkapkan sekurang-kurangnya terdapat sembilan

macam semiotik yaitu :

a. Semiotik Analitik

Semiotik Analitik adalah disiplin yang mengkaji sistem tanda. Menurut

Pierce, fokus semiotik adalah pada tanda dan cara penganalisisannya

mengenai ide, objek, dan makna. Ide dapat diasosiasikan sebagai

lambang, sementara makna merujuk pada konsep yang terkandung

dalam lambang yang mengacu kepada objek spesifik.

b. Semiotik Deskriptif

Semiotik deskriptif fokus pada sistem tanda yang masih berlaku dalam

pengalaman kita saat ini, meskipun ada tanda-tanda yang telah

berlangsung lama dan tetap relevan seperti yang kita saksikan sekarang.

Misalnya, cuaca mendung selalu menandakan bahwa hujan akan segera

turun, dan ini telah berlaku sejak dulu hingga sekarang. Selain itu, jika
31

kita melihat ombak berbusa di laut, itu adalah tanda bahwa laut sedang

bergelombang. Meskipun, dengan kemajuan ilmu pengetahuan,

teknologi, dan seni, manusia telah menciptakan banyak tanda-tanda baru

yang memenuhi kebutuhan mereka.

c. Semiotik Faunal (Zoo Semiotik)

Semiotik faunal, atau Zoo Semiotik, adalah cabang semiotik yang secara

spesifik mempelajari sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan. Hewan

seringkali menggunakan tanda-tanda untuk berkomunikasi di antara

sesama mereka, namun kadang-kadang tanda-tanda tersebut juga dapat

dimengerti oleh manusia. Contohnya, ketika seekor ayam betina

berkokok, itu bisa menandakan bahwa ayam tersebut baru saja bertelur

atau sedang merasa terancam. Tanda-tanda yang dihasilkan oleh hewan

seperti ini menjadi fokus utama bagi mereka yang tertarik dalam bidang

semiotik faunal.

d. Semiotik Kultural

Semiotik kultural adalah cabang semiotik yang secara khusus mengkaji

sistem tanda yang berlaku dalam suatu kebudayaan tertentu. Masyarakat

sebagai entitas sosial memiliki sistem budaya yang diturunkan secara

turun-temurun dan diberdayakan. Budaya ini, sebagai bagian dari sistem

tersebut, menggunakan tanda-tanda khusus yang membedakannya dari

kebudayaan lainnya.

e. Semiotik Naratif
32

Semiotik naratif adalah cabang semiotik yang secara khusus memeriksa

sistem tanda yang terkandung dalam narasi berupa mitos dan cerita

lisan, seperti Folklore. Diketahui bahwa beberapa dari mitos dan cerita

lisan ini memiliki nilai kultural yang sangat signifikan.

f. Semiotik Natural

Semiotik natural adalah cabang semiotik yang secara spesifik mengkaji

sistem tanda yang dihasilkan oleh alam. Contohnya, ketika air sungai

keruh, itu bisa menjadi indikasi bahwa hujan telah turun di hulu sungai,

atau ketika daun pohon berubah menjadi kuning dan jatuh, itu juga

merupakan tanda-tanda alam. Bahkan dalam situasi di mana alam

menunjukkan ketidakramahannya terhadap manusia, seperti banjir atau

tanah longsor, sebenarnya hal tersebut memberikan tanda kepada

manusia bahwa perilaku manusia telah berdampak negatif pada alam.

g. Semiotik Normatif

Semiotik normatif adalah cabang semiotik yang secara khusus mengkaji

sistem tanda yang diciptakan oleh manusia dan berwujud dalam norma-

norma, seperti rambu-rambu lalu lintas. Di dalam kereta api, seringkali

kita akan menemui tanda yang memberikan pesan bahwa merokok

dilarang.
33

h. Semiotik Sosial

Semiotik sosial adalah cabang semiotik yang secara spesifik mengkaji

sistem tanda yang dibuat oleh manusia dalam bentuk lambang, baik itu

lambang yang berwujud dalam bentuk kata maupun dalam satuan yang

lebih besar seperti kalimat. Buku yang ditulis oleh Halliday pada tahun

1978 berjudul "Language Social Semiotic." Dengan kata lain, semiotik

sosial memeriksa sistem tanda yang terdapat dalam bahasa.

i. Semiotik Struktural

Semiotik struktural adalah cabang semiotik yang secara khusus

mengkaji sistem tanda yang terwujud melalui struktur bahasa.

Secara singkat Sobur (2003) menungkapkan semiotika adalah suatu ilmu

atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda disini yaitu

perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini,

di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika, atau

dalam istilah Barhtes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari

bagaimana kemanusiaan (humanity) memakai hal-hal (things). (h.15)

Sedangkan menurut Lechte (2003) Semiotika adalah teori tentang tanda

dan penandaan (h.16).


34

6. Teori Semiotika Roland Barthes

a. Pengertian Teori Semiotika Roland Barthes

Jafar Latowa (2017) mengungkapkan, Teori semiotika merupakan

teori yang digunakan untuk menganalisis fenomena budaya, dan telah

menjadi acuan bagi beberapa metode analisis tanda yang terjadi. Semiotik

diartikan juga sebagai ilmu yang mengkaji tanda dalam kehidupan

manusia, maksudnya semua yang hadir dalam kehidupan dilihat sebagai

tanda, yakni sesuatu yang harus diberi makna (h.3).

Kurniawan (2001), mengungkapkan Semiotika milik Barthes

merupakan pengembangan dari semiotika milik Saussure. Namun, sistem

penandaan yang dikemukakan oleh Barthes tidak berpegang pada makna

utama saja, melainkan juga melalui makna konotasi. Penandaan itu sendiri

tidak terbatas pada bahasa, tetapi juga mencakup hal-hal non verbal.

Berdasarkan pemikiran Barthes, ia menyakini bahwa kehidupan sosial itu

adalah suatu bentuk dari signifikasi itu sendiri (h.53).

Bagi Barthes, tanda ada dimana-mana, termasuk dalam aktivitas sosial

sehari-hari manusia, misalnya kata-kata adalah tanda, isyarat adalah tanda,

bendera adalah tanda dan lainnya. Barthes juga memakai istilah orders of

signification di dalam semiotikanya. Maksudnya, first order of signification

yaitu denotasi dan second order of signification yaitu konotasi.

Dalam tatanan yang pertama meliputi penanda dan petanda yang

berbentuk tanda, kemudian disebut denotasi. Selanjutnya, tandatanda itu


35

memunculkan pemaknaan lain yang disebut konotasi. Hal ini yang

membuat semiotika milik Barthes berbeda dengan semotika milik

Saussure. Semiotika milik Saussure lebih tertarik pada bagaiaman cara

strategis dalam pembentukan kalimat dan cara bentuk-bentuk kalimat

menentukan makna. Saussure juga tidak tertarik dengan fakta bahwa

kalimat yang sama dapat menyampaikan arti yang berbeda dalam keadaan

yang berbeda pula.

Kesimpulannya, Barthes hanya meneruskan pemikiran dari Saussure.

Barthes menekankan pada interaksi antara teks dan pengalaman pribadi,

serta budaya pengguna, terdapat interaksi antara apa yang terjadi dalam

teks dan apa yang dialami sesuai dengan harapan pengguna. Tanda

konotatif tidak hanya memiliki makna tambahan tetapi juga mengandung

tanda denotatif yang menjadi pembentuk keberadaan makna tersebut.

Barthes hanya membedakan dua jenis tandadalam teorinya, karena ia

mencari batas antara tanda denotatif dan tanda konotatif. Denotasi adalah

tingkat makna dari lapisan deskripsi pertama, yang berarti bahwa hampir

semua orang dapat memahami suatu hal tanpa terlebih dahulu

menjelaskannya. Kemudian pada makna lapisan kedua, yaitu konotasi,

dalam proses ini makna diciptakan dengan menghubungkan tanda yang ada

melalui aspek budaya yang lebih luas.

Di sisi lain dalam teorinya, Barthes juga memunculkan mitos. Menurut

Barthes, mitos terdapat pada tingkat kedua penandaan, setelah terbentuk

sistem sign-signifier-signified, kemudian tanda tersebut akan menjadi


36

penanda baru yang selanjutnya memiliki petanda kedua dan membentuk

tanda baru. Akhirnya, ketika sebuah tanda memiliki makna konotasi, lalu

makna konotasi tersebut berkembang menjadi makna denotasi, maka

makan denotasi tersebut yang akan menjadi mitos.

Tabel 2.2
Model Semiotika Roland Barthes
1. Signifier 2. Signified

3 Sign
II SIGNIFIED
I SIGNIFIER

III SIGN

Ferdinand de Saussure mengukuhkan pengertian tanda dalam konteks

komunikasi manusia, dengan jelas membedakan apa yang disebutnya

dengan “tanda” (signe). Ia menjelaskan bahwa “petanda” (petanda) dan

“penanda” digabungkan untuk menciptakan tanda tersebut. Menurutnya,

tanda merupakan kombinasi dari gambaran pendengaran yang terkait dan

pemikiran mental. Dari sudut pandangnya, ambiguitas suatu gagasan dapat

dihilangkan dengan menggunakan struktur triadik, yang terdiri dari tiga

istilah yang saling lepas namun juga saling berhubungan. Oleh karena itu,

ia menggunakan kata “tanda” untuk merujuk pada keseluruhan pengaturan

ini. Ia menciptakan kata “petanda” untuk merujuk pada isi konseptual dan

“penanda” untuk merujuk pada bentuk nyata atau representasi fisik yang
37

diasumsikan oleh suatu tanda, baik berupa suara, gambar, teks tertulis,

representasi visual, dan sebagainya. pada, untuk menggantikan konsep

konsep dan gambar suara. Dikotomi intrinsik yang membedakan kedua

istilah ini satu sama lain dan dari konteks yang lebih luas di mana istilah-

istilah tersebut ditempatkan ditunjukkan oleh kedua istilah ini. Ia

menegaskan bahwa tidak ada gagasan tunggal, tidak berubah, dan mutlak

dan bahwa hubungan antara penanda dan petanda pada akhirnya bersifat

arbitrer.

b. Penggunaan teori semiotika Roland Barthes

Scene ke-1 Film 3 Srikandi

Gambar 2.1

Potongan Scene pada film 3 Srikandi

Dialog dari film tersebut

Dialog Yana : “Pak, Yana menang Pak...”

Dialog Bapak Yana : “Lalu Bapak mesti ngapain? Hmmm.

Mengalungkan karangan bungan, loncat-loncat

kegirangan, hmmm?”
38

Saat gambar ini ditampilkan, suara latar yang diputar adalah suara

malam yang damai dan alami, serta suara samar serangga.

Penanda

Yana : Mengenakan pakaian serba putih dengan jaket departemen

olahraga, ia memegang seikat bunga, piala, dan medali di tangan

kanannya. Dia berbalik untuk melihat ayahnya yang duduk, mulutnya

ternganga dengan ekspresi bahagia.

Bapak Yana : Ia duduk dengan ekspresi wajah gerah sambil memegang

botol minuman sambil mengenakan kaos dan sarung.

Petanda

Yana baru saja kembali ke rumah dan dengan bersemangat

memberi tahu orang tuanya bahwa dia memenangkan kejuaraan.

Tataran Denotatif

Seorang wanita berpakaian serba putih dan dibalut jaket

terlihat di adegan pembuka foto sambil memegang medali, piala, dan

seikat bunga di tangan kanannya. Gambar tersebut menggambarkan

seorang wanita tampak bahagia dengan mulut ternganga. Dia berdiri di

salah satu ruangan rumah, menghadap seseorang yang duduk

membelakanginya.

Tataran Konotatif

Yana yang baru pulang dari lomba masuk ke dalam rumah

dengan riang dan dipeluk hangat oleh ibunya di adegan pembuka ini.
39

Yana terlihat dalam foto berusaha meyakinkan ayahnya bahwa dia

memenangkan kompetisi dan mendapat medali. Yana menambahkan

dalam percakapannya, "Pak, Yana menang Pak." Yana terlihat sangat

senang dan gembira saat itu, berdasarkan ekspresi wajahnya. Namun,

berbeda dengan Yana dan ibunya, ayah Yana sangat kecewa. Raut

wajah ayah Yana yang geram dan frustasi, serta perkataannya, "Kalau

begitu, apa yang harus aku lakukan?" tunjukkan ini. Hmm.

Menggantung karangan bunga dan menari kegirangan? Hmm."

Yana jelas merupakan seorang remaja putri yang, seperti orang

tuanya, memiliki hobi menyanyi selain juga cukup bercita-cita menjadi

seorang atlet. Namun impian Yana dan keinginan ayahnya berbeda.

Ayah Yana menilai putrinya tidak boleh menekuni bidang atletik

karena menurutnya atletik hanya boleh ditekuni untuk kepentingan

bangsa dan masyarakat, bukan untuk keluarga. Pandangan tradisional

orang tua sering kali menghalangi impian anak menjadi kenyataan.

Hal ini menjelaskan mengapa orang tua harus diperbolehkan

menerima pilihan anak mereka selama pilihan tersebut benar secara

moral dan tidak memaksakan kehendak mereka. Gambaran ini jelas

menunjukkan bahwa perempuan adalah individu kuat yang harus

mengikuti nalurinya karena merekalah yang tahu apa yang terbaik bagi

dirinya.
40

7. Modul Ajar Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia

a. Kurikulum Merdeka

Kurikulum masa kini yang telah mentransformasikan maknanya dari

kumpulan topik menjadi kumpulan pengalaman, dipengaruhi tidak hanya

oleh meningkatnya tugas dan tanggung jawab sekolah, namun juga oleh

penemuan dan sudut pandang baru, khususnya di bidang psikologi

pembelajaran. Sebab, dalam proses pembelajaran, pengalaman dihargai

lebih dari sekedar mengumpulkan sekumpulan pengetahuan.

Kurikulum Merdeka adalah strategi pendidikan yang dikembangkan

oleh pemerintah Indonesia dengan tujuan memodernisasi dan

meningkatkan sistem pendidikan negara. Strategi kurikulum merdeka

dimaksudkan untuk memberikan lembaga pendidikan, termasuk sekolah

dan universitas, lebih mandiri dan fleksibel dalam mengembangkannya.

kurikulum merdeka bertujuan untuk mewujudkan sistem pendidikan yang

lebih inklusif, berorientasi pada hasil, dan relevan yang mampu beradaptasi

dengan kebutuhan peserta didik dan masyarakat dengan lebih sukses.

Metode ini memberikan lembaga pendidikan wewenang untuk mengambil

keputusan tentang pengajaran. dan pembelajaran, memungkinkan mereka

untuk menyesuaikan pendidikan dengan kebutuhan siswa dan masyarakat

dengan lebih baik.


41

Dalam Kurikulum merdeka, salah satu tujuan dari mata pelajaran

bahasa Indonesia adalah untuk mengembangkan kemampuan peserta didik

dalam menikmati dan memanfaatkan karya sastra sebagai sarana untuk

memperluas pengetahuan dan budi pekerti, serta meningkatkan pengusaan

bahasa. Selain itu, tujuan tersebut juga mencakup menghargai serta

memperkaya kahzanah budaya dan intelektual Indonesia melalui apresiasi

terhadap sastra Indonesia.

b. Pengertian Modul Pembelajaran

Menurut Nasution (2003) Buku adalah cara paling populer bagi orang

untuk belajar, dan modul adalah salah satu jenis buku instruksional.

Penekanan dalam suatu modul adalah pada kemandirian siswa (belajar

mandiri dalam jangka waktu tertentu). “Modul dapat dirumuskan sebagai

suatu kesatuan yang lengkap dan mandiri yang terdiri dari serangkaian

kegiatan yang dirancang untuk membantu siswa mencapai tujuan yang

spesifik dan jelas.” Sementara itu, pengajaran modular mengacu pada

pengajaran yang sebagian besar atau seluruhnya didasarkan pada modul.

Modul adalah suatu paket pembelajaran yang memuat satu kesatuan isi

pelajaran yang dapat dibaca atau dipelajari sendiri oleh seorang individu

(h.205).

Menurut Purwanto (2007), modul adalah suatu bahan pembelajaran

yang dibuat secara sistematis berdasarkan kurikulum tertentu yang dikemas

dalam satuan pembelajaran terkecil, sehingga memungkinkan

terjadinya
42

pembelajaran secara mandiri dalam batas waktu yang telah ditentukan.

Tujuannya adalah untuk membantu peserta menguasai keterampilan yang

diajarkan dalam kegiatan pelatihan atau pembelajaran dengan sebaik-

baiknya. Tujuannya adalah sebagai sumber belajar bagi siswa untuk

digunakan dalam kegiatan pendidikan mereka (h.10).

Menurut Nana Sudjana (2002), istilah “modul” pada awalnya mengacu

pada suatu alat ukur komprehensif yang berfungsi sebagai satuan yang

berdiri sendiri namun dapat juga digunakan bersama dengan satuan

lainnya. Unit kegiatan belajar terjadwal yang disebut modul dibuat untuk

membantu siswa tertentu mencapai tujuan belajarnya. Ini dapat dianggap

sebagai suatu paket program pengajaran yang terdiri dari unsur-unsur

seperti tujuan pembelajaran, bahan ajar, media atau alat, sumber belajar,

dan sistem penilaian (h.132).

Kesimpulan dari teori diatas buku merupakan alat pengajaran yang

banyak disukai, dan salah satu jenis buku pembelajaran yang menekankan

kemandirian siswa dalam belajar adalah modul. Modul adalah suatu unit

pembelajaran mandiri yang dibuat secara metodis berdasarkan kurikulum

tertentu dalam konteks ini. Tujuannya adalah untuk membantu siswa

mencapai tujuan pembelajaran yang tepat dan terdefinisi dengan baik

dalam jangka waktu tertentu. Beberapa atau seluruh kegiatan pembelajaran

dapat dimasukkan dalam pengajaran modular, yang dikaitkan dengan

penggunaan modul. Modul yang tadinya digunakan untuk

menggambarkan suatu alat


43

ukur yang bersifat menyeluruh, kini berkembang menjadi suatu paket

pembelajaran yang memuat unsur-unsur seperti tujuan pembelajaran, bahan

ajar, teknik pembelajaran, media atau alat, sumber belajar, dan sistem

penilaian. Singkatnya, modul berfungsi sebagai alat pembelajaran yang

membantu siswa memahami keterampilan yang diberikan selama pelatihan

atau kegiatan instruksional.

c. Perencanaan Pembelajaran Kurikulum Merdeka

1) Capaian Pembelajaran (CP)

Kemampuan belajar yang harus diperoleh anak pada setiap

tahapan, dimulai dari tahap dasar pendidikan anak usia dini

(PAUD), disebut dengan Capaian Pembelajaran (CP). Jika CP

dibandingkan dengan perjalanan berkendara, maka CP mencakup

tujuan yang luas dan jumlah waktu yang diperlukan untuk

mencapainya (fase). Pemerintah membaginya menjadi enam bagian,

atau fase, untuk mencapai garis finis. Setiap fase berlangsung 1-3

tahun.

Keterampilan yang perlu diperoleh dalam capaian

pembelajaran diuraikan dalam paragraf yang mencakup

pengetahuan, keterampilan, serta sikap dan disposisi yang

berorientasi pada pembelajaran. Di sisi lain, profil siswa Pancasila

merinci keterampilan umum dan sifat kepribadian yang perlu

dikembangkan secara mandiri. Informasi yang dipelajari disusun

dalam urutan yang konsisten dengan merangkumnya dalam

paragraf.
44

2) Merumuskan Tujuan Pembelajaran

Alat yang berguna untuk menciptakan tujuan pembelajaran

adalah teori taksonomi bloom yang diterapkan pada proses.

Sementara itu, taksonomi bloom telah diperbarui untuk

mencerminkan temuan penelitian baru. Berdasarkan taksonomi

Bloom, Anderson dan Krathwohl menciptakan taksonomi yang

mereka yakini lebih cocok untuk lingkungan belajar saat ini.

Anderson dan Krathwohl mengkategorikan bakat kognitif ke dalam

tahapan, dari yang paling dasar hingga yang paling maju:

mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi,

dan menciptakan.

3) Menyusun Alur Tujuan Pembelajaran

Setelah Anda membuat tujuan pembelajaran, langkah

selanjutnya dalam persiapan pembelajaran adalah membuat alur

tujuan pembelajaran. Apa yang secara historis disebut “kurikulum”

pada umumnya menyangkut perencanaan dan pengorganisasian

pembelajaran serta penilaian selama satu tahun dan pada hakikatnya

merupakan suatu aliran tujuan pembelajaran. Artinya guru dapat

menggunakan alur tujuan pembelajaran secara mandiri. Ini dapat

diperolehnya dengan tiga cara, (1) Buatlah sendiri sesuai dengan

tujuan pembelajaran, (2) dengan membuat dan memodifikasi contoh


45

yang diberikan; atau (3) menggunakan contoh yang diberikan

pemerintah.

4) Merancang dan Mengembangkan Modul Ajar

Modul pembelajaran minimal harus mencakup tujuan, langkah,

materi, penilaian, dan sumber belajar lainnya untuk membantu guru

menyampaikan pembelajaran. Modul pendidikan biasanya

mencakup rencana pembelajaran untuk tujuan pembelajaran tertentu

berdasarkan urutan tujuan pembelajaran yang ditentukan. Modul

pengajaran Kurikulum Merdeka dirancang untuk membantu guru

menyampaikan pembelajaran yang tidak harus berbasis buku teks,

namun lebih spesifik konteks dan mudah beradaptasi. Pilihan atau

pendekatan pembelajaran lainnya adalah dengan menggunakan

modul pendidikan.

d) Implementasi Pembelajaran Kurikulum Merdeka

Kurikulum Merdeka sangat menekankan pada keterpaduan

antara asesmen dan pembelajaran, khususnya asesmen formatif, sebagai

suatu siklus pembelajaran. Perlunya merancang teknik pembelajaran

yang sesuai dengan tahapan pencapaian belajar siswa ditonjolkan pada

Prinsip Pembelajaran dan Penilaian. Untuk membantu guru dalam

menyampaikan pelajaran, modul pembelajaran paling sedikit memuat

tujuan, langkah, materi, penilaian, dan sumber belajar lainnya. Rencana

pembelajaran untuk tujuan pembelajaran tertentu berdasarkan urutan


46

tujuan pembelajaran yang telah ditentukan umumnya disertakan dalam

modul pendidikan. Modul pengajaran Kurikulum Merdeka dimaksudkan

untuk mendukung pendidik dalam menyampaikan pembelajaran yang

lebih spesifik konteks dan fleksibel dibandingkan pembelajaran berbasis

buku teks. Pemanfaatan modul pendidikan memberikan tambahan

metode atau media dalam pembelajaran.

e. Pembelajaran pada Abad 21

1) HOTS dalam pembelajaran abad 21

Menurut Saefullah (2018) Sistem pembelajaran abad ke-21 berbasis

Higher Order Thinking Skills (HOTS) sangat menekankan pada

pemikiran kritis, kerja sama tim, komunikasi, dan kreativitas.

Keterampilan tersebut kemudian dikembangkan menjadi HOTS

(Higher Order Thinking Skills) yang meliputi kemampuan evaluasi

dan kreasi.

2) Penerapan 4C dalam pembelajaran abad 21

a) Creative Thinking

Kemampuan berpikir tingkat tinggi mencakup kemampuan

berpikir kreatif. Kemampuan untuk memunculkan ide, pemikiran,

atau produk orisinal yang disesuaikan dengan kreativitas pribadi

merupakan komponen kunci dari kemampuan berpikir kreatif.

Dengan demikian, kemampuan untuk mengembangkan atau

membangun sesuatu dengan penemuan-penemuan baru dan


47

menarik serta imajinasi tingkat tinggi membuat seseorang

memenuhi syarat sebagai orang yang kreatif.

b) Critical Thinking

Selain berpikir kreatif dan inventif, berpikir kritis merupakan

salah satu contoh kemampuan berpikir tingkat tinggi. Berpikir

kritis menuntut orang untuk mengevaluasi dan memeriksa ide-ide

guna meningkatkan pemikiran mereka dalam mencapai tujuan

tertentu. Salah satu aktivitas yang sering berhubungan dengan

ranah kognitif atau memerlukan aktivitas otak adalah berpikir

kritis. Ini dibagi menjadi enam kelompok utama yang berkembang

dari tingkat yang lebih rendah ke tingkat yang lebih tinggi.

c) Communication

Praktek mengirim dan menerima pesan antara dua orang atau

lebih dikenal dengan istilah komunikasi secara umum.

Komunikasi lisan, tertulis, verbal, atau nonverbal adalah semua

cara yang mungkin untuk mengkomunikasikan sesuatu. Teknik

mengkomunikasikan gagasan dengan menggunakan kata-kata

tertulis yang mempunyai makna tertentu disebut komunikasi

tertulis. Akibatnya, komunikasi tertulis dapat didefinisikan sebagai

aktivitas komunikatif apa pun termasuk menulis dan membaca

yang menggunakan alat tertulis untuk mengilustrasikan atau

mendeskripsikan komunikasi lisan.


48

Tindakan mentransfer informasi dan teknologi dari pendidik ke

peserta didik dengan cara yang memungkinkan mereka memahami

pesan yang dimaksud sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan

dikenal sebagai komunikasi efektif dalam pendidikan. Hal ini

mendorong perubahan perilaku yang konstruktif dengan

meningkatkan wawasan pengetahuan dan teknologi. Merupakan

tugas mendasar pendidik untuk menjamin terjalinnya komunikasi

yang efisien selama proses pembelajaran.

d) Collaboration

Apabila siswa bekerja dalam kelompok kecil dibandingkan

sekedar mendengarkan ceramah guru atau memberikan

penjelasan, maka siswa akan lebih terlibat aktif dalam proses

pembelajaran. Akibatnya, istilah "keterampilan kolaboratif"

mengacu pada serangkaian kemampuan yang digunakan siswa

untuk terlibat dalam diskusi kelompok, membangun pengetahuan,

dan mencapai tujuan pembelajaran bersama melalui interaksi

sosial sambil diawasi oleh guru.

3) Literasi dalam pembelajaran abada 21

Kompetensi abad 21 meliputi kemampuan literasi dasar meliputi

membaca, menulis, berhitung, sains, literasi digital, literasi keuangan,

literasi budaya, dan kewarganegaraan. Ketiga elemen ini kompetensi,


49

karakter, dan pembelajaran akan menghasilkan pembelajaran seumur

hidup. Adapun beberapa definisi untuk keterampilan literasi.

a) Literasi Baca Tulis

Menulis dan membaca Kemampuan memahami informasi

implisit dan eksplisit teks tertulis dikenal dengan istilah literasi.

Kemampuan ini juga diperlukan untuk menuliskan ide dan

pemikiran.

b) Literasi Numerasi

Kemampuan untuk menggunakan berbagai angka dan simbol

yang terkait dengan aritmatika dasar untuk mengatasi situasi dunia

nyata dikenal sebagai literasi berhitung.

c) Literasi Sains

Kemampuan memahami proses sosial dan ekologi di

lingkungan kita dikenal dengan istilah literasi sains. Diharapkan

dengan literasi ini, kita dapat mengambil keputusan untuk hidup

lebih aman dan sehat berdasarkan pengetahuan ilmiah.

d) Literasi Finansial

Kemampuan menggunakan pengetahuan tentang ide, bahaya,

dan kemampuan keuangan dalam industri keuangan dikenal

dengan istilah literasi keuangan.

e) Literasi Digital
50

Untuk mengakses dan menyaring informasi yang masuk tanpa

terkendali, seseorang harus bisa menggunakan digital dimasa

pembelajaran abad 21.

f) Literasi Budaya dan Kewargaan

Memahami hak dan kewajiban seseorang sebagai warga negara

mencakup antara lain kemampuan untuk mengenali dan

menghargai keberagaman latar belakang ras, budaya, bahasa, dan

agama.

4) TPACK dalam pembelajaran abad 21

Pengetahuan Konten Pedagogis Teknologi disebut sebagai

TPACK. Pengertian TPACK adalah pentingnya memadukan teknologi

dan pedagogi dalam penciptaan konten pendidikan.

Gambar 2.1

Kerangka TPACK dan Komponen Pengetahuan

Menurut Zulhajidan (2021) ada 7 komponen pendukung dalam model

TPACK antara lain :


51

1. Pengetahuan mata pelajaran (Content Knowledge/CK), yaitu hal

yang dipelajari atau materi pembelajarannya adalah kemahiran

menggunakan injektor tekanan diesel biasa. Permasalahan yang

dicakup oleh instruktur harus ditangani sesuai dengan bidang

keahlian dan kedalamannya. Oleh karena itu, guru mampu

menyusunnya baik dari segi umpan balik interaktif maupun

kompleksitasnya (sederhana hingga sulit, konkrit hingga rumit).

2. Pengetahuan Pedagogik (Pedagogical Knowledge/PK) mengacu

pada pemahaman tentang metode dan prosedur pengajaran terbaik,

yang menumbuhkan kreativitas siswa dan membantu pencapaian

tujuan pembelajaran. Kombinasi pengetahuan konten khusus dan

pengalaman mengajar yang lebih bervariasi, pengetahuan konten

pedagogis dikembangkan seiring berjalannya waktu.

3. Keahlian memanfaatkan teknologi digital dikenal dengan istilah

pengetahuan teknologi (Technology Knowledge/TK). Informasi

yang perlu dimiliki pendidik mengenai teknologi yang mungkin

dapat membantu pembelajaran TK dikenal dengan istilah

pengetahuan teknis.

4. Pengetahuan Konten Pedagogis (Pedagogical Content

Knowledge/PCK) mengacu pada penggabungan keahlian materi

pelajaran dengan strategi dan materi pengajaran.


52

5. Pengetahuan teknis dan khusus, juga dikenal sebagai pengetahuan

konten teknolog (Technological Content Knowledge/TCK),

mengacu pada pemahaman tentang teknologi digital serta

komponen materi pembelajaran dan mata pelajaran tertentu. TCK

adalah pemahaman tentang efek timbal balik antara konten dan

teknologi.

6. Keahlian teknologi digital yang dipadukan dengan pemahaman

strategi dan prosedur pengajaran dikenal dengan istilah

Pengetahuan Teknis Pedagogis (Technical Pedagogical

Knowledge/TPK).

7. Pengetahuan Teknis, Pedagogis, dan Konten (Technical,

Pedagogical, and Content Knowledge/TPCK) adalah kombinasi

pengetahuan materi pelajaran dan materi pembelajaran,

pengetahuan tentang teknologi digital, dan pengetahuan tentang

strategi dan prosedur pengajaran.

f. Evaluasi pada pembelajaran abad 21

Persiapan pembelajaran harus mencakup strategi penilaian.

Rencana penilaian ini disempurnakan dengan menggunakan alat dan

teknik penilaian yang disertakan dalam modul pengajaran. Ada beberapa

ide dan metodologi penilaian di bidang pengajaran dan penilaian.

Gagasan penilaian yang disarankan dalam Kurikulum Merdeka dijelaskan

pada bagian ini. Penilaian merupakan langkah krusial dalam proses


53

pembelajaran, sebagaimana tertuang dalam Prinsip Pembelajaran dan

Penilaian. Tujuan penilaian adalah untuk mencari bukti atau landasan

berpikir apakah tujuan pembelajaran telah tercapai. Oleh karena itu

disarankan agar instruktur melakukan evaluasi berikut.

Penilaian formatif adalah untuk membantu guru dan siswa belajar

lebih baik dengan memberi mereka informasi atau umpan balik. Di sisi

lain, evaluasi sumatif dilakukan untuk memastikan bahwa seluruh tujuan

pembelajaran tercapai. Evaluasi ini dilakukan pada akhir proses

pembelajaran, meskipun dapat dilakukan secara bersamaan untuk dua

tujuan pembelajaran atau lebih berdasarkan kebijakan satuan pendidikan

dan keprihatinan para pendidik. Penilaian sumatif, berbeda dengan

penilaian formatif, diperhitungkan dalam perhitungan evaluasi pada

akhir tahun ajaran, akhir semester, dan/atau akhir jenjang.

I. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian

Moleong (2012) menyatakan pendekatan yang peneliti gunakan pada

penilitian ini yaitu pendekatan kualitatif. Bodgan dan Taylor menyatakan,

metode penelitian kualitatif dapat menghasilkan data dalam bentuk lisan,

tulisan serta gambar dan bukan berupa angka-angka. Metode kualitatif

dipilih karena metode ini sering digunakan untuk meneliti dokumen yang
54

berupa teks, simbol, gambar dan lain sebagainya agar dapat memahami

budaya pada suatu konteks sosial tertentu (h.3).

Metode kualitatif juga mengacu pada metode analisis dokumen untuk

menyematkankan, mengidentifikasi, mengolah dan menganalisis suatu

dokumen agar dapat memahami makna yang terkandung di dalamnya.

Secara umum, penelitian kualitatif dapat digunakan untuk melakukan

penelitian mengenai kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku,

aktivitas sosial, fungsionalisasi organisasi dan sebagainya. Alasan

menggunakan metode kualitatif yaitu untuk menelaah representasi

feminisme yang ditemukan melalui tayangan-tayangan yang menjadi

objek penelitian.

2. Bentuk Penelitian

Pada penelitian ini penulis menggunakan bentuk penelitian kualitatif,

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan fenomena presepsi,

perilaku, atau tindakan yang dialami subjek penelitian dalam situasi

khusus yang alamiah, dengan memanfaatkan metode-metode alamiah,

serta melibatkan teori feminisme yang merupakan tokoh wanita dalam

perjuangan.

Ragam penelitian kualitatif ini dipilih oleh penulis berdasarkan

aspirasi untuk menghimpun data secara alamiah, menghindari

pengondisian atau manipulasi. Data dalam penelitian ini diperoleh dari

sumber meida, khususnya dalam bentuk film layar lebar. Interaksi

timbal balik antara


55

peneliti dan sumber data timbul melalui proses pengamatan film itu

sendiri, yang menjadi landasan untuk hubungan yang terjalin.

3. Sumber Data dan Data Penelitian

a. Sumber Data

Sumber data yang dipilih dalam penelitian ini adalah bentuk

rekaman film liga Indonesia yang berjudul Satria Dewa: Gatotkaca

yang dirilis pada 9 Juni 2022 disutradarai oleh Hanung Bramantyo.

Selain mengguankan rekaman film, data penelitian ini juga ditambah

dengan data sekunder berupa informasi yang mendukung penelitian

dari berbagai artikel jurnal dan media massa.

b. Data Penelitian

Pada penelitian ini penulis memilih film “Satria Dewa: Gatot

Kaca” sebagai sumber utama data dengan melakukan observasi yang

cermat. Sementara itu, informasi pendukung diperoleh dari tulisan

para pakar dan sumber yang relevan dengan fokus penelitian. Semua

informasi yang terkumpul dianalisis dan dipilah dengan seksama untuk

memastikan keakuratannya, karena keseluruhan tahapan ini memiliki

dampak yang signifikan terhadap kesuksesan penelitian yang

dilakukan oleh penulis. Kemudian, dilakukan pendeskripsian dan

pengklasifikasian data-data tersebut harus sesuai dengan rumusan

masalah dan tujuan dalam penelitian ini.


56

4. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

a. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan

metode dokumentasi yaitu, mengumpulkan data data dengan

menghimpun dan meng analisis dokumen, baik dokumen tertulis,

gambar maupun elektronik. Untuk mendapatkan data yang valid, maka

peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai

berikut :

1. Peneliti memutar dan mengamati film “Satria Dewa: Gatotkaca”

dengan secara seksama, kemudian mengidentifikasi feminisme

dengan menggunakan analisis semiotika.

2. scene-scene yang dianggap merepresentasikan feminisme

ditemukan, kemudian dilakukan metode dokumentasi. Peneliti

mendokumentasikan (meng-capture) potongan-potongan scene

yang mengandung representasi feminisme tersebut”.

3. Data-data yang telah terkumpul dan dianggap merepresentasikan

feminisme akan dianalisa menggunakan teknik analisis semiotika

milik Roland Barthes serta kerangka teori yang ada untuk akhirnya

dapat ditarik kesimpulan dari permasalahan penelitian

b. Alat Pengumpulan Data

Penulis berperan sebagai instrumen utama pengumpulan data dalam

penelitian ini. Data dikumpulkan oleh penulis sendiri melalui


57

pengulangan pengamatan film "Satria Dewa: Gatotkaca" hingga

diperoleh data yang representatif. Setiap data yang berhasil terhimpun

akan diklasifikasikan oleh penulis sesuai dengan rumusan masalah

dalam penelitian. Di sisi lain, dalam pelaksanaan penelitian ini, penulis

didukung oleh alat bantu pengumpul data seperti laptop dan peralatan

tulis.

5. Teknik Pengujian Keabsahan Data

Teknik pengujian keabsahan data sangat dibutuhkan dalam sebuah

penelitian karena perlu dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui apakah

data yang diperoleh itu valid. Peneliti menggunakan uji kredibilitas

(credibility), dimana cara pengujiannya yaitu dengan cara

memperpanjang pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian,

trianggulasi, diskusi dengan teman sejawat, dan kecukupan referensial.

Keabsahan data dapat diperiksa menggunakan teknik ketekunan dalam

penelitian yang bearti melakukan pengamatan secara berkesinambungan

dan mengamati obyek penelitian secara mendalam agar data yang

diperoleh dapat dikelompokkan dengan mudah. Meningkatkan ketekunan

dalam proses penelitian, maka peneliti membaca berbagai referensi yang

berkaitan dengan penelitian, baik sumber primer maupun sekunder.


58

6. Teknik Analisis Data

Proses mencari dan menyusun data secara metodis dikenal dengan

metode analisis data. Data dapat dikumpulkan dengan observasi,

wawancara, dan cara lainnya. Karena data dalam penelitian ini

dikumpulkan melalui observasi, maka strategi analisis datanya adalah

mencari dan menyusun secara cermat data yang diperoleh dari temuan

observasi. Data yang diperoleh berupa skenario cepat dan jelas yang

menggambarkan feminisme, kemudian dikaji dengan mengelompokkan

dan mengolahnya sesuai dengan topik data, yang dinilai mencerminkan

perdebatan penelitian.

Selanjutnya data tersebut dianalisis secara denotatif dan konotatif

dengan menggunakan semiotika Barthes, yang berarti bahwa setiap

perdebatan yang diambil dari data tersebut dianggap dapat

mengungkapkan sesuatu yang signifikan dan menarik tentang suatu

kebudayaan. Oleh karena itu, keterkaitan keseluruhan dari permasalahan-

permasalahan umum yang ada saat ini akan dengan jelas menunjukkan

kekuatan kesimpulannya.

Sobur (2006), Sepanjang prosesnya, Barthes mengkaji apa yang

biasa disebut sebagai sistem penandaan tingkat kedua. Sistem ini

dibangun di atas sistem yang sudah ada sebelumnya. Sistem tingkat kedua

yang dikemukakan Barthes dikenal dengan istilah konotatif, dan ia secara

tegas memisahkannya dari sistem makna tingkat pertama atau denotatif

dalam
59

kerangka mitologisnya. (h.69). Untuk melihat bagaimana tanda dapat

bekerja, Barthes menjelaskannya dalam bentuk tabel.

Tabel 3.1

Signifikasi Dua Tahap Roland Barthes

1. Signifer 2. Signified
(Penanda) (Petanda)
Tingkat Penanda
3. Sign
(Leanguage)
(Tanda)
4. Conotative Signifier 5. Conotative Signified
(Penanda Konotatif) (Petanda Konotatif) Tingkat
6. Conotative Sign (Tanda Konotatif) Penanda
Primer (mitos)
Sumber : Alex Sobur, 2006, Semiotika

Menurut skema Barthes, tanda denotatif (3) terdiri atas penanda (1)

dan petanda (2). Namun tanda denotatif juga berperan sebagai penanda

konotatif (4).

Keterangan :

1. Signifer (Penanda) mengacu pada banyak bagian material dari suatu

tanda yang mempunyai sifat indrawi dan mungkin dialami. Wujud

penanda dalam bahasa lisan berupa gambar pendengaran (bunyi) atau

gambaran akustik yang dikaitkan dengan pengertian penanda itu.

Penanda juga dapat dipandang sebagai komponen petanda yang tidak


60

dapat dipisahkan. Konstituen penanda bersifat material, misalnya benda,

suara, gambar, dan lain sebagainya.

2. Signified (Petanda) adalah unsur mental suatu tanda, yang sering

dikenal sebagai makna ideasional konseptual yang dipertimbangkan

oleh pembicara. Akibatnya, yang ditandakan hanyalah gambaran

mental dari apa yang dirujuknya.

3. Leanguage adalah sistem tanda yang menangkap ide-ide masyarakat

pada titik waktu tertentu.

4. Denotasi adalah makna yang sesungguhnya atau sebenarnya. Menurut

Barthes, denotasi merupakan tingkat penandaan awal dan seringkali

dipandang sebagai penutup makna.

5. Konotasi menurut Barthes, lebih berkaitan langsung dengan penciptaan

gagasan, atau yang disebutnya sebagai mitos. Konotasi digunakan

untuk menyampaikan dan mempertahankan cita-cita yang berpengaruh

dan lazim pada momen tertentu.

6. Mitos merupakan pola tiga dimensi yang terdiri dari penanda, petanda,

dan tanda, namun sebagai suatu sistem yang berbeda, mitos dihasilkan

melalui keterkaitan makna yang sudah ada sebelumnya. Mitos juga

merupakan sistem penandaan tingkat kedua di mana satu penanda

dalam sebuah mitos bisa mempunyai banyak petanda.

Gagasan semiotik Barthes tidak hanya mempunyai makna tambahan

pada tahap konotatif, namun juga mempunyai dua komponen tanda


61

denotatif yang menjadi landasannya. Dengan kata lain, makna-makna

dalam tanda konotatif muncul dari penafsiran peneliti, yang tercipta dari

penanda dan petanda denotatif, yang kemudian menjadi kesimpulan

penelitian.
62

DAFTAR PUSTAKA

Amanda, Diani, dkk. 2017. Representasi Feminisme Dalam Film Maleficent. Jurnal
Unpad. ProTVF, Volume 1, No. 2: 139-150.
Arief. S. Sadiman. dkk. 1996. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan dan
Pemanfaatanya. Jakarta: PT Raya Grafindo Persada.
Arikunto. S. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Aryanti. Dwi. 2023. Penerapan Kurikulum Merdeka Sebagai Upaya Dalam
Mengatasi Krisis Pembelajran (learning loss) Pada Mata Pelajaran
Pendidikan Agama Islam Kelas X di SMA Negeri 12 Bandar Lampung.
Lampung : Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung
Azzahra, Nafila. 2022. Eksistensi Perempuan Dalam Novel Jumhuriyyatu Ka’anna
Karya Alaa al-Aswany: Kajian Feminisme Eksistensialis Simone De
Beauvoir. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Badan Pengembang Bahasa dan Perbukuan. 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia V
(KBBI V). Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia.
Bramantyo, Hanung. 2022. Satria Dewa: Gatot Kaca. Yogyakarta: Satria Dewa
Universe.
Bungin, Burhan. 2010. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana.
Damara, Sudarwan. 2010. Media Komunikasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Danesi, M. 2012. Pesan, Tanda, dan Makna: Buku Teks mengenai Semiotika, dan
Teori Komunikasi. Jogyakarta: Jalasutra.
Danesi, Marcel. 2012. Pesan, Tanda, dan Makna. Yogyakarta: Jalasutra.
Danesi, Marcel. 2012. Pesan, Tanda, dan Makna. Yogyakarta: Jalasutra
Fakih, Mansuor. 2013. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Fitriani, Dwi Wulan. 2023. Representasi Prempuan Film Maybe Someday, Another
day. But Not Today Analisis Semiotika Roland Barthes dan Implikasinya
63

Pada Pembelajaran Sastra Indonesia di SMA. Pekalongan: Universitas


Pekalongan.
Gamble, Sarah. 2010. Pengantar Memahami Feminisme dan Postfeminisme.
Yogyakarta: Jalasutra.
Hastuti, Dwi, dkk. Penerapan Pembelajaran Abad 21 Berbasis HOTS Dengan
Menggunakan Pendekatan TPACK di SMA Negeri 11 Enrekang. Makasar:
Universitas Negeri Makasar.

Hollows, Joanne. 2010. Feminisme, Feminitas, dan Budaya Populer. Yogyakarta:


Jalasutra.
Hudiyono, Yusak, dkk. 2021. Perjuangan Tokoh Utama Perempuan Dalam Novel
Ibuk Karya Iwan Setyawan: Kajian feminisme Sosialis.
I Sau. Febriany. 2020. Penerapan Media Film Pendek Untuk Meningkatkan
Kemampuan Menulis Teks Esai Pada Peserta Didik Kelas XII Mipa 6 SMA
Negeri 1 Pontianak. Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo.
Lantowa, Jafar. 2017. Semiotika, Teori Metode, dan Penerapannya Dalam Penelitian
Sastra. Yogyakarta: Deepublish.
Majid, Abdul. 2019. Representasi Sosial dalam Film “Surat Kecil Untuk Tuhan”
(Kajian Semiotika dan Sosiologi Sastra). Jakarta Selatan: Universitas
Indraprasta PGRI
Nabilah, Mutiara. 2022. Representasi Perempuan Dalam Film Selesai 2021.
Pekanbaru: Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
Nadidah, Chofifah. 2021. Representasi Feminisme Dalam Film Enola Holmes
Analisis Semiotika. Malang: Universitas Islam Malang.
Nugroho, Budi Wahyu, dkk. Feminisme Eksistensial Simone De Beauvoir:
Perjuangan Prempuan di Ranah Domestik. Bali: Universitas Udayana Bali.
Renaldy, dkk. 2020. Representasi Feminisme Dalam Film Captain Marvel. Jurnal E-
Komunikasi. Vol. VIII. No. 1.
Sari, Kamala. 2022. Penerapan Strategi 4C Creative Thinking, Critical Thinking and
Problem Solving, Communication, Collaboration, dalam Pembelajaran
Bahasa Indonesia Siswa Kelas IV di MIN 01 Kepahiang. Bengkulu:
Universitas Islam Negeri Fatmawati.
64

Sehandi, Yohanes. 2014. Mengenal 25 Teori Sastra. Yogyakarta: Ombak


Sobur. Alex. 2006. Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sudjiman, Panuti, Zoest, V.A. (ed). 1996. Serba-Serbi Semiotika. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Sugiyono. 2019. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Suparman, Desnia Mawar. 2022. Representasi Feminisme Dalam Film Wulan 1998.
Mataram: Penaoq
Teeuw. A. 2017. Sastra dan Ilmu Sastra : Pengantar Teori Sastra. Bandung: Dunia
Pustaka Jaya
Vera, Nawiroh. 2014. Semiotika dalam Riset Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia.
Widyastuti, Ana. 2022. Merdeka Belajar dan Impelementasinya, merdeka guru siswa,
merdeka dosen mahasiwa, semua bahagia. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo, Kompas, Gramedia.
Zaimar, O.K.S. 2008. Semiotik dan Penerapannya dalam karya sastra. Jakarta: Pusat
Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

Anda mungkin juga menyukai