Anda di halaman 1dari 10

BAB II

LANDASAN TEORI
A. Deskripsi Teori
1. Model Pembelajaran Generatif
a. Definisi Generatif
Menurut Fahinu model pembelajaran generatif adalah proses pembelajaran aktif
dalam mengkonstruksi pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki
sebelumnya.1 Dalam pembelajaran generatif, siswa diharapkan dapat meghubungkan
pengetahuan baru dengan pengethuan yang sudah ada dengan melibatkan pengetahuan
dan konsep awal yang akan menghasilkan pemaknaan dan pemahaman siswa dalam
pembelajaran matematika.
Sedangkan menurut Osborne dan Wittrock model pembelajaran generatif
merupakan model pembelajaran yang dimana siswa aktif berpartisipasi dalam proses
belajar dan dalam mengkonstruksi makna dari informasi yang ada disekitarnya
berdasarkan pengetahuan awal dan pengalaman yang dimiliki oleh peserta belajar. 2
Suyatno, generatif adalah konstruktivisme dengan sintaks orientasi– motivasi,
pengungkapan ide-konsep awal, tantangan dan sajian konsep, aplikasi, rangkuman,
evaluasi dan refleksi. Sedangkan menurut Duffy dan Jonassen yaitu pembelajaran yang
dimulai pembelajar memberikan suatu masalah atau soal yang harus dipecahkan oleh
peserta didik, dan menentukkan strategistrategi pemecahan masalah.3
Lebih lanjut Hakim menjelaskan bahwa model pembelajaran generatif adalah pola
membelajarkan siswa dengan menggunakan asas pendidikan yang bersifat menerangkan
dengan kaidah-kaidah yang dikaji secara aktif dan menarik.4
Pendapat lain berasal dari Sugilar yang menyatakan bahwa, dalam pembelajaran
generatif siswa tidak hanya menghafal rumus dan mengerjakan latihan saja, akan tetapi
1
Yanti Nazmai Eka Putri, ‘Pengaruh Model Pembelajaran Generatif Terhadap Pemahaman Konsep Siswa Kelas VIII
MTsN Di Kabupaten Pesisir Selatan’, Jurnal Kepemimpinan Dan Pengurusan Sekolah, 1.1 (2016), 57–64.
2
Arif Rahman Hakim, ‘Pengaruh Model Pembelajaran Generatif Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika’, Formatif: Jurnal Ilmiah Pendidikan MIPA, 4.3 (2015), 196–207
<https://doi.org/10.30998/formatif.v4i3.155>.
3
Jurusan Pendidikan and Guru Sekolah, ‘SD GUGUS III KECAMATAN SEMARAPURA Universitas Pendidikan
Ganesha’, 2013.
4
Sharfina, A. Halim, and Rini Safitri, ‘Model Pembelajaran Generatif Terhadap Peningkatan Keterampilan Proses
Sains Siswa Kelas X Sma Negeri 1 Kuala’, Jurnal Pendidikan Sains Indonesia (Indonesian Journal of Science
Education), 5.1 (2017), 102–6.
dituntut dan dibiasakan untuk memahami konsep dan membangun pemahamannya
sendiri, kreativitas dalam mencari alternatif solusi dalam pemecahan masalah. 5
Senada dengan Sugilar, Anderman menambahkan jika siswa dihubungkan
terhadap pembelajaran yang bermakna, dimana pengetahuan yang diperoleh dikaitkan
dengan pengetahuan lama, maka mereka akan lebih termotivasi dalam mengikuti
pembelajaran.6
Jadi berdasarkan beberapa definisi model pembelajaran generatif dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran generatif yaitu model pembelajaran yang menekankan
bahwa otak tidak menerima informasi dengan pasif, melainkan justru dengan aktif
mengkonstruk suatu interpretasi dari informasi tersebut dan kemudian membuat
kesimpulan. Pengetahuan dibangun oleh siswa sedikit demi sedikit, yang hasilnya
diperluas melalui konteks yang terbatas.7
b. Langkah-langkah Model Pembelajaran Generatif
Adapun Langkah-langkah model pembelajaran generative yang diusulkan
Osborne dan Wittrock, yaitu:
1. Tahap Orientasi. Peserta didik diberi kesempatan untuk mengembangkan
motivasi dalam mempelajari suatu topik.
2. Tahap Pengungkapan Ide. Peserta didik diberi kesempatan untuk
mengungkapkan idenya secara jelas mengenai topik yang akan di bahas.
3. Tahap tantangan dan restrukturisasi. Pendidik menyiapkan suasana di mana
peserta didik diminta membandingkan pendapatnya dengan peserta didik
lainnya dan mengungkapkan keunggulan dari pendapat mereka, kemudian
pendidik menguji kebenaran pendapat mereka.
4. Tahap penerapan. Peserta didik diberi kesempatan untuk menguji ide alternatif
yang mereka bangun untuk menyelesaikan persoalan, pada tahap ini
diharapkan peserta didik mampu mengevaluasi keunggulan konsep baru yang
dikembangkan.

5
Ibid, Hal.103
6
Ibid, Hal.103
7
Iskandar Zulkarnain and Agustini Rahmawati, ‘Model Pembelajaran Generatif Untuk Mengembangkan
Kemampuan Penalaran Matematis Siswa’, EDU-MAT: Jurnal Pendidikan Matematika, 2.1 (2016), 8–14
<https://doi.org/10.20527/edumat.v2i1.582>.
5. Tahap melihat kembali. Peserta didik diberi kesempatan untuk melihat kembali
apa saja yang telah dipelajari selama proses pembelajaran berlangsung.8

Selanjutnya, menurut Tytler (dalam Fahinu, 2007) bahwa terdapat empat fase
model pembelajaran generatif, yaitu:

1. The preliminary step (tahap persiapan),


2. The focus step (tahap menfokuskan),
3. The challenge step (tahap tantangan), dan
4. The application step (tahap aplikasi).9

Kemudian menurut Made Wena model pembelajaran generatif terdiri dari empat
tahap strategi yaitu:

1. Tahap pendahuluan (eksplorasi)


2. Tahap pemfokusan atau pengenalan konsep
3. Tahap tantangan
4. Tahap aplikasi atau penerapan konsep10

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tahapan


model pembelajaran generatif yaitu:

1. Tahap orientasi atau pendahuluan


2. Tahap pengungkapan ide
3. Tahap tantangan dan restrukturisasi
4. Tahap penerapan
5. Tahap melihat kembali
c. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Generatif
Adapun yang menjadi kelebihan model pembelajaran generatif adalah sebagai
berikut:

8
Eldi Mulyana, ‘Model Pembelajaran Generatif Sebagai Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Ips Pada Peserta
Didik’, Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, 23.2 (2016), 26 <https://doi.org/10.17509/jpis.v23i2.1617>.
9
Lusiana Lusiana, Yusuf Hartono, and Trimurti Saleh, ‘Penerapan Model Pembelajaran Generatif (Mpg) Untuk
Pelajaran Matematika Di Kelas X Sma Negeri 8 Palembang’, Jurnal Pendidikan Matematika, 3.2 (2013)
<https://doi.org/10.22342/jpm.3.2.324.>.
10
Zulkarnain and Rahmawati. Hal-10
1. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengungkapkan
pemikiran, pendapat, dan pemahamanya terhhadap konsep.
2. Melatih peserta didik untuk mengkomunikasikan konsep.
3. Melatih peserta didik untuk menghargai gagasan orang lain.
4. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk peduli terhadap konsepsi
awalnya (terutama peserta didik yang miskonsepsi). Peserta didik diharapkan
menyadari miskonsepsi yang terjadi dan bersedia memperbaikinya.
5. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengkonstruksi
pengetahuanya sendiri.
6. Dapat menciptakan suasana kelas yang aktif karena peserta didik dapat
membandingkan gagasanya dengan gagasan peserta didik lainya serta
intervensi guru.
7. Guru mengajar menjadi kreatif dalam mengarahkan peserta didiknya untuk
mengkonstruksi konsep yang akan dipelajari.
8. Guru menjadi teerampil dalam memahami pandangan peserta didik dan
mengorganisasi pembelajaran.11

Sementara itu, yang menjadi kelamahan penggunaan model pembelajaran


generatif sebagai berikut:

1. Peserta didik yang pasif merasa diteror untuk mengonstruksi konsep.


2. Membutuhkan waktu yang relatif lama
3. Bagi guru yang tidak berpengalaman akan merasa kesulitan untuk
mengorganisasi pembelajaran.12
2. Kemandirian Belajar
a. Pengertian Kemandirian Belajar

Belajar mandiri bukan berarti belajar sendiri. Masih banyak orang yang
menyalahkan arti belajar mandiri sebagai belajar sendiri. Pada Bab II Undangundang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (BSNP, 2003) menyatakan
11
Irwandani Irwandani, ‘Pengaruh Model Pembelajaran Generatif Terhadap Pemahaman Konsep Fisika Pokok
Bahasan Bunyi Peserta Didik MTs Al-Hikmah Bandar Lampung’, Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika Al-Biruni, 4.2 (2015),
165–77 <https://doi.org/10.24042/jpifalbiruni.v4i2.90>.
12
Ibid, Hal-169
bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis, serta bertanggung
jawab.13 Sudah jelas bahwa kata dari mandiri muncul sebagai salah satu tujuan dari
pendidikan nasional. Maka dari itu, penanganannya memerlukan perhatian yang khusus
untuk semua guru, apalagi tidak adanya mata pelajaran yang khusus mengenai
kemandirian.
Menurut Nurhayati Kemandirian belajar merupakan kemampuan dalam belajar
yang didasarkan pada rasa tanggung jawab, percaya diri, inisiatif, dan motivasi sendiri
dengan atau tanpa bantuan orang lain yang relatif untuk menguasai kompetensi tertentu,
baik dalam aspek pengetahuan, keterampilan maupun sikap yang dapat digunakan untuk
memecahkan masalah belajarnya. Adapun pendapat 14 Sedangkan Bandura (Anggita,
2019), menjelaskan bahwa kemandirian merupakan kemampuan memantau perilaku
sendiri, serta kerja keras personalitas manusia. Sehingga, kemandirian belajar merupakan
kemampuan siswa dalam belajar yang didasarkan atas kemauan diri sendiri tanpa adanya
bantuan dari orang lain untuk menguasai kompetensi tertentu, baik dalam aspek
pengetahuan, keterampilan maupun sikap sehingga dapat digunakan untuk memecahkan
berbagai masalah dalam proses pembelajarannya.15
Kemandirian belajar bisa diartikan sebagai aktivitas belajar dan berlangsungnya
lebih didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri dan tanggung jawab sendiri dari
pembelajar. Seorang siswa dikatakan telah mampu belajar secara mandiri apabila dia
sudah mampu melakukan tugas belajar tanpa ketergantungan dengan orang lain. Pada
dasarnya, kemandirian merupakan perilaku individu yang mampu berinisiatif, mampu
mengatasi hambatan/masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu
sendiri tanpa bantuan orang lain.

13
UUD RI RI No. 41, ‘Presiden Republik Indonesia’, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun
1985 Tentang Jalan, 1, 2003, 1–5.

14
Marniati, Jahring, and Yuliani. Hal-63
15
Ibid, Hal-63
Dalam kehidupan sehari-hari kemandirian belajar dapat diartikan dengan
ketertarikan siswa untuk mempelajari secara lanjut yang telah diajarkan oleh guru, lalu ia
melangkah mencari pengetahuan dari sumber lain yang tersedia.
b. Ciri-ciri kemandirian belajar
Kemandirian belajar memiliki ciri-ciri yang terjadi pada diri setiap siswa yang
dapat diamati dengan perubahan sikap yang muncul melalui pola tingkah laku. Menurut
Negoro menyatakan bahwa ciri-ciri kemandirian belajar yaitu:
1. Memiliki kebebasan untuk berinisiatif
2. Memilki rasa percaya diri
3. Mampu mengambil keputusan
4. Dapat bertanggung jawab, dan
5. Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan.16

Menurut Bimo Walgito faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian adalah;

1. Faktor Eksogen, adalah faktor yang berasal dari luar seperti keluarga, sekolah,
dan masyarakat. Faktor yang berasal dari keluarga misalnya keadaan orang
tua, banyak anak dalam keluarga, keadaan sosial ekonomi dan sebagainya.
Faktor yang berasal dari sekolah misalnya, pendidikan serta bimbingan yang
diperoleh dari sekolah, sedangkan faktor dari masyarakat yaitu kondisi dan
sikap masyarakat yang kurang memperhatikan masalah pendidikan.
2. Faktor Endogen adalah faktor yang berasal dari siswa sendiri, yaitu faktor
fisiologis dan faktor psikologis. Faktor fisiologis mencakup kondisi fisik
siswa, sehat atau kurang sehat, sedangkan faktor psikologis yaitu bakat, minat,
sikap mandiri, motivasi, kecerdasan dan lain-lain.17

Siswa yang memiliki kemandirian belajar dapat dilihat dari kegiatan belajarnya.
Siswa tidak perlu untuk disuruh apabila untuk belajar dan kegiatan belajar dilaksanakan
secara inisiatif atas keinginannya sendiri. Untuk mengetahui siswa tersebut memiliki
kemandirian belajar atau tidak maka perlu diketahui ciriciri kemandirian belajar.
16
Miftaqul Al Fatihah, ‘Hubungan Antara Kemandirian Belajar Dengan Prestasi Belajar PAI Siswa Kelas III SDN
Panularan Surakarta’, At-Tarbawi: Jurnal Kajian Kependidikan Islam, 1.2 (2016), 197
<https://doi.org/10.22515/attarbawi.v1i2.200>.
17
Mulyadi Mulyadi and Abd. Syahid, ‘Faktor Pembentuk Dari Kemandirian Belajar Siswa’, Al-Liqo: Jurnal Pendidikan
Islam, 5.02 (2020), 197–214 <https://doi.org/10.46963/alliqo.v5i02.246>.
c. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kemandirian Belajar

Faktor-faktor kemandirian belajar bukan semata-mata meruapakn pembawaan


yang melekat pada diri individu sejak lahir. Perkembangannya dipengaruhi oleh berbagai
stimulasi yang datang dari lingkungannya, selain potensi yang telah dimiliki sejak lahir
sebagai keturunan dari orang tuanya.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemandirian seseorang, yaitu sebagai


berikut:

1. Gen atau ketururnan orang tua,


2. Pola asuh orang tua,
3. Sistem pendidikan di sekolah, dan
4. Sistem kehidupan di masyarakat.

Menurut Oemar Hamalik faktor-faktor yang bisa mempengaruhi kemandiriaan


belajar adalah sebagai berikut:

1. Faktor Psikologis
a) Intelegensi; anak yang IQ nya tinggi akan mudah menyelesaiakn
persoalan yang melebihi potensinya jelas, ia tak mampu dan
mengalami banyak kesulitanj baik dalam beradaptasi maupun dalam
pelajaran sekolah.
b) Bakat; adalah potensi dan kecakapan dasar yang dibawa sejak lahir.
Setiap diri individu memiliki bakat yang berbeda-beda.
c) Minat; tidak adanya minat seseorang anak terhadap sesuatu pelajaran
akan timbul kesulitan dalam kemandirian belajar, belajar tidak aka
nada minatnya mungkin tidak sesuai dengan bakatnya, dengan
kebutuhannya, kecakapannya maupun tipe-tipe khusus pada diri anak
itu akan menimbulkan problem pada dirinya.
d) Motivasi; sebagai faktor intern berfungsi menimbulkan, memdasari,
mengarahkan perbuatan belajar. Motivasi dapat menentukan baik
tidaknya mencapai tujuan sehingga semakin besarnya motivasi akan
semakin besar kesuksesan belajarnya.
2. Faktor Fisologis
a) Sakit; anak yang sakit akan mengalami kesulitan belajar, sebab ia
mudah capek, mengantuk, pusing, daya konsentrasinya hilang, kurang
semangat, pikiran terganggu, karena hal-hal ini maka penerimaan dan
respon pelajaran berkurang.
b) Cacat Tubuh
3. Faktor Lingkungan
a) Keluarga; merupakan pusat pemdidikan yang utama sekaligus yang
pertama, tetapi dapat juga sebagai faktor penyebab kurangnya
kemandirian belajar pada anak.
b) Suasana Rumah; suasana rumah yang sangat ramai tidak mungkin
akan dapat belajar dengan baik. Anak akan terganggu konsentrasinya
sehingga sulit untuk belajar, demikian juga jika susasana terlalu
tegang, banyak masalah diantara anggota keluarga, selalu ditimpa
kesedihan, hal ini akan melahirkan anak yang tidak sehat mentalnya.
c) Sekolah; guru dapat menjadi sebab penurunnya kemandirian belajar
pada anak apabila guru tidak memiliki kualitas baik dalam
pengambilan metode yang digunakan atau pelajaran yang
dipegangnya, adanya hubungan guru dan murid yang kurang baik
karena guru kasar, suka marah, tidak pandai menerangkan, tidak adil.18
B. Penelitian Terdahulu
Berdasarkan telaah kepustakaan yang telah dilakukan peneliti, ditemukan
beberapa hasil penelitian yang relevan dan berkaitan dengan variabel penelitian ini,
antara lain:
1. Penelitian dilakukan oleh Lusiana, Yusuf Hartono, dan Trimurti Saleh dengan
judul “Penerapan Model Pembelajaran Generatif untuk Pelajaran Matematika
di Kelas X SMA Negeri 8 Palembang”. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah eksperimen dan survey. Populasi dalam penelitian ini
adalah siswa kelas X SMA Negeri 8 Palembang tahun akademik 2008/2009

18
Asrori Penerbit Cv and Pena Persada, Psikologi Pendidikan Pendekatan Multidisipliner by Asrori (z-Lib.Org). Hal-
121-122.
dengan sampel yang diambil adalah siswa kelas X.4 yang terdiri dari 39 siswa
dipilih sebagai kelas yang digunakan untuk eksperimen penerapan model
pembelajaran generatif. Dan kelas X.6 sebagai kelas uji coba perangkat
pembelajaran yang didesain untuk penerapan model pembelajaran generatif
dan instrument penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan teknik observasi, tes, angket dan dilengkapi dengan wawancara.
Data yang telah diperoleh dianalisis secara deskriptif kuantitatif dan kualitatif.
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa keefektifan penerapan model
pembelajaran generatif untuk pelajaran matematika di kelas X SMA Negeri 8
Palembang yang ditinjau dari aktivitas siswa, ketuntasan belajar serta sikap
siswa terhadap penerapan model pembelajaran generatif adalah 76.32%
dengan kategori “efektif”, dengan rincian keaktifan siswa selama diterapkan
model pembelajaran generatif tergolong sangat tinggi dengan rata-rata
presentasi skor 81.8% dan ketuntasan belajar siswa secara klasikal mencapai
76.32%, serta sikap siswa terhadap penerapan model pembelajaran generatif
tergolong positif dengan rata-rata presentase skor 76.5%. berdasarkan
penelitian terdahulu, terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian
yang dilakukan peneliti. Untuk persamaannya yaitu penelitian tersebut dengan
penelitian ini sama-sama meneliti tentang model pembelajaran generatif.
Sedangkan perbedaannya terletak pada apa yang diteliti dan sampel penlitian,
yaitu lemandirian belajar dan kemampuan penalaran matematis siswa.
2. Penelitian dilakukan oleh Iskandar Zulkarnain dan Agustini Rahmawati
dengan judul “Model Pembelajaran Generatif untuk Mengembangkan
Kemampuan Penalaran Matematis Siswa”. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah eksperimen semu. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh siswa VIII SMP Negeri 10 Banjarmasin. Teknik pengambilan sampel
dengan menggunakan teknik purposive sampling dan dilanjutkan random
sampling. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tes, angket,
observasi. Data yang telah diperoleh dianalisis dengan menggunakan
perhitungan rata-rata, uji normalitas, uji homogenitas, dan uji-t. Dari hasil
penelitian disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata
perkembangan kemampuan penalaran matematis siswa yang menggunakan
model pembelajaran generatif degan siswa yang menggunakan model
pembelajaran langsung Berdasarkan penelitian terdahulu, terdapat persamaan
dan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan peneliti. Untuk
persamaannya yaitu penelitian tersebut dengan penelitian ini sama-sama
meneliti tentang model pembelajaran generatif. Sedangkan perbedaannya
terletak pada apa yang diteliti, mata pelajaran yang digunakan dan sampel
penlitian, yaitu kemandirian belajar dan kemampuan penalaran matematis
siswa.
3. Penelitian dilakukan oleh Sharfina, Abdul Halim, dan Rini Safitri dengan
judul “Model pembelajaran Generatif terhadap Peningkatan Ketrampilan
Proses SAINS Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kuala”. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah eksperimen semu. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Kuala. Teknik pengambilan
sampel dengan menggunakan teknik purposive sampling. Pengumpulan data
dalam penelitian ini menggunakan tes berbentuk pilihan ganda yang
berjumlah 15 soal, pretest, posttest. Data yang telah diperoleh dianalisis
dengan menggunakan uji normalitas, uji homogenitas. Dari dasil penelitian
disimpulkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh model
pembelajaran generatif dalam rata-rata mata pelajaran TIK. Berdasarkan
penelitian terdahulu, terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian
yang dilakukan peneliti. Untuk persamaannya yaitu penelitian tersebut dengan
penelitian ini sama-sama meneliti tentang model pembelajaran generatif.
Sedangkan perbedaannya terletak pada apa yang diteliti, mata pelajaran yang
digunakan dan sampel penlitian, yaitu kemandirian belajar dan kemampuan
penalaran matematis siswa.

Anda mungkin juga menyukai