Anda di halaman 1dari 12

LUPA DAN TRANSFER BELAJAR

Oleh : Attia Adha Putri

Tia Rahayu

Indah Khairatun Nisa

Lupa dan Transfer Belajar merupakan suatu hal yang tidak pernah bisa lepas dari proses
belajar. Dalam proses belajar kita sering dihadapkan pada suatu kenyataan bahwa tidak semua
materi pelajaran yang kita pelajari akan dapat mudah diingat. Lupa adalah hilangnya kemampuan
untuk menyebut atau memproduksi kembali apa yang sebelumnya telah dipelajari. Transfer
belajar berarti memindahkan hasil belajar dari mata pelajaran yang satu ke mata pelajaran yang
lain atau ke kehidupan sehari-hari. Transfer belajar dan lupa sangat berpengaruh pada
keberhasilan siswa dalam belajar.

1. LUPA
A. Pengertian Lupa
Dalam proses pembelajaran, manusia sering mengalami “lupa”. Lupa (forgetting) ialah
hilangnya kemampuan untuk mengingat kembali informasi yang telah di terima atau yang
sudah di pelajari. Secara sederhana (Djamarah, 2008) mendefinisikan lupa sebagai
ketidakmampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang pernah dipelajari atau dialami.
Dengan demikian, lupa bukanlah peristiwa hilangnya item informasi dan pengetahuan dari
akal seseorang (Syah, 2004).
Disatu sisi “lupa” dapat membantu individu untuk menghilangkan ingatan mengenai
hal-hal negatif yang dapat menghambat perkembangan dirinya, namun dalam proses belajar
lupa dapat menjadi salah satu gangguan dalam belajar.
Ada beberapa pendapat para ahli tentang lupa seperti, menurut (Suyanto, 1993), lupa
ialah peristiwa tidak dapat memproduksikan tanggapan-tanggapan kita, sedang ingatan kita
sehat. Menurut (Mustaqim, 2004), lupa sebagai suatu gejala di mana informasi yang telah
disimpan tidak dapat ditemukan kembali untuk digunakan. Menurut (Irwanto, 1997), lupa
sebagai hilangnya kemampuan untuk menyebut kembali atau memproduksi kembali apa-apa
yang sebelumnya telah kita pelajari secara sederhana. Lupa (forgetting) merupakan
hilangnya kemampuan untuk menyebut atau memproduksi kembali apa-apa yang telah
dipelajari (Khadijah, 2011).
Jadi sesuai dari beberapa pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa lupa
adalah kondisi dimana kita tidak dapat mengingat atau mengenal sesuatu yang sebelumnya
pernah kita pelajari.
(Lahey, 2006) menyatakan bahwa seseorang dapat lupa akan suatu informasi yang
pernah diterimanya karena beberapa hal, yaitu:
a) Decay Theory
Artinya, informasi telah terlalu lama tersimpan dalam memori dan tidak digunakan.
Namun teori ini banyak dibantah, karena informasi terlupa justru pada tahapan sensori
register dan memori jangka pendek. Jika informasi telah tersimpan dalam memori jangka
panjang, maka lupa yang terjadi bukanlah karena telah lama tidak digunakan, namun lebih
karena terganggu atau bercampur dengan informasi lainnya.
b) Interference theory
Menurut teori ini, lupa bukanlah disebabkan oleh informasi telah tersimpan terlalu
lama, namun karena terganggu oleh informasi lainnya, misalnya karena informasi tersebut
mirip dengan informasi yang akan diingat. Interference ini terdiri dari proactive interference
dan retroactive interference. Proactive interference adalah terganggunya ingatan karena
adanya informasi lama yang menghambat untuk mengingat informasi baru. Contohnya,
suatu hari kita mengingat makanan kesukaan Tia. Keesokan harinya, kita juga mengingat
makanan kesukaan Indah. Namun, saat berusaha mengingat kembali makanan kesukaan Tia
kita menjadi kesulitan karena terganggu dengan ingatan mengenai makanan Indah tadi.
Sedangkan retroactive interference adalah sulitnya mengingat informasi lama karena
masuknya informasi baru. Berkebalikan dengan contoh sebelumnya, retroactive interference
terjadi ketika kita sulit untuk mengingat makanan kesukaan Indah karena terganggu oleh
makanan kesukaan Tia.
c) Reconstruction (schema) theory
Teori ini menyatakan informasi yang telah tersimpan jadi sulit untuk diingat kembali
bukan karena terlupa, tapi karena muncul dalam bentuk yang tidak tepat. Ingatan jangka
panjang menjadi distorted karena ingatan kita berkembang sepanjang waktu semakin
konsisten dengan skema yang kita miliki. Misalnya, saat kita menyukai seseorang kita hanya
akan mengingat hal positif dari dirinya saja. Dan saat kita ingin menceritakan tentang
dirinya maka, kita hanya bercerita tentang baiknya saja dan melupakan hal buruk tentang
seseorang tersebut.
d) Motivated forgetting
Teori ini menyatakan bahwa informasi tersebut menjadi hilang karena memang
sengaja dilupakan, karena menimbulkan dampak negatif ketika mengingatnya. Misalnya,
saat kita pernah mengalami pembully-an maka kita akan berusaha untuk melupakan hal
tersebut. Karena ingatan tersebut sangat menyakitkan bagi kita dan membuat pikiran kita
terganggu.

B. Faktor Penyebab Lupa


Muhibbin Syah mengemukakan setidaknya ada enam faktor yang menyebabkan lupa
tersebut (Ibid., hlm. 158-160) yaitu:
1. Lupa dapat terjadi karena gangguan konflik antara item-item informasi atau materi
yang ada dalam sistem memori siswa.
2. Lupa dapat terjadi pada seorang siswa karena adanya tekanan terhadap item yang
telah ada, baik sengaja ataupun tidak.
3. Lupa dapat terjadi pada siswa karena perubahan situasi lingkungan antara waktu
belajar dengan waktu mengingat kembali (Anderson, 1990).
4. Lupa dapat terjadi karena perubahan sikap dan minat siswa terhadap proses dan
situasi belajar tertentu.
5. Lupa dapat terjadi karena materi pelajaran yang telah dikuasai tidak pernah
digunakan atau dihafalkan siswa.
6. Lupa tentu saja dapat terjadi karena perubahan urat syaraf otak.

C. Jenis-Jenis Lupa
1. Lupa-Hilang
Kerap kali pengertian “lupa” dan “hilang” dianggap sama , padahal apa yang
dilupakan belum tentu hilang dalam ingatan. Hasil refleksi atas pengalaman belajar di
sekolah, memberikan petunjuk bahwa sesuatu yang pernah dicamkan dan dimasukkan dalam
ingatan (long-term memory) tetap menjadi milik pribadi dan tidak menghilang tanpa bekas.
Dengan kata lain, seseorang tidak dapat mengingat sesuatu, belum berarti hal itu hilang dari
ingatannya. Jadi, lupa bukan berarti hilang. Sesuatu yang terlupakan tentu masih dimiliki
dan tersimpan di alam bawah sadar, sedangkan sesuatu yang hilang tentu saja tidak
tersimpan di alam bawah sadar. Hilangnya informasi dari ingatan jangka pendek disebabkan
oleh dua hal, yaitu karena gangguan dan waktu.
2. Lupa-Lupa Ingat
Lupa-lupa ingat berlainan dengan lupa-lupaan, dan tidak sama dengan melupakan.
Lupa-lupaan berarti pura-pura lupa. Melupakan berarti melalaikan, tidak mengindahkan,
baik lupa-lupaan maupun melupakan mengandung unsur kesengajaan. Sedangkan lupa-lupa
ingat berarti tidak lupa, tidak ingat benar; (masa samar, tetapi kurang pasti) agak lupa.
Terkadang kita mencoba mengingat sesuatu dari ingatan jangka panjang kita dan
merasa seolah-olah kita hampir mengingatnya, tetapi tidak dapat mengingat betul apa yang
kita ingat itu, entah itu nama seorang teman, tempat berlangsungnya kejadian tertentu,
tanggal lahir seorang pahlawan nasional, dan sebagainya. “hampir ingat“ disebut “gejala
ujung lidah” .

D. Cara Mengurangi Lupa dalam Belajar


Banyak cara yang dapat dicoba siswa dalam meningkatkan daya ingatannya, antara
lain menurut Barlow (1985), Reber (1988), dan Anderson (1990), adalah sebagai berikut:
1. Over learning (belajar lebih) artinya upaya belajar yang melebihi batas penguasaan
dasar atas materi pelajaran tertentu.
2. Extra study time (tambahan waktu belajar), yaitu upaya penambahan alokasi waktu
belajar atau penambahan frekuensi (kekerapan) aktivitas belajar.
3. Mnemonic device (muslihat memori) yang sering juga hanya disebut mnemonic,
berarti kiat khusus yang dijadikan “alat pengait” mental untuk memasukkan item-
item informal ke dalam sistem akal siswa.
4. Clustering (pengelompokan), yaitu menata ulang item-item materi menjadi
kelompok-kelompok kecil yang dianggap lebih logis dalam arti bahwa item-item
tersebut memiliki signifikansi dan lafal yang sama atau sangat mirip.
5. Latihan terbagi. Lawan latihan terbagi (distributed practice) adalah latihan terkumpul
(massed practice) yang sudah dianggap tidak efektif karena mendorong siswa
melakukan cramming.
6. Pengaruh letak bersambung. Untuk memperoleh efek positif dari pengaruh letak
bersambung (the serial position effect), siswa dianjurkan menyusun daftar kata-kata
(nama, istilah, dan sebagainya) yang diawali dan diakhiri dengan kata-kata yang
harus diingat.

2. TRANSFER BELAJAR

A. Pengertian Transfer Belajar


Menurut L.D. Crow dan A. Crow dalam Suryabrata, (2004) transfer belajar adalah
pemindahan-pemindahan kebiasaan berfikir, perasaan atau pekerjaan, ilmu pengetahuan atau
keterampilan, dari suatu keadaan ke keadaan belajar yang lain. Transfer belajar (transfer of
learning) itu mengandung arti pemindahan keterampilan hasil belajar dari suatu situasi ke
situasi berikutnya (Santrock, 2008). Makna kata pemindahan keterampilan bukan berarti
menghilangkan keterampilan di masa lalu karena diganti oleh keterampilan yang baru.
Transfer belajar akan lebih mudah terjadi pada peserta didik ketika situasi belajarnya
dibuat sama dengan situsi sehari-hari yang akan ditempati peserta didik tersebut dalam
mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang akan dia pelajari di sekolah. Transfer
belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu
persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan
masalah pada situasi lain.
Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan
pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian
menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat.

B. Faktor Penyebab Transfer Belajar


Adapun faktor-faktor penyebab transfer dalam belajar dan pembelajaran adalah
sebagai berikut:
1. Intelegesi
Peserta didik yang pandai biasanya mampu menganalisa dan dapat melihat
hubungan logis sehingga ia segera melihat unsur-unsur yang sama serta pola dasar
atau kaidah hukum, sehingga sangat mudah terjadi transfer informasi dalam proses
pembelajaran.

2. Sikap
Meskipun orang mengerti dan memahami sesuatu serta hubungannya dengan yang
lain, tetapi pendirian/kecenderungannya menolak/sikap negatif, maka transfer tidak
akan terjadi, dan demikian berlaku dengan kondisi sebaliknya.

3. Materi Pelajaran
Biasanya mata pelajaran yang mempunyai daerah berdekatan akan mudah terjadi
transfer. Contohnya: Matematika dengan Statistika, Ilmu Jiwa Daya dengan Sosiologi
akan lebih mudah terjadi transfer.

4. Sistem Penyampaian Guru


Pendidik yang menunjukkan hubungan antara suatu pelajaran yang sedang
dipelajari dengan mata pelajaran yang lain atau dengan menunjuk kehidupan nyata
yang dialami anak,biasanya akan mudah terjadi transfer.

C. Teori Transfer Belajar


Beberapa teori yang menjelaskan pengertian transfer belajar adalah sebagai berikut:
1. Transfer Belajar Menurut Psikologi Daya
Teori transfer adalah teori yang menyatakan bahwa setiap fungsi sebagai akibat
mempelajari bahan tertentu akan tertransfer dalam mempelajari bahan apapun juga,
bahkan kadang-kadang tidak berhubungan dengan bahan latihan tersebut maka fungsi
pikir akan melakukan fungsinya dengan baik jika dilatih dengan pelajaran matematika
atau ilmu pasti. Penguasaan pelajaran matematika atau ilmu pasti ini akan
mempermudah dalam mempelajari materi pelajaran lain walaupun berbeda dengan
pelajaran tersebut (Winkel, 1991:304-305)
2. Teori Elemen Identik
Edward Thorndike berpendapat bahwa transfer belajar dari satu bidang ke bidang
studi lain atau dari bidang studi ke kehidupan sehari hari, terjadi berdasarkan adanya
unsur unsur yang identik dalam kedua bidang studi itu atau antara bidang studi di
sekolah dengan kehidupan (Winkel,1991:307). Oleh karena itu hakekat transfer adalah
pengalihan penguasaan suatu unsur di bidang studi yang satu ke unsur yang sama di
bidang studi lain. Makin banyak unsur yang sama antara beberapa bidang studi makin
besar kemungkinan terjadi transfer belajar positif.
3. Teori Generalisasi
Charles Judd berpendapat bahwa transfer belajar lebih berkaitan dengan
kemampuan seseorang untuk menangkap struktur pokok, pola dan prinsip-prinsip
umum. Apabila peserta didik mampu mengembangkan dan menggeneralisasi konsep,
kaidah, prinsip dan strategi untuk memecahkan masalah suatu bidang studi, maka
peserta didik akan mampu mentransfer konsep, kaidah, prinsip dan strategi tersebut ke
bidang studi lain (Winkel, 1991:307).
Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam
pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi).

D. Macam-Macam Transfer Belajar

Transfer dalam belajar ada yang bersifat positif dan ada juga yang bersifat negatif.
Transfer belajar disebut positif jika pengalaman-pengalaman atau kecakapan-kecakapan
yang telah dipelajari dapat diterapkan untuk situasi yang baru. Atau dengan kata lain, respon
yang lama dapat memudahkan untuk menerima stimulus yang baru.
Disebut transfer belajar negatif jika pengalaman atau kecakapan yang lama
menghambat untuk menerima pelajaran atau kecakapan yang baru. Contoh, seorang yang
telah terbiasa mengetik dengan dua jari, jika ia akan belajar mengetik dengan sepuluh jari
tanpa melihat akan lebih banyak mengalami kesukaran daripada seorang yang baru belajar
mengetik
Adapun menurut Gagne sebagaimana yang dikutip oleh Muhibbin Syah, transfer
dalam belajar dapat digolongkan ke dalam empat kategori yaitu

1. Transfer positif yaitu transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar
selanjutnya
2. Transfer negatif yaitu transfer yang berefek buruk terhadap kegiatan belajar
selanjutnya.
3. Transfer vertical yaitu transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar
pengetahuan/ketrampilan yang lebih tinggi
4. Transfer lateral yaitu transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar
pengetahuan/ ketrampilan yang sederajat

E. Tipe-Tipe Transfer

Transfer dapat dikarakteristikkan sebagai transfer dekat atau jauh dan juga sebagai
transfer jalur rendah dan jalur tinggi (Schunk, 2000).
1. Transfer Dekat atau Jauh.
Transfer dekat terjadi ketika situasinya sama. Jika situasi belajar di kelas sama dengan
situasi di mana pembelajaran sebelumnya terjadi, maka ini disebut transfer dekat. Misalnya,
jika guru geometri mengajar murid cara membuktikan suatu konsep secara logis, dan
kemudian menguji logika murid dalam setting yang sama dengan setting saat mereka
mempelajari konsep itu, maka ini dinamakan transfer dekat. Contoh lainnya adalah ketika
murid belajar mengetik di mesin ketika kemudian menggunakan kemampuannya untuk
mengetik keyboard komputer.
Transfer jauh berarti transfer pembelajaran ke situasi yang sangat berbeda dari situasi
pembelajaran sebelumnya. Misalnya, apabila murid mendapat tugas paruh waktu di
perusahaan arsitektur dan mengaplikasikan apa yang dipelajarinya di pelajaran geometri di
sekolah untuk membantu arsitek menganalisis problem spasial yang sangat berbeda dengan
apa yang murid temui di pelajaran geometri di sekolah, maka di sini terjadi transfer jauh.

2. Transfer Jalur Rendah dan Jalur Tinggi.


Gabriel Salomon dan David Perkins (1989) membedakan transfer jalur rendah dan
jalur tinggi. Transfer jalur rendah (low- road) terjadi ketika pengetahuan sebelumnya secara
otomatis, dan biasanya secara tak sadar, ditransfer ke situasi yang lain. Ini sering terjadi
dalam keahlian yang sering dipraktikkan di mana tidak dibutuhkan pemikiran reflektif.
Misalnya, ketika seorang pembaca yang kompeten menemui kalimat baru dalam bahasa ibu
mereka, mereka bisa membacanya secara otomatis.
Sebaliknya, transfer jalur tinggi (high-road) adalah transfer yang dilakukan dengan
banyak usaha dan secara sadar. Murid secara sadar membangun hubungan antara apa yang
telah mereka pelajari dalam situasi sebelumnya dengan situasi baru yang kini mereka
hadapi. Transfer jalur tinggi dilakukan dengan penuh kesadaran, murid harus menyadari apa
yang mereka lakukan dan memikirkan hubungan antarkonteks.
Transfer jalur tinggi mengimplikasikan abstraksi kaidah atau prinsip umum dari
pengalaman sebelumnya dan kemudian menerapkannya ke problem baru dalam konteks
baru. Misalnya, murid mungkin belajar tentang konsep subgoaling (menentukan tujuan
perantara) di kelas matematika, Beberapa bulan kemudian seorang murid memikirkan
bagaimana subgoaling bisa membantunya menyelesaikan tugas pekerjaan rumah yang
panjang di pelajaran sejarah. Ini adalah transfer jalur tinggi.
Salomon dan Perkins (1989) membagi transfer jalur tinggi menjadi transfer
menjangkau ke depan (forward-reaching) dan transfer menjangkau ke belakang (backward-
reaching). Transfer menjangkau ke depan terjadi ketika murid memikirkan tentang cara
mereka mengaplikasikan apa yang telah mereka pelajari pada situasi yang baru (dari situasi
sekarang, mereka melihat “ke depan” untuk mengaplikasikan informasi ke situasi baru di
depan). Agar transfer menjangkau ke depan terjadi, murid harus mengetahui sesuatu
tentang situasi dimana mereka akan mentransfer pembelajaran.
Transfer menjangkau ke belakang terjadi ketika murid melihat ke situasi sebelumnya
(situasi lama) untuk mencari informasi yang bantu mereka memecahkan problem dalam
konteks baru.
Untuk memahami dengan lebih baik dua tipe transfer jalur tinggi ini, bayangkan
seorang murid di kelas bahasa Inggris. Dia baru saja mempelajari suatu strategi menulis
untuk membuat kalimat dan paragraf menjadi menarik dan hidup. Murid itu mulai
memikirkan bagaimana dia dapat menggunakan strategi itu untuk menarik pembaca tahun
depan, dimana dia sudah merencanakan akan menjadi penulis untuk koran sekolah. Ini
adalah transfer menjangkau ke depan.
Sekarang misalnya seorang murid bertugas untuk pertama kalinya sebagai editor koran
sekolah. Dia mencoba memahami cara menyusun tata letak halaman. Dia berpikir sebentar,
dan memikirkan tentang beberapa pelajaran geografi dan geometri yang pernah
dipelajarinya. Dia mengambil pengalaman masa lalu sebagai masukan untuk menyusun tata
letak koran sekolah. Ini adalah transfer menjangkau ke belakang.
Praktik kultural mungkin memengaruhi seberapa sulit dan mudahkah transfer itu.
Kotak Diversity and Education mengeksplorasi topik ini. Salah satu model untuk strategi
mengajar yang menghasilkan generalisasi dikembangkan oleh Gary Phye (1990; Phye &
Sanders, 1994). Dia mendeskripsikan tiga fase untuk meningkatkan transfer. Dalam fase
akuisisi awal, murid tak hanya diberi informasi tentang pentingnya strategi dan cara
menggunakannya, tetapi juga diberi kesempatan untuk berlatih menggunakannya. Dalam
fase kedua, yang disebut retensi, murid mendapat lebih banyak latihan menggunakan strategi
dan mereka mengingat kembali cara menggunakan strategi itu sampai lancar. Dalam fase
ketiga, transfer, murid diberi problem baru untuk dipecahkan. Problem ini membuat mereka
harus menggunakan strategi yang sama, tetapi problemnya tampak berbeda. Phye juga
percaya bahwa motivasi adalah aspek penting dan transfer. Dia merekomendasikan agar
guru meningkatkan motivasi murid denga menunjukkan contoh cara menggunakan
pengetahuan dalam kehidupan sehari- hari.
DAFTAR PUSTAKA

Antara, I Nyoman Runia, dkk. 2014. Pengaruh Kesiapan Dan Transfer Belajar Terhadap Hasil
Belajar Ekonomi Di Sma Negeri 1 Ubud. Jurnal Pendidikan Ekonomi. 4(1).
Nofindra, Rudi. 2019. Ingatan, Lupa, Dan Transfer Dalam Belajar Dan Pembelajaran. Jurnal
Pendidikan Rokania. 4(1).
Purwanto, Hadi. dan Aminah, Siti. 2020. Peranan Ingatan Dan Implikasinya Dalam Proses
Pembelajaran. Journal of Education Informatic Technology and Science (JeITS) , 2(3).
Wisman, Y. 2020. Cognitive Learning Theory And Implementation In Learning Process. Jurnal
Ilmiah Kanderang Tingang. 11(1).
PROFIL PENULIS
Attia Adha Putri, lahir di Jambi, 28 Januari 2005. Menamatkan pendidikan
Play Group di Sekar Hidayat, TK YPMM, sekolah dasar di SDN 76/IX
Mendalo Darat , SMP Negeri 7 Muaro Jambi, SMA Negeri 1 Muaro
Jambi, Kemudian melanjutkan pendidikan saat ini, penulis sebagai
Mahasiswa pada Program Studi Bimbingan dan Konseling, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jambi.

PROFIL PENULIS
Tia Rahayu, lahir di Jambi, 14 Juli 2004. Menamatkan sekolah dasar di
SDN 44/IV Tanjung Johor , MTS Swasta Pondok Pesantren Al Jauharen
Kota Jambi, MAS Pondok Pesantren Al Jauharen Kota Jambi, Kemudian
melanjutkan pendidikan saat ini, penulis sebagai Mahasiswa pada Program
Studi Bimbingan dan Konseling, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Jambi.

PROFIL PENULIS
Indah Khairatun Nisa, lahir di Rantau Gedang, 27 November 2005.
Menamat sekolah dasar di SD Negeri 36 Rantau Gedang, SMP Negeri 22
Merangin, SMA Negeri 1 Merangin , kemudian melanjutkan pendidikan
saat ini, penulis sebagai mahasiswa pada program studi bimbingan dan
konseling, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jambi.

Anda mungkin juga menyukai