Anda di halaman 1dari 33

PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH,

MOTIVASI KERJA DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA GURU


MELALUI KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING DI SMAS
FRATER DON BOSCO LEWOLEBA.

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Kompleksitas kehidupan pada abad ke-21 yang terus-menerus bergerak maju telah

berdampak pada banyak sektor kehidupan. Salah satu sektor yang mengalami transformasi

besar adalah sektor pendidikan. Transformasi pendidikan nampak dalam perubahan

kurikulum dari masa ke masa dan dari generasi ke generasi sebagai pedoman dalam

mengimplementasikan pendidikan sesuai dengan tuntutan zaman untuk mempersiapkan

generasi muda menghadapi tantangan dan perubahan dalam masyarakat. Nurhadi (2013)

dalam Jurnal Pendidikan Karakter mengungkapkan bahwa pendidikan yang sesuai dengan

tuntutan zaman harus mampu mengembangkan kompetensi, keterampilan, dan sikap yang

relevan dengan kebutuhan global. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem

pendidikan Nasional menjelaskan bahwa: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana

untuk mewujudkaan suasana belajar dan proses pembelajaran, agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian

diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan negara”.

Tujuan pendidikan tersebut tidak akan terwujud apabila tidak didukung dengan

sumber daya manusia yang berkualitas. Secanggih apa pun sebuah peralatan atau fasilitas

pendukung dan melimpahnya dana yang tersedia, tidak mampu memberikan manfaat yang

signifikan. Sebaik dan sesempurna apa pun perencanaan, visi, dan misi organisasi tanpa

didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas yang memiliki kepribadian dan

motivasi tinggi, kemungkinan pencapaian tujuan organisasi akan mengalami kegagalan. Oleh
karena itu, lembaga pendidikan harus mampu menyatukan persepsi atau cara pandang warga

sekolah dengan cara pembentukan mental bekerja yang baik dengan dedikasi dan loyalitas

yang tinggi terhadap pekerjaannya, memberikan motivasi kerja, bimbingan, pengarahan dan

koordinasi yang baik dalam bekerja untuk mentransformasi perubahan.

Secara konseptual, yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan adalah

kepala sekolah. Kepala sekolah harus mampu memberikan nilai-nilai positif pada warga

sekolah yang lainnya. Artinya, kepala sekolah harus mampu menjadi pemimpin yang

transformasional. Bass, dalam (Rohaeni, 2023 :50) mengatakan bahwa kepemimpinan

transformasional adalah kemampuan untuk memberi inspirasi dan motivasi pengikut untuk

mencapai hasil-hasil yang lebih besar dari apa yang direncanakan secara orisinil dan untuk

imbalan internal. Kepemimpinan transformasional kepala sekolah adalah gaya kepemimpinan

yang mengilhami perubahan positif pada mereka yang mengikutinya. Pemimpin

transformasional biasanya memancarkan antusiasme, vitalitas, dan semangat. Pemimpin tidak

hanya memperhatikan dan berpartisipasi pada apa yang terjadi tetapi harus juga berusaha

untuk mendukung semua orang dalam kelompok.

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan beberapa guru, kepala SMAS

Frater Don Bosco Lewoleba lebih banyak waktu di ruang kerjanya atau berdiskusi dengan

para wakil kepala sekolah dari pada mengunjungi dan memberikan pujian, motivasi serta

dorongan kepada para guru di ruang guru. Selain itu, dalam rapat, kepala sekolah lebih

mengutamakan pendapatnya untuk direalisasikan dari pada mendengar dan menerima

masukan dari para guru. Sehingga terkesan bahwa banyak guru diam dengan tidak

memberikan ide atau berbicara seadanya waktu rapat karena pada akhirnya ide dari kepala

sekolah itulah yang akan direalisasikan. Keterlambatan bahkan ketidakhadiran kepala sekolah

dengan alasan tugas luar juga sering terjadi.


Selain gaya kepemimpinan yang transformasional dari kepala sekolah yang

berpengaruh terhadap kinerja guru, faktor yang mempengaruhi kinerja guru adalah motivasi

kerja guru dan budaya organisasi sekolah. Motivasi kerja adalah suatu kondisi dimana terjadi

dorongan pada diri individu atau kelompok untuk berkinerja lebih baik guna mencapai

tujuan. Seseorang yang memiliki motivasi kerja yang kuat akan memiliki banyak energi

untuk melakukan suatu kegiatan. Gagné dan Deci (2005) dalam jurnal "Motivation and

Emotion" menyoroti pentingnya motivasi intrinsik dalam konteks motivasi kerja. Motivasi

intrinsik adalah dorongan internal yang berasal dari kepuasan dalam melakukan pekerjaan itu

sendiri, bukan dari hadiah eksternal. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa motivasi

intrinsik yang tinggi berhubungan dengan kinerja yang lebih baik, kepuasan kerja, dan

keterlibatan yang lebih tinggi. Berdasarkan hasil observasi di Lembaga pendidikan SMAS

Frater Don Bosco Lewoleba, beberapa guru memiliki motivasi yang rendah. Hal itu

dibuktikan dengan keberadaan para guru yang terlambat mengumpulkan perangkat ajar

sebagai wujud kompetensinya. Indikasi lain yang menunjukan masih kurang optimalnya

motivasi kerja guru juga dapat dilihat dari beberapa guru yang terlambat atau bahkan

meninggalkan tugas mengajar tanpa pemberitahuan.

Budaya organisasi sekolah yang kondusif merupakan persyaratan bagi

terselenggaranya proses belajar mengajar yang efektif. Budaya organisasi sekolah adalah

karakteristik khas sekolah yang dapat di-identifikasi melalui nilai yang dianutnya, sikap yang

dimilikinya, kebiasaan-kebiasaan yang ditampilkannya, dan tindakan yang ditunjukkan oleh

seluruh warga sekolah yang membentuk satu kesatuan khusus dari sistem sekolah. Masrukhin

dan Waridin (2006) mengungkapkan bahwa setiap organisasi memiliki budaya organisasi

yang berfungsi untuk membentuk aturan atau pedoman dalam berrfikir dan bertindak dalam

mencapai tujuan yang ditetapkan.


Budaya organisasi yang terbangun di Lembaga Pendidikan SMAS Frater Don Bosco

Lewoleba belum dijalankan oleh warga sekolah secara maksimal. Masih ada beberapa guru

dan tenaga kependidikan yang belum mampu menciptakan budaya organisasi sekolah yang

kondusif. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kurang terbinanya hubungan baik antara kepala

sekolah dengan guru, guru dengan guru, guru dengan staf serta guru dengan masyarakat

sekitar sekolah. Padahal, budaya organisasi Lembaga Pendidikan SMAS Frater Don Bosco

Lewoleba sudah mampu memberikan situasi yang nyaman dan mampu membangun

kebersamaan dan menyatukan cara pandang guru, staf dan kepala sekolah seperti yang

tertuang dalam motto sekolah, yaitu: Fides, Scientia et Fraternitas.

Oleh karena itu, dalam rangka mencapai tujuan melalui pembentukan mental bekerja

yang disiplin dengan dedikasi dan loyalitas yang tinggi terhadap pekerjaannya, pembentukan

visi misi yang tegas, bimbingan, pengarahan koordinasi yang baik, dan pengawasan,

dibutuhkan kepala sekolah yang mampu mengelola segenap sumber daya untuk

meningkatkan kualitas pendidikan, melibatkan komponen masyarakat, mewujudkan budaya

organisasi sekolah yang kondusif, mampu meningkatkan kinerja guru.

Selain berpengaruh terhadap kinerja guru, peran kepala sekolah yang

transformasional, motivasi guru dan budaya organisasi akan sangat perpengaruh terhadap

tingkat kepuasan guru. Oleh karena itu, berdasarkan beberapa uraian permasalahan di atas,

maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh kepemimpinan

transformasional kepala sekolah, motivasi guru dan budaya organisasi terhadap kinerja guru

dengan kepuasan kerja sebagai variabel intervering di SMAS Frater Don Bosco Lewoleba.

1.2 Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan masalah

penelitiannya menjadi:
1. Bagaimana pengaruh kepemimpinan transformasional kepala sekolah terhadap

kepuasan kerja guru di SMAS Frater Don Bosco Lewoleba?

2. Bagaimana pengaruh motivasi guru terhadap kepuasan kerja mereka di SMAS Frater

Don Bosco Lewoleba?

3. Bagaimana hubungan budaya organisasi dengan kepuasan kerja guru di SMAS

Frater Don Bosco Lewoleba?

4. Apakah kepuasan kerja guru berperan sebagai variabel intervening dalam pengaruh

kepemimpinan transformasional kepala sekolah, motivasi guru, dan budaya

organisasi terhadap kinerja guru di SMA Frater Don Bosco Lewoleba?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah penelitian di atas, ada pun tujuan dilakukannya penelitian

ini adalah untuk:

1. Mengetahui pengaruh kepemimpinan transformasional kepala sekolah terhadap

kepuasan kerja guru di SMAS Frater Don Bosco Lewoleba.

2. Mengetahui pengaruh motivasi guru terhadap kepuasan kerja mereka di SMAS

Frater Don Bosco Lewoleba.

3. Mengetahui hubungan budaya organisasi dengan kepuasan kerja guru di SMAS

Frater Don Bosco Lewoleba.

4. Mengetahui kepuasan kerja guru berperan sebagai variabel intervening dalam

pengaruh kepemimpinan transformasional kepala sekolah, motivasi guru, dan

budaya organisasi terhadap kinerja guru di SMA Frater Don Bosco Lewoleba
1.4 Manfaaf Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian ini diharapkan

dapat memberikan manfaat dalam pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih ilmu

pengetahuan sekaligus menambah khazanah ilmu pengetahuan terutama dalam bidang

pendidikan.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini dapat bermanfaat bagi beberapa pihak di antaranya:

a. Bagi pihak sekolah

Memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang faktor-faktor yang

memengaruhi kinerja guru di sekolah tersebut dan mendapatkan wawasan

terhadap aspek kepemimpinan, motivasi, budaya organisasi, dan kepuasan kerja

yang dapat dijadikan dasar untuk perbaikan atau peningkatan kualitas tenaga

pendidik.

b. Bagi kepala sekolah

Memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang faktor-faktor yang

memengaruhi kinerja guru di sekolah tersebut dan menyediakan dasar untuk

merancang strategi kepemimpinan yang lebih efektif dan berorientasi pada

peningkatan kinerja.

c. Bagi guru
Memahami faktor-faktor yang dapat memotivasi mereka dan meningkatkan

kepuasan kerja, menemukan potensi peran mereka dalam meningkatkan kinerja,

serta meningkatkan kualitas pengajaran dan pembelajaran di sekolah

d. Peneliti selanjutnya

Menjadi sumbangan pengetahuan baru dalam bidang manajemen pendidikan dan

faktor-faktor yang memengaruhi kinerja guru serta memberikan landasan bagi

penelitian selanjutnya terkait dampak variabel-variabel tersebut dalam konteks

pendidikan.
BAB II

TELAAH PUSTAKA, KERANGKA DAN HIPOTESIS

2.1 Telaah Pustaka

2.1.1 Pengertian Kepemimpinan Transformasional

Inovasi dalam dunia pendidikan meniscayakan kepemimpinan untuk bereaksi dan

mencptakan inovasi bagi lembaga yang dipimpinnya, sesuai dengan kebutuhan masyarakat

dan perkembangan zaman. Salah satu upaya inovasi tersebut dapat ditempuh dengan merubah

gaya kepemimpinan menjadi transformasional. Komariah & Triatna dalam Roheni (2023: 55)

menjelaskan bahwa kepemimpinan transformasional identik dengan inovasi dan survival

(kemampuan bertahan). Dengan demikian, kepemimpinan transformasional secara humanis

akan memberikan perubahan dan adaptif terhadap perkembangan zaman.

Sejalan dengan pendapat di atas, Bass dalam (Rohaeni, 2023 :50) mengatakan bahwa

kepemimpinan transformasional adalah kemampuan untuk memberi inspirasi dan motivasi

pengikut untuk mencapai hasil-hasil yang lebih besar dari apa yang direncanakan secara

orisinil dan untuk imbalan internal. Kepemimpinan transformasional kepala sekolah adalah

gaya kepemimpinan yang mengilhami perubahan positif pada mereka yang mengikutinya.

Pemimpin transformasional biasanya memancarkan antusiasme, vitalitas, dan semangat.

Pemimpin tidak hanya memperhatikan dan berpartisipasi pada apa yang terjadi tetapi harus

juga berusaha untuk mendukung semua orang dalam kelompok.

Dengan demikian, kepemimpinan transformasional merupakan proses memimpin

dengan mengambil sikap, perilaku, dan tindakan untuk meningkatkan kesadaran pengikut
tentang sesuatu yang benar, mengembangkan kematangan motivasi kerjanya serta mendorong

mengaktualisasikan dirinya melampaui minat pribadinya demi kesejahteraan bersama.

Maris, dkk (2016: 77-78) menjelaskan dalam bidang pendidikan, seiring dengan upaya

pembaharuan yang dilakukan, bentuk kepemimpinan juga penting untuk diformulasikan.

Kepemimpinan transformasional berdasarkan kekayaan konseptual melalui kharismatik,

motivasi inspirasional, stimulasi inelektual, dan perhatian terhadap individu diyakini akan

mampu melahirkan pemikiran-pemikiran yang mengandung ke jangkauan ke depan, azas

kedemokrasian dan ketransparanan, yang oleh karenanya perlu diadopsi ke dalam

kepemimpinan kepala sekolah.

2.1.2 Kepala Sekolah

Kepala sekolah adalah tulang punggung dinamika sekolah. Eksistensi dan kemajuan

sekolah sangat tergantung kepada kepala sekolah. Oleh sebab itu, kepala sekolah haruslah

sosok yang dinamis, kreatif, dan kompetitif, serta tidak mudah menyerah, patah semangat,

dan lemah cita-cita. Menurut Luthans, (2006: 686) terdapat tujuh sikap dari seorang kepala

sekolah yang telah berhasil menerapkan kepemimpinan transformasional, yaitu:

Mengidentifikasi dirinya sebagai agen perubahan (pembaharuan); (2) memiliki sifat

pemberani; (3) mempercayai orang lain; (4) bertindak, atas dasar sistem nilai (bukan atas

dasar kepentingan individu atau atas dasar kepentingan individu, atau dasar kepentingan dan

desakan kroninya), (5) meningkatkan kemampuan secara terus-menerus, (6) memiliki

kemampuan untuk menghadapi situasi yang rumit, tidak jelas dan tidak menentu, serta (7)

memiliki visi ke depan atau visioner. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Danim

dan Suparno dalam Asmani (2012: 52-53) bahwa “pola kepemimpinan transformasional

merupakan salah satu pilihan bagi kepala sekolah untuk memimpin dan mengembangkan

sekolah yang berkualitas”. Kepemimpinan transformasional memiliki penekanan dalam hal


pernyataan visi dan misi yang jelas, penggunaan komunikasi secara efektif, pemberian

rangsangan intelektual, serta perhatian pribadi terhadap permasalahan pribadi individu

anggota organisasinya. Dengan penekanan terhadap hal-hal itu, diharapkan kepala sekolah

mampu meningkatkan kinerja staf pengajarnya

Salah satu aktivitas kepemimpinan transformasional adalah melakukan transformasi.

Kepemimpinan transformasional menuntut kemampuan kepala sekolah dalam komunikasi,

terutama komunikasi persuasif. Kepala sekolah yang mampu berkomunikasi dengan

komunitasnya akan menjadi faktor pendukung dalam proses transformasi faktor pendukung

dalam proses transformasi kepemimpinannya. Sebaliknya pemimpin yang tidak mampu

berkomunikasi secara persuasif dengan komunitasnya akan menjadi penghambat transformasi

kepemimpinannya.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan

transformasional kepala sekolah adalah kemampuan kepala sekolah dalam

mentransformasikan pengaruhnya kepada seluruh warga sekolah secara efektif melalui

idealize influence charismatik (karismatik), inspirational motivation (motivasi inspirasional),

intelectual stimulation (stimulasi intelektual) dan individual consideration (perhatian terhadap

individu) dalam mengembangkan dan meningkatn profesionalismenya.

2.1.3 Motivasi Kerja Guru

1) Pengertian Motivasi Kerja Guru

Secara umum, semua orang pasti membutuhkan motivasi untuk dapat rajin dalam

bekerja. Seseorang akan bersemangat melakukan segala aktivitasnya apabila dalam dirinya

ada motivasi yang tinggi. Motivasi berasal dari kata “motif” yang dapat diartikan sebagai

“daya penggerak yang telah menjadi aktif‟. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu,

terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan/mendesak. Menurut Mc


Donal dalam Kompri (2016: 2-3) menjelaskan, motivasi adalah suatu perubahan tenaga

didalam diri/pribadi sseorang yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi dalam

usaha mencapai tujuan. Sedangkan menurut Santrock, motivasi adalah proses yang memberi

semangat, arah dan kegigihan perilaku. Artinya perilaku yang termotivasi adalah perilaku

yang penuh energi, terarah dan bertahan lama.

Motivasi kerja menurut Uno, (2016: 65) adalah sesuatu yang dapat menimbulkan

semangat atau dorongan dalam bekerja individu atau kelompok terhadap pekerjaan guna

mencapai tujuan. Motivasi kerja guru adalah adalah kondisi yang membuat guru mempunyai

kemauan atau kebutuhan untuk mencapai tujuan tertentu melalui pelaksanaan suatu tugas.

Motivasi guru akan memberikan energi untuk bekerja atau mengarahkan aktivitas selama

bekerja, dan menyebabkan seorang guru mengetahuinya adanya tujuan yang relevan antara

tujuan organisasi dan tujuan pribadinya.

Dengan demikiandapat disimpulkan bahwa motivasi kerja guru adalah semangat atau

dorongan guru dalam bekerja untuk menyelesaikan tugas dan tanggungjawabnya sebagai

pendidik. Dorongan atau semangat tersebut dapat berasal dari dalam diri guru maupun dari

luar diri guru.

2) Fungsi Motivasi Kerja Guru

Motivasi dapat dinilai sebagai suatu daya dorong (driving force) yang menyebabkan

orang dapat berbuat sesuatu untuk mencapai tujuan. Fungsi motivasi menurut Sadirman

dalam Majid (2013: 309) adalah sebagai berikut:

a) Mendorong manusia untuk berbuat. Artinya motivasi bisa dijadikan sebagai

penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan

motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.


b) Menentukan arah perubuatan ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan

demikian, motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan

sesuai dengan rumusan tujuannya.

c) Menyeleksi perbuatan, yaitu menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus

dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan dengan menyisipkan perbuatan-

perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.

Sedangkan fungsi motivasi menurut Hamalik meliputi: 1) Mendorong timbulnya

kelakuan atau suatu perbuatan. Tanpa motivasi maka tidak akan timbul sesuatu perbuatan

seperti belajar. 2) Motivasi berfungsi sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan

pencapaian tujuan yang diinginkan 3) Motivasi sebagai penggerak. Besar kecilnya motivasi

akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.

Berdasarkan fungsi-fungsi motivasi yang telah dipaparkan oleh para ahli, maka

peneliti menyimpulkan bahwa fungsi dari motivasi kerja guru adalah sebagai pengarah atau

penggerak yang ada dalam diri guru untuk mencapai suatu tujuan atau citacita. Motivasi

dapat timbul dari dalam diri manusia karena adanya suatu kebutuhan. Kebutuhan itulah yang

mendorong seseorang untuk melakukan suatu hal yang ingin dicapainya.

3) Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja Guru

Guru sebagai pengemban tugas untuk menghasilkan peserta didik yang berkualitas

perlu memiliki motivasi kerja. Guru yang memiliki motivasi kerja akan selalu meningkatkan

kinerja sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Motivasi setiap guru berbeda-beda, hal ini

dapat melihat dari banyaknya kegiatan yang diikuti baik di sekolah maupun luar sekolah

danprestasi yang telah dicapainya. Guru yang aktif mencerminkan bahwa guru tersebut

memiliki semangat yang tinggi untuk meningkatkan kualitas diri. Menurut Sutrisno, (2009:

116-120) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi yaitu faktor intern dan

ekstern.
Faktor intern meliputi: 1) Keinginan untuk dapat hidup 2) Keinginan untuk dapat

memiliki 3) Keinginan untuk memperoleh penghargaan 4) Keinginan untuk memperoleh

pengakuan 5) Keinginan untuk berkuasa Sedangkan faktor ekstern yang mempengaruhi

motivasi kerja meluputi: 1) Kondisi lingkungan kerja 2) Kompensasi yang memadai 3)

Supervisi yang baik 4) Adanya jaminan pekerjaan 5) Status dan tanggung jawab 6) Peraturan

yang fleksibel.

Sedangkan menurut Asdiqoh dalam Kompri, ada empat faktor yang menimbulkan

motivasi kerja guru, yaitu:

a) Dorongan untuk bekerja Seseorang akan melaksanakan suatu pekerjaan tertentu,

dimaksudkan sebagai upaya merealisasi keinginan-keinginan dan

kebutuhankebutuhan yang ada.

b) Tanggung jawab terhadap ugas Motivasi kerja guru dalam memenuhi kebutuhannya

akan ditentukan oleh besar kecilnya tanggung jawab yang ada dalam menjalankan

tugasnya. Tanggung jawab guru dalam melaksanakan tugas di sekolah ditandai

dengan upaya tidak segera puas atas hasil yang dicapainya. Kadar motivasi kerja

yang dimiliki guru dalam melaksanakan tugas di sekolah bergantung banyak

sedikitnya beban tugas yang menjadi tanggung jawabnya yang harus dilaksanakan

guru sehari-hari dan bagaimana cara menyelesaikan tugas ini yang ditekankan pada

tugas mengajar, membimbing dan melaksanakan administrasi sekolah.

c) Minat terhadap tugas Besar kecilnya minat guru terhadap tugas yang akan

mempengaruhi kadar atau motivasi kerja guru mengembangkan di sekolah. Hadar

Nawawi mengatakan bahwa minat dan kemampuan terhadap suatu pekerjaan

berpengaruh pula terhadap moral kerja.


d) Penghargaan atau tugas Penghargaan atas suatu jabatan atas keberhasilan yang

dicapai guru dalam bekerja merupakan salah satu motivasi yang mendorongnya

bekerja.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka peneliti menyimpulkan ada beberapa

faktor yang mempengaruhi motivasi kerja guru di antaranya adanya keinginan untuk

melakukan kegiatan, adanya dorongan dan kebutuhan melakukan suatu kegiatan, adanya

harapan dan cita-cita, penghargaan dan penghormatan atas diri, dan adanya kegiatan yang

menarik.

4) Indikator Motivasi Kerja Guru

Uno, (2013: 72-83) menyebutkan bahwa indikator motivasi kerja guru

tampak melalui: Tanggung jawab dalam melakukan kerja, Prestasi yang

dicapainya, Pengembangan diri, serta Kemandirian dalam bertindak.

Keempat hal tersebut merupakan indikator penting untuk menelusuri

motivasi kerja guru. Motivasikerja guru menurut Hamzah B. Uno, juga

memiliki dua dimensi yaitu: 1) dimensi dorongan internal dan 2) dimensi

dorongan eksternal. Dimensi dan indikator motivasi kerja guru sebagaimana

disebutkan dalam tabel 2.1 di bawah ini:

Tabel 2.1
Indikator Motivasi
Dimensi Indikator
Motivasi Internal 1) Tanggung jawab guru dalam
melaksanakan tugas .
2) Melaksanakan tugas dengan
target yang jelas.
3) Memiliki tujuan yang jelas dan
menantang.
4) Ada umpan balik atas hasil
pekerjaannya.
5) Memiliki perasaan senang
dalam bekerja.
6) Selalu berusaha untuk
mengungguli orang lain.
7) Diutamakan prestasi dari apa
yang dikerjakan
Motivasi Eksternal 1) Selalu berusaha untuk
memenuhi kebutuhan hidup dan
kebutuhan kerjanya.
2) Senang memperoleh pujian dari
apa yang dikerjakan .
3) Bekerja dengan harapan ingin
memperoleh insentif.
4) Bekerja dengan harapan ingin
memperoleh perhatian dari
teman dan atasan.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi

kerja guru diukur dari dua dimensi, yaitu motivasi internal dan motivasi

eksternal. Motivasi internal meliputi tanggungjawab dalam melaksanakan

tugas, melaksanakan tugas dengan target yang jelas, memiliki perasaan

senang dalam bekerja, dan prestasi yang dicapai. Motivasi eksternal

meliputi berusaha untuk memenuhi kebutuhan, memperoleh pengakuan,

dan bekerja dengan harapan.

2.1.4 Budaya Organisasi

1) Pengertian Budaya Organisasi


Budaya organisasi merupakan serangkaian nilai-nilai dan strategi,

gaya kepemimpinan, visi dan misi serta norma-norma kepercayaan dan

pengertian yang dianut oleh anggota organisasi dan dianggap sebagai

kebenaran bagi anggota yang baru yang nantinya akan menjadi sebuah

tuntunan bagi setiap elemen organisasi suatu perusahaan untuk membentuk

sikap dan perilaku. Hakikatnya, budaya organisasi bukan merupakan cara

yang mudah untuk memperoleh keberhasilan, dibutuhkan strategi yang

dapat dimanfaatkan sebagai salah satu andalan daya saing organisasi.

Budaya organisasi merupakan sebuah konsep sebagai salah satu kunci

keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya.

Menurut Harvey dan Brown (Terjemahan Cahyono dalam Bahan

Bacaan Pengantar Imu Administrasi Bisnis, 2009:135) mendefinisikan

budaya organisasi sebagai suatu sistem nilai dan kepercayaan bersama yang

berinteraksi dengan orang-orang, struktur dan sistem suatu organisasi untuk

menghasilkan normanorma perilaku. Budaya organisasi merupakan

pedoman berperilaku bagi orangorang dalam perusahaan. Budaya

organisasi merupakan sistem penyebaran kepercayaan dan nilai-nilai yang

berkembang dalam suatu organisasi dan mengarahkan perilaku anggota-

anggotanya. Budaya organisasi dapat menjadi instrumen keunggulan

kompetitif yang utama, yaitu bila budaya organisasi mendukung startegi

organisasi. Budaya organisasi adalah seperangkat asumsi atau sistem

keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang

dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi

masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal (Mangkunegara,

2005:113). Berdasarkan pengertian tersebut maka ditarik kesimpulan bahwa


pengertian budaya organisasi merupakan seperangkat asumsi atau sistem

keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dianut oleh setiap anggota organisasi

yang dijadikan sebagai pedoman membentuk dan mengarahkan perilaku

dalam mengatasi masalah akibat adanya perubahan.

2) Fungsi Budaya Organisasi

Tika (2008:14) dalam bukunya yang berjudul “Budaya Organisasi

dan Peningkatan Kinerja Perusahaan”, menyatakan bahwa terdapat 10

fungsi utama budaya organisasi, diantaranya :

a) Sebagai batas pembeda terhadap lingkungan, organisasi maupun

kelompok lain. Batas pembeda ini karena adanya identitas tertentu yang

dimiliki oleh suatu organisasi atau kelompok yang tidak dimiliki

organisasi atau kelompok lain.

b) Sebagai perekat bagi anggota organisasi dalam suatu organisasi. Hal ini

merupakan bagian dari komitmen kolektif dari anggota organisasi.

Mereka bangga sebagai seorang pegawai suatu organisasi ataupun

perusahaan. Para pegawai mempunyai rasa memiliki, partisipasi, dan

memiliki rasa tanggung jawab atas kemajuan perusahaannya.

c) Mempromosikan stabilitas sistem sosial. Hal ini tergambarkan dimana

lingkungan kerja dirasakan positif, mendukung, dan konflik serta

perubahan diatur secara efektif.

d) Sebagai mekanisme dalam memandu dan membentuk sikap serta

perilaku anggota-anggota organisasi. Dengan dilebarkannya mekanisme

kontrol, didatarkannya struktur, diperkenalkannya tim-tim dan diberi

kuasanya anggota organisasi oleh organisasi, makna bersama yang


diberikan oleh suatu budaya yang kuat memastikan bahwa semua orang

diarahkan kearah yang sama.

e) Sebagai integrator. Budaya organisasi dapat dijadikan integrator karena

adanya sub-sub budaya baru. Kondisi seperti ini biasanya dialami oleh

adanya perusahaan-perusahaan besar dimana setiap unit terdapat sub

budaya baru.

f) Membentuk perilaku bagi anggota-anggota organisasi. Fungsi ini

dimaksudkan agar anggota-anggota organisasi dapat memahami

bagaimana mencapai suatu tujuan organisasi.

g) Sebagai saran untuk menyelesaikan masalah-masalah pokok organisasi.

Budaya organisasi diharapkan dapat mengatasi masalah adaptasi

terhadap lingkungan eksternal dan masalah integrasi internal.

h) Sebagai acuan dalam menyusun perencanaan pemasaran, segmentasi

pasar, penentuan positioning yang akan dikuasai perusahaan tersebut.

i) Sebagai alat komunikasi. Budaya organisasi dapat berfungsi sebagai alat

komunikasi antara atasan dan bawahan atau sebaliknya, serta

antaranggota organisasi. Budaya sebagai alat komunikasi tercermin pada

aspek-aspek komunikasi yang mencakup kata-kata, segala sesuatu yang

bersifat material dan perilaku.

j) Sebagai penghambat berinovasi. Budaya organisasi dapat juga menjadi

penghambat dalam berinovasi. Hal ini terjadi apabila budaya organisasi

tidak mampu mengatasi masalah-masalah yang menyangkut lingkungan

eksternal dan integrasi internal.

Oleh karena itu, fungsi budaya organisasi sebagai pedoman kontrol

dalam membentuk sikap dan perilaku karyawan dalam menyelesaikan


masalah-masalah organisasi melalui nilai-nilai dan norma yang dianut untul

lebih berinovasi. Budaya organisasi dapat pula berfungsi sebagai kontrol

atas sikap dan perilaku anggota-anggota organisasi dalam mencapai tujuan.

3) Karakteristik Budaya Organisasi

Menurut Robbins (2006:10) menyatakan bahwa, terdapat 10

karakteristik budaya organisasi, di antaranya:

a) Inisiatif Individual Inisiatif individual adalah tingkat tanggung jawab,

kebebasan atau indepedensi yang dipunyai setiap anggota organisasi

dalam mengemukakan pendapat. Inisiatif individual tersebut perlu

dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu organisasi sepanjang

menyangkut ide untuk memajukan dan mengembangkan organisasi atau

perusahaan.

b) Toleransi terhadap tindakan beresiko Suatu budaya organisasi dikatakan

baik apabila dapat memberikan toleransi kepada anggota atau para

pegawai agar dapat bertindak agresif dan inovatif untuk memajukan

organisasi atau perusahaan serta berani mengambil resiko terhadap apa

yang dilakukannya.

c) Pengarahan Pengarahan dimaksudkan sejauh mana suatu organisasi atau

perusahaan dapat menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan yang

diinginkan. Sasaran dan harapan tersebut jelas tercantum dalam visi,

misi, dan tujuan organisasi. Kondisi ini dapat berpengaruh terhadap

kinerja organisas ataupun perusahaan.

d) Integrasi Integrasi dimaksudkan sejauh mana organisasi atau perusahaan

dapat mendorong unit-unit organisasi untuk bekerja dengan cara yang


terkoordinasi. Kekompakan unit-unit tersebut dapat mendorong kualitas

dan kuantitas pekerjaan yang dihasilkan.

e) Dukungan manajemen Dukungan manajemen dimaksudkan sejauh mana

para manajer dapat memberikan komunikasi atau arahan, bantuan serta

dukungan yang jelas terhadap bawahan.

f) Kontrol Alat kontrol yang dapat dipakai adalah peraturan-peraturan atau

normanorma yang berlaku di dalam suatu organisasi atau perusahaan.

g) Identitas Identitas dimaksudkan untuk sejauh mana para anggota suatu

organisasi atau perusahaan dapat mengidentifikasikan dirinya sebagai

suatu kesatuan dalam perusahaan dan bukan sebagai kelompok kerja

tertentu atau keahlian profesional tertentu.

h) Sistem imbalan Sistem imbalan dimaksudkan sejauh mana alokasi

imbalan (kenaikan gaji, promosi dan sebagainya) didasarkan atas

prestasi kerja pegawai, bukan didasarkan atas senioritas, sikap pilih

kasih, dan sebagainya.

i) Toleransi terhadap konflik Sejauh mana para karyawan di dorong untuk

mengemukakan konflik dan kritik secara terbuka. Perbedaan pendapat

merupakan fenomena yang sering terjadi dalam suatu organisasi atau

perusahaan. Namun, perbedaan pendapat dan kritik tersebut bisa

digunakan untuk melakukan perbaikan atau perubahan strategi untuk

mencapai tujuan organisasi atau perusahaan.

4) Kekuatan Budaya Organisasi

Menurut S.P Robbins (2006:108) mendefinisikan budaya organisasi

yang kuat adalah budaya di mana nilai-nilai inti organisasi dipegang secara

intensif dan dianut bersama secara meluas oleh anggota organisasi. Dalam
menentukan kekuatan budaya organisasi, terdapat dua faktor didalamnya

yaitu, kebersamaan dan intensitas. Kebersamaan dapat ditunjukan dengan

besarnya derajat kesamaan yang dimiliki oleh para anggota organisasi

tentang nilai-nilai inti yang dianut secara bersama. Sedangkan intensitas

adalah derajat komitmen para anggota organisasi terhadap nilai-nilai inti

budaya organisasi. Pada organisasi yang memiliki budaya organisasi yang

kuat memiliki ciri-ciri seperti, anggota organisasi yang loyal kepada

organisasi, mengetahui dengan jelas apa tujuan organisasi serta mengerti

perilaku mana yang dipandang baik dan tidak baik. Pedoman bertingkah

laku bagi orang-orang di dalam perusahaan digariskan dengan jelas,

dimengerti dan dipatuhi.

Nilai-nilai yang dianut organisasi tidak hanya berhenti pada slogan,

tetapi dihayati dan dinyatakan dalam tingkah laku sehari-hari secara

konsisten oleh orang-orang yang bekerja dalam perusahaan. Organisasi atau

perusahaan memberikan tempat khusus kepada pahlawan-pahlawan yang

menjadi teladan perusahaan. Banyak ritual mulai yang sederhana sampai

yang mewah. Memiliki jaringan yang kultural yang menampung cerita-

cerita tentang kehebatan para karyawan teladan. Jadi, budaya organisasi

yang kuat membantu perusahaan memberikan kepastian kepada seluruh

individu yang ada dalam organisasi untuk berkembang bersama perusahaan

dan bersama-sama meningkatkan kegiatan usaha dalam menghadapi

persaingan.

5) Indikator Budaya Organisasi

Budaya organisasi merupakan kesepakatan perilaku anggota dalam

organisasi yang selalu berusaha menciptakan efisiensi, kreatif, bebas dari


kesalahan dan berfokus pada hasil, sehingga indikator budaya organisasi

menurut Wirawan (2007:129) mengemukakan indikator budaya organisasi

sebagai berikut:

a) Pelaksanaan Norma Norma adalah pelaksanaan perilaku yang

menentukan respon karyawan mengenai apa yang dianggap tepat dan

tidak tepat didalam situasi tertentu. Norma pada organisasi sangat

penting karena mengatur perilaku karyawan, sehingga perilaku

karyawan dapat diramalkan dan dikontrol.

b) Pelaksanaan Nilai-nilai Nilai-nilai merupakan pedoman atau

keprcayaan yang digunakan oleh organisasi untuk bersikap jika

berhadapan dengan situasi yang harus membuat pilihan yang

berhubungan erat dengan moral dan kode etik yang menentukan apa

yang harus kita lakukan.

c) Kepercayaan Kepercayaan organisasi berhubungan dengan apa yang

menurut organisasi dianggap benar dan tidak benar. Kepercayaan

melukiskan karakteristik moral organisasi atau kode etik organisasi,

misalnya memberikan upah minimum sesuai dengan kebutuhan layak

akan meningkatkan motivasi kerja karyawan.

d) Berorientasi kepada semua kepentingan anggota. Kerja tim yang

dilaksanakan anggota terhadap tupoksi mereka akan terkait dengan tim

bagian lain yang berbeda tupoksinya. Apabila anggota melaksanakan

tugasnya dengan teliti dan cermat, mereka akan selalu berorientasi

kepada sesama anggota agar dapat tercapai target organisasi.


e) Agresif dalam bekerja. Produktivitas yang tinggi dapat dihasilkan

dengan kualitas keahlian, disiplin, rajin, sehat dan agresif (berkemauan)

dalam bekerja.

f) Mempertahankan dan menjaga stabilitas kerja. Performa di atas harus

dipertahankan untuk menjaga kestabilan kerja

2.1.5 Kepuasan Kerja

1) Defenisi Kepuasan Kerja

Menurut Robbins dan Judge (2015: 78) kepuasan kerja adalah

“sikap umum terhadap pekerjaan seseorang yang menunjukkan perbedaan

antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka

yakini seharusnya mereka terima”. Kepuasan kerja merupakan respon

afektif atau emosional terhadap berbagai segi atau aspek pekerjaan

seseorang sehingga kepuasan kerja bukan merupakan konsep tunggal.

Seseorang dapat relatif puas dengan salah satu aspek pekerjaan dan tidak

puas dengan satu atau lebih aspek lainnya (Hasibuan, 2005: 202).

Kepuasan Kerja merupakan sikap (positif) tenaga kerja terhadap

pekerjaannya, yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situasi kerja.

Penilaian tersebut dapat dilakukan terhadap salah satu pekerjaannya,

penilaian dilakukan sebagai rasa menghargai dalam mencapai salah satu

nilai-nilai penting dalam pekerjaan. Karyawan yang puas lebih menyukai

situasi kerjanya daripada tidak menyukainya. Perasaan-perasaan yang

berhubungan dengan kepuasan dan ketidakpuasan kerja cenderung

mencerminkan penaksiran dari tenaga kerja tentang

pengalamanpengalaman kerja pada waktu sekarang dan lampau daripada


harapanharapan untuk masa depan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

terdapat dua unsur penting dalam kepuasan kerja, yaitu nilai-nilai pekerjaan

dan kebutuhan-Kebutuhan dasar (Robbins & Judge, 2015:46).

Dari beberapa definisi kepuasan kerja di atas dapat disimpulkan

setiap orang yang bekerja mengharapkan dapat memperoleh kepuasan dari

tempatnya bekerja. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang

bersifat individual karena setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan

yang berbeda-beda sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam diri setiap

individu. Semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan

keinginan individu, maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan.

2) Dimensi Kepuasan Kerja

Menurut Luthans dalam Vanecia, (2013) ada beberapa dimensi

kepuasan kerja yang dapat digunakan untuk mengungkapkan karakteristik

penting mengenai pekerjaan, dimana orang dapat meresponnya. Dimensi itu

adalah:

a) Pekerjaan itu sendiri (Work It self)

Setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu sesuai

dengan bidangnya masing-masing. Sukar tidaknya suatu pekerjaan

serta perasaan seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan dalam

melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau mengurangi

kepuasan kerja.

b) Atasan (Supervision) A

tasan yang baik berarti mau menghargai pekerjaan bawahannya. Bagi

bawahan, atasan bisa dianggap sebagai figur ayah/ibu/teman dan

sekaligus atasannya.
c) Teman sekerja (Workers)

Merupakan faktor yang berkaitan dengan hubungan antara pegawai

dengan atasannya dan dengan pegawai lain, baik yang sama maupun

yang berbeda jenis pekerjaannya. L

d) Promosi (Promotion)

Merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan

untuk memperoleh peningkatan karir selama bekerja.

e) Gaji/Upah (Pay)

Merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang dianggap

layak atau tidak.

3) Faktor Kepuasan Kerja

Menurut pendapat As’ad (2004:115), faktor yang mempengaruhi

kepuasan kerja antara lain:

a) Faktor psikologis, merupakan faktor yang berhubungan dengan

kejiwaan pegawai yang meliputi minat, ketentraman kerja, sikap

terhadap kerja, perasaan kerja.

b) Faktor fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan fisik

lingkungan kerja dan kondisi fisik pegawai, meliputi jenis pekerjaan,

pengaturan waktu kerja, perlengkapan kerja, sirkulasi udara, kesehatan

pegawai.

c) Faktor finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan

serta kesejahteraan pegawai, yang meliputi sistem penggajian, jaminan

sosial, besarnya tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi dan lain-

lain.
d) Faktor Sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi

sosial baik antara sesama karyawan, dengan atasannya, maupun

karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya.

4) Indikator Kepuasan Kerja

Celluci dan De Vries dalam Fuad, (2004:28) merumuskan

indikatorindikator kepuasan kerja dalam 5 indikator sebagai berikut:

a) Kepuasan dengan gaji

Karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang

mereka persepsikan sebagai adil, tidak meragukan, dan segaris dengan

pengharapan mereka. Bila upah dilihat adil berdasarkan pada tuntutan

pekerjaan, tingkat ketrampilan individu, dan standar pengupahan

komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. Jika gaji yang

diberikan lebih rendah dibandingkan dengan gaji yang berlaku maka

akan timbul ketidakpuasan kerja karyawan terhadap gaji.

b) Kepuasan dengan promosi

Kesempatan promosi mengakibatkan pengaruh yang berbeda terhadap

kepuasan kerja karena adanya perbedaan balas jasa yang diberikan.

Proses pemindahan dari jabatan satu ke jabatan lain yang lebih tinggi

(promosi) selalu diikuti oleh tugas, tanggung jawab, dan wewenang lebih

tinggi daripada jabatan yang diduduki sebelumnya. Dengan promosi

akan memberian kesempatan untuk pertumbuhan pribadi, tanggung

jawab yang lebih banyak, dan status sosial yang meningkat. Apabila

promosi dibuat dengan cara yang adil diharapkan mampu memberikan

kepuasan kepada karyawan.

c) Kepuasan dengan rekan kerja


Rekan kerja yang bersahabat, kerjasama antar rekan sekerja atau

kelompok kerja adalah sumber kepuasan kerja bagi pekerja secara

individual. Sementara kelompok kerja dapat memberikan dukungan,

nasehat atau saran serta bantuan kepada sesama rekan kerja. Kelompok

kerja yang baik membuat pekerjaan lebih menyenangkan. Baiknya

hubungan antara rekan kerja sangat besar artinya bila rangkaian

pekerjaan tersebut memerlukan kerja sama tim yang tinggi. Tingkat

keeratan hubungan mempunyai pengaruh terhadap mutu dan intensitas

interaksi yang terjadi dalam suatu kelompok. Kelompok yang

mempunyai tingkat keeratan yang tinggi cenderung menyebabkan para

pekerja lebih puas berada dalam kelompok. Kepuasan timbul terutama

berkat kurangnya ketegangan, kurangnya kecemasan dalam kelompok

dan karena lebih mampu menyesuaikan diri dengan tekanan pekerjaan.

d) Kepuasan dengan penyelia Tugas pengawasan tidak dapat dipisahkan

dengan fungsi kepemimpinan, yaitu usaha mempengaruhi kegiatan

bawahan melalui proses komunikasi untuk mencapai tujuan tertentu

yang ditetapkan organisasi. Gaya kepemimpinan yang ditetapkan oleh

seorang manajer dalam organisasi dapat menciptakan integrasi yang

serasi dan mendorong gairah kerja karyawan untuk mencapai sasaran

yang maksimal. Perlunya pengarahan, perhatian serta motivasi dari

pemimpin diharapkan mampu memacu karyawan untuk mengerjakan

pekerjaannya secara baik. Gaya kepemimpinan pada hakikatnya

bertujuan untuk mendorong gairah kerja, kepuasan kerja, dan

produktivitas kerja karyawan yang tinggi, agar dapat mencapai tujuan

organisasi yang maksimal.


e) Kepuasan dengan pekerjaan itu sendiri

Unsur ini menjelaskan pandangan karyawan mengenai pekerjaannya

sebagai pekerjaan yang menarik, melalui pekerjaan tersebut karyawan

mempunyai kesempatan untuk belajar, dan memperoleh peluang untuk

menerima tanggung jawab

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan peneliti dalam melakukan

penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji

penelitian yang dilakukan dari penelitian terdahulu, peneliti tidak menemukan

penelitian yang mempunyai judul sama seperti judul penelitian peneliti. Namun peneliti

mengangkat beberapa penelitian sebagai referensi dalam memperkaya bahkan kajian

pada penelitian peneliti. Berikut merupakan penelitian berupa terdahulu berupa jurnal

yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti.

Penelitian yang dilakukan oleh Anton Wardoyo dalam ”Pengaruh Persepsi Guru

tentang Sertifikasi Guru dan Motivasi Kerja Guru terhadap Kinerja Guru di SMK 45

Wonosari Tahun Pelajaran 2009/2010”. Adapun tujuan untuk mengetahui hubungan dan

besarnya sumbangan antara persepsi guru tentang sertifikasi guru dan motivasi kerja

guru baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama dengan kinerja guru di

SMK 45 Wonosari Tahun Ajaran 2009/2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

terdapat hubungan positif dan signifikan antara motivasi kerja guru dengan kinerja guru

di SMK 45 Wonosari Tahun Ajaran 2009/2010 yang dibuktikan dengan rhitung =

0,366 ; rtabel = 0,134 untuk thitung sebesar 2,955 lebih besar dari ttabel sebesar 2,001

(thitung 2,955 > ttabel 2,001) dan sumbangan efektif sebesar 17,21%. Penelitian yang

dilakukan oleh Ridha Canggih Pristian dalam “Pengaruh Motivasi dan Disiplin
terhadap Kinerja Pegawai pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Jepara”.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh motivasi dan disiplin terhadap

kinerja pegawai Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Jepara baik secara parsial

48 maupun simultan. Hasil analisis regresi data menunjukkan persamaan sebagai

berikut Y = 17.442 + 0,326 X1 + 0,382 X2. Secara parsial variabel motivasi

memberikan kontribusi sebesar 0,326 atau 32,6% dan disiplin sebesar 0,382 atau 38,2%

terhadap kinerja pegawai. Secara simultan (motivasi dan disiplin) berpengaruh

signifikan terhadap kinerja pegawai sebesar 43,5%. Sedangkan sisanya sebesar 56,5%

dipengaruhi oleh faktor lain.

Penelitian yang dilakukan oleh Maris, dkk. Dengan judul penelitian

“Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah, Kinerja Guru Dan Mutu Sekolah”

dalam Jurnal Administrasi Pendidikan Vol.XXIII No.2 Tahun 2016. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa besarnya pengaruh kepemimpinan transformasional kepala

sekolah terhadap mutu sekolah pada SD negeri terakreditasi A di Kabupaten Cianjur

diperoleh sebesar 0,700 (korelasi kuat), sedangkan pengaruhnya sebesar 49%.

Bedasarkan temuan penelitian dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian yang

menyatakan “kepemimpinan transformasional kepala sekolah berpengaruh signifikan

terhadap mutu sekolah” dapat diterima. Sedangkan besarnya pengaruh kinerja guru

terhadap mutu sekolah pada SD negeri terakreditasi A di kabupaten Cianjur diperoleh

sebesar 0,709 (korelasi kuat), sedangkan pengaruhnya sebesar 50,2%. Berdasakan

temuan penelitian dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian yang menyatakan

“kinerja guru berpengaruh signifikan terhadap mutu sekolah” dapat diterima. Besarnya

pengaruh kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan kinerja guru terhadap

mutu sekolah pada SD Negeri terakreditasi A di kabupaten Cianjur sebesar 0,722

(korelasi kuat), sedangkan pengaruhnya sebesar 52,1% dan sisanya sebesar 47,9%
dipengaruhi oleh faktor lain. Berdasarkan temuan penelitian dapat disimpulkan bahwa

hipotesis penelitian yang menyatakan “kepemimpinan transformasional kepala sekolah

dan kinerja guru berpengaruh secara signinifikan terhadap mutu sekolah” dapat

diterima.

2.3 Kerangka Berpikir

Kepemimpinan transformasional kepala sekolah adalah kemampuan kepala

sekolah dalam mentransformasikan pengaruhnya kepada seluruh warga sekolah secara

efektif melalui idealize influence charismatik (karismatik), inspirational motivation

(motivasi inspirasional), intelectual stimulation (stimulasi intelektual) dan individual

consideration (perhatian terhadap individu) dalam mengembangkan dan meningkatn

profesionalismenya.

Motivasi kerja guru adalah semangat atau dorongan guru dalam bekerja untuk

menyelesaikan tugas dan tanggungjawabnya sebagai pendidik. Dorongan atau semangat

tersebut dapat berasal dari dalam diri guru maupun dari luar diri guru.

Budaya organisasi merupakan seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-

nilai dan norma yang dianut oleh setiap anggota organisasi yang dijadikan sebagai

pedoman membentuk dan mengarahkan perilaku dalam mengatasi masalah akibat

adanya perubahan.

Sedangkan variabel interveningnya adalah kepuasan kerja. Kepuasan kerja

adalah setiap orang yang bekerja mengharapkan dapat memperoleh kepuasan dari
tempatnya bekerja. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat

individual karena setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda

sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam diri setiap individu. Semakin banyak

aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu, maka semakin tinggi

tingkat kepuasan yang dirasakan.

Berdasarkan kajian teori yang diatas maka lebih jelasnya dapat ditunjukkan

kerangka konseptual pada gambar dibawah ini:

Kepemimpinan Transformasional
Kepala Sekolah

(X1)

Motivasi Kerja Kinerja Guru

(X2) (Z)

Budaya Organisasi

(X3)

Kepuasan Kerja Guru

(Y)
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran

2.4 Hipotesi Penelitian

Menurut Sugiyono (2012:51) “Hipotesis merupakan jawaban sementara

terhadap rumusan penelitian. Oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya

disusun dalam bentuk kalimat pernyataan”. Berdasarkan rumusan masalah dan uraian di

atas, maka penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut :

1. Terdapat pengaruh positif dan signifikan kepepemimpinan transformasional kepala

sekolah terhadap kepuasan kerja guru di SMAS Frater Don Bosco Lewoleba.

2. Terdapat pengaruh positif dan signifikan motivasi guru terhadap kepuasan kerja

guru di SMAS Frater Don Bosco Lewoleba.

3. Terdapat pengaruh positif dan signifikan budaya organisasi terhadap kepuasan

kerja guru di SMAS Frater Don Bosco Lewoleba.

4. Kepuasan kerja guru di SMAS Frater Don Bosco Lewoleba dapat menjadi variabel

intervening yang mediasi pengaruh kepepemimpinan transformasional kepala

sekolah terhadap kinerja guru.

5. Kepuasan kerja guru di SMAS Frater Don Bosco Lewoleba dapat menjadi variabel

intervening yang mediasi pengaruh motivasi guru terhadap kinerja guru.

Kepuasan kerja guru di SMAS Frater Don Bosco Lewoleba dapat menjadi variabel

intervening yang medias

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


3.3 Populasi dan Sampel

3.4 Definisi Operasional Variabel

3.5 Jenis Data

3.6 Teknik Pengumpulan Data

3.7 Teknik Analisis Data

Masalah:

- Perangkat pembelajaran tidak dikumpul tepat pada waktunya

- Masih banyak guru yang terlambat

- Dalam menyelesaikan tugas atau administrasi,

Anda mungkin juga menyukai