Anda di halaman 1dari 4

Berdasarkan data WHO dan UNICEF hingga tahun 2015, terdapat sekitar 2,4 miliar orang

yang melakukan perilaku buang air besar sembarangan .Hasil Riskesdas 2010 menunjukan
25% masyarakat menggunakan jamban tidak sehat dan 17,7 % masih melakukan Buang Air
Besar Sembarangan (BABs). Studi tahun 2013 menunjukkan bahwa di Indonesia hanya
terdapat 12,9% rumah tangga (RT) yang tidak memiliki fasilitas buang air besar

Peningkatan demand masyarakat terhadap jamban yang sehat melalui pemicuan masyarakat
tentang lingkungan tempat tinggal yang kurang sehat yang berdampak terhadap kehidupan sosial
masyarakat, promosi tentang berbagai pilihan jamban serta pentingnya hidup bersih dan sehat.

Peningkatan supply dengan memperbanyak jenis pilihan jamban yang disediakan di pasar dengan
berbagai gradasi harga akan meningkatkan daya beli masayarakat terhadap material sanitasi dan
permintaan untuk penyediaan material sanitasi yang lebih banyak.

Peningkatan kemampuan stakeholder dalam upaya memfasilitasi pengembangan program sanitasi


secara swadaya oleh masyarakat dan mengubah paradigma bahwa pendekatan program sanitasi
tidak berorientasi pada peningkatan cakupan fisik melalui subsidi, namun perubahan perilaku secara
kolektif dan inisiatif dilakukan oleh masyarakat. Pendanaan yang disediakan oleh lembaga publik
termasuk pemerintah dan lembaga donor lainnya difokuskan pada fasilitas masyarakat.

TBM: Singkatan dari Sanitasi Total Berbasis Masyarakat; Terdiri dari 5 pilar (Stop Buang Air Besar
Sembarangan/ Stop BABS, Cuci Tangan Pakai Sabun/ CTPS, Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga/
PAM-RT, Pengelolaan Sampah Rumah Tangga, Pengelolaan Air Limbah Rumah Tangga). CLTS:
Singkatan dari Community Led Total Sanitation; Sasaran CLTS hanya satu yaitu ODF (Open
Defecation Free); CLTS merupakan gerakan yang dipimpin oleh masyarakat, menggunakan metode
pemicuan. STBM menggunakan metode yang digunakan di CLTS, dengan materi yang berbeda.

Umur : semakin cukup umur tingkat kematangan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan
bekerja

Pendidikan : Pendidikan secara umum merupakan salah satu upaya yang direncanakan untuk
menciptakan perilaku seseorang menjadi kondusif dalam menyingkapi suatu masalah. Tingkat
pendidikan berpengaruh pada perubahan sikap dan perilaku hidup sehat

Pekerjaan : Rata-rata pekerjaan masyarakat yaitu pada sektor non formal (Buruh tani,
petani,pedagang/wiraswasta) kebanyakan masyarakat bekerja sebagai buruh tani sehingga
penghasilan yang diperoleh tidak menentu dan kurang memenuhi kebutuhan sehari-hari

Pendapatan : Pendapatan keluarga menentukan ketersediaan fasilitas kesehatan yang baik. Dimana
semakin tinggi pendapatan keluarga, semakin baik fasilitas dan cara hidup mereka yang terjaga akan
semakin baik

Pengetahuan : Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan tindakan seseorang, dalam hal ini
pengetahuan tentang pemanfaatan jamban keluarga dirumah
Data sekunder atau data umum dikumpulkan dari data-data internal milik Puskesmas Sooko. Data-
data tersebut diperoleh dari wawancara yang dilakukan oleh kader terhadap warga di desa
Jampirogo yang diketahui tidak memiliki jamban. Wawancara meliputi menanyakan perihal tempat
penampungan kotoran, pendidikan terakhir, pekerjaan utama,tingkat pendapatan, ketersediaan
lahan untuk penampungan jamban

1. Karakteristik jenjang pendidikan responden tersebut yaitu pendidikan terakhir SD dan


sederajat sejumlah 9 orang (29,0%), SMP 13 orang (41,9%), SMA 8 orang (25,8%), dan tidak
diketahui sejumlah 1 orang (3,3%).
2. Dari wawancara yang dilakukan oleh kader, didapatkan hasil sebagai berikut. sejumlah 3
responden (9,67%) menggunakan kebun sebagai tempat penampungan kotoran, 13
responden (43,33%) berbagi jamban, dan 15 responden (48,38%) menggunakan sungai
sebagai tempat penampungan kotoran
3. Mengenai pekerjaan utama , 4 orang (12,90%) bekerja sebagai pedagang, 6 orang (19,35%)
bekerja sebagai tukang sepatu, sebanyak 6 (19,35%) orang bekerja sebagai kuli, 6 orang
(19,35%) dikategorikan masuk pekerjaan lain (supir dan petani), dan tidak memiliki
pekerjaan sebanyak 9 orang (29,03%).
4. Dari wawancara yang dilakukan oleh kader, didapatkan hasil sebagai berikut. sejumlah 28
responden (90,32%) memiliki tingkat penghasilan < Rp. 1.425.000/bulan, sedangkan 3
responden (9,67%) memiliki tingkat penghasilan > Rp. 1.425.000/bulan.
5. Mengenai ketersediaan lahan untuk penampungan jamban, 29 (93,54%) responden memiliki
ketersediaan lahan sedangkan 2 (6,46%) responden tidak memiliki ketersediaan lahan

Berdasarkan kerangka konsep tersebut yang menjadi variabel


independennya adalah karakteristik individu (pendidikan, pekerjaan, penghasilan,
pengetahuan, sikap, sosial budaya), kepemilikan jamaban keluarga (jenis jamban,
keberadaan jamban, ketersediaan air). Sedangkan yang menjadi variabel dependen
adalah tindakan buang air besar sembarangan di wilayah cakupan Puskesmas Sooko,
Mojokerto.

Intervensi yang dilaksanakan berjalan dengan lancar. Acara diikuti oleh total 18 warga yang
mengikuti acara pemicuan yang terbagi dalam dua sesi. Acara ini diikuti pula oleh perangkat
kelurahan, para kader-kader, serta pemegang program kesehatan lingkungan dari Puskesmas Sooko.
Pemicuan dimulai pukul 09.00 pada hari kamis dan warga terlihat sangat antusias untuk mengikuti
pemicuan ini, dilihat dari banyaknya warga yang sudah siap di tempat jauh sebelum waktu acara
dimulai,.

Acara diawali dengan sambutan dari perangkat desa, perkenalan lalu diselingi dengan games
mengenai ODF. Warga aktif dalam menyampaikan pendapat, dan aktif bertanya saat sesi tanya
jawab . Melalui tanya jawab yang dilakukan diketahui bahwa sebagian warga yang belum memiliki
jamban masih BAB di wc umum dan sebagian numpang dengan saudara. Warga juga masih
menggunakan di kali/sungai sebagai tempat pembuangan kotoran. Warga mengakui faktor biaya
menjadi penyebab utama dimana untuk membuat jamban dengan septic tank membutuhkan biaya
yang tidak sedikit bagi mereka, ditambah biaya air dan listrik yang dikeluarkan untuk menyiram
jamban, dan selain itu dikarenakan sebagian mengungkapkan tidak tersedianya lahan untuk
membuat jamban. Warga lalu menghitung estimasi dalam pembuatan jamban.

Kemudia warga juga menggambar peta wilayah kelurahan Sooko, seperti jalan dan kali/sungai. Lalu,
Warga memberi tanda rumah mereka . Akhir sesi pemicuan warga diminta mencari solusi terhadap
masalah tersebut.

Seluruh pelaksanaan berjalan dengan baik tanpa kendala yang berarti, terutama karena peserta
merasa antusias dalam mengikuti pemicuan, juga sangat jujur dan terbuka dalam menyampaikan
hal-hal yang mereka rasakan dan alami.

Intervensi yang dilaksanakan berjalan dengan lancar. Acara diikuti oleh total 18 warga yang
mengikuti acara pemicuan yang terbagi dalam dua sesi. Acara ini diikuti pula oleh perangkat
kelurahan, para kader-kader, serta pemegang program kesehatan lingkungan dari Puskesmas Sooko.
Pemicuan dimulai pukul 09.00 pada hari kamis dan warga terlihat sangat antusias untuk mengikuti
pemicuan ini, dilihat dari banyaknya warga yang sudah siap di tempat jauh sebelum waktu acara
dimulai,.

Acara diawali dengan sambutan dari perangkat desa, perkenalan lalu diselingi dengan games
mengenai ODF. Warga aktif dalam menyampaikan pendapat, dan aktif bertanya saat sesi tanya
jawab . Melalui tanya jawab yang dilakukan diketahui bahwa sebagian warga yang belum memiliki
jamban masih BAB di wc umum dan sebagian numpang dengan saudara. Warga juga masih
menggunakan di kali/sungai sebagai tempat pembuangan kotoran. Warga mengakui faktor biaya
menjadi penyebab utama dimana untuk membuat jamban dengan septic tank membutuhkan biaya
yang tidak sedikit bagi mereka, ditambah biaya air dan listrik yang dikeluarkan untuk menyiram
jamban, dan selain itu dikarenakan sebagian mengungkapkan tidak tersedianya lahan untuk
membuat jamban. Warga lalu menghitung estimasi dalam pembuatan jamban.

Kemudia warga juga menggambar peta wilayah kelurahan Sooko, seperti jalan dan kali/sungai. Lalu,
Warga memberi tanda rumah mereka . Akhir sesi pemicuan warga diminta mencari solusi terhadap
masalah tersebut.

Seluruh pelaksanaan berjalan dengan baik tanpa kendala yang berarti, terutama karena peserta
merasa antusias dalam mengikuti pemicuan, juga sangat jujur dan terbuka dalam menyampaikan
hal-hal yang mereka rasakan dan alami.

Penilaian keberhasilan pemicuan ODF ini dilihat dari bertambahnya kepemilikan jamban sehat pada
warga dan berkurangnya perilaku BABS, yang mana tidak dapat dilakukan hanya sesaat setelah
pemicuan berlangsung, tetapi harus dilakukan follow-up secara berkala.

Untuk follow-up selanjutnya, Puskesmas Sooko perlu berkoordinasi dengan perangkat kelurahan dan
kader-kader yang ada di kelurahan tersebut untuk memastikan dilaksanakannya pembangunan
tersebut, serta memberikan pendekatan-pendekatan kepada warga yang masih belum mau
berkomitmen membangun sendiri dan hanya mau menunggu bantuan dana dari pemerintah daerah.
Telah dilaksanakan diskusi lintas sector membahas topik rencana tindak lanjut program ODF 2020
bertempat di Puskesmas Sooko pada hari Senin tanggal 27 Januari 2020. Dihadiri oleh :

Muspika (Musyawarah Pimpinan Kecamatan)

Camat

Kapolsek

Danramil

Kepala Desa

Ketua Tim Penggerak Kecamatan

Ketua Tim Penggerak PKK Desa

Bidan / Perawat Desa

Pemegang Program Puskes

Disepakati beberapa hal sebagai berikut :

Setiap Desa Memasukkan anggaran desa untuk bantuan KK yang tidak punya jamban

Untuk 4 desa (Japan, Jampirogo, Brangkal, Wringinrejo) diusahakan ODF bulan Februari 2020 karena
jumlah KK yang belum punya jamban < 30

Sejumlah warga telah berkomitmen dengan perangkat desa akan membangun jamban sehat di
rumahnya

Anda mungkin juga menyukai