Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI 2

PENENTUAN KADAR ZAT AKTIF DALAM SEDIAAN


MULTIKOMPONEN DENGAN SPEKTROFOTOMETRI UV-VISIBEL
TEKNIK DERIVATIF

apt. Rina Anugrah, S.Farm., M.Si.

Kelompok 1 (A)
1. Rhizky Goushartian (3311211005)
2. Khansa Alida Salsabila (3311211006)
3. Nadifah Zafira (3311211012)
4. Serlin Zandroto (3311211018)
5. Lusi Ardiyati (3311211023)

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JENDRAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2023
BAB I
PRINSIP DAN TUJUAN PERCOBAAN

A. Prinsip Percobaan
1. Analisis fotometri berdasarkan absorbsi energi cahaya oleh molekul-
molekul dalam daerah sinar UV dan sinar tampak (visibel)
2. Analisis multikomponen dengan metode derivatif yaitu berdasarkan
pengukuran suatu senyawa pada λ zero crossing senyawa lain.

B. Tujuan Percobaan
1. Untuk mengetahui dan memahami cara menentukan kadar campuran
dua senyawa-senyawa dalam sediaan dengan spektrofotometri Uv-
Visibel metode derivatif
2. Untuk menenetukan kadar sulfametoksazol dan trimetoprim secara
bersama-sama dengan spektrofotometeri Uv-Visibel metode derivatif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Metode spektrofotometri derivatif merupakan metode yang digunakan


pada spektrofotometri infra merah, spektrofotometri UV-Vis, dan
spektrofotometri fluoresensi. Metode ini memiliki implikasi luas pada analisis
kuantitatif dan kualitatif, dapat memecahkan masalah untuk spektra yang tumpang
tindih pada analisis multikomponen dengan menggunakan turunan pertama atau
turunan yang lebih tinggi dari spektra yang diperoleh terhadap panjang
gelombang. Mulai dipergunakan pada 1950-an, tetapi menjadi tidak praktis karena
sulitnya memperoleh spektra turunan pada spektrofotometri UV-Visibel. Metode
ini merupakan teknik pemrosesan sinyal yang didapat dari hasil scan
spektrofotometer, di mana hasil scan tersebut diproses dengan algoritma Savitzky
Golay atau transformasi wavelet untuk mendapatkan spektra derivatif yang lebih
halus tanpa mengubah tendensi sinyal yang didapat (Redasani ,V.K., Patel, P.R.,
Marathe, D.Y., Chaudhari, S.R., Shirkhedkar, A.A,. Surana, S.J, 2018).
Tujuan utama dari metode derivatif adalah untuk membedakan dua atau
lebih senyawa dalam campuran tanpa adanya pemisahan secara kimia
sebelumnya. Metode-metode ini telah meningkatkan spesifisitas dan selektifitas
dari metode spektroskopi UV dan memiliki beberapa keuntungan dalam
menganalisis senyawa tunggal, komponen-komponen dalam campuran, penentuan
jejak (traces) dalam matriks, protein, dan asam amino, analisis lingkungan dan
identifikasi komponen organik dalan senyawa anorganik. Keuntungan spesifik
yang didapat melalui metode ini pada analisis spektra jika dibandingkan dengan
spektra yang langsung didapat dari spektrofotometer adalah :
a. Memperkuat resolusi
b. Deteksi dan penguatan spektra minor atau lemah
c. Eliminasi gangguan background dan matriks
d. Spektra yang lebar dapat dibedakan dan dipisahkan
e. Menambah sensitivitas dan spesifisitas pada analsisis campuran
f. Efisiensi pemisahan yang tinggi pada puncak yang tajam
g. Penghematan waktu, reagen, dan tenaga kerja (Ankush, P., Shweta, S,
2016)
Namun demikian, metode-metode ini memiliki kelemahan walaupun
merupakan metode yang sensitif. Beberapa kelemahannya adalah :
a. Metode ini terbatas pada sistem tertentu saja dan memiliki keterbatasan
dalam aplikasinya karena kurangnya reprodusibilitasnya.
b. Metode ini juga bergantung dengan parameter instrumen, seperti
kecepatan scan dan lebar celah. Kondisi instrumen yang merekam spektra
orde nol memiliki pengaruh yang kuat pada bentuk dan intensitas dari
spektra turunannya.
c. Metode ini menjadi kurang akurat ketika mengukur spektra derivatif
metode zero crossing pada panjang gelombang tertentu, di mana spektra
derivatif memotong sumbu x. Metode ini digunakan dalam analisis
multikomponen farmasi, bioanalisis, toksikologi forensik, analisis trace.
(Rojas, F.S., Ojeda, C.B, 2013)
Metode zero crossing dan metode peak to peak/peak to trough merupakan
metode pengukuran yang digunakan untuk menganalisis spektra deivatif. Metode
zero crossing merupakan salah satu metode pengukuran yang paling sering
digunakan untuk menganalisis spektra derivatif pada dunia kefarmasian. (Atole,
D.M., Rajput, H.H, 2018). Kekurangan dari metode zero crossing terlihat ketika
orde turunan spektra semakin besar, semakin banyak noise yang akan
mengganggu penentuan titik-titik di mana spektra memotong sumbu x (λ zero
crossing). Tidak ada jaminan menemukan λ zero crossing yang memenuhi
persyaratan, di mana satu komponen memiliki nilai derivatif nol dan yang lain
memiliki nilai tertentu pada turunan spektra pertama. Terkadang perlu derivatisasi
ke orde yang lebih tinggi di mana noise akan meningkat dan mempersulit
penentuan λ zero crossing pada spektra orde tersebut. (Fayez, Y.M., Elghobashy,
M.R., Goda, Z.M., Shehata, M.A, 2016)
Panjang gelombang serapan maksimum pada suatu senyawa akan menjadi
panjang gelombang zero-crossing pada spektrogram derivatif pertama, panjang
gelombang tersebut tidak mempunyai serapan atau dA/d λ = 0. Metode zero-
crossing memisahkan campuran biner dari spektrum derivatnya pada panjang
gelombang pada saat komponen pertama tidak ada sinyal. Pengukuran pada zero-
crossing tiap komponen dalam campuran merupakan fungsi tunggal konsentrasi
dari yang lainnya. Bila panjang gelombang zero crossing masing-masing senyawa
tidak sama, maka penetapan kadar campuran dua senyawa dapat dilakukan tanpa
pemisahan terlebih dahulu. Bila kedua pita serapan mempunyai panjang
gelombang yang hampir sama akan terjadi pelebaran pita, maka kurva derivatif
pertama tidak akan membantu pemisahan spektranya. Pada situasi tersebut maka
dicoba derivatif kedua. (Skujins S, Varian AG, 1986).
BAB III
MONOGRAFI SAMPEL
Sampel Sulfametoksazol
Rumus Molekul C10H11N3O3S
Struktur Molekul

Berat Molekul 253,28 g/mol


Kelarutan Praktis tidak larut dalam air, eter, kloroform; mudah larut
dalam aseton, NaOH encer; agak sukar larut dalam etanol
Nilai Absorptivitas
17.000 L/mol.cm (dalam NaOH 0,1 M)
molar
Persyaratan kadar Mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari
dalam tablet 101,0% C10H11N3O3S, dihitung terhadap zat kering
Persyaratan kadar zat Tidak kurang dari 93,0% dan tidak lebih dari 107,0% dari
aktif dalam tablet jumlah yang tertera pada etiket
Referensi Farmakope Indonesia Edisi VI halaman 1659-1663
UV and IR spectra pharmaceutical substances hal. 1580-1581

Sampel Trimetoprim
Rumus Molekul C14H18N4O3
Struktur Molekul

Berat Molekul 290,32 g/mol


Kelarutan Larut dalam benzil alcohol; agak sukar larut dalam
kloroform, methanol, sangat sukar larut dalam air, etanol,
aseton
Nilai Absorptivitas
7320 L/mol.cm (dalam NaOH 0,1 N)
molar
Persyaratan kemurnian Mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari
bahan baku 101,0% C14H18N4O3 dihitung terhadap zat kering
Persyaratan kadar Tidak kurang dari 93,0% dan tidak lebih dari 107,0% dan
dalam tablet jumlah yang tertera pada etiket
Referensi Farmakope Indonesia Edisi VI halaman 1663-1749
UV and IR spectra pharmaceutical substances hal. 1506
BAB IV
DIAGRAM ALIR PROSEDUR PERCOBAAN

a. Diagram alir pengenceran larutan standar sulfametoksazol

Ditimbang 75 mg baku pembanding


sulfametoksazol, lalu masukkan ke dalam
labu takar 250 ml

Tambahkan NaOH 0,1N (± 3/4 ¿sonifikasi


dengan ultrasonic, tambah NaOH hingga
tanda batas (larutan induk 300ug/ml)
2 ml ad 50 mL
12ml ad 50 ml
4ml ad 50 6ml
mL ad 50 mL
8ml ad 50 mL
10ml ad 50 mL
12 ppm
72 ppm
24 ppm ppm

60 ppm
36 ppm 48 ppm
b. Diagram alir pengenceran larutan standar trimetoprim

Ditimbang 75 mg baku pembanding


trimetoprim, masukan ke dalam labu takar
250 ml tambahkan NaOH 0,1N (± 3/4 ¿
sonifikasi dengan ultrasonic, tambah NaOH
hingga tanda batas (larutan induk
300ug/ml)

Pipet 25 ml masukan ke labu takar 50 ml


tambah NaOH 0,1N (larutan 150 ug/ml)
1ml ad 50 mL
2ml ad 50 3ml
mL ad 50 mL
6ml ad 50 ml
4ml ad 50 mL
5ml ad 50 mL
3 ppm
18 ppm
6 ppm
15 ppm
9 ppm 12 ppm

c. Penentuan panjang gelombang zero crossing sulfametoksazol dan


trimethoprim
Larutan standar sulfametoksazol dan trimethoprim

Dipilih salah satu seri dari masing-masing sampel


(12ug/ml) ke dalam kuvet

Masukan kuvet kedalam alat spektrofotometri uv-vis

Ukur spektrum pada panjang gelombang 200-400


nm

Setelah diperoleh spektrum, cari turunannya/derivatnya

Tentukan panjang gelombang zero crossing dari


masing-masing sampel
d. Pembuatan kurva kalibrasi sulfametoksazol dan trimetoprim

SULFAMETOKSAZOL

Ukur semua variasi konsentrasi sulfametoksazol


pada panjang gelombang trimetoprim

pengukuran dimulai dari konsentrasi terkecil

tentukan spektrum derivatifnya dan catat

buat kurva kalibrasi dan tentukan regresi linearnya

KESIMPULAN

TRIMETOPRIM

Ukur semua variasi konsentrasi trimetoprim


pada panjang gelombang sulfametoksazol

pengukuran dimulai dari konsentrasi terkecil

tentukan spektrum derivatifnya dan catat

buat kurva kalibrasi dan tentukan regresi linearnya

KESIMPULAN
e. Penentuan kadar sulfametoksazol dan trimetoprim dalam tablet

Ditimbang 20 tablet, hitung bobot rata-rata/tab. Serbukkan


semua tablet, timbang serbuk yang setara dengan 75 mg
sulfametoksazol

larutkan dengan NaOH 0,1N dalam labu takar 250 ml (


± 3/4 ¿ sonifikasi dengan ultrasonic selama 15 menit

tambahkan NaOH 0,1N ad tanda batas kocok ad homogen

larutan disaring dengan kertas saring, lalu pipet 5,0 ml


filtratnya dan encerkan hingga 50,0 ml (faktor pengenceran
50/5)

ukur spektrum tablet sulfametoksazol dan trimetoprim

ukur kadar sulfametoksazol dalam sampel pada panjang


gelombang zero crossing trimethoprim

ukur kadar trimetoprim dalam sampel pada panjang


gelombang sulfametoksazol

hitung %kadar sulfametoksazol dan trimethoprim dalam


tablet dan buatlah kesimpulannya
BAB V
HASIL PERCOBAAN DAN PENGOLAHAN DATA

a. Spektrum tumpang tindih trimethoprim dan sulfametoksazol (normal


dan derivatif)

Normal
2.00000

1
2
Abs.

0.50000
1

-1.00000
200.00 300.00 400.00
nm.

Derivatif
2.00000
Abs.

0.50000
1
2

1
2

-1.00000
200.00 300.00 400.00
nm.
2
b. Spektrum tablet (normal dan derivatif)

Normal
2.50000

1
Abs.

0.75000

-1.00000
200.00 300.00 400.00
nm.

Derivatif
2.50000
Abs.

0.75000
1

-1.00000
200.00 300.00 400.00
nm.
c. Kurva kalibrasi sulfametoksazol
Kurva kalibrasi sulfamethoxazole λ zero crossing TMP = 286
nm

ppm A
12 -0.1092
24 -0.2295
36 -0.3339
48 -0.4511
60 -0.5639
72 -0.6715

d. Kurva kalibrasi trimetoprim

Kurva kalibrasi sulfamethoxazole λ zero crossing SMX = 256


nm
ppm A
3 -0.01394
6 -0.02836
9 -0.04394
12 -0.05666
15 -0.06817
18 -0.08505

e. Serapan tablet sulfametoksazol dan trimethoprim


Pengulangan λ zero crossing TMP : λ zero crossing SMX :
286 nm 256 nm
1 -0.25832 -0.05388
2 -0.28101 -0.05649
3 -0.28359 -0.05870

f. Penentuan kadar sulfametoksazole dalam tablet

Berat zat
Berat Jumla per tablet
peng sampel serapan FP h hasil %kadar
ukura yang laruta analis
n ditimbang n awal (mg)
(mg) (ml)

1 132,7 -0,25832 50/5 250 368,392 92,10%


2 132,7 -0,28101 50/5 250 400,929 100,23%
3 132,8 -0,28359 50/5 250 404,316 101,08%
97,80%±4,987907

g. Penentuan kadar trimetoprim dalam tablet

Berat zat
Berat Jumla per tablet
peng sampel serapan FP h hasil %kadar
ukura yang larutan analis
n ditimbang awal (mg)
(mg) (ml)

1 132,7 -0,05388 50/5 250 154,45 193,07%


2 132,7 -0,05649 50/5 250 162,02 202,53%
3 132,8 -0,05870 50/5 250 168,294 210,37%
201,99%± 12,48533
BAB VI
PEMBAHASAN

Pada percobaan ini ditentukan kadar Sulfametoksazol dan Trimetoprim


dalam sampel tablet dengan Spektrofotometri Uv-Visibel menggunakan metode
Kurva Turunan Pertama (Derivatif), dimana pada metode ini kadar
sulfametoksazol dan trimethoprim dapat ditentukan dengan membaca larutan
sampel pada panjang gelombang zero crossing. Tablet yang diuji pada percobaan
kali ini merupakan tablet multikomponen yang terdiri dari Sulfametoksazol dan
Trimetoprim.

Sulfametoksazol adalah obat antibiotik sulfonamida yang dapat mengobati


beberapa jenis infeksi bakteri.Obat ini biasanya dikombinasikan dengan
Trimetoprim untuk meningkatkan efektivitasnya.
Kadar larutan campuran dua zat dapat ditentukan dengan metode
spektrofotometri tanpa harus dipisahkan lebih dahulu. Digunakan metode
spektrofotometri derivatif karena serapan maksimum dari sulfametoksazol dan
trimethoprim berapa pada panjang gelombang yang berdekatan. Spektrum yang
tumpang tindih menyebabkan kesulitan dalam penetapan kadar trimetoprim
karena terganggu oleh serapan sulfametoksazol. Metode spektrofotometri derivatif
ini digunakan untuk meningkatkan pemecahan puncak yang saling tumpang tindih
tersebut sehingga trimethoprim dapat ditetapkan kadarnya tanpa terganggu oleh
serapan sulfametoksazol.

Praktikum ini diawali dengan membuat larutan baku sulfametoksazol 300


ppm dan larutan baku trimethoprim 300 ppm masing masing sebanyak 250 ml
dalam NaOH 0,1 N. Trimetoprim praktis tidak larut dalam air sehingga dilarutkan
dalam NaOH 0,1 N agar kelarutan dapat meningkat, begitupun dengan
sulfametoksazol sukar larut didalam air sehingga dilarutkan dalam NaOH 0,1 N.
Dalam penggunaannya, sonifikasi terhadap larutan baku maupun sampel sebelum
pengenceran bertujuan agar semua komponen dalam larutan baku dan sampel
larut secara homogen kurang lebih selama 15 menit.
Dilakukan proses pengenceran sulfametoksazol dengan konsentrasi 12
ppm, 24 ppm, 36 ppm, 48 ppm, 60 ppm dan 72 ppm dan trimethoprim dengan
konsentrasi 3 ppm,6 ppm, 9 ppm, 12 ppm, 15 ppm, 18 ppm dengan pelarut NaOH
sebanyak 50 mL. Kemudian masing - masing larutan standar tersebut dibaca
absorbansinya pada rentang panjang gelombang 200 - 400 nm karena panjang
gelombang maksimum sulfametoksazol dan trimethoprim terletak pada panjang
gelombang tersebut. Lakukan kalibrasi terlebih dahulu yaitu dengan
menggunakan pelarut yang digunakan yaitu NaOH 0,1 N sebagai larutan blanko.
Larutan blanko adalah seluruh substansi selain analit yang terdapat dalam suatu
sistem larutan. Biasanya larutan blanko yang digunakan adalah pelarut yang
melarutkan analit. Hal tersebut bertujuan untuk membuat konsentrasi pelarut
menjadi nol sehingga tidak akan terukur oleh detektor dan tidak mengganggu
pembacaan absorbansi sampel, sehingga dapat memperkecil kesalahan
pengukuran.

Ditentukan derivat pertama untuk absorbansi sulfametoksazol dan


trimethoprim. Kemudian didapat derivat yang bernilai nol dari masing- masing
baku. Pada sulfametoksazol didapat derivat nol pada panjang gelombang 256 nm
dan pada trimethoprim didapat derivate nol pada panjang gelombang 286 nm.
Dalam menentukan zero crossing trimetoprim, berdasarkan nilai derivat yang
maksimum pada panjang gelombang maksimum sulfametoksazol dan
trimethoprim. Diukur absorbansi dari pengenceran larutan baku sulfametoksazol
pada λ2 (λ zero crossing trimetoprim yaitu 286 nm) dan ukur juga absorbansi dari
pengenceran larutan baku trimetoprim pada λ1 (λ zero crossing sulfametoksazol
yaitu 256 nm). Diperoleh persamaan regresi linear Sulfametoksazol y = -0,0093x -
0,0014 dengan nilai r = 0,9999, dan persamaan regresi linear Trimetoprim y = -
0,0046x - 0,0006 dengan nilai r = 0,9988.

Pada penentuan kadar zat aktif dalam tablet, tablet Sulfametoksazol dan
Trimetoprim ditimbang 20 tablet kotrimoksazol kemudian dihitung rata-rata bobot
rata-rata bobot per tablet, diperoleh hasil penimbangan bobot rata-rata per tablet
yaitu 707,82mg. Dosis sulfametoksazol yang tertera pada etiket adalah 400 mg
maka harus dihitung jumlah serbuk tablet yang harus ditimbang yang setara
dengan 75 mg zat aktif. Setelah dihitung, didapat hasil x sebanyak 132,71 mg
kemudian 20 tablet tersebut digerus dan ditimbang sebanyak 132,71 mg lalu
dilarutkan dengan NaOH 0,1 N dalam labu takar 250 ml.

NaOH 0,1 N dipilih sebagai pelarut yang digunakan untuk melarutkan


tablet sulfametoksazol dan trimetoprim karena kedua senyawa obat ini merupakan
bahan obat yang mempunyai sifat sukar larut dalam air dan NaOH mampu
melarutkan kedua senyawa tersebut dengan baik dan mudah sehingga dapat
memberikan jangkauan perbedaan λ maksimum yang besar apabila diukur
menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis teknik derivat. Dikarenakan
serbuk tablet belum larut sempurna, maka perlu dilakukan sonifikasi kurang lebih
15 menit. Setelah disonikasi serbuk tablet larut namun belum sempurna masih
terdapat sedikit serbuk yang belum larut dan larutan berwarna keruh, namun
sonifikasi tidak ditambah waktunya karena mengefisienkan waktu praktikum.
Lalu dibantu dihomogenkan kembali dengan cara dikocok-kocok. Setelah
homogen, ketiga larutan sampel disaring dengan bantuan dua kertas saring dan
corong, agar serbuk yang belum larut sempurna tersebut dapat tersaring dengan
sempurna, dan menyisakan larutan yang telah homogen dengan baik yang ditandai
dengan warna larutan bening.

Filtrat yang dihasilkan dipipet sebanyak 5,0 ml kemudian ad 50 ml NaOH


0,1N disebut juga sebagai faktor pengenceran 50/5. Percobaan ini dilakukan triplo
agar hasilnya lebih akurat. Kemudian diukur spektrum tablet sulfametoksazol dan
trimetoprim dengan λ = 200-400 nm. Selanjutnya dibuat spektrum derivat/turunan
sulfametoksazol dalam sampel pada λ2 (λzero crossing trimetoprim), didapat hasil
serapan secara berturut-turut yaitu -0,25832; -0,28101; dan -0,28359. Kemudian
dibuat juga spektrum derivat/turunan trimetoprim pada λ1 (λzero crossing
sulfametoksazol), didapat hasil serapan secara berturut-turut yaitu -0,05388; -
0,05649; dan -0,05870.
Langkah terakhir adalah menghitung % kadar sulfametoksazol dan
trimetoprim, didapat hasil % kadar Sulfametoksaol kadar rata-rata 97,80% dan
Trimetoprim mendapatkan % kadar rata-rata 201,99%, yang mana
Sulfametoksazol memenuhi dan Trimetoprim tidak memenuhi persyaratan dari
Farmakope Indonesia edisi VI bahwa Sulfametoksazol dan Trimetoprim
mengandung kadar di rentang 93,0%-107,0%. Kadar Trimetoprim tidak
memenuhi syarat hal ini bisa disebabkan oleh adanya zat tambahan yang ikut
terlarut dalam pelarut yang digunakan sehingga mempengaruhi absorbansi yang
didapatkan, atau karena ketidaktelitian, ketidakakuratan maupun kesalahan
praktikan/ human error seperti penimbangan bahan, pemipetan larutan,
pemindahan larutan, pelarutan sampel, kebersihan kertas saring, tidak
membersihkan peralatan dengan baik, ataupun kesalahan lain yang dapat terjadi
selama proses pelarutan sampel.
BAB VII
KESIMPULAN

Berdasarkan data data diatas dapat disimpulkan :


a. Kadar zat aktif sulfametoksazol dalam tablet memenuhi persyaratan kadar
karena berada dalam rentang persyaratan yaitu 93,0% - 107,0%
b. Kadar zat aktif kofein dalam tablet tidak memenuhi persyaratan kadar karena
berada dalam rentang persyaratan yaitu 93,0% - 107,0%
Daftar Pustaka:
Ankush, P., Shweta, S. (2016): Derivative UV-vis Absorption Spectra as
an Invigorated Spectrophotometric Method for Spectral Resolution and
Quantitative Analysis: Theoretical Aspects and Analytical Applications: A
review. Trends in Analytical Chemistry 77, 44–53
Atole, D.M., Rajput, H.H. (2018): Ultraviolet spectroscopy and its
pharmaceutical applications- A brief review. Asian J Pharm Clin Res 11(2), 59–
66.
Fayez, Y.M., Elghobashy, M.R., Goda, Z.M., Shehata, M.A. (2016):
Comparative study on four spectrophotometric methods manipulating ratio spectra
for the simultaneous determination of binary mixture of diflucortolone valerate
and isoconazole nitrate, Bull Fac Pharm 54, 2-9
Redasani ,V.K., Patel, P.R., Marathe, D.Y., Chaudhari, S.R., Shirkhedkar,
A.A,. Surana, S.J. (2018): A review on derivative uv-spectrophotometry analysis
of drugs in pharmaceutical formulations and biological samples review, J Chil
Chem Soc 63(3), 4126-4134.
Rojas, F.S., Ojeda, C.B. (2013): Recent development in derivative
ultraviolet / visible absorption spectrophotometry: 2009-2011 A Review,
Microchem. J. 106, 1–16.
Skujins S, Varian AG. Appliaction of Uv-visible Derivative
Spectrophotometry. 1986. http://www. varianinc.com/media/sci/apps/uv31.pdf.
diakses 03 Desember, 2023.
LAMPIRAN

1. Perhitungan Pengenceran Larutan Standar Sulfametoksazol

75 mg ad 250 mL
75 mg/250 mL
= 0,3 mg/mL
=300 µg/mL

 µg/mL
V1 . C1 = V2. C2
1
2
V1 . 100 = 50 . 36
µ V1 = 6 mL
g
/
m
L
V1 . C1 =
V2. C2.
V1 . 300
= 50 . 12

V1 = 2
mL
 24
µg/mL
V1 . C1 =
V2. C2

V1 . 300
= 50 . 24

V1 = 4
mL
 36
 48 0 . 48
µg/mL
V1
V =
1 8
m
L
.  60 µg/mL
V1 .
C C1 =
1 V2.
C2
=
V1 .
300
V
=
2
50 .
.
60

C
V1
2 =
10
m
V L
1  72 µg/mL
V1 .

. C1 =
V2.

3 C2

0 V1 .
0 300
=
= 50 .
72
5
V
1

1
2

m
L
1. Perhitungan Pengenceran Larutan Standar Trimethoprim

75 mg ad 250 mL
75 mg/250 mL
= 0,3 mg/mL
=300 µg/mL

150 µg/mL  12 µg/mL


V1 . C1 = V2. C2 V1 . C1 = V2. C2
V1 .300 = 50 . 150 V1 . 150 = 50 . 12
V1 = 25 mL V1 = 4 mL

 3 µg/mL  15 µg/mL
V1 . C1 = V2. C2 V1 . C1 = V2. C2
V1 . 150 = 50 . 3 V1 . 150 = 50 . 15
V1 = 1 mL V1 = 5 mL

 6 µg/mL  18 µg/mL
V1 . C1 = V2. C2 V1 . C1 = V2. C2
V1 . 150 = 50 . 6 V1 . 150 = 50 . 18
V1 = 2 mL V1 = 6 mL

 9 µg/mL
V1 . C1 = V2. C2

V1 . 150 = 50 . 9

V1 = 3 mL
2. Penentuan Kadar Sulfametoksazon dan Trimetohoprim dalam tablet

Hasil Penimbangan Bobot Rata-Rata per tablet

= 707,82 gram

Dosis Sulfametoksazol pada etiket


=400 mg

Dosis Trimethoprim pada etiket

= 80 mg

3. Perhitungan Berat Hasil Analisis, Berat Sulfametoksazol per


Tablet dan % Kadar

Persamaan regresi Sulfametoksazol :

Pada 𝜆2 y2 = -0,0093x – 0,0014


Serapan Sulfametoksazol pada 𝜆2
A1 = -0,25834
A2 = -0,28101
A3 = -0,28359
Bobot sampel yang ditimbang :
A1 = 132,7 mg
A2 = 132,7 mg
A3 = 132,8 mg
Faktor pengenceran = 50/5
Jumlah larutan awal = 250 mL

1. y2 = 0,0093xsulfa – 0,0014….( A1 = -0,25834 )


xsulfa = 27,626 µg/mL
 Bobot SMX dalam 250 ml
27,626 µg/mL x 50/5 x 250 mL = 69065 µg ~ 69,065 mg
 Bobot SMX per tablet
69,065 mg x 707 , 82mg
=368,392 mg
132 ,7 mg
 % Kadar SMX per tablet
368,392mg
x 100 %=92 , 10 %
400 mg

2. y2 = 0,0093xsulfa – 0,0014….( A2 = -0,28101 )


xsulfa = 30,066 µg/mL
 Bobot SMX dalam 250 ml
30,066 µg/mL x 50/5 x 250 mL = 75615 µg ~ 75,615 mg
 Bobot SMX per tablet
75,615 mg x 707 , 82mg
=400,929 mg
132, 7 mg
 % Kadar SMX per tablet
400,929 mg
x 100 %=100 ,23 %
400 mg

3. y2 = 0,0093xsulfa – 0,0014….( A2 = -0,28359 )


xsulfa = 30,343 µg/mL
 Bobot SMX dalam 250 ml
30,343 µg/mL x 50/5 x 250 mL = 75857,5 µg ~ 75,857 mg
 Bobot SMX per tablet
75,857 mg x 707 , 82mg
=40 4,316 mg
132 ,8 mg
 % Kadar SMX per tablet
404,316 mg
x 100 %=10 1, 08 %
400 mg
4. Perhitungan Berat Hasil Analisis, Berat Trimethoprim per Tablet
dan % Kadar

Persamaan regresi Trimethoprim :

Pada 𝜆1 y1 = -0,0046x – 0,0006


Serapan Trimethoprim pada 𝜆2
A1 = -0,05388
A2 = -0,05649
A3 = -0,05870
Bobot sampel yang ditimbang :
A1 = 132,7 mg
A2 = 132,7 mg
A3 = 132,8 mg
Faktor pengenceran = 50/5
Jumlah larutan awal = 250 mL

1. y2 = 0,0046xTrime – 0,0006….( A1 = -0,05388 )


xTrime = 11,583 µg/mL
 Bobot TMP dalam 250 ml
11,583 µg/mL x 50/5 x 250 mL = 28975,5 µg ~ 28,957 mg
 Bobot TMP per tablet
28,957 mg x 707 , 82 mg
=154,456 mg
132 ,7 mg
 % Kadar TMP per tablet
154,456 mg
x 100 %=193 , 07 %
8 0 mg

2. y2 = 0,0046xTrime – 0,0006….( A1 = -0,05649 )


xTrime = 12,15 µg/mL
 Bobot TMP dalam 250 ml
12,15 µg/mL x 50/5 x 250 mL = 30375 µg ~ 30,375 mg
 Bobot TMP per tablet
30,375 mg x 707 , 82mg
=162 , 02 mg
132, 7 mg
 % Kadar TMP per tablet
162, 02 mg
x 100 %=202, 53 %
80 mg

3. y2 = 0,0046xTrime – 0,0006….( A1 = -0,05870 )


xTrime = 12,630 µg/mL
 Bobot TMP dalam 250 ml
12,630 µg/mL x 50/5 x 250 mL = 31575 µg ~ 31,575 mg
 Bobot TMP per tablet
31,575 mg x 707 , 82mg
=168 , 29 mg
132, 8 mg
 % Kadar TMP per tablet
168 ,29 mg
x 100 %=2 10 ,37 %
80 mg

Anda mungkin juga menyukai