Anda di halaman 1dari 9

American Psyhiatric Association mendefinisikan gangguan jiwa adalah

suatu pola psikologis atau perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada

seseorang dan dikaitkan dengan adanta stres atau disabilitas (yaitu kerusakan

pada satu atau lebih area yang penting) atau disertai peningkatan risiko kematian

yang menyakitkan, nyeri, disabiilitas atau kehilangan kebebasan yang sangat

(O’Brien, 2013).

Menurut Prabowo, (2014) kriteria umum yang terdapat pada gangguan

jiwa adalah sebagai berikut :

1) Mengurung diri

2) Tidak kenal orang lain

3) Marah tanpa alasan

4) Bicara omong kosong

5) Tidak dapat mengurus diri sendiri

a. Penyebab Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa atau penyakit jiwa merupakan penyakit dengan multi

kausal, suatu penyakit dengan berbagai penyebab yang sangat bervariasi.

Penyebab gangguan jiwa selama ini dikenali meliputi area organobiologis, area

psikoedukatif, dan area sosiokultural (Lilik, et al 2016:525). Menurut Ah.Yusuf,

et al (2015:9) faktor penyebab gangguan jiwa meliputi :

1. Faktor somatik ( somatogeneik), yakni akibat gangguan pada neuroanatomi,

neurofisiologi, dan neurokimia, termasuk tingkat kematangan dan

perkembangan organik, serta faktor pranatal dan perinatal.

2. Faktor psikologik, (psikogenik), yang terkait dengan interaksi ibu dan anak,

peranan ayah, persaingan antarsaudara kandung, hubungan dalam keluarga,

pekerjaan, permintaan masyarakat. Selain itu, faktor intelegensi, tingkat


perkembangan emosi, konsep diri, dan pola adaptasi juga akan

mempengaruhi kemampuan untuk menghadapi masalah. Apabila keadaan ini

kurang baik, maka dapat mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu, dan

rasa bersalah yang berlebihan.

3. Faktor sosial budaya, yang meliputi faktor kestabilan keluarga, pola

mengasuh anak, tingkat ekonomi, perumahan, dan masalah kelompok

monoritas yang meliputi prasangka, fasilitas kesehatan, dan kesejahteraan

yang tidak memadai, serta pengaruh rasial dan keagamaan.

Menurut Noor Chandiq et al, (2022:14) dari ketiga faktor diatas

terdapat beberapa penyebab lain dari penyebab gangguan jiwa diantaranya

adalah sebagai berikut :

a) Faktor keturunan contohnya pada mongoloism atau sindromdown (suatu

macam retardasi mental dengan mata sipit, muka datar, telinga kecil, jari-

jari pendek dan lain-lain) terdapat trisoma pada kromosom No. 21 yang

berhubungan dengan jumlah kromosom seks yang abnormal.

b) Cacat kongenital atau sejak lahir dapat mempengaruhi perkembangan

anak.

c) Perkembangan psikologik yang salah ditandai dengan :

1) Ketidakmatangan atau fiksasi yaitu individu gagal berkembang lebih

lanjut ke fase berikutnya.

2) “Tempat-tempat lemah” yang ditinggalkan oleh pengalaman yang

traumatik sebagai kepekaan terhadap jenis stres tertentu..

3) Disorsi, yaitu bila individu mengembangkan sikap atau pola reaksi

yang tidak sesuai atau gagal mencapai integrasi kepribadian yang

normal.
d) Deprivasi dini yaitu deprivasi maternal atau kehilangan asuhan ibu di

rumah sendiri, terpisah dengan ibu atau di asrama, dapat menimbulkan

perkembangan yang abnormal deprivasi rangsangan umum dari

lingkungan, bila sangat berat, ternyata berhubungan dengan retardasi

mental.

e) Pola keluarga yang petagonik yaitu dalam masa kanak-kanak keluarga

memegang peranan yang penting dalam pembentukan kepribadian.

Hubungan orang tua-anak yang salah atau interaksi yang aptogenik dalam

keluarga sering merupakan sumber gangguan penyesuaian diri. Kadang-

kadang orang tua berbuat terlalu banyak untuk anak dan tidak memberi

kesempatan anak itu berkembang sendiri. Ada kalanya orang tua berbuat

terlalu sedikit dan tidak merangsang anak itu atau tidak memberi

bimbinan dan anjuran yang dibutuhkanya. Kadang-kadang mereka

malahan mengajarkan anak itu pola-pola tidak sesuai.

f) Masa remaja dikenal dengan masa gawat dalam perkembangan

kepribadian sebagai masa “masa dan stress”. Dalam masa ini individu

dihadapi dengan pertumbuhan yang cepat, perubahan-perubahan tubuh

dan pematangan seksual. Pada waktu yang sama status sosialnya juga

mengalami perubahan, bila dahulu ia sangat tergantung pada orang tuanya

atau orang lain, sekarang ia hanya belajar berdiri sendiri dan bertanggung

jawab. Kekebasan yang lebih membawa yang lebih besar pula.

g) Faktor sosiologik dalam perkembangan yang salah. Zaman modern

dengan “super industrialisasi”, ialah kecepatan perubahan dan pergantian

yang makin cepat dalam hal “keanekaragaman” (diversity). Dengan

demikian individu menerima rangsangan yang berlebihan sehingga


kemungkinan terjadinya kekacauan mental lebih besar. Karena hal ini

lebih besar kemungkinannya dalam masa depan, maka dinamakannya

“syok masa depan” (future shock)

h) Stress psikososial dan stress perkembangan yang terjadi secara terus-

menerus dengan koping yang tidak efektif akan mendukung timbulnya

gejala psikotik dengan manifestasi; kemiskinan, kebodohan,

pengangguran, isolaso social, dan perasaan kehilangan.

b. Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa

Tanda dan gejala gangguan jiwa yang sering dijumpai sebagai berikut :

1. Kesadaran merupakan salah satu dari penilaian fungsi otak untuk mengetahui

kondisi kesigapan mental seseoang dalam menanggapi rangsang baik dari

dalam maupun dari luar dirinya. Kesadaran terbagi 2 yaitu :

a) Kuntitatif yang dapat di evaluasi dengan menggunakan Glasgow Coma

Scale (GCS), terdiri dari kompos mentis, apatis, somnolensi, sopor, dan

koma.

b) Kualitatif merupakan kesadaran yang dapat menjelaskan terkait kondisi

klinis dari gangguan kejiwaan, dapat berupa : jernih (masih dapat

berfikit sesuai realita yang ada, dapat dijumpai pada ansietas, depresi

maupun insomnia), berupa (mengalami gangguan dalam daya nilai

realitas, dijumpai pada orang skizofrenia, waham maupun psikotik

lainnya), berkabur (mengalami distorsi dalam kesadaran sehingga

bermanifestasi dalam bentuk gangguan orientasi waktu, tempat dan

orang, biasa dijumpai pada konsisi delirium), menyempit (biasa dijumpai

pada kondisi trance, dalam bentuk upacara keagamaan ataupun


hysterical twilight state yang biasa dijumpai pada orang dengan hysteria

atau konversi akibat faktor psikologi).

2. Kognisi adalah kemampuan untuk mengenal atau mengetahui benda atau

situasi yang dikaitkan dengan pengalaman, pembelajaran dan tingkat

intelegensi seseorang. Yang termasuk dalam fungsi kognitif adalah : memori,

konsentrasi, orientasi, kemampuan berbahasa, berhitung dan visuospatial,

dan taraf intelegensi.

3. Konsentrasi merupakan upaya untuk mempertahankan perhatian. Gangguan

konsentrasi ini meliputi 3 hal berikut, yaitu : ketidakmampuan memusatkan

perhatian, mempertahankan perhatian ataupun mengalihkan perhatian.

Manifestasi klinis dari gangguan ini dapat diamati oleh tenaga professional

ataupun dapat juga dikeluhkan oleh pasien. Ada 3 jenis gangguan perhatian,

yaitu :

a) Distraktibilitas, ketidakmampuan untuk memusatkan dan

mempertahankan perharian, konsentrasi sangat mudah teralih.

b) Inatesi selektif, ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian pada

objek atau situasi tertentu yang dapat memunculkan kecemasan.

c) Kewaspadaan berlebih, pemusatan perhatian yang berlebih terhadap

suatu stimulus eksternal.

4. Orientasi dapat terbagi menjadi 3 yaitu waktu, tempat dan orang.

a) Waktu, dapat dievaluasi dengan menanyakan musim, kondisi pagi siang

atau malam.

b) Tempat, dievaluasi dengan menanyakan tempat saat ini.

c) Orang, dievaluasi dengan menanyakan orang yang berada disekitarnya.


5. Memori atau daya ingat terbagi berdasarkan rentang waktu, yaitu segera,

pendek, menengah dan panjang. Selain itu ada pembagian jenis gangguan

memori lainnya, yaitu :

a) Amnesia, ketidakmampuan mengingat kembali sebagian atau seluruh

pengalaman di masa lalu. Amnesia terbagi 2, retrogard (kehilangan

memori sebelum kejadian), dan anterograd (kehilangan memori setelah

kejadian).

b) Paramnesia, disebut juga inagtan palsu yang disebabkan kekeliruan saat

memanggil (recall) kembali memori lama yang ada. Ada beberapa jenis

dari paramnesia yaitu : deja vu (merasa seperti pernah melihat atau

merasakan peristiwa tersebut), jamais vu (merasa asiing terhadap suatu

keadaan atau peristiwa, padahal pernah mengalaminya), konfabulasi

(secara tidak sadar mengisi kekosongan memori yang ada dengan cerita

baru yang tidak sesuai dengan kenyataan), hyperamnesia (ingatan yang

sangat mendalam terhadap suatu peristiwa), dan scan memory (secara

sadar mengganti memori yang menyakitkan dengan cerita yang dapat

ditoleransinya, biasanya berkaitan dengan kejadian-kejadian traumatik di

masa lalu).

6. Emosi merupakan suasana perasaan yang disadari, bersifat komplek,

melibatkan pikiran, perasaan dan perilaku. Ada 2 hal yang di evaluasi pada

gangguan emosi, yaitu:

a) Mood merupakan suasana perasaan yang menetap, dipertahankan lama

dan dapat diungkapkan secara verbal.


b) Afek merupakan respon emosional yang dapat dilihat, terjadi sesaat

dengan rentang waktu singkat dan dapat berubah-ubah. Afek dapat

dievaluasi melalui ekspresi wajah, gerakan tubuh dan pembicaraan.

7. Proses pikir dapat dievaluasi melalui tiga hal, yaitu :

a) Bentuk fikir merupakan kesatuan dari seluruh pikiran seseorang yang

manifestasi klinisnya dapat berupa realistik dan non realistik.

b) Arus merupakan bentuk dari pola pikiran seseorang terkait bagaimana

orang tersebut menyampaikan isi fikirannya.

c) Isi merupakan bagian inti dari pikiran seseorang. Tanda dan gejalanya

dapat berupa: Waham/delusi (keyakinan menetap yang dipertahankan,

tidak sesuai dengan budaya dan tingkat intelegensi.

8. Perilaku motorik disebut juga psikomotor merupakan gerakan tubuh yang

dipengaruhi oleh keadaan jiwa, dilandasi motif dan tujuan tertentu dan

melibatkan seluruh aktivitas mental individu.

9. Persepsi merupakan adanya respon dari panca indra baik adanya stimulus

nyata maupun tidak nyata. Contohnya Depersonalisasi (adanya perasaan

yang berubah bahwa dirinya sudah tidak seperti biasa lagi atau ada yang

tidak nyata dari bagian tubuhnya). Derealisasi (perasaan subjektif berupa

perasaan yang tidak wajar karena adanya perubahan pada lingkungannya,

Ilusi (adanya persepsi yang keliru terhadap suatu objek yang diawali stimulus

dari luar), Halusinasi (adanya persepsi yang keliru yang tanpa diawali oleh

stimulus dari luar, bisa berupa halusinasi auditorik, visual, taktil, penciuman

dan pengecapan).
10. Tilikan atau disebut juga Insight adalah kemampuan seseorang untuk dapat

memahami kondisi dan situasi dirinya dalam konteks realitas sebenarnya.

Berikut adalah jenis tilikan:

a) Tilikan derajat 1: sama sekali denial terhadap keadaan sakitnya.

b) Tilikan derajat 2: sedikit menyadari keadaan sakitnya dan memerlukan

[ertolongan tetapi pada saat yang bersamaan “denial” dan masih

menolaknya.

c) Tilikan derajat 3: menyadari keadaan sakitnya tetapi menyalahkan orang

lain atau faktor luar lainnya arau faktor organik sebagai penyebabnya.

d) Tilikan derajat 4: menyadari keadaan sakitnya disebabkan karena sesuatu

yang tidak diketahui dalam dirinya

e) Tilikan derajat 5: disebut juga Intelektual Insight: menyadari sakitnya

dan faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakitnya namun tidak

menerapkan dalam perilaku praktisnya.

f) Tilikan derajat 6: disebut juga True Emotional Insight merupakan

kesadaran sepenuhnya tentang situasi dirinya disertai motivasi untuk

mencapai perbaikan.

11. Daya nilai adalah kemampuan seseorang untuk dapat menilai situsi secara

benar dan bertindak sesuai dengan situasi tersebut.

12. Reality Testing Ability (RTA) merupakan kemampuan seseorang untuk

dapat menilai realitas yang ada. Kemampuan ini berkolerasi dengan tanda

dan gejala dari persepsi, emosi, perilaku dan pembicaraan. Adanya

gangguan persepsi, waham, ataupun halusinasi merupakan manifestasi

klinis yang dapat timbul karena adanya ketidakmampuan dalam RTA

(Zulfa, 2020:78)
Salah satu faktor risiko yang paling kuat dalam menyebabkan schizophrenia adalah faktor
keturunan atau genetik. Hal ini terlihat dari kecenderungan lebih banyaknya kasus
schizophrenia dalam silsilah keluarga penderita dibandingkan dengan silsilah keluarga
individu normal. Walaupun begitu, genetik bukanlah satu-satunya faktor yang berperan.
Beberapa faktor lain, meskipun tidak sekuat genetik, juga diduga dapat memainkan peran
sebagai faktor risiko. Antara lain adalah komplikasi saat proses kelahiran, infeksi selama
dalam kandungan, riwayat trauma kepala, infeksi pada masa kecil, pengalaman traumatis dan
tekanan, serta pengaruh dari penyalahgunaan obat-obatan psikotropika atau narkoba.

Skizofrenia diturunkan secara genetik angkanya hingga 10 persen di antara orang yang
memiliki kekerabatan keluarga yang mengalami gangguan, seperti orang tua atau saudara
kandung.
Tanda dan gejala skizofrenia tidak memiliki ciri yang khas. Informasi dari orang lain
(heteroanamnesis) dan riwayat hidup menjadi penting, karena gejala dapat berubah seiring
berjalannya waktu, serta dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan, pendidikan, dan latar belakang
budaya.

Anda mungkin juga menyukai