Anda di halaman 1dari 20

Isu Strategis Ketenagakerjaan

 By Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jatim

 17 January 2011

 Export to word

Deskripsi

Pembangunan ketenagakerjaan merupakan bagian


integral dari pembangunan nasional, karena tenaga kerja
merupakan subjek sekaligus objek pembangunan.
Dengan demikian, tenaga kerja sangat menentukan
keberhasilan pembangunan. Demikian pula,
pembangunan dianggap berhasil jika masyarakat dalam
hal ini tenaga kerja dapat hidup dengan sejahtera.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2007


tentang Tata Cara Memperoleh Informasi
Ketenagakerjaan dan Penyusunan serta Pelaksanaan
Perencanaan Tenaga Kerja, dinyatakan bahwa program
pembangunan ekonomi sebelumnya dinilai terlalu
menekankan pada aspek pertumbuhan sehingga
mengabaikan pembangunan ketenagakerjaan. Akibatnya
kesejahteraan tenaga kerja tidak tercapai. Hal ini
berimplikasi pada timbulnya masalah ketenagakerjaan
yang besar, yaitu tingginya angka pengangguran dan
rendahnya kualitas tenaga kerja. Dengan demikian,
untuk mengarahkan pembangunan agar ramah
ketenagakerjaan (employment-growth friendly),
pembangunan harus berorientasi ketenagakerjaan
dengan menciptakan kesempatan kerja sebanyak-
banyaknya sehingga tenaga kerja dapat didayagunakan
secara optimal tanpa mengabaikan aspek pertumbuhan.
Kompleksitas permasalahan di bidang ketenagakerjaan di
Jawa Timur membutuhkan berbagai kebijakan dan
program yang mengarah pada kebutuhan yang sangat
mendesak, khususnya dalam penyediaan lapangan kerja
alternatif bagi angkatan kerja yang belum mendapatkan
pekerjaan atau yang masih menganggur sesuai dengan
kualifikasi yang dimilikinya. Upaya tersebut dilakukan
bersamaan dengan upaya peningkatan kualitas dan daya
saing tenaga kerja serta upaya peningkatan
kesejahteraan dan perlindungan tenaga kerja dalam
kerangka menjaga iklim ketenagakerjaan yang kondusif.
Karena itu, penyelenggaraan pembangunan daerah di
bidang ketenagakerjaan diimplementasikan ke dalam 4
(empat) besaran program yang terdiri atas :

 Program perluasan dan


penempatan tenaga kerja;
 Program peningkatan kualitas dan
produktivitas tenaga kerja;
 Program pengawasan
ketenagakerjaan dan perlindungan
tenaga kerja;
 Program pengembangan hubungan
industrial dan perbaikan syarat
kerja.
Analisis

Penduduk Jatim Tahun 2010 mencapai 37.476.011 jiwa,


terdiri dari 18.488.290 jiwa (49,33%) penduduk laki-laki
dan 18.987.721 jiwa (50,67%) penduduk perempuan.
Dari jumlah penduduk Jawa Timur tersebut, pada tahun
2009 terdapat 20.338.568 orang yang termasuk ke
dalam angkatan kerja. Sedangkan dari angkatan kerja
yang ada, jumlah kesempatan kerja yang tersedia sekitar
94,92%, sementara pencari kerja yang tidak ataupun
belum terserap di pasar kerja sebesar 5,08%. Angka ini
pada 2 (dua) tahun terakhir sebetulnya menunjukkan
trend positif dimana jumlah kesempatan kerja mengalami
kenaikan (sebelumnya sebesar 93,58%) dan jumlah
pencari kerja/penganggur mengalami penurunan
(sebelumnya sebesar 6,42%).

Keadaan ketenagakerjaan di Jawa Timur pada semester


pertama tahun 2010 menunjukkan adanya sedikit
perbaikan yang digambarkan dengan adanya
peningkatan kelompok penduduk yang bekerja, serta
penurunan tingkat pengangguran. Pada bulan Februari
2010, jumlah angkatan kerja mencapai 20,623 juta
orang naik 284,9 ribu orang dibanding keadaan Agustus
2009 dan naik 306,7 ribu orang dibanding keadaan
Februari 2009.

Penduduk yang bekerja pada Februari 2010 bertambah


sebanyak 306,484 ribu orang dibanding keadaan Agustus
2009, dan bertambah 488,319 ribu orang dibanding
keadaan setahun yang lalu (Februari 2009). Jumlah
penganggur pada Februari 2010 mengalami penurunan
sekitar 21.562 orang jika dibanding keadaan Agustus
2009, dan mengalami penurunan 181,60 ribu orang jika
dibanding keadaan Februari 2009.

Tingkat Pengangguan Terbuka (TPT) di Jawa Timur pada


Februari 2010 sebesar 4,91 persen, mengalami
penurunan sebesar 0,17 persen dibanding TPT Agustus
2009 yang sebesar 5,08 persen, dan menurun sebesar
0,96 persen dibanding TPT Februari 2009 yang besarnya
5,87 persen. Peningkatan jumlah tenaga kerja serta
penurunan angka pengangguran telah menaikkan Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) sebesar 0,41 persen
poin selama periode satu tahun terakhir.

Meski tampak trend positif terkait perkembangan


kesempatan kerja maupun angka pencari
kerja/penganggur, beberapa hal perlu tetap diwaspadai.
Masalah pertambahan angkatan kerja baru terutama
angkatan kerja terdidik sebagai dampak dari struktur
penduduk usia muda yang cukup besar berkontribusi
menambah jumlah pencari kerja dari tahun ke tahun,
contohnya angkatan kerja tahun 2009 naik 0,79%
dibandingkan tahun sebelumnya. Mengamati kondisi
ketenagakerjaan tersebut, dapat dikatakan bahwa hingga
saat ini pengangguran masih menjadi isu utama yang
berpotensi menimbulkan berbagai persoalan dan
kerawanan yang sangat mempengaruhi sendi-sendi
kehidupan sosial maupun ekonomi masyarakat.

Lihat Tabel 1.1 (Kondisi Ketenagakerjaan di Jawa Timur


dalam 3 (tiga) Tahun Terakhir)

Secara makro, pengangguran terjadi akibat adanya


ketidakseimbangan antara persediaan tenaga kerja
(labour supply) dengan kebutuhan tenaga kerja (labour
demand) sebagai dampak pertambahan jumlah penduduk
dan faktor-faktor ekonomi. Artinya, kondisi supply >
demand tersebut menyebabkan angkatan kerja yang ada
tidak mampu terserap secara optimal ke dalam pasar
kerja. Kompleksitas permasalahan di bidang
ketenagakerjaan di Jawa Timur secara makro berdampak
pula pada jumlah pengangguran, setengah penganggur,
kurangnya kesempatan kerja yang produktif dan
remuneratif, serta angka kemiskinan.

Di samping masalah ketidakseimbangan supply -


demand, rendahnya kualitas angkatan kerja dan belum
optimalnya informasi pasar kerja menjadi penyebab
minimnya penyerapan di pasar kerja (berdasarkan data
kependudukan tahun 2009, 59,52% penduduk Jawa
Timur berpendidikan SD ke bawah). Rendahnya tingkat
pendidikan dan keterampilan mengakibatkan daya saing
dan kekuatan tawar (barganing position) di pasar kerja
menjadi rendah, terutama bagi angkatan kerja muda.
Kualifikasi mereka tidak mampu memenuhi tuntutan
pasar kerja dan persaingan industri di pasar global yang
membutuhkan tenaga kerja profesional berbasis
knowledge, skill, attitude (KSA) ditambah keterampilan
sosial (social skill). Terlebih saat ini penerapan perjanjian
perdagangan bebas ASEAN - Cina (ACFTA : ASEAN -
China Free Trade Aggreement) mengakibatkan pasar
kerja tidak lagi memiliki batas negara dan tenaga kerja
yang mampu bersaing di pasar kerja adalah tenaga kerja
yang memenuhi standar profesional. Dalam keadaan
dimana kualifikasi tenaga kerja tidak mampu memenuhi
kebutuhan pasar kerja maupun tuntutan industri di pasar
global, pengangguran yang ada mengarah pada
pengangguran struktural.

Persoalan pengangguran juga tidak terlepas dari


kemampuan dunia usaha untuk bertahan di tengah
persaingan yang semakin ketat, karena kemampuan
dunia usaha untuk bertahan sangat berdampak terhadap
besarnya angka peluang/kesempatan kerja di sektor
formal. Penerapan ACFTA diperkirakan banyak
mempengaruhi usaha yang bersifat padat karya seperti
industri sepatu, tekstil, produk-produk tekstil, furniture,
dan industri pengolahan yang banyak berhubungan
dengan barang-barang kebutuhan rumah tangga dan
makanan-minuman (customer goods). Demikian juga
dengan jenis usaha yang bahan bakunya diimpor dan
produknya dijual di pasar dalam negeri. Kondisi ini juga
banyak dipengaruhi oleh kemampuan daya beli
masyarakat yang terutama masih berkisar pada barang-
barang kebutuhan primer dan sekuder. Upaya untuk
mengurangi dampak perjanjian ACFTA di Jawa Timur
antara lain berupa :

 Peningkatan kesadaran masyarakat


untuk penggunaan barang produk
dalam negeri;
 Pengembangan sektor pertanian
agrobisnis yang mengelola hasil-
hasil pertanian dan makanan
olahan;
 Pengembangan usaha mandiri
berdasarkan sistem cluster
(potensi daerah);
 Pelatihan keterampilan kerja di
UPT Pelatihan Kerja untuk
meningkatkan pengolahan usaha,
kualitas produk, daya saing, dan
pengenalan Teknologi Tepat Guna;
 Meningkatkan pemahaman
masyarakat akan standarisasi
produk yang berkualitas (Standar
Nasional Indonesia - SNI);
 Pembinaan Tripartit dan Bipartit
dalam menjaga hubungan
industrial yang kondusif.

Permasalahan

Beberapa isu strategis di bidang ketenagakerjaan yang


dapat dirumuskan antara lain :

1. Meningkatnya pengangguran, dikarenakan :

 Tidak seimbangnya persediaan


tenaga kerja dengan kebutuhan
tenaga kerja akibat pertambahan
angkatan kerja yang tidak
diimbangi dengan bertambahnya
jumlah kesempatan kerja; di
samping itu terjadi trend
peningkatan jumlah angkatan
kerja terdidik dari tahun ke tahun.

 Pemulangan TKI bermasalah


(amnesti maupun deportasi);

 Penurunan angka penempatan TKI


ke luar negeri akibat
pemberlakuan morattorium ke
beberapa negara tujuan
penempatan.

 Faktor sosial budaya : mindset


angkatan kerja yang masih
memilih pekerjaan atas dasar
prestise, masih sedikit angkatan
kerja yang berorientasi ke
wirausaha, adanya anggapan
bahwa bekerja di sektor formal
lebih menjanjikan dibandingkan
sektor informal, serta terbatasnya
kemampuan untuk mengakses
sumber modal, pasar, dan
manajemen usaha dalam
berwirausaha.

 Informasi Pasar Kerja belum


optimal (misslink).

2. Kualitas SDM rendah sehingga kurang memiliki daya


saing dalam mendapatkan peluang kerja (penyerapan di
pasar kerja tidak optimal), dikarenakan :
 Masih rendahnya tingkat
pendidikan;

 Missmatch antara skill/kualifikasi


angkatan kerja dengan kebutuhan
dunia kerja akibat kurang
sinkronnya dunia pendidikan
dengan dunia kerja.

3. Kesempatan kerja di sektor formal terbatas akibat


penurunan daya serap tenaga kerja yang disebabkan
oleh terbatasnya investasi, krisis global, dan pasar
bebas;

4. Perlindungan pekerja maupun tingkat kesejahteraan


pekerja belum memadai, serta iklim hubungan industrial
belum sepenuhnya kondusif.

Mengamati isu-isu di bidang ketenagakerjaan tersebut


serta berpedoman pada RPJMD Provinsi Jawa Timur
Tahun 2009 - 2014, maka kebijakan dan program yang
mengarah pada upaya penyediaan lapangan kerja
menjadi kebutuhan yang sangat mendesak, khususnya
upaya penyediaan lapangan kerja alternatif bagi
angkatan kerja yang belum mendapatkan pekerjaan yang
sesuai dengan kualifikasinya. Upaya memperluas
kesempatan kerja diarahkan dengan mendorong
penciptaan lapangan kerja di sektor informal dan padat
karya (labour intensive) yang produktif dan remuneratif,
disamping pengisian peluang kerja di luar negeri.

Dengan makin besarnya tambahan kesempatan kerja di


sektor formal maupun informal dibandingkan
pertambahan angkatan kerja, maka jumlah
pengangguran di Jawa Timur diharapkan makin
berkurang. Namun di sisi lain, pasar kerja juga menuntut
peningkatan kualitas calon tenaga kerja, jaminan
terhadap kondisi iklim ketenagakerjaan yang kondusif,
harmonis dan dialogis yang berdampak pada terciptanya
suasana hubungan industrial yang ramah dan adanya
kepastian dalam berusaha dan berinvestasi. Para investor
dalam dan luar negeri hingga saat ini masih dihadapkan
pada berbagai kendala seperti faktor kualitas tenaga
kerja yang rendah, keamanan, kepastian hukum, situasi
hubungan industrial, maupun iklim investasi sehingga
perluasan kesempatan kerja di sektor formal belum
dapat diupayakan secara optimal. Karenanya sektor
informal diandalkan untuk menjadi pengaman dan
diharapkan mampu berperan dominan dalam menyerap
banyak tenaga kerja serta menekan jumlah penganggur.

Solusi dan Upaya Tindak Lanjut

Untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan khususnya


pengangguran, Pemerintah Provinsi Jawa Timur
melakukan upaya-upaya sebagai berikut :

 Membangun UPT Pelatihan Kerja


atau Balai Latihan Kerja (BLK)
bertaraf internasional. Pada tahap
awal tahun 2010, pembangunan
dimulai terhadap 4 (empat) UPT
Pelatihan Kerja di Surabaya, Kediri,
Jember dan Malang.
Pengembangan melalui dana APBD
disamping untuk meningkatkan
sarana/prasarana UPT Pelatihan
Kerja bertaraf internasional, juga
pada saat bersamaan ditujukan
untuk mendorong peningkatan
kompetensi Instruktur.
Pembangunan UPT Pelatihan Kerja
bertaraf internasional sampai
dengan tahun 2014 akan
dilanjutkan secara bergantian ke
UPT Pelatihan Kerja lainnya yang
berada di lingkup Disnakertransduk
Prov. Jawa Timur yang berjumlah
16 unit kerja sebagai bentuk
etalase pelayanan langsung kepada
masyarakat.
 Mempelopori pembentukan Badan
Koordinasi Sertifikasi Profesi
(BKSP) Jatim melalui keputusan
Gubernur Jatim, sebagai
kepanjangan tangan dari BNSP
(Badan Nasional Sertifikasi Profesi)
guna mendukung sertifikasi profesi
tenaga kerja yang diselenggarakan
oleh Lembaga Sertifikasi Profesi.
 Program zero pengiriman TKI
ilegal. Tahun 2008 jumlah TKI
bermasalah asal Jawa Timur yang
dipulangkan dari Malaysia tercatat
8.941 orang, sedangkan tahun
2009 jumlahnya turun menjadi
8.637 orang. Diharapkan Jawa
Timur dapat menjadi pelopor
program zero pengiriman TKI ilegal
secara bertahap melalui
peningkatan sosialisasi,
penindakan dan kepedulian
stakeholder yang berkepentingan
mulai dari Pemerintahan terendah
(Desa/Kelurahan), Pemerintah
Kab./Kota, Imigrasi, Kepolisian,
sampai tingkat perwakilan
(Konjen/KBRI) di luar negeri.
Kepada masyarakat dapat
ditingkatkan pemahaman bahwa
berangkat TKI secara legal akan
lebih tenang dan terlindungi.
 Program zero TKI informal, melalui
upaya-upaya :

 Meningkatkan kualitas calon TKI


melalui pelatihan di UPT-UPT
Pelatihan Kerja bertaraf
internasional.

 Mengoptimalkan sertifikasi profesi.

 Mempermudah prosedur dan


mekanisme pelayanan penempatan
TKI ke luar negeri.

 Meningkatkan program G to G
(Government to Government)
terkait penempatan TKI formal ke
luar negeri.
 Meningkatkan kerjasama dengan
mitra kerja untuk penempatan TKI
formal.

 Program perluasan kerja. Program


ini merupakan salah satu program
prioritas RPJMD Provinsi Jawa
Timur Tahun 2009 - 2014. Dasar
pemikirannya adalah pemanfaatan
Sumber Daya Alam maupun
Sumber Daya Manusia di Jawa
Timur secara optimal guna
penciptaan lapangan kerja baru.
Beberapa upaya yang dilakukan :

 Pembentukan wirausaha baru


(WUB) terutama bagi angkatan
kerja muda terdidik, angkatan
kerja di pedesaan dan perkotaan,
serta pemberdayaan potensi
unggulan daerah.
 Pengembangan kelompok-
kelompok produktif dan padat
karya fisik di daerah miskin dan
kantong-kantong penganggur atau
½ penganggur di pedesaan
maupun perkotaan.
 Peningkatan pelayanan Informasi
Pasar Kerja (IPK) serta Bursa Kerja
baik secara offline (pelayanan
melalui Pusat Layanan Karir
Terpadu atau PLKT) maupun
online. Pelayanan IPK serta Bursa
Kerja Online, dilakukan kerjasama
dengan UPT Disnakertransduk
Prov. Jatim, Kab./Kota, mitra kerja
(Lembaga Penempatan Swasta,
perusahaan pengguna tenaga
kerja) dan Bursa Kerja Khusus di
sekolah-sekolah menengah
maupun perguruan tinggi. Selain
itu, kegiatan-kegiatan yang
bertujuan untuk mempertemukan
pencari kerja dan pengguna
tenaga kerja secara langsung
melalui event Job Fair maupun
rangkaian kegiatan Gerakan
Penanggulangan Pengangguran
diharapkan dapat lebih dipacu
dengan menggandeng kepedulian
pihak perguruan tinggi dan
asosiasi pengusaha.
 Pemberdayaan penyelesaian
perselisihan hubungan industrial
dengan cara penyelesaian
perselisihan secara bipartit di luar
Pengadilan Hubungan Industrial.
 Pemberdayaan lembaga-lembara
bipartit guna mendukung dan
mem-back-up penyelesaian
perselisihan hubungan industrial.
 Upah Minimum Sektoral Kab./Kota
(UMSK), sebagai jaring pengaman
bagi upah pekerja terendah secara
umum di sektor-sektor tertentu
yang menjadi unggulan yang
dianggap mampu membayar upah
terendah dengan standar UMSK
(nilai upah terendah pada UMSK
minimal 5% lebih tinggi dari nilai
UMK) atas dasar kesepakatan
sektor-sektor yang bersangkutan.
 Sosialisasi Peraturan Presiden No.
21 Tahun 2010 kepada 38
Kab./Kota.
Melakukan langkah-langkah Nama : SAMAN
Alamat : Jl. Pakal Nagan 33 RT. 01 RW VI Kelurahan Pakal, Kec. Pakal Kota Surabaya
Pekerjaan : PNS pada Biro Administrasi Perekonomian Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur

 koordinasi dengan Kab./Kota


sehingga kasus-kasus
ketenagakerjaan yang ada bisa
segera diselesaikan.
 Melaksanakan Gelar Satgassus
Pengawasan se-Jatim.

2. Program peningkatan kesejahteraan pekerja, melalui


upaya-upaya:

 Pemberdayaan penyelesaian
perselisihan hubungan industrial
dengan cara penyelesaian
perselisihan secara bipartit di luar
Pengadilan Hubungan Industrial.
 Pemberdayaan lembaga-lembara
bipartit guna mendukung dan
mem-back-up penyelesaian
perselisihan hubungan industrial.
 Upah Minimum Sektoral Kab./Kota
(UMSK), sebagai jaring pengaman
bagi upah pekerja terendah secara
umum di sektor-sektor tertentu
yang menjadi unggulan yang
dianggap mampu membayar upah
terendah dengan standar UMSK
(nilai upah terendah pada UMSK
minimal 5% lebih tinggi dari nilai
UMK) atas dasar kesepakatan
sektor-sektor yang bersangkutan.

3. Program pengawasan dan perlindungan tenaga kerja,


dengan menindaklanjuti Peraturan Presiden No. 21 Tahun
2010 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan dalam
rangka revitalisasi Pengawasan Ketenagakerjaan, melalui
upaya-upaya:

 Sosialisasi Peraturan Presiden No.


21 Tahun 2010 kepada 38
Kab./Kota.
 Melakukan langkah-langkah
koordinasi dengan Kab./Kota
sehingga kasus-kasus
ketenagakerjaan yang ada bisa
segera diselesaikan.
 Melaksanakan Gelar Satgassus
Pengawasan se-Jatim.
Upaya-upaya tersebut sejalan dengan blueprint Gubernur
Jawa Timur, dimana pada tahun 2014 di bidang
ketenagakerjaan menargetkan pencapaian Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) Jawa Timur sebesar 5,4
(target TPT tersebut telah terlampaui dimana di tahun
2009 TPT sudah mencapai angka 5,08), terwujudnya UPT
Pelatihan Kerja berstandar internasional, dan
mengoptimalkan pengiriman TKI terlatih ke luar negeri.
Dengan demikian upaya-upaya di bidang
ketenagakerjaan dilaksanakan secara bersamaan dalam
kerangka pembukaan lapangan kerja dan penyerapan
tenaga kerja untuk meningkatkan kualitas dan daya
saing tenaga kerja serta upaya peningkatan
kesejahteraan dan perlindungan tenaga kerja.

Rekomendasi ke Gubernur atau ke Pusat

Program peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga


kerja :

 Mendukung fasilitasi sarana-


prasarana UPT Pelatihan Kerja
untuk mewujudkan UPT Pelatihan
Kerja bertaraf internasional.
 Mengimplementasikan kurikulum
pelatihan berbasis CBT
(Competency-Based Training).
 Memanfaatkan 20% anggaran
pendidikan untuk pengembangan
pendidikan dan pelatihan non
formal yang diselenggarakan di
UPT-UPT Pelatihan Kerja.
 Pemberdayaan Lembaga Pelatihan
Kerja baik yang dikelola oleh
swasta maupun oleh Pemerintah.
 Pemberdayaan Lembaga Sertifikasi
yang didukung unit uji kompetensi,
termasuk peralatan dan tenaga uji
kompetensi.
 Mempercepat pengimpelemntasian
program kerja Badan Koordinasi
Sertifikasi Profesi (BKSP) Jatim
yang telah dibentuk melalui
keputusan Gubernur Jatim.
 Mengoptimalkan
pengimplementasian konsep
“Three in One” (Pelatihan –
Sertifikasi – Penempatan).

Program perluasan dan penempatan tenaga kerja :

 Memperkuat upaya sosialisasi


terkait prosedur dan tata cara
penempatan TKI ke luar negeri
mulai tingkat Provinsi hingga ke
tingkat Pemerintahan terendah
(Desa/Kelurahan).
 Memperkuat kerjasama dengan
stakeholder terkait dalam upaya
penempatan dan penciptaan
lapangan kerja/perluasan
kesempatan kerja, antara lain
melalui program-program CSR
(Corporate Social Resposibility)
dan magang kerja di perusahaan
dalam rangka meningkatkan
kualitas tenaga kerja dan
memberikan peluang kerja di
sektor formal.
 Mengoptimalkan penempatan
tenaga kerja melalui pembentukan
pusat-pusat Informasi Pasar Kerja
(IPK) online dengan unit-unit IPK
di kab./Kota.
 Memfasilitasi dan memperkuat
gerakan pembentukan wirausaha
baru serta kelompok-kelompok
ekonomi produktif di daerah
miskin, kantong penganggur dan ½
penganggur baik di pedesaan
maupun perkotaan.
 Mengoptimalkan UPT Pelatihan
Kerja Disnakertransduk Prov. Jatim
untuk mencetak lebih banyak calon
wirausaha baru guna perluasan
kesempatan kerja di sektor
informal.

Program pengawasan ketenagakerjaan dan perlindungan


tenaga kerja :

 Menambah jumlah pejabat


fungsional Pengawas
Ketenagakerjaan di Jatim (saat ini
jumlah Pengawas Ketenagakerjaan
di Jatim sebanyak 182 orang,
sedangkan jumlah ideal
seharusnya sekitar 700 orang)
melalui fasilitasi diklat pengawasan
melalui APBD.
 Penanganan kasus-kasus yang
tidak terselesaikan di daerah
(Kab./Kota) agar difasilitasi oleh
Provinsi, sesuai amanat Peraturan
Presiden No. 21 Tahun 2010.

Program pengembangan hubungan industrial dan


perbaikan syarat kerja :

 Prov. Jatim agar bisa mencetak


lebih banyak tenaga teknis di
bidang Hubungan Industrial,
mengingat hingga saat ini Jatim
terkendala minimnya pejabat
fungsional Mediator Hubungan
Industrial.
 Mengintensifkan upaya sosialisasi
perbaikan syarat-syarat kerja
kepada dunia usaha.
 Meningkatkan koordinasi dengan
Kab./Kota sebagai ujung tombak
pembinaan di bidang hubungan
industrial.

Terkait UMSK, memacu Dewan Pengupahan Provinsi


maupun Kab./Kota untuk segera melakukan kajian-kajian
pada sektor-sektor unggulan di daerah setempat

Anda mungkin juga menyukai