1. MUSEUM GEOLOGI
2. MUSEUM SRI BADUGA
3. MUSEUM KONFERENSI ASIA AFRIKA
4. MUSEUM DINAS PERPUSTAKAAN DAN KEARSIPAN DAERAH PROVINSI JAWA
BARAT
Oleh:
Salma Syafira Sonawan
180310230006
Alhamdulillah Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadırat Allah Swt, zat Yang Maha
Indah dengan segala keindahan-Nya, zat Yang Maha Pengasih dengan segala kasih sayang-Nya
yang terlepas dan sifat lemah semua makhluk-Nya. Alhamdulillah berkat Rahmat dan Hidayah
Nya penulis dapat menyelesaikan laporan yang merupakan salah satu tugas dan persyaratan
untuk menyelesaikan tugas akhir mata kuliah Pengantar Ilmu Sejarah. Laporan ini disusun untuk
memberikan gambaran mengenai kunjungan Museum Geologi, Musem Sri Baduga, Museum
Konferensi Asia Afrika, dan Museum Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Museum ini memiliki
beragam koleksi yang berkaitan dengan sejarah dan budaya.
Dengan demikian, melalui laporan ini diharapkan pembaca dapat memperoleh informasi
yang jelas dan bermanfaat mengenai museum-museum tersebut, serta dapat memperoleh
pemahaman yang lebih mendalam. Penulis menyadari atas ketidaksempurnaan penyusunan
laporan kegiatan kunjungan museum ini, namun penulis tetap berharap laporan ini akan
memberikan manfaat bagi para pembaca. Demi kemajuan penulis, penulis juga mengharapkan
adanya masukan berupa kritik atau saran yang membangun. Sekian terima kasih.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................4
BARAT..................................................................................................................11
LAMPIRAN..........................................................................................................13
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I MUSEUM GEOLOGI
Pertama-tama, saya mengunjungi Museum Geologi yang berlokasi di Jl. Diponegoro
No.57, Cihaur Geulis, Kec. Cibeunying Kaler, Kota Bandung, Jawa Barat 40122. Saya
memeriksa jam buka museum tersebut di Google dan mengetahui bahwa museum tersebut buka
dari hari Selasa - Kamis dengan jam buka mulai pukul 09.00 - 15.00. Setelah mengetahui pukul
berapa museum tersebut buka, saya memutuskan untuk berangkat pada hari Selasa tepatnya
tanggal 21 November pukul 07:30 agar sampai di museum sebelum waktu buka.
Saya memutuskan untuk menggunakan kendaraan pribadi milik teman saya sebagai
transportasi menuju museum. Sebelum berangkat saya memeriksa harga tiket Museum Geologi
pada situs website travelspromo.com dan mengetahui bahwa harga tiket museum ini dibandrol
mulai dari Rp 2.000 per orang untuk kalangan pelajar, Rp 3.000 untuk kalangan umum, dan Rp
10.000 untuk wisatawan mancanegara. Sesampainya di museum tepat pada pukul 09:00 saya
bergegas ke loket untuk membeli tiket dan masuk ke dalam museum.
Museum Geologi ini memberikan informasi dan pengetahuan mengenai ilmu bumi dan
geologi dengan cara menarik dan menyenangkan. Keberadaan museum ini sangat erat kaitannya
dengan Sejarah penyelidikan geologi di Indonesia yang telah dimulai sejak 1850-an. Pada saat
itu, Lembaga yang mengkoordinasikan penyelidikan geologi adalah Dienst Van Het Mijnwezen.
Museum ini pertama kali diresmikan pada tanggal 16 Mei 1929 saat pembukaan gedung Dienst
Van Den Mijnbouw. Peresmian ini bertepatan dengan pembukaan kongres Ilmu Pengetahuan
Pasifik ke-IV yang diselenggarakan di Institut Teknologi Bandung. Dengan fungsi gedung
sebagai perkantoran yang dilengkapi dengan sarana laboratorium geologi dan museum untuk
menyimpan dan memperagakan hasil survei geologi.
Sejalan dengan dinamika sejarah, secara kelembagaan Museum Geologi Bandung terus
mengalami perubahan. Pada zaman pemerintahan Belanda (1929-1941), Museum Geologi
disebut Geologist Laboratorium dan merukan bagian dari unit kerja Dienst Van Het Mijnwezen
yang berganti nama menjadi Dienst Van Den Mijnbouw yang kemudiaan pada saat kedudukan
Jepang (1942-1945) Dienst Van Den Mijnbouw berubah nama menjadi Kogyo Zimusho yang
kemudian berganti nama menjadi Tisitutyosazyo dimana Museum Geologi sebagai bagian dari
Laboratorium Paleontologi dan Kimia.
Pengelolaan Museum Geologi yang semula berada dibawah Pusat Djawata Tambang dan
Geologi (PDTG), berganti nama menjadi: Djawata Pertambangan Republik Indonesia (1950-
1952), Djawata Geologi (1952-1956), Pusat Djawatan Geologi (1956-1957), Djawatan Geologi
(1957-1963). Pada tahun 1963-1978 berganti nama menjadi Direktorat Geologi, setelah itu
berganti nama menjadi Pusat Pelittian dan Pengembangan Geologi (1978-2002). Pada 2003
Museum Geologi menjadi unit pelaksana Teknis Museum Geologi (UPT MG), di bawah Pusat
Survei Geologi, Badan Geologi, Kementrian Energi dan Sumber daya Mineral pada tahun 2013,
berdasarkan Permen ESDM No. 12 Tahun 2013, Museum Geologi menjadi Unit Pelaksana
Teknis Museum Geologi (UPT MG). di bawah Badan Geologi, Kementrian Energi dan Sumber
daya Mineral.
Wisatawan termasuk saya bisa menyaksikan bagaimana material geologi berbentuk
bebatuan, fosil, ataupun mineral yang ditemukan di berbagai wilayah di Indonesia, Karena
pentingnya peranan museum dan koleksinya yang dimilikinya Museum Geologi Bandung
tercatat sebagai warisan nasional dan dilindungi dalam peraturan pemerintah.
Museum Geologi memiliki 417.882 koleksi yang terdiri dari fosil, batuan, mineral dan
artefak. Museum Geologi memiliki sejumlah koleksi unggulan yang sangat bermakna bagi ilmu
pengetahuan, yakni fosil tengkorak Homo erectus (S-17) yang berasal dari Sangiran, fosil
vertebrata terestrial seperti gajah purba Stegodon trigonocephalus, fosil gajah blora Elephas
hysudrindicus, kura-kura raksasa Megalochelys sp dan hewan purba lainnya yang pernah hidup
di Indonesia. Koleksi unggulan mineralnya berupa batu kecubung (Amethyst) berukuran besar
yang berasal dari Solok, dan sejumlah batu mulia (gemstone) yang diperoleh dari sejumlah
daerah. Selain koleksi batuan dari bumi, Museum Geologi juga memiliki koleksi batu dari ruang
angkasa, salah satunya adalah meteorit Jati-Pengilon. Koleksi Museum Geologi sebagian besar
disimpan di ruang storage, sejumlah koleksi yang telah melalui proses kuratorial dipamerkan
dalam empat ruang peragaan, yaitu ruang pamer geologi Indonesia, ruang pamer sejarah
kehidupan, ruang pamer manfaat dan bencana geologi dan terakhir ruang pamer sumber daya
geologi. Dengan koleksi yang kaya dan informatif, Museum Geologi terus diminati oleh semua
kalangan. Setelah puas menjelajahi Museum Geologi, saya meninggalkan museum pada pukul
11.00 dan melanjutkan perjalanan ke museum berikutnya yaitu museum Sri Baduga.
BAB II MUSEUM SRI BADUGA
Saya memutuskan mengunjungi museum kedua yaitu Museum Sri Baduga yang berlokasi
di Jl. BKR No.185, Pelindung Hewan, Kec. Astanaanyar, Kota Bandung, Jawa Barat 40243.
Museum Sri Baduga buka setiap hari kecuali pada hari Senin, dengan waktu buka mulai pukul
08.00 - 16.00. Perjalanan kali ini tidak memakan waktu yang cukup lama hanya sekitar kurang
lebih 16 menit saja dikarenakan jalanan yang tidak terlalu padat dan jarak antar kedua museum
yang cukup dekat. Sesampainya di museum tepat pada pukul 11:16 saya bergegas ke loket untuk
membeli tiket. Pengunjung dikenakan tarif museum dengan kriteria tertentu, untuk pelajar
mahasiswa dikenakan tarif Rp 2.000-3.000, dan untuk pengunjung umum dan turis asing
dikenakan tarif Rp 4.000-5.000.
Setelah dilihat dari museum ini diberi nama Sri Baduga, diambil dari nama depan Raja
Padjajaran "Sri Baduga Maharaja Ratu Haji Dipakwan Padjajaran Sri" atau yang lebih dikenal
dengan julukan Prabu Siliwangi. Yang saya pahami tujuan dan fungsi yang dimiliki oleh
Museum Sri Baduga adalah melaksanakan pengumpulan, perawatan, penyajian, penelitian, dan
bimbingan edukatif. Koleksi peninggalan Sejarah yang ada dalam Museum Sri Baduga tercatat
sebanyak 5.367 buah. Koleksi yang terdapat di Museum Sri Baduga berupa jenis koleksi sejarah
kebudayaan kerajaan Sunda Galuh dan Sunda Padjajaran Geologika (bentukan alam fosil dan
bebatuan), Biologika (rangka manusia, hewan dan tumbuhan), Etnografi (benda-benda terkait
budaya dan identitas suatu etnis), Arkeologi (benda-benda peninggalan prasejarah hingga
masuknya pengaruh dari barat), Numismatika (mata uang dan alat tukar), Historika (benda-benda
sejarah dari masuknya pengaruh barat hingga sekarang), dan Filologika (naskah kuno). Terdapat
juga berbagai koleksi yang mengandung pengetahuan lokal Sunda, seperti keahlian membuat
batik dan tenun, menguasai perlatan dan cara menanam tumbuhan, mendesain kampung, cara
menangkap ikan sebagai mata pencaharian, menciptakan alat penerangan, industri pandai besi,
perhitungan kalender tradisional, kesenian, kelihaian tentang permainan tradisional sunda,
hingga penguasaan bahasa dan ukiran aksara. Dengan koleksi-koleksi yang dimiliki Museum Sri
Baduga pengunjung yang datang ke Museum Sri Baduga, diperkirakan rata-rata mencapai 500
orang per hari, dan pertahunnya bisa mencapai 164.000 orang.
Pada masing-masing koleksi yang ada di Museum Sri Baduga memberikan banyak sekali
edukasi dan pengetahuan baru bagi saya dalam mengetahui berbagai macam benda bersejarah
dan benda antik yang bernilai seni tinggi. Koleksi Museum ini menjadi bukti keragaman
sekaligus keluhuran budi budaya Sunda selama berabad-abad. Museum ini juga memiliki bagian
informasi di setiap koleksinya, dan label yang cukup membantu saya dalam memberikan
informasi yang dibutuhkan. Meskipun demikian, museum ini memiliki kekurangan dalam bidang
pelayanan, sumber daya manusia, dan penyampaian informasi (promosi). Setelah cukup lama
melihat berbagai koleksi-koleksi yang memukau sampai dengan pukul 13:30 WIB.
l
BAB III MUSEUM KONFERENSI ASIA AFRIKA (KAA)
Beralih dari Museum Sri Baduga saya melanjutkan perjalanan ke Museum Konferensi Asia
Afrika yaitu museum ketiga yang berlokasi di Jl. Asia Afrika No.65, Braga, Kec. Sumur
Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat 40111. Untuk sampai ke Museum Konferensi Asia Afrika
(KAA) hanya membutuhkan waktu sekitar 10 menit. Museum ini terbuka untuk kunjungan pada
hari Selasa, Kamis, Sabtu, dan Minggu. Sementara itu dihari Senin, Rabu, Jumat, dan Hari Libur
Nasional Museum tutup dengan waktu dibukanyadari pukul 09.00 -12.00 WIB lalu dibuka
kembali pukul 13.00 -15.00 WIB. pengunjung tidak dikenakan biaya tiket masuk atau gratis,
hanya melakukan pengisian formulir secara online dengan scan barcode yang tersedia tepat di
depan pintu masuk. Setelah saya mengisi form pada laman Google, baru saya diperkenankan
masuk oleh petugas yang berjaga di museum Kobferensi Asia Afrika (KAA).
Seperti yang sudah kita semua ketahui bahwa sekitar 60 tahun lalu, Bandung menjadi
tempat dilaksanakannya konferensi internasional pertama untuk orang-orang “kulit berwarna”.
Roeslan Abdulgani (1980) selaku Sekretaris Jenderal Konferensi Asia Afrika 1955 menulis
peristiwa bersejarah tersebut dalam bukunya yang berjudul The Bandung Connection. Presiden
Soekarno dan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo sebagai tokoh nasional Indonesia berperan
sangat sentral dalam Konferensi Asia-Afrika 1955. Kedua tokoh inilah yang mengusulkan
diselenggarakannya Konferensi Asia-Afrika. Besarnya perhatian dunia terhadap peristiwa
pergerakan orang-orang “kulit berwarna” ini membuat Bandung turut menjadi pusat perhatian
dunia. Berdasarkan gagasan Menteri Luar Negeri, Mochtar Kusumaatmadja (1978--1988),
didirikanlah Museum Konferensi Asia-Afrika di Jalan Asia Afrika No. 65, Bandung pada 24
April 1980.
Pada 18 Juni 1986, kedudukan Museum Konperensi Asia Afrika dialihkan dari
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan ke Departemen Luar Negeri di bawah pengawasan
Badan Penelitian dan Pengembangan Masalah Luar Negeri. Pada tahun 2003 dilakukan
restrukturisasi di tubuh Departemen Luar Negeri dan Museum Konferensi asia Afrika dialihkan
ke Ditjen Informasi, Diplomasi Publik, dan Perjanjian Internasional (sekarang Ditjen Informasi
dan Diplomasi Publik). Saat ini, UPT Museum Konferensi Asia Afrika berada dalam koordinasi
Direktorat Diplomasi Publik. Museum ini menjadi museum sejarah bagi politik luar negeri
Indonesia.
Museum Konferensi Asia Afrika (KAA) merupakan sebuah Unit Pelaksana Teknis (UPT)
yang pelaksanaannya dikelola oleh Direktorat Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri.
Museum Konferensi Asia Afrika dididirikan dalam upaya untuk melestarikan dan
menyebarluaskan nilai-nilai yang terkandung dalam Konferensi Asia Afrika. Selain itu, Museum
Konferensi Asia Afrika memiliki fungsi sebagai sarana edukasi bagi masyarakat luas maupun
pelajar.
Berkaitan dengan peristiwa Konferensi Asia-Afrika yang melibatkan bangsa-bangsa lain di
Asia dan Afrika. Museum Asia-Afrika mengangkat isu tersebut dengan upaya membangun
identitas bangsa Indonesia. Pedoman Pancasila, Pembukaan UUD 1945, dan gagasan politik luar
negeri bebas aktif menjadi dasar diselenggarakannya Konferensi Asia-Afrika 1955, karena
memiliki prinsip penolakan terhadap praktik imperialisme dan kolonialisme serta mengutamakan
nilai kemanusiaan.
Museum ini menyajikan sejumlah koleksi berupa benda-benda dan foto-foto dokumenter
peristiwa Konferensi Kolombo, Konferensi Bogor, dan Konferensi Asia Afrika 1955. Dikutip
dari disparbud.jabarprov.id koleksi Museum Konperensi Asia Afrika berjumlah kurang lebih
40.000 buah. Penataannya dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu koleksi benda-benda tiga
dimensi dan galeri foto mengenai gedung merdeka dari masa ke masa. Tidak hanya itu, di dalam
museum ini juga terdapat foto-foto mengenai peristiwa yang melatarbelakangi lahirnya
Konferensi Asia Afrika, dampak Konferensi Asia Afrika bagi dunia internasional, Gedung
Merdeka dari masa ke masa, profil negara-negara peserta Konferensi Asia Afrika, dan diorama
pembukaan Konferensi Asia Afrika 1955.
Hasil dari mengunjungi Konferensi Asia Afrika (KAA) saya dapat mencakup pemahaman
yang lebih dalam tentang sejarah, diplomasi, dan kerja sama antarbangsa di wilayah Asia dan
Afrika. Museum Konferensi Asia Afrika ini merupakan wujud konkret dari keberhasilan politik
luar negeri Indonesia dan dapat memberikan informasi mengenai peristiwa, masalah, dan
pengaruh yang terkait dengan konferensi tersebut. Melalui kunjungan ke museum ini, saya dapat
mempelajari hasil-hasil konkret Konferensi Asia Afrika, seperti Dasasila Bandung yang menjadi
pedoman bagi bangsa-bangsa terjajah dalam memperoleh kemerdekaan, serta prinsip-prinsip
kerja sama, non-intervensi, dan anti-kolonialisme yang diusung dalam konferensi tersebut. Saya
dapat menikmati pengalaman yang baik di museum ini dan tentunya menambah pengetahuan
secara signifikan terhadap sejarah dari Konferensi Asia Afrika.
Waktu sudah menunjukan pukul 14:35 WIB dan mengakhiri kunjungan muesum saya
dengan mengunjungi Museum Dinas Perpustakaan dan Kearsipan.
LAMPIRAN