Makalah Hukum Perikatan Kelompok
Makalah Hukum Perikatan Kelompok
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Hukum Perikatan
Disusun oleh :
Kelompok 5
Alrifkie 41033300211205
Kelas : A3 / 5
FAKULTAS HUKUM
BANDUNG
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
melimpahkan rahmat dan berkah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
makalah kelompok ini dengan baik dan tanpa kendala apapun.
Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak yang
telah membantu sekaligus memberi dukungan dalam penyusunan makalah ini,
terutama dosen pengajar Ibu Widya Marthauli Handayani, S.H., M.H.
Kelompok 5
i
DAFTAR ISI
BAB I ............................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
C. Tujuan ............................................................................................................... 2
BAB II .......................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN .......................................................................................................... 3
PENUTUP .................................................................................................................. 11
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 11
B. Saran................................................................................................................ 11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Percampuran hutang menjadi suatu permasalahan yang relevan dalam
konteks hukum perikatan, yang dapat menghasilkan konsekuensi serius terkait
dengan hapusnya perikatan. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan kompleks
mengenai identifikasi, pemisahan, dan penagihan piutang atau hutang antara
pihak-pihak yang terlibat. Dalam konteks ini, pemahaman mendalam terhadap
prinsip hapusnya perikatan karena percampuran hutang menjadi sangat penting.
1
B. Rumasan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan penghapusan perikatan karena percampuran
hutang ?
2. Bagaiamana konsep penghapusan perikatan karena percampuran hutang ?
3. Berikan contoh tentang penghapusan perikatan karena percampuran
hutang?
C. Tujuan
Tujuan makalah ini adalah untuk memberikan pemahaman mendalam tentang
konsep hapusnya perikatan karena percampuran hutang dalam konteks hukum
perikatan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
I Ketut Oka Setiawan ‘’Hukum Perikatan’’. Jakarta, Sinar Grafika. 2016 Hlm. 150
2
Riduan Syahrani ‘’Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdat’’ Bandung. Alumni. 2013 Hlm. 279
3
Percampuran kedudukan tersebut dapat terjadi berdasarkan alas hak
umum, misalnya bila kreditur meninggal dunia dan sebagai satu-satunya
ahliwaris yang ditinggalkannya ialah debitur atau sebaliknya; percampuran
kedudukan itu dapat terjadi berdasarkan alas hak khusus, misalnya pada jual
beli atau legaat.3
3
Prof. Dr. Mariam darus Badrulzaman, S.H. ‘’ K.U.H. PERDATA BUKU III HUKUM PERIKATAN DENGAN
PENJELASAN’’, PT. Alumni, Bandung, 2005. Hlm. 186-187.
4
piutang atau hutang yang dicampur. Ini menciptakan kesulitan dalam
menetapkan tanggung jawab masing-masing pihak terkait dengan piutang
atau hutang tersebut.
3. Prinsip Keadilan dan Pemulihan Kesalahan:
Konsep hapusnya perikatan karena percampuran hutang mendasarkan diri
pada prinsip keadilan dan pemulihan kesalahan. Dalam banyak kasus,
hukum berusaha untuk menghindari ketidakpastian dan konflik yang
dapat timbul dari percampuran hutang dengan menghapuskan perikatan
yang terkait.
4. Beban Bukti pada Pihak yang Mengajukan Gugatan:
Dalam banyak yurisdiksi, beban bukti untuk menunjukkan percampuran
hutang dan mengajukan permohonan hapusnya perikatan biasanya pada
pihak yang mengajukan gugatan. Pihak tersebut harus memberikan bukti
yang cukup untuk menunjukkan bahwa percampuran hutang telah terjadi
dan memenuhi syarat-syarat hapusnya perikatan.
5. Penerapan Hukum yang Bervariasi:
Penerapan konsep hapusnya perikatan karena percampuran hutang dapat
bervariasi di berbagai yurisdiksi. Beberapa negara atau wilayah mungkin
memiliki pendekatan yang lebih fleksibel atau ketat tergantung pada
kebijakan hukum yang berlaku.
5
uang tersebut untuk membeli bahan-bahan dan membayar biaya produksi.
Sementara itu, perusahaan A mengalami kekurangan penghasilan dan tidak
dapat membayar hutang yang telah disahkan. Oleh karena itu, perusahaan
A mengajukan untuk perjanjian hutang dengan perusahaan B untuk
mengatasi masalah ini. Perusahaan A dan perusahaan B setuju untuk
mencapai perjanjian hutang. Dalam perjanjian tersebut, perusahaan A
menghabiskan hutang sebesar Rp5 juta kepada perusahaan B.
Beberapa hari kemudian, perusahaan A menemukan peluang bisnis
yang lebih lucratif dan menghentikan operasi bisnis sementara menjualkan
peralatan dan bahan-bahan ke perusahaan B. Kemudian, perusahaan A
mengajukan untuk membatalkan perjanjian hutang yang telah disahkan.
Namun, perusahaan B tidak setuju untuk membatalkan perjanjian tersebut
kareana telah menggunakan uang yang diberikan oleh perusahaan A untuk
membayar biaya produksi dan membeli bahan-bahan.
Dalam hal ini, perusahaan A dapat mengajukan hapusnya perikatan
berdasarkan Pasal 1436 KUH Perdata karena pencampuran hutang antara
perusahaan A dan perusahaan B[4]. Hal ini terjadi ketika kedudukan
kreditur dan debitur menjadi satu, yaitu ketika perusahaan A menjadi
kreditur dan perusahaan B menjadi debitur.
Dengan hapusnya perikatan, perusahaan A bebas dari tanggung jawab
untuk membayar hutang yang telah disahkan kepada perusahaan B, karena
perusahaan B tidak lagi dikenal sebagai debitur dalam perjanjian tersebut.
Dalam contoh kasus di atas, hapusnya perikatan karena pencampuran
hutang menjadi alasan untuk membatalkan perjanjian hutang antara
perusahaan A dan perusahaan B. Hal ini mencerminkan bagaimana hukum
Pasal 1436 KUH Perdata mengatur hapusnya perikatan berdasarkan
pencampuran hutang antara pihak-pihak.
6
Alrifkie
Sebuah contoh kasus antara kreditur yang bernama Budi dengan
seorang debitur yang bernama Bunga, pada awalnya kedua belah pihak
adalah rekan bisnis yang membuat perjanjian pinjam meminjam. Perjanjian
pinjam meminjam tersebut memiliki nominal yang cukup besar, yaitu
sebesar dua ratus juta rupiah dengan pengembalian secara bertahap.
Setelah uang pinjaman telah dibayarkan sebanyak seratus juta, Budi dan
Bunga memutuskan untuk melangsungkan perkawinan, akan tetapi Bunga
tidak ingin perjanjian pinjam meminjam yang telah dibuat menjadi hapus
dikarenakan perkawinan yang akan mereka langsungkan. Mengingat
nominal utang yang belum dibayarkan oleh Budi masih tersisa seratus juta
rupiah.
Apabila pihak kreditur setuju dengan permohonan debitur yang akan
dinikahinya tersebut, terkait dengan utang yang dimiliki kreditur tidak
menjadi hapus, biasanya para pihak akan bersama sama datang menemui
Notaris untuk membuat perjanjian perkawinan dan menuliskan hal-hal
yang debitur dan kreditur tersebut kehendaki, termasuk keinginan untuk
menuliskan kesepakatan yang mereka buat agar utang-piutang sebelumnya
ada tidak menjadi hapus dengan adanya pernikahan bahwasanya
kedudukan perjanjian pinjam meminjam yang dilakukan oleh kreditur dan
debitur yang pada akhirnya melangsungkan perkawinan tidak menjadi
hapus.
Apabila perjanjian tersebut ada dan dibuat pada saat sebelum
perkawinan, maka pada saat perkawinan dilangsungkan pihak suami
memiliki utang bawaan yang menjadi tanggung jawab pribadi suami untuk
melunasi utang tersebut, karena harta benda tidak hanya terdiri dari barang-
barang harta kekayaan saja (aktiva), akan tetapi juga terdiri dari beban-
beban dan utang-piutang (passiva) yang dimiliki oleh masing-masing
7
pihak. Jadi suami selaku debitur masih memiliki tanggungan berupa utang
kepada kreditur yang sekarang telah menjadi istrinya,
Kedudukan perjanjian pinjam meminjam diantara suami-istri tersebut
masih berlaku meskipun telah melangsungkan pernikahan, dan suami harus
melunasi utang yang dimilikinya menggunakan harta asal milik suami
ataupun harta yang diperoleh dari hasil usaha atau bekerja selama
kebutuhan istri sudah terpenuhi lebih dahulu.
Apabila diteliti dari perjanjian pinjam meminjam yang dibuat pada saat
sebelum perkawinan berlangsung, perjanjian yang dibuat harus sesuai
dengan syarat-syarat sahnya perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1320
KUHPerdata, yang menyebutkan adanya kesepakatan, kecakapan
mengadakan perjanjian, objek atau hal tertentu, dan suatu sebab yang
diperbolehkan.
Risti Dea Nuraeni
Hipotetik penghapusan perikatan karena percampuran hutang dalam
Pasal 1437 KUH Perdata:
A dan B merupakan kreditur dan debitur dalam perjanjian utang
sebesar Rp. 1.000.000.
A dan B mengenai untuk memperpanjang perjanjian utang
tersebut.
Dalam proses pembaruan utang, A mengalami kecelakaan dan
menghapuskan perikatan utang dengan B sebesar Rp. 500.000.
Setelah itu, B juga mengalami kecelakaan dan menghapuskan
perikatan utang dengan A sebesar Rp. 500.000.
Dalam kasus ini, perikatan utang antara A dan B dianggap lunas
karena percampuran hutang, karena mereka telah
memperpanjang dan menghapuskan satu sama lain
8
Contoh lainnya:
Penghapusan perikatan karena percampuran hutang terjadi
ketika pihak yang berhutang kepada orang lain tersebut melakukan
perbuatan yang menyebabkan hutangnya tersebut tercampur dengan
hutang pihak tersebut kepada pihak ketiga. Sebagai contoh:
Misalkan A berhutang kepada B sejumlah uang tertentu.
Kemudian, A juga berhutang kepada C. A melakukan perbuatan yang
menyebabkan pembayaran yang dilakukan olehnya untuk melunasi
utang kepada B dicampur dengan pembayaran untuk melunasi utang
kepada C. Sebagai akibatnya, B dan C tidak dapat secara jelas
membedakan antara pembayaran yang diterima dari A.
Dalam situasi ini, B dan C dapat mengajukan gugatan untuk
menghapuskan perikatan dengan A karena percampuran hutang.
Pengadilan dapat mempertimbangkan adanya perbuatan A yang
menyebabkan percampuran hutang tersebut, dan apabila terbukti bahwa
pembayaran tersebut sulit dibedakan, perikatan A kepada B dan C dapat
dihapuskan.
Namun, penting untuk diingat bahwa kasus-kasus ini dapat
kompleks dan bergantung pada fakta-fakta khusus dari setiap situasi.
Aspek hukum yang terlibat bisa bervariasi tergantung pada yurisdiksi
dan peraturan yang berlaku di suatu negara.
Rifki Sholehudin Kahfi
**Kasus: Penyatuan Utang Tanpa Persetujuan Kreditur**
Dua teman, A dan B, memiliki utang terpisah kepada pemberi pinjaman
yang sama, Bank X. A berutang $10,000 dan B berutang $15,000 kepada
Bank X. Tanpa memberitahu Bank X, A dan B membuat perjanjian untuk
menggabungkan utang mereka. Mereka sepakat untuk membayar utang
mereka bersama-sama dan berencana menganggapnya sebagai satu utang
gabungan senilai $25,000.
9
Namun, ketika A dan B mengalami kesulitan keuangan, mereka tidak
dapat membayar utang gabungan mereka kepada Bank X. Bank X
kemudian menuntut pembayaran dari mereka. Dalam kasus ini, Bank X
dapat memutuskan perikatan dengan A dan B karena percampuran hutang
terjadi tanpa seizin atau pemberitahuan kepada Bank X. Bank memiliki hak
untuk menuntut pembayaran dari masing-masing individu sesuai dengan
jumlah yang seharusnya mereka bayarkan secara terpisah.
Dengan demikian, perjanjian untuk menggabungkan utang tanpa
persetujuan pemberi pinjaman bisa menjadi dasar bagi pemberi pinjaman
untuk membatalkan perikatan, dan masing-masing individu harus
bertanggung jawab atas utang mereka secara terpisah sesuai dengan
kesepakatan aslinya.
Dadan Abdul Salam
Jika seseorang menggunakan dana pribadi untuk membayar utang
bisnisnya secara rutin, perikatan antara pribadi dan bisnis tersebut dapat
dianggap tercampur. Hal ini dapat mengakibatkan penghapusan perikatan
karena adanya pencampuran hutang. Pencampuran hutang terjadi ketika
hutang-hutang dua pihak yang berbeda digabungkan menjadi satu, dan ini
dapat mengakibatkan hapusnya perikatan. Misalnya, jika seseorang
memiliki hutang kepada A dan B, lalu A dan B sepakat untuk
menggabungkan hutang-hutang tersebut menjadi satu, maka perikatan
hutang asli terhadap A dan B dapat dianggap telah hapus.
Contohnya lainnya, jika A memiliki hutang kepada B, namun A dan B
menjalankan usaha bersama dan tanggungan utangnya dicampur dengan
tanggungan utang usaha bersama, maka terjadi pencampuran hutang.
Dalam konteks ini, perikatan antara A dan B dapat dihapus jika pihak
kreditur (pihak yang memiliki klaim atas hutang) menyetujui pencampuran
tersebut. Jika kreditur setuju, perikatan asal antara A dan B dapat dianggap
batal, dan tanggungan hutang usaha bersama menjadi yang utama.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini adalah pentingnya pemahaman mengenai
konsekuensi hukum dalam perjanjian dan perikatan, serta perlunya transparansi
dan pemeriksaan yang cermat sebelum melakukan perikatan.
B. Saran
1. Untuk mencegah perikatan karena percampuran hutang, pihak perlu
memahami konsekuensi hukum yang berlaku pada perjanjian dan perikatan.
2. Selalu menjaga transaksi secara transparan dan terbuka untuk mencegah
perikatan yang tidak seimbang.
3. Dalam hal perikatan yang melibatkan hutang, sebaiknya dilakukan
pemeriksaan dan penyelidikan terhadap kedalaman hutang sebelum
melakukan perikatan
11
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Mariam darus Badrulzaman, S.H. ‘’ K.U.H. PERDATA BUKU III
HUKUM PERIKATAN DENGAN PENJELASAN’’, PT. Alumni, Bandung,
2005
12