Anda di halaman 1dari 19

ANALISIS FAKTOR KEGAGALAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

UBER DI CHINA

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Manajemen Pemasaran
Internasional
Dosen Pengampu: Adhitya Rahmat Taufiq., S.E., M.Si.

Disusun oleh:
Kelompok 4
1. Ismi Nur Widya 213402008
2. Neng Asri Anggaetri 213402156
3. Aura Dinda Anisa 213402159
4. Yunia Maharani 213402176
5. Faisal Ali Zulfikar 213402548

JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SILIWANGI
2024
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah


memberikan rahmat dan juga karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas penyusunan makalah pada mata kuliah Manajemen Pemasaran Internasional
dengan judul “Analisis Faktor Kegagalan Lingkungan Perusahaan Uber di
China” dengan sebaik-baiknya.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada nabi terakhir,
penutup para nabi sekaligus satu-satunya uswatun hasanah, Nabi Muhammad
SAW. Kepada keluarganya, para sahabatnya, serta kepada kita sebagai umat hingga
akhir zaman. Tidak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Adhitya
Rahmat Taufik., S.E., M.Si. selaku dosen pengampu pada mata kuliah Manajemen
Pemasaran Internasional, dan juga seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan
makalah yang telah membantu informasi, tenaga, maupun materi yang mendukung
pembuatan makalah.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan, kalimat, maupun tata bahasa. Oleh karena itu,
dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
penulis dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata, penulis berharap semoga
makalah ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca.

Tasikmalaya, 11 Februari 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 1
1.3 Tujuan ............................................................................................................ 2
BAB II ..................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3
2.1 Sejarah dan Perkembangan Uber di China .................................................... 3
2.2 Analisis Lingkungan Eksternal Makro Uber di China .................................. 4
2.2.1 Analisis Sosial Budaya Uber di China .................................................... 4
2.2.2 Analisis Ekonomi Uber di China ............................................................ 5
2.2.3 Tantangan Regulasi dan Kebijakan Pemerintah ..................................... 7
2.3 Analisis Lingkungan Eksternal Mikro Uber di China ................................... 8
2.3.1 Analisis Persaingan dan Penyedia Layanan Lokal ................................. 8
2.4 Analisis Lingkungan Internal Uber di China .............................................. 10
2.4.1 Sumber Daya Manusia (Human Resources) ......................................... 10
2.4.2 Keuangan (Finance) ............................................................................. 11
2.4.3 Operasional (Operations) ..................................................................... 11
2.5 Faktor Utama Penyebab Kegagalan Uber di China ..................................... 11
2.6 Analisis SWOT............................................................................................ 12
BAB III ................................................................................................................. 15
PENUTUP ............................................................................................................. 15
3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 15
3.2 Saran ............................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tiongkok adalah negara berkembang dengan jumlah penduduk 1,386 miliar
jiwa; 119 kota di Tiongkok memiliki minimal 1 juta penduduk di setiap kota. Pada
tahun 2025, jumlah kota dengan sedikitnya 1 juta penduduk akan bertambah
menjadi 221 kota. Di masing-masing kota besar tersebut, Tiongkok menghadapi
ketidakseimbangan jumlah penduduk sehubungan dengan ketersediaan akomodasi
kendaraan. Bagi perusahaan seperti Uber, hal ini memberikan peluang yang
menguntungkan untuk memasuki pasar Tiongkok.
Uber resmi memasuki Tiongkok pada tahun 2014 dengan mendirikan Uber
Tiongkok dan meluncurkan operasi pertamanya di wilayah Beijing dan Shanghai
(Hook, 2016). Kehadiran Uber di Tiongkok dengan model bisnis barunya yang
inovatif telah membantu mengurangi kesenjangan antara kapasitas taksi yang
tersedia dan jumlah komuter yang mencari transportasi (Zhang, 2019). Meski
demikian, kehadiran Uber juga kerap memicu protes besar-besaran dari kalangan
perusahaan dan pengemudi taksi yang menyayangkan adanya persaingan tidak
sehat dengan Uber di pasar akibat deregulasi atau tidak adanya regulasi yang
dilakukan pemerintah Tiongkok terhadap perusahaan taksi online dengan model
bisnis seperti milik Uber. Pada tahun pertama, Uber menghadapi banyak tantangan
di Tiongkok.
Pada awal tahun 2016 Betakit (sebuah media online asal Kanada)
memberitakan bahwa Uber mengalami kerugian sekitar Rp 13,5 Triliun (US$ 1
milyar) per tahun, karena menghabiskan biaya dalam jumlah yang besar untuk
memberikan subsidi potongan tarif (BBC, 2016). Disusul oleh pengumuman
tentang Uber pada Agustus 2016 kepada para awak media bahwa mereka akan
segera memberhentikan layanan di Cina. CEO Uber, Travis Kalanick, mengatakan
bahwa Uber telah merugi lebih dari US$1Billion USD atau sekitar 13 triliun rupiah
dalam persaingan di Cina dan pada akhirnya memilih diakuisisi oleh Didi Chuxing.
Didi pada akhirnya membeli sebagian besar saham perusahaan Uber di Cina
seharga US$ 8 miliar atau setara Rp 112 triliun rupiah (asumsi kurs Rp 14.000) dan
Travis Kalanick menjabat sebagai salah satu jajaran direksinya.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang di atas, diperoleh rumusan masalah. Permasalahan yang
akan dibahas dalam makalah ini adalah:

1
1. Bagaimana sejarah dan perkembangan Uber di China?
2. Bagaimana analisis lingkungan eksternal makro Uber di China?
3. Bagaimana analisis lingkungan eksternal mikro Uber di China?
4. Bagaimana analisis lingkungan internal Uber di China?
5. Apa faktor utama penyebab kegagalan Uber di China?
6. Bagaimana analisis SWOT dari Uber di China?

1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini bertujuan untuk mencari tujuan dari
dibahasnya pembahasan atas rumusan masalah. Adapun tujuannya, sebagai berikut:
1. Mengetahui sejarah dan perkembangan Uber di China.
2. Mengetahui analisis lingkungan eksternal makro Uber di China.
3. Mengetahui analisis lingkungan eksternal mikro Uber di China.
4. Mengetahui analisis lingkungan internal Uber di China.
5. Mengetahui faktor utama kegagalan Uber di China.
6. Mengetahui analisis SWOT dari Uber di China.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah dan Perkembangan Uber di China


Uber merupakan perusahaan startup yang mempunyai nilai valuasi
perusahaan paling tinggi di dunia menurut Statista. Sejarah Uber sendiri berawal
dari tahun 2008 di Paris berdasarkan dari pengalaman pendiri Uber, Travis Kalanick
dan Garret Camp saat mereka kesulitan untuk menemukan dan memanggil taksi
saat konferensi. Pengemudi taksi terkadang sulit sekali melihat calon penumpang
dari kejauhan, sehingga calon penumpang harus memanggil taksi dan mendatangi
taksi yang dari jarak yang terdekat yang membuat hal tersebut tidaklah efektif. Oleh
karena masalah itu, mereka memunculkan sebuah ide yang kini merupakan cikal
bakal dari sebuah perusahaan yang mendunia, yaitu ide memanggil taksi hanya
dengan sebuah aktivitas menekan tombol di mobile app, lalu dengan mudah
pelanggan akan mendapatkan tumpangan dengan cepat. Pendiri Uber menyebut
Uber sebagai startup berbasis lokasi sejak hari pertama. Travis pun merekrut
seorang CEO (Chief Executive Officer) untuk berlangsungnya perusahaan tersebut
melalui twitter bernama Ryan Graves hingga tahun 2010, dan Travis menjadi CEO
menggantikan Ryan pada tahun 2010.

Uber memiliki kekayaan sebesar $60 juta setelah hanya enam bulan
beroperasi, Uber mendapat dukungan tidak hanya dari investor tapi juga dari
selebriti ternama seperti Ashton Kutcher (pendiri PT A-Grade Investments), Jay Z
(salah satu pendiri Roc-A-FellaRecords), dan Jeff Bezos (pendiri Amazon).

Uber berhasil menjadi perintis dalam konsep sharing economy dan


membawa dampak pada industri yang bergerak mengusung konsep ride hailing,
yang selanjutnya disebut “Uberisasi” menjadi tonggak awal kemunculan beberapa
perusahaan ride hailing yang ada sekarang seperti Lyft (Amerika Serikat) berdiri
pada tahun 2012; SideCar (Amerika Serikat) berdiri pada tahun 2011 dan ditutup
pada tahun 2015; Grab (Singapura) berdiri tahun 2012 dan kini melebarkan
sayapnya di Amerika Serikat; Didi Chuxing (Cina) berdiri pada tahun 2015; Ola
(India) berdiri pada tahun 2010; Careem di negara timur tengah dan sebagainya.
Uber juga telah berhasil sukses melakukan ekspansi hanya dalam kurun waktu
kurang dari enam tahun ke berbagai negara seperti di South East Asia, dan banyak
negara di Benua Eropa hingga ke Cina.

Beberapa dekade terakhir ini negara Cina merupakan negara yang sering
menjadi tujuan investasi karena tingkat ekonominya yang terus meningkat. Cina

3
adalah salah satu pasar potensial dunia bagi bisnis transportasi dan sekitar 150 ribu
penduduk menggunakan aplikasi layanan transportasi berbasis mobile. Hal tersebut
menjadi salah satu pertimbangan Uber memasuki pasar Cina tahun 2014. Ditambah
pertumbuhan pengguna smartphone di negara ini juga naik setiap tahunnya.

Layanan Uber diakui warga Beijing memberikan kemudahan dan


kenyamanan dibandingkan taksi konvensional. Abishek, seorang warga asing di
Beijing, mengatakan bahwa dirinya merasa sangat terbantu dengan kehadiran Uber.
Abishek merasa mendapatkan kepastian layanan, dan harga yang murah karena
subsidi oleh Uber. Pengguna dapat memantau secara langsung keberadaan posisi
pengemudi Uber yang terdekat dengan lokasi penggguna berada, dan dapat pula
memantau rute yang digunakan, semuanya melalui telepon selular. Sehingga
pengguna dapat mengetahui seberapa lama perkiraannya untuk mencapai tempat
tujuan. Hal ini juga dapat sebagai pencegah hal-hal yang tidak diinginkan pengguna
seperti kesalahan pemilihan rute perjalanan.

2.2 Analisis Lingkungan Eksternal Makro Uber di China

2.2.1 Analisis Sosial Budaya Uber di China


Di Tiongkok, konsep menjadi orang Tionghoa tidak didasarkan pada ras
tetapi didasarkan konsep budaya. Untuk berbicara dan berperilaku seperti orang
Tionghoa dan untuk menerima sistem nilai budaya Tiongkok adalah menjadi orang
Cina. Untuk menjadi bagian dari masyarakat Tionghoa, Uber menggunakkan
bahasa mandarin pada aplikasi khusus Uber Tiongkok. Uber bahkan merilis nama
baru "You Bu" yang berarti sebuah langkah maju yang bagus di Tiongkok, hal
tersebut dilaukan agar dapat membaur dengan masyarakat lokal, yang juga
dijadikan sebagai strategi pemasaran. Aplikasi Uber di Tiongkok juga sudah
menggunakan bahasa mandarin. Nilai terpenting budaya Tionghoa meliputi:
pentingnya keluarga, struktur hirarkis kehidupan sosial, pembinaan moralitas dan
pengendalian diri, dan penekanan pada kerja keras dan prestasi. Budaya dan
masyarakat Tionghoa dapat didefinisikan sebagai 'kolektivis'. Dalam banyak hal,
unit keluarga lebih diutamakan daripada anggota masing-masing.
Dalam hal ini, Uber telah mengadaptasi sistem guanxi yang merupakan
wujud dari penerapan budaya keluarga ke dalam kehidupan bermasyarakat. Guanxi
menjadi dasar kepercayaan untuk menjalankan bisnis yang telah melekat pada diri
masyarakat Tionghoa. Kepercayaan tersebut didasarkan pada hubungan keluarga,
klan, desa, hingga pada rekan bisnis dan orang kepercayaan meskipun bukan
keluarga. Uber menerapkan sistem guanxi dalam bentuk fitur komunikasi antara
driver dengan penumpang pada aplikasinya. Pengemudi dengan penumpang dapat
melakukan komunikasi melalui telepon atau sms.

4
Hal lain yang dilakukan Uber untuk menyesuaikan dengan budaya China
yaitu dengan memberikan 8,88 renminbi dari perjalanan pertama mereka di
Chongqing. Inspirasi pemberian diskon tersebut berasal dari angka delapan yang
dianggap sebagai angka keberuntungan di Tiongkok. Bertepatan dengan Hari Raya
Imlek, Uber memberikan tiga promo yakni yang pertama, #UberHUAT Ang Bao
dalam setiap perjalanan pengguna yang beruntung akan menemukan makanan
gratis di dalam armada, dan pemenang yang beruntung akan mendapatkan 575,76
renminbi dalam kredit UberHUAT!. Kedua, satu porsi Hot Pot (selama persediaan
masih ada) untuk keluarga. Ketiga, sweet surprise dari Uber. Dalam rangka
memecahkan pasar Tiongkok, Uber juga sedikit melakukan re-branding, dengan
meluncurkan layanan nirlaba di Beijing yang diberi nama “People's Uber”.
Aplikasi tersebut bekerja seperti biasa dengan penumpang yang memesan sesuai
lokasi penjemputan dan pengemudi diberi daftar tarif prospektif. Namun,
penumpang hanya membayar tarif dasar yang dikeluarkan oleh pengemudi seperti
bensin dan tarif jalan tol. Namun, perusahaan belum mengungkapkan secara detail
bagaimana program nirlaba tersebut disesuaikan dengan strategi bisnisnya secara
keseluruhan. Salah satu keuntungan yang bisa didapat Uber adalah mendapatkan
lebih banyak konsumen Tiongkok yang menggunakan aplikasi Uber, dengan
harapan akhirnya, Uber akan mulai menggunakan opsi berbayarnya. Di China,
mianzi berarti menghindari diri dari kesalahan yang bisa membawa perhatian yang
tidak disengaja pada diri sendiri, memberikan pujian kepada orang lain, dan
mempertahankan pandangan positif publik terhadap diri sendiri. Oleh karena itu,
Uber merekrut pegawai yang berasal dari masyarakat lokal agar dapat membaur
dengan budaya Tiongkok untuk menghindari kesalahan pada saat berbisnis.
Meskipun demikian, Uber memiliki kurangnya pemahaman mendalam
tentang pasar lokal dan kebiasaan pengguna. Contohnya ketika Uber mengadopsi
strategi promosi yang tidak sesuai dengan preferensi pengguna China. Misalnya,
Uber awalnya menggunakan promosi yang lebih umum seperti diskon dan kode
promo untuk menarik pengguna, tetapi kemudian menyadari bahwa pengguna
China lebih responsif terhadap promosi yang berfokus pada hadiah atau insentif
langsung. Selain itu, Uber tidak sepenuhnya memahami preferensi pengguna terkait
pembayaran. Pengguna China cenderung lebih memilih metode pembayaran seperti
Alipay atau WeChat Pay dibandingkan dengan kartu kredit, tetapi Uber mungkin
membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri dengan preferensi tersebut dan
menawarkan opsi pembayaran yang lebih sesuai.

2.2.2 Analisis Ekonomi Uber di China


Tiongkok merupakan negara dengan populasi terbesar di dunia.
Berdasarkan data National Bureau of Statistic of Tiongkok, hingga tahun 2014 total
populasi penduduk Tiongkok telah mencapai 1,378 milyar jiwa. Tiongkok

5
melakukan reformasi ekonomi pada tahun 1979 yang dikenal dengan istilah “The
Open Door Policy”, Tiongkok mulai membuka diri terhadap perdagangan
internasional dan Foreign Direct Investment (FDI). Pada tahun 2006, Chinese
National Development and Reform Commision (NDRC) telah membentuk sebuah
rencana untuk lebih mengelola investasi dalam bentuk FDI dalam
perekonomiannya. Rencananya membahas hubungan antara keamanan investasi
nasional dan investasi asing. Rencana tersebut menginstruksikan Tiongkok untuk
secara bertahap merenggangkan pembatasan kepemilikan asing perusahaan
domestik. Modal asing harus diarahkan menuju industri berteknologi tinggi,
industri jasa modern, manufaktur high-end, pengembangan infrastruktur, dan
perlindungan lingkungan/ekologis.
NDRC meminta MNCs untuk meningkatkan investasi dan produksi set up,
perakitan, dan lembaga pelatihan Tiongkok. Hal tersebut akan meningkatkan
independensi inovasi bagi perusahaan Tiongkok. Dengan adanya reformasi
ekonomi tersebut, aset Tiongkok terus mengalami kenaikan setiap tahunnya.
Menurut data dari World Bank Gross Domestic Products (GDP) Tiongkok pada
tahun 2014 telah meningkat dari tahun-tahun sebelumnya yakni 10,48 triliun
US$,38 Tiongkok berhasil menduduki posisi kedua GDP terbesar di dunia setelah
Amerika Serikat. Hal tersebut menunjukkan bahwa pasar Tiongkok masih
merupakan pasar yang menjanjikan bagi para investor. Dengan adanya peningkatan
GDP tersebut, besaran pendapatan per kapita pun ikut meningkat dan menyebabkan
adanya peningkatan daya beli mobil di Tiongkok. Pada tahun 2000 di Tiongkok
sudah terdapat 4 miliar mobil untuk populasi 1,3 miliar dan para ahli
memperkirakan bahwa jumlahnya akan enam kali lebih tinggi pada akhir dekade
ini. Sebagai gantinya, jumlah tersebut melonjak hingga 20 kali lipat. Peningkatan
daya beli masyarakat terhadap suatu produk, terutama barang tersier merupakan
lambang dari peningkatan pendapatan suatu masyarakat. Peningkatan tersebut
diimbangi dengan peningkatan pengguna internet menggunakan telepon genggam.
Dengan tingginya pertumbuhan internet dan penggunaan internet maka produk
berupa jasa akan mengalami kenaikan permintaan. Bisnis ride hailing bertambah
seiring dengan peningkatan daya beli mobil di Tiongkok dan kenaikan akan
permintaan layanan jasa yang ada di Tiongkok.

6
Gambar 1 Grafik Pengguna Internet di China

Gambar 2 Grafik Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok

2.2.3 Tantangan Regulasi dan Kebijakan Pemerintah


Ketika pemerintah Tiongkok menanggapi masuknya dan beroperasinya
Uber di industri taksi pada tahun 2014, tanggapan tersebut berupa surat edaran oleh
pemerintah daerah yang menetapkan larangan mobil pribadi beroperasi untuk
tujuan komersial sehingga pada saat memasuki pasar Tiongkok, beroperasinya
bisnis ride hailing baik Uber maupun Didi tidak legal. Namun, terdapat bentuk
resiko politik yang unik yang terjadi di Tiongkok. Terjadinya pertempuran yang
berlangsung terus menerus antara pemerintah pusat Tiongkok dan pemerintah
provinsi serta pemerintah daerah mengenai hukum yang berlaku, juga ketaatan atau
ketidakpatuhan terhadap hukum tersebut. Hal ini menyulitkan perusahaan yang
beroperasi di Tiongkok untuk mengetahui secara tepat mengenai peraturan yang
berlaku. Uber dan Didi beroperasi di legal gray area. Keduanya beroperasi dengan
mengizinkan beberapa pengemudi mereka menggunakan mobil milik pribadi
mereka meskipun beberapa yang mengizinkan adalah pihak berwenang setempat,
seperti di Shanghai yang telah memberikan satu atau dua izin dari kedua perusahaan
tersebut untuk mengoperasikan mobil pribadi. Di Amerika Serikat juga terdapat

7
beberapa regulasi yang dikontrol oleh pemerintah daerah, namun dalam
implementasinya, regulasi di Amerika Serikat lebih jelas dan tidak membuat pelaku
usaha merasa bingung seperti di Tiongkok.
Pada tanggal 28 Juli 2016, pemerintah Tiongkok akhirnya melegalkan
layanan ride hailing di negaranya melalui pembentukan mekanisme regulasi khusus
untuk Uber dan mengeluarkan “Interim Measure Regulations” (Zhang, 2019).
Selain itu, pemerintah pusat Tiongkok juga telah memberi wewenang kepada
pemerintah daerah untuk ikut serta dalam menegakkan peraturan yang mengatur
operasional perusahaan ride-hailing. Pemberlakuan serangkaian peraturan oleh
pemerintah daerah di Tiongkok diikuti dengan persyaratan yang berat dan mahal
bagi perusahaan sharing economy seperti Uber (Zhang, 2019). Alhasil pada tahun
2016, Uber akhirnya melakukan merger dengan pesaing terbesarnya yaitu Didi
Chuxing setelah beroperasi di pasar Tiongkok selama 30 bulan dengan kesepakatan
untuk memegang 20 persen saham perusahaan tersebut (Golliher, 2016). Namun
sangat disayangkan kondisi Uber di Tiongkok justru sebaliknya, karena hanya
mampu bertahan kurang dari 2 tahun di pasar Tiongkok (2014-2016).
Dalam hal ini, dapat dilihat bahwa Uber kurang memahami pentingnya
hubungan dengan pemerintah dan regulasi yang ketat di China. Mungkin terjadi
situasi di mana Uber tidak mengantisipasi perubahan aturan atau kebijakan
pemerintah yang dapat memengaruhi operasi mereka di China.

2.3 Analisis Lingkungan Eksternal Mikro Uber di China

2.3.1 Analisis Persaingan dan Penyedia Layanan Lokal


Memiliki Hubungan baik personal adalah kunci sukses bisnis di Tiongkok.
Untuk itu sangat penting memiliki koneksi atau pendukung bisnis yang dapat
mempengaruhi proses pengambilan keputusan Pemerintah. Dalam sebuah
wawancara untuk surat kabar elektronik, Greg Tarr seorang partner di CrossPacific
Capital mengatakan bahwa : "Having backing from local government investors is
necessary for success in Tiongkok". Local government investor yang dimaksud
disini merupakan perusahaan-perusahaan besar yang mendominasi market share
suatu produk di Tiongkok. Dalam kasus ini Uber memiliki satu local government
investor yakni Baidu, sedangkan Didi memiliki dua local government investor
bahkan salah satunya adalah perusahaan yang paling besar di Asia yakni Alibaba
dan Tencent. Dukungan finansial dari kedua local government ini memberikan Didi
keunggulan dalam perang finansial dengan Uber. Didi pun menerapkan strategi
harga yang lebih bijaksana, mengoptimalkan penggunaan dana, dan memperluas
jaringan layanannya secara agresif.
DiDi menyediakan berbagai layanan, termasuk DiDi Express (layanan
reguler), DiDi Premier (layanan premium), DiDi Luxe (layanan mewah), dan

8
lainnya. DiDi memberikan opsi carpooling dengan layanan seperti "DiDi Hitch"
yang memungkinkan pengguna untuk berbagi perjalanan dengan orang lain dengan
rute serupa. DiDi mendukung pembayaran tunai dan digital untuk memberikan
fleksibilitas kepada pengguna dengan preferensi pembayaran yang berbeda. DiDi
memiliki fitur keamanan tambahan, termasuk verifikasi pengemudi dan opsi
panggilan darurat, untuk meningkatkan rasa aman penumpang.
Uber menyediakan aplikasi pemesanan yang memungkinkan pengguna
memesan perjalanan dengan memasukkan lokasi awal dan tujuan. Pengguna dapat
memilih jenis layanan, seperti UberX, UberBlack, atau UberPool, tergantung pada
tingkat kenyamanan dan kebutuhan mereka. Uber menggunakan harga dinamis
yang dapat berubah berdasarkan permintaan dan penawaran untuk memberikan
insentif kepada pengemudi di area dengan permintaan tinggi. Transaksi
pembayaran sepenuhnya digital melalui aplikasi, dengan opsi menggunakan kartu
kredit atau layanan dompet digital.
DiDi sepenuhnya memanfaatkan posisi perusahaan lokal dan melampaui
semua indikator ini. Sebagai contoh, DiDi dapat dengan cepat menetapkan posisi
kompetitif dengan memaksimalkan kepadatan populasi tinggi, karakteristik lokal,
dan hubungan tradisional dengan mitra domestik. Di sisi lain, Uber
mempertahankan pangsa pasar yang stabil di beberapa segmen dengan
teknologinya sendiri, terutama dalam layanan premium (misalnya, UberBlack) dan
layanan carpooling. Namun, DiDi berhasil mencapai penetrasi pasar yang lebih
tinggi dalam lebih banyak kategori layanan, bahkan di segmen premium yang
dikuasai oleh Uber.
Pada tahun 2015, Pemerintah Tiongkok mengeluarkan draft peraturan yang
akan memberlakukan pembatasan layanan ride hailing yang dapat meningkatkan
biaya Uber dan Didi Chuxing. Selain itu pada bulan Oktober 2015, saat Didi
menjadi aplikasi mobil pertama yang mendapat lisensi resmi di Shanghai. Otorisasi
memungkinkan Didi untuk mengoperasikan bisnis yang mengendarai mobil di kota
tanpa ada rasa takut akan pelanggaran hukum. Pemerintah bekerja sama dengan
Didi menawarkan dua jenis layanan yakni memungkinkan pengguna
memanggil/memesan taksi tradisional, sementara yang lainnya menghubungkan
mereka dengan yang mengoperasikan mobilnya sendiri. Aturan tersebut juga
meminta pengemudi yang mengendarai tidak hanya memiliki plat nomor lokal, tapi
juga hukou lokal. Walaupun peraturan semacam itu dapat dianggap diskriminatif di
AS, peraturan tersebut sebagian besar sesuai dengan peraturan Tiongkok lainnya
yang berkaitan dengan masuknya pekerja migran ke kota-kota besar.
Pada tahun 2016, Didi Chuxing berhasil menutup tahun dengan status
sebagai layanan ride-hailing terbesar di Tiongkok, menanggung tekanan finansial
dan regulasi dengan lebih baik daripada Uber. Pada akhirnya, kesepakatan merger
antara Uber dan Didi Chuxing menandai penyelesaian dari persaingan sengit,

9
dengan Didi keluar sebagai pemenang dominan di pangsa pasar Tiongkok,
sementara Uber menarik diri dan mengalihkan fokusnya ke pasar global.

Gambar 3 Perbandingan Uber dan Didi

Gambar 4 Grafik Perbandingan nilai Uber dan Didi

2.4 Analisis Lingkungan Internal Uber di China

2.4.1 Sumber Daya Manusia (Human Resources)


Uber mengadopsi pendekatan yang lebih global dalam merekrut pengemudi
dan menyediakan layanan premium yang lebih. Namun, dalam konteks China, DiDi
lebih berhasil dengan menyesuaikan strateginya dengan kebutuhan lokal, termasuk
menawarkan lebih banyak layanan dan fleksibilitas bagi pengemudi. Dalam hal
pelatihan dan pengembangan, Uber memiliki aturan yang ketat untuk meningkatkan
kualitas pengemudi. Namun dalam beberapa kasus, strategi mereka untuk merekrut

10
dan mempertahankan pengemudi mungkin tidak optimal. Masalah seperti perilaku
pengemudi yang tidak sesuai dengan harapan pengguna dan manajemen yang buruk
terhadap pengemudi selama periode sibuk dapat menyebabkan penurunan tajam
dalam penggunaan. Sedangkan DiDi memiliki fitur keamanan tambahan dan opsi
pelatihan yang dapat meningkatkan pengalaman pengguna secara keseluruhan.
Uber China menunjukkan upaya untuk membangun tim yang lokal dan
berpengalaman dengan mendirikan perusahaan independen di Tiongkok dan telah
menunjukkan keberhasilan dalam menjalin kemitraan strategis dengan perusahaan
lokal seperti Baidu untuk mengamankan teknologi dan akses pasar. Namun, Uber
tampaknya kurang memperhatikan kebutuhan pengemudi dan sisi penyedia dalam
proses layanannya, berbeda dengan DiDi yang memperhitungkan kebutuhan dari
kedua sisi pasar.

2.4.2 Keuangan (Finance)


Uber China memperoleh sebagian besar pendapatannya dari layanan kelas
rendah, meskipun fokus strateginya pada layanan premium. Hal ini menunjukkan
ketidaksesuaian antara fokus strategi dan sumber pendapatan aktual, yang dapat
memiliki implikasi keuangan negatif. Uber mempertimbangkan biaya operasional
yang meningkat akibat persaingan sengit di pasar Tiongkok, termasuk upaya
mempertahankan standar global untuk operasi platform.

2.4.3 Operasional (Operations)


Uber China menekankan kesederhanaan dalam desain layanan dan efisiensi
dispatch real-time, namun tampak kurang memperhatikan aspek layanan pelanggan
yang lengkap. Di sisi lain, DiDi menunjukkan integrasi yang lebih baik antara
kebutuhan dari kedua sisi pasar dalam desain dan operasi layanan mereka, yang
menyebabkan pengalaman pengguna yang lebih baik secara keseluruhan.
Uber menggunakan sistem pembayaran globalnya, sementara DiDi menyesuaikan
dengan opsi pembayaran lokal, termasuk pembayaran tunai yang sesuai dengan
preferensi pengguna Tiongkok dan menawarkan lebih banyak fleksibilitas dalam
proses pembayaran.
Uber pada layanan premium dan kebutuhan pasar yang lebih luas di China
telah memengaruhi operasionalnya. Di samping itu, perbedaan dalam desain dan
operasi layanan antara Uber dan DiDi menyebabkan DiDi dapat lebih berhasil
menjangkau dan memenuhi kebutuhan pasar dua sisi.

2.5 Faktor Utama Penyebab Kegagalan Uber di China


Berdasarkan analisis yang telah dilakukan di atas, faktor utama kegagalan
Uber di China yaitu regulasi dan kebijakan pemerintah yang tidak jelas dan

11
menyulitkan bagi Uber. Pemerintah juga cenderung lebih membuka kesempatan
bagi Didi dibandingkan Uber. Hal tersebut mempersulit ekspansi dan operasional
Uber. Dalam beberapa kasus, Uber dihadapkan pada larangan atau penindakan
hukum yang menghambat pertumbuhannya.
Uber tidak mampu memenangkan persaingan dengan Didi. Didi Chuxing
memiliki keunggulan dalam memahami pasar lokal dan mampu menyesuaikan
layanan mereka dengan preferensi konsumen China. Didi juga memiliki dukungan
kuat dari investor lokal dan kemitraan strategis yang membantu mereka
memperluas jangkauan dan mengatasi tantangan regulasi. Selain itu, Didi
menerapkan strategi harga agresif dan memberikan subsidi besar-besaran untuk
menarik pengemudi dan penumpang. Subsidi ini memungkinkan Didi menawarkan
harga yang lebih rendah daripada Uber, menjadikannya pilihan yang lebih menarik
bagi konsumen.

Meskipun Uber adalah perusahaan ride-hailing global yang sukses di banyak


negara, fokus mereka terhadap ekspansi global menyebabkan mereka mungkin
tidak memberikan perhatian yang cukup pada kekhasan pasar China. Strategi yang
sukses di negara-negara lain tidak selalu berfungsi dengan baik di China, dan Uber
mungkin tidak dapat menyesuaikan diri dengan cepat dengan kebutuhan dan
preferensi konsumen lokal. Uber gagal menjelaskan apa yang ingin mereka lakukan
dan bagaimana cara terbaiknya agar bisa sukses di tengah persaingan.

2.6 Analisis SWOT


Berikut adalah analisis SWOT dari Uber di China

12
STRENGTHS (S) WEAKNESSES (W)
1. Teknologi Canggih : 1. Uber hanya memiliki
Uber menggunakan satu local
platform digital yang government yaitu
canggih untuk Baidu
menghubungkan 2. Kurangnya
pengemudi dan pemahaman
penumpang, mendalam tentang
IFAS memudahkan pasar lokal dan
pengguna untuk kebiasaan pengguna
memesan layanan 3. Uber kurang
transportasi. Dalam memahami
hal ini, Uber pentingnya hubungan
menggunakan bahasa dengan pemerintah
mandarin di dan regulasi yang
aplikasinya. ketat di China
EFAS 2. Brand Internasional : 4. Banyak
Uber dikenal secara ketidaksesuaian
global, memberikan dalam internal akibat
kepercayaan dan manajemen yang
keunggulan buruk
dibandingkan dengan
pesaing lokal.
3. Re-branding
“People’s Uber”
dimana penumpang
hanya membayar
tarif dasar sehingga
Uber lebih banyak
mendapat konsumen.

OPPORTUNITIES (O) STRENGTHS + WEAKNESSES +


1. Pertumbuhan Pasar : OPPORTUNITIES (SO) OPPORTUNITIES (WO)
Pasar transportasi 1. Penguatan Kerjasama 1. Advokasi Regulasi :
online di China Lokal : Melakukan Bekerja sama dengan
masih terus lebih banyak pemerintah dan pihak
berkembang, kerjasama dengan berkepentingan untuk
memberikan peluang perusahaan lokal membentuk
bagi Uber untuk untuk meningkatkan kebijakan yang
mendapatkan pasar pengalaman mendukung

13
yang lebih besar. pengguna dan pertumbuhan layanan
2. Terbukanya membangun transportasi online
perdagangan kemitraan strategis
internasional dan 2. Inovasi Teknologi :
Foreign Direct Mengembangkan dan
Investment (FDI) di mengimplementasika
China. n teknologi baru
3. Memodifikasi lebih seperti pembayaran
banyak layanan yang digital yang sesuai
ada sesuai dengan dengan preferensi
preferensi konsumen. konsumen untuk
4. Memperluas kerja meningkatkan
sama dengan mitra efisiensi dan daya
lokal atau integrasi tarik
dengan layanan lain
untuk membantu
Uber memperluas
pangsa pasarnya.

THREATS (T) STRENGTHS + WEAKNESSES +


1. Perubahan Kebijakan THREATS (ST) THREATS (WT)
Pemerintah : 1. Ekspansi Regional : 1. Diversifikasi Bisnis :
Perubahan kebijakan Mengambil Menjajaki opsi bisnis
pemerintah terkait keuntungan yang berada di luar
layanan transportasi pertumbuhan pasar di layanan transportasi
online dapat wilayah-wilayah untuk mengurangi
mempengaruhi yang belum tergarap ketergantungan pada
operasional Uber di sepenuhnya satu model bisnis
China 2. Peningkatan Layanan 2. Kemitraan Strategis :
2. Respon Pesat : Menyediakan Membentuk
Pesaing Lokal : Didi layanan tambahan kemitraan dengan
Chuxing dan seperti layanan kurir pemain lokal atau
platform transportasi atau pengantaran internasional untuk
lokal lainnya dapat makanan untuk memperkuat posisi
dengan cepat memperluas model pasar dan
menyesuaikan diri bisnis menghadapi
dengan kebutuhan persaingan
pasar, mengancam
posisi Uber

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Uber merupakan brand internasional yang memiliki citra baik di dunia.
Uber berhasil menjadi perintis dalam konsep sharing economy dan membawa
dampak pada industri yang bergerak mengusung konsep ride hailing, yang
selanjutnya disebut "Uberisasi" yang menjadi tonggak awal kemunculan beberapa
perusahaan ride hailing yang ada sekarang. Namun, kesuksesan Uber di pasar
global tidak menjamin hal yang sama pada saat memasuki pasar China. Dalam
menjalani perjalanan di pasar China, Uber menghadapi sejumlah tantangan yang
kompleks dan dinamis. Meskipun berhasil menjadi pelopor di industri ride hailing
dan sharing economy, kesuksesan perusahaan ini terbentur oleh realitas pasar yang
beragam di China. Uber menghadapi tantangan yang berat di China, termasuk
regulasi yang sulit, persaingan dengan kompetitor lokal yang kuat, dan kebutuhan
untuk menyesuaikan strategi bisnis mereka dengan pasar China yang unik.
Ketidakmampuan Uber bersaing di pasar China akhirnya menyebabkan
penjualan operasi China mereka kepada Didi, kompetitornya. Hal ini menunjukkan
betapa sulitnya untuk mengalahkan kompetitor lokal yang memiliki pemahaman
mendalam tentang pasar dan dukungan yang kuat dalam kompetisi di China. Oleh
karena itu, pentingnya memahami budaya lokal dan berkolaborasi dengan pihak-
pihak lokal yang memegang peranan penting sangat dibutuhkan untuk mampu
bersaing di pasar China yang kompleks.

3.2 Saran
Perusahaan sebaiknya mengidentifikasi dengan cermat karakteristik
sebelum melakukan ekspansi, beradaptasi terhadap budaya lokal, membangun
kemitraan dan kolaborasi dengan perusahaan lokal, dan mempertimbangkan aspek
keberlanjutan dalam menghadapi perubahan yang ada dalam berbagai aspek baik
internal maupun eksternal.

15
DAFTAR PUSTAKA

Arnakim, L. Y., & Rusdyawati, A. (2022). The Chinese Government's


Response to the Online Transportation Industry: A Case Study of Über Technology
Inc. Contemporary Chinese Political Economy and Strategic Relations, 8(1), 76-
IX.
Jackiewicz, M. 7 Lesson to Learn from Uber’s Failure in China: Winning
Business Model Strategy.
Diakses di https://www.rst.software/blog/7-lessons-to-learn-from-ubers-failure-in-
china-winning-business-model-case-study
K.K Susilo. (2017). Studi Kasus Kegagalan Internasionalisasi Uber di
Tiongkok. Repository UNAIR
Diakses di https://repository.unair.ac.id/68087/3/Fis.HI.96.17%20.%20Sus.k%20-
%20JURNAL.pdf
Liu Y & Kim Dohoon. (2022). Why Did Uber China Fail? Lessons from
Business Model Analysis. Journal of Open Innovation: Technology, Market, and
Complexity.
Diakses di
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2199853122000312?ref=pdf_d
ownload&fr=RR-9&rr=8617cdb9bbd19e3e#s0015

16

Anda mungkin juga menyukai