Anda di halaman 1dari 3

Katekese Kebangsaan

Oleh : Yohanes Andika Tirta Kusuma

Keuskupan Bogor dalam rangka menyambut masa Prapaskah. Mgr. Paskalis Bruno Syukur
Uskup Keuskupan Bogor mencanagakan tema “Membanagaun Indonesia Baru Bersama
Tuhan Yang Tersalib”. Menurut Mgr. Paskalis Bruno Syukur iman akan Yesus yang tersalib
semestinya mendorong kita dalam membangun kebaikan bersama dalam konteks keuskupan
Bogor maupun juga masyarakat Indonesia. Panggilan mengikuti Kristus berkaitan dengan
tugas perutusan umat beriman ke tengah dunia. Terutama bangsa kita Indonesia umat
beriman, dipanggil untuk menjadikan Indonesia yang lebih sejahtera, aman , berkeadilan dan
makmur. Umat semestinya berpartisipasi penuh dalam rentetan peristiwa yang terjadi dalam
banagsa kita ini khsunya dalam pesta demokrasi yang diselenggarakan 14 Februari kemarin.
Kita juga diajak untuk siap menghadapi situasi-situasi pasca pemilu, Indonesia akan dipimpin
oleh pemimpin yang baru. Dalam katekese kebngasaan yang dibawa oleh Uskup Bogot ini
kiranya memiliki korelasi dengan pesan yang disampaikannya dalam tema masa Prapaskah.
Mgr. Paskalis Bruno Syukur menawarkan sebuah gagasan mengenai “Pancasila Sebagai
Dasar bernegara Dan Menggereja”. Pancasila berasal dari bahasa sansekerta yang berarti
lima prinsip, yang memuat secara lengkap prinsip bagaimana cara kita berelasi dengan
Tuhan maupun dengan sesama. Dalam UUD 1945 Pasal 29(1) Negara Indonesia adalah
negara yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Setiap negara diberikan hak untuk
memeluk agama dan beribadat sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing. Dalam
konteks hidup menggereja kita umat kristiani diajak untuk menghargai dan memandang
semua agama itu sederajat. Hal ini berarti kita sebagai umat kristiani cukup menanamkan
sikap radikalisme dalam diri kita sendiri saja. Sikap radikalisme dalam konteks ini berarti
mencintai Yesus sampai ke akar-akarnya, dan sepenuhnya.
Dalam kontek bernegara menghargai bukan saja berlaku untuk agama tetapi juga sesama
termasuk menghargai pendapat,pilihan dan lainnya. Dalam hal berpendapat dalam sila
keempat Pancasila kita diajak untuk memusyawarahkan pendapat untuk mencapai mufakat.
Sebagai umat kristiani kita juga dituntut untuk memiliki hikmat. Hikmat berarti cara kita
dalam memutuskan haruslah bijak, termasuk dalam memilih pemimpin yang baru. Dalam
memilih pemimpin mestinya kita memilih sosok yang sesuai dengan moral kristiani.

Moral kristiani mengajarkan kita untuk tidak berpolitik praktis, namun politik etis. Politik etis
dalam hal ini bukanlah kerja rodi seperti zaman penjajahan dulu melainkan politik yang tidak
memihak kepada kaum elit. Politik ini mengajarkan kita untuk memihak kepada mereka yang
tersingkir,miskin, difabel dan tertindas. Umat kristiani diharapakan emebangun kesejahteraan
bagi semua orang. Kalau ditarik benang merahnya kita diajak untuk saling menjaga,
membantu, membela kebenaran dan keadilan, dan menciptakan kedamaian. Selaras negara
Indonesia Gereja Yesus mengajarkan tentang hukum kasih. Yesus juga mengajarkan kita
bagaimana cara untuk berelasi dengan sesama yaitu saling memaafkan dan mengasihi. Gereja
katolik memandang semua manusia sesuai dengan citra Allah, semua manusia itu kodratnya
sama. Yesus sudah menjadi manusia ia merendahkan dirinya demi menyelamatkan kita dari
belenggu kita. Dari sinilah kita bisa belajar tentang nilai pengorbanan dan penghargaan akan
hak asasi manusia yang seharusnya bebas dari segala penindasan baik dosa maupun lainnya.
Semestinya umat kristiani hidup dengan kehendak Allah, dari sinilah kita bisa lihat ada
keterkaitannya Pancasila dan ajaran Gereja. Sebagaimana Yesus katakan “Berikanlah apa
yang menjadi kaisar, dan berikanlah apa yang menjadi hak Tuhan”. Maka sebaiknya sebagai
warga negara kita harus ikut terlibat aktif dalam hidup bermasyarakat disatu sisi kita harus
tetap taat kepada hukum yang utama yaitu kasih.
Dari sini saya bisa mendapatkan inside tentang bagaimana sebagai calon imam saya harus
memiliki keselarasan antara hubungan interpersonal maupun hubungan spiritual. Di Dalam
menjadi seorang calon Imam saya diajak untuk menanamkan dengan sungguh-sungguh empat
pilar formatio. Nilai-nilai itu ternyata juga memiliki hubungan dengan kehidupan masyarakat
terkhusus juga kehidupan menggereja. Di Dalam masyarakat saya dituntut untuk menjadi
pribadi yang bersih dan rapi secara rohani maupun jasmani, dalam hidup menggereja saya
dituty tk untuk memiliki devosi pribadi dan pengalaman refleksi yang tajam. Masyarakat juga
mengajak saya untuk menghargai kepercayaan yang majemuk di satu sisi Gereja mengajak
saya untuk tetap berdiri diatas kekudusan yang bisa didapatkan melalui doa dan karya. Saya
juga dituntut utnuk bisa memiliki nilai akademik yang tinggis uapaya bisa benalar ktitsis dan
juga berpikir rasional. Hingga akhirnya saya juga diajak untuk bisa membagikan apa yang
saya punya dan diajak untuk bisa bersosial.

Dalam perjalanan kehidupan saya di seminari, saya sungguh sudah menerapkan semua nilai-
nilai itu hanya saja belum maksimal. Akhir-akhir ini saya mengoptimalkan seluruh
kemampuan saya dalam bidang menulis agar apa yang menjadi kekurangan saya selama ini
yaitu menulis rapi bisa menjadi kekuatan saya. Meskipun tulisan saya tidak rapi, saya bisa
membuktikan bahwa saya memiliki bakat menulis. Menulis adalah sebuah ekspresi diri saya
dalam hidup menggereja terutama sebagai calon imam, saya ingin menjadi seperti Romo
Mangun Wijaya. Ia mengajarkan saya apa kekuatan dari menulis, sebuah tulisan bisa
mengubah cara berpikir orang dalam hidup bernegara bahkan menggereja. Tulisan adalah
sebuah seni yang mengungkapkan kepribadian, dari sini saya ingin menunjukan dan
membuktikan saya adalah pribadi yang kreatif dan apa adanya. Menulis bisa menjadi dasar
karya saya dalam hidup menggereja maupun juga
bernegara.
“Tanah air adalah tempat penindasan diperangi, tempat perang diubah menjadi kedamaian,

kira-kira begitu. Tempat kawan manusia diangkat menjadi manusiawi, oleh siapa pun yang

ikhlas berkorban. Dan patriotisme masa kini adalah solidaritas dengan yang lemah, yang

hina, yang miskin, yang tertindas. (Neti)”

― Y.B. Mangunwijaya, Burung-Burung Rantau

Pro Ecclesia Et Patria

Anda mungkin juga menyukai