OLEH
ADELINA SIA
NPM: 23203042
KLASIFIKASI ISPA
III. MATERI
1. Pengertian ISPA
2. Penyebab ISPA
3. Tanda dan gejala ISPA
4. Klasifikasi ISPA
5. Faktor-faktor yang menyebabkan kejadian ISPA
6. Cara penularan penyakit ISPA
7. Pencegahan
8. Penatalaksanaan
9. Pengobatan
IV. METODE
1. Ceramah
2. Tanya jawab
3. Diskusi.
V. MEDIA
1. Leaflet ISPA
VI. KEGIATAN
a. Pengorganisasian
1. Pemateri : Menyajikan materi dan Mengobservasi jalannya penyuluhan
- Memperhatikan
2. Pelaksanaan - Membuka kegiatan - Menjawab salam 8 menit
dengan mengucapkan
salam - Mendengarkan
- Memperkenalkan diri
- Menjelaskan tujuan
dari penyuluhan - Memperhatikan
- Menyebutkan materi yang
akan diberikan - Memperhatikan
- Menggali pengetahuan
keluarga tentang penyakit
ISPA. - Memperhatikan
- Memberikan Leaflet ISPA.
- Menjelaskan tentang
pengertian ISPA, Penyebab
ISPA, Tanda dan gejala ISPA,
pencegahan pada ISPA,
penanganan ISPA. - Bertanya dan
- Memberikan kesempatan menjawab
kepada keluarga untuk pertanyaan yang
mengajukan pertanyaan diajukan.
kemudian didiskusikan
bersama dan menjawab
pertanyaan
3. Evaluasi - Menanyakan kepada keluarga Menjawab 2 menit
tentang materi yang diberikan Pertanyaan
4. Terminasi - Mengakhiri pertemuan dan - Mendengarkan dan 2 menit
mengucapkan terima kasih atas menjawab salam
partisipasi peserta
- Mengucapkan salam
LAMPIRAN MATERI
A. Pengertian
Infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) adalah infeksi saluran pernafasan akut yang
menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru yang berlangsung kurang lebih 14 hari, ISPA
mengenai struktur saluran di atas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai bagian
saluran atas dan bawah secara stimulan atau berurutan (Muttaqin, 2008).
ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran
pernafasan mulai dari hidung hingga alveoli termasuk jaringan adneksanya seperti sinus,
rongga telinga tengah dan pleura (Nelson, 2003)
Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab dari terjadinya
infeksi saluran pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang merupakan penyebab utama
yakni golongan A -hemolityc streptococus, staphylococus, haemophylus influenzae,b
clamydia trachomatis, mycoplasma dan pneumokokus.
Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu ibu angka kejadian
pada usia dibawah 3 bulan rendah karena mendapatkan imunitas dari air susu ibu.
Ukuran dari lebar penampang dari saluran pernafasan turut berpengaruh didalam
derajat keparahan penyakit. Karena dengan lobang yang semakin sempit maka dengan adanya
edematosa maka akan tertutup secara keseluruhan dari jalan nafas.
Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses terjadinya infeksi antara
lain malnutrisi, anemia, kelelahan. Keadaan yang terjadi secara langsung mempengaruhi
saluran pernafasan yaitu alergi, asthma serta kongesti paru.
Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat terjadi perubahan musim, tetapi
juga biasa terjadi pada musim dingin (Whaley and Wong; 1991; 1420).
C. Tanda dan Gejala
Menurut WHO (2007), penyakit ISPA adalah penyakit yang sangat menular, hal ini
timbul karena menurunnya sistem kekebalan atau daya tahan tubuh, misalnya karena
kelelahan atau stres. Pada stadium awal, gejalanya berupa rasa panas, kering dan gatal dalam
hidung, yang kemudian diikuti bersin terus menerus, hidung tersumbat dengan ingus encer
serta demam dan nyeri kepala. Permukaan mukosa hidung tampak merah dan membengkak.
Infeksi lebih lanjut membuat sekret menjadi kental dan sumbatan di hidung bertambah. Bila
tidak terdapat komplikasi, gejalanya akan berkurang sesudah 3-5 hari. Komplikasi yang
mungkin terjadi adalah sinusitis, faringitis, infeksi telinga tengah, infeksi saluran tuba
eustachii, hingga bronkhitis dan pneumonia (radang paru). Secara umum gejala ISPA
meliputi demam, batuk, dan sering juga nyeri tenggorok, coryza (pilek), sesak napas, mengi
atau kesulitan bernapas).
biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri kepala,
kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.
3) Anoreksia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi
susah minum dan bhkan tidak mau minum.
4) Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi tersebut
mengalami sakit.
5) Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran pernafasan
akibat infeksi virus.
6) Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya
lymphadenitis mesenteric.
7) Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih mudah
tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
8) Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan, mungkin
tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran pernafasan.
9) Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya suara
pernafasan (Whaley and Wong; 1991; 1419).
D. Klasifikasi
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) banyak menyerang balita batasan 0-5 tahun,
sebagian besar kematian Balita di Indonesia karena ISPA. Balita merupakan faktor resiko
yang meningkatkan morbidibitas da mortalitas infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA). Khususnya pnemonia karena pada usia balita daya tahan tubuh
mereka belum terlalu kuat (Santoso, 2007).
2. Jenis kelamin
Meskipun cara keseluruhan di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia
masalah ini tidak terlalu di perhatikan, namun banyak penelitian yang menunjukan perbedaan
prevalensi penyakit ISPA terhadap jenis kelamin tertentu.
3. Status Gizi
Setatus gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk anak yang
diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi juga didefinisikan sebagai
status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutriaen.
Penelitian status gizi merupakan pengukuran yang didasarkan pada dayta antropometri serta
biokimia dan riwayat diit (Beck, 2000).
Dengan makanan bergizi, tubuh manusia tumbuh dan dipelihara. Semua organ tubuh
dapat berfungsi dengan baik. Bagian tubuh yang rusak diganti. Kulit dan rambut terus
berganti, sel – sel tubuh terus bertumbuh. Sel-sel tubuh memasak dan mengolah zat makanan
yang masak agar zat makanan dapat dipakai untuk pekerjaan tubuh (Nadesul, 2001).
4. Status Imunisasi
Pemberian imunisasi adalah suatu cara dengan sengaja memberikan kekebalan
terhadap penyakit secara aktif sehingga anak dapat terhindar dari suatu penyakit. Oleh sebab
itu anak yang tidak mendapat imunisasi lengkap akan lebih berisiko terkena ISPA
dibandingkan dengan anak yang mendapat imunisasi lengkap (Nelson, 1992).
Tercapainya imunisasi dasar secara lengkap pada bayi (0-11 bulan), ibu hamil, wanita
usia subur dan anak sekolah tingkat dasar. Imunisasi dasar lengkap pada bayi meliputi: 1
dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis Polio, 4 dosis Hepatitis B, 1 dosis Campak. Pada ibu hamil
dan wanita usia subur meliputi 2 dosis TT. Untuk anak sekolah tingkat dasar rneliputi 1 dosis
DT, I dosis campak dan 2 dosis TT (Dinkes, 2009).
5. Status Pemberian ASI Eksklusif
Kolostrum (dari bahasa latin colostrum) adalah susu yang dihasilkan oleh kelenjar susu
dalam tahap akhir kehamilan dan beberapa hari setelah kelahiran bayi (Wikipedia, 2008).
ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman tambahan lain pada
bayi berumur 0-6 bulan bahkan air putih tidak diberikan dalam tahap ASI eksklusif ini
(WHO, 2001).
Balita yang tidak diberi ASI juga berpotensi mengidap ISPA, bayi usia 0-11 bulan yang
tidak diberi ASI mempunyai resiko 5 kali lebih besar meninggal karena ISPA dibandingkan
Bayi yang memperoleh ASI Ekslusif. Bayi yang tidak diberi ASI menyebapkan terjadinya
defisiensi zat besi, ini menjadikan resiko kematianya karena ISPA sangat besar dibandingkan
bayi yang secara ekslusif mendapatkan ASI dari si ibu, Bayi yang diberi ASI ekslusif dapat
tumbuh lebih baik dan lebih jarang sakit serta angka kematianya lebih renda dibandingkan
bayi yang tidak mendapatkan ASI. Ini terjadi karena pemberian ASI dapat meningkatkan
reaksi Imonologis bayi, hampir 90 % kematian bayi dan balita terjadi di negara berkembang
dan jumlah itu sekitar 4 % lebih kematian disebapkan oleh ISPA (Kartasasmita, 2003).
6. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan sangat besar pengaruhnya terhadap kejadian penyakit ISPA. Faktor
lingkungan tersebut dapat berasal dari dalam maupun luar rumah. Untuk faktor yang berasal dari
dalam rumah sangat dipengaruhi oleh kualitas sanitasi dari rumah itu sendiri, seperti :
a. Kelembaban ruangan
Salah satu syarat fisiologis rumah sehat adalah memiliki suhu optimum 18- 30 0C. Hal ini berarti,
jika suhu ruangan rumah di bawah 180C atau di atas 300C, keadaan rumah tersebut tidak
memenuhi syarat (Kemenkes RI,
2011a).
c. Penerangan alami
Rumah yang sehat adalah rumah yang tersedia cahaya yang cukup. Suatu rumah atau ruangan
yang tidak mempunyai cahaya, dapat menimbulkan perasaan kurang nyaman, juga dapat
mendatangkan penyakit. Sebaliknya suatu ruangan yang terlalu banyak mendapatkan cahaya akan
menimbulkan rasa silau, sehingga ruangan menjadi tidak sehat.
d. Ventilasi
Ventilasi sangat penting untuk suatu tempat tinggal, hal ini karena ventilasi mempunyai fungsi
ganda. Fungsi pertama sebagai lubang masuk dan keluar angin sekaligus udara dari luar ke dalam
dan sebaliknya. Dengan adanya jendela sebagai lubang ventilasi, maka ruangan tidak akan terasa
pengap asalkan jendela selalu dibuka. Untuk lebih memberikan kesejukan, sebaiknya jendela dan
lubang angin menghadap ke arah datangnya angin, diusahakan juga aliran angin tidak terhalang
sehingga terjadi ventilasi silang (cross ventilation). Fungsi ke dua dari jendela adalah sebagai
lubang masuknya cahaya dari luar (cahaya alam/matahari). Suatu ruangan yang tidak mempunyai
sistem ventilasi yang baik akan menimbulkan beberapa keadaan seperti berkurangnya kadar
oksigen, bertambahnya kadar karbon dioksida, bau pengap, suhu dan kelembaban udara
meningkat. Keadaan yang demikian dapat merugikan kesehatan dan atau kehidupan dari
penghuninya, bukti yang nyata pada kesehatan menunjukkan terjadinya penyakit pernapasan,
alergi, iritasi membrane mucus dan kanker paru. Sirkulasi udara dalam rumah akan baik dan
mendapatkan suhu yang optimum harus mempunyai ventilasi minimal 10% dari luas lantai
(Depkes RI, 1999).
e. Kepadatan hunian rumah
Kepadatan penghuni rumah merupakan perbandingan luas lantai dalam rumah dengan jumlah
anggota keluarga penghuni rumah tersebut. Kepadatan hunian ruang tidur menurut Permenkes RI
Nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 adalah minimal 8 m 2, dan tidak dianjurkan digunakan lebih
dari dua orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak di bawah umur lima tahun (Depkes RI,
1999).
f. Penggunaan anti nyamuk
Pemakaian obat nyamuk bakar merupakan salah satu penghasil bahan pencemar dalam ruang.
Obat nyamuk bakar menggunakan bahan aktif octachloroprophyl eter yang apabila dibakar maka
bahan tersebut menghasilkan bischloromethyl eter (BCME) yang diketahui menjadi pemicu
penyakit kanker, juga bisa menyebabkan iritasi pada kulit, mata tenggorokan dan paru-paru
(Kemenkes RI, 2011a).
g. Bahan bakar untuk memasak
Bahan bakar yang digunakan untuk memasak sehari-hari dapat menyebabkan kualitas udara
menjadi rusak, terutama akibat penggunaan energi yang tidak ramah lingkungan, serta
penggunaan sumber energi yang relatif murah seperti batubara dan biomasa (kayu, kotoran kering
dari hewan ternak, residu pertanian) (Kemenkes RI, 2011a).
h. Keberadaan perokok
Rokok bukan hanya masalah perokok aktif tetapi juga perokok pasif. Asap rokok terdiri dari
4.000 bahan kimia, 200 di antaranya merupakan racun antara lain Carbon Monoksida (CO),
Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) dan lain-lain (Kemenkes RI, 2011a). Berdasarkan
hasil penelitian Nasution et al. (2009) serta Winarni et al. (2010), didapatkan hubungan yang
bermakna antara pajanan asap rokok dengan kejadian ISPA pada Balita.
i. Debu rumah
Menurut Kemenkes RI (2011a), partikel debu diameter 2,5μ (PM2,5) dan Partikel debu diameter
10μ (PM10) dapat menyebabkan pneumonia, gangguan system pernapasan, iritasi mata, alergi,
bronchitis kronis. PM2,5 dapat masuk ke dalam paru yang berakibat timbulnya emfisema paru,
asma bronchial, dan kanker paru-paru serta gangguan kardiovaskular atau kardiovascular (KVS).
Secara umum PM2,5 dan PM10 timbul dari pengaruh udara luar (kegiatan manusia akibat
pembakaran dan aktivitas industri). Sumber dari dalam rumah antara lain dapat berasal dari
perilaku merokok, penggunaan energi masak dari bahan bakar biomasa, dan penggunaan obat
nyamuk bakar.
j. Dinding rumah
Fungsi dari dinding selain sebagai pendukung atau penyangga atap juga untuk melindungi rumah
dari gangguan panas, hujan dan angin dari luar dan juga sebagai pembatas antara dalam dan luar
rumah. Dinding berguna untuk mempertahankan suhu dalam ruangan, merupakan media bagi
proses rising damp (kelembaban yang naik dari tanah) yang merupakan salah satu faktor
penyebab kelembaban dalam rumah. Bahan dinding yang baik adalah dinding yang terbuat dari
bahan yang tahan api seperti batu bata atau yang sering disebut tembok. Dinding dari tembok
akan dapat mencegah naiknya kelembaban dari tanah (rising damp) Dinding dari anyaman bambu
yang tahan terhadap segala cuaca sebenarnya cocok untuk daerah pedesaan, tetapi mudah
terbakar dan tidak dapat menahan lembab, sehingga kelembabannya tinggi (Depkes RI,1999).
k. Status ekonomi dan pendidikan
Persepsi masyarakat mengenai keadaan sehat dan sakit berbeda dari satu individu dengan
individu lainnya. Bagi seseorang yang sakit, persepsi terhadap penyakitnya merupakan hal yang
penting dalam menangani penyakit tersebut. Untuk bayi dan anak balita persepsi ibu sangat
menentukan tindakan pengobatan yang akan diterima oleh anaknya. Berdasarkan hasil penelitian
Djaja et al. (2001), didapatkan bahwa bila rasio pengeluaran makanan dibagi pengeluaran total
perbulan bertambah besar, maka jumlah ibu yang membawa anaknya berobat ke dukun ketika
sakit lebih banyak. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan bahwa ibu dengan status ekonomi
tinggi 1,8 kali lebih banyak pergi
berobat ke pelayanan kesehatan dibandingkan dengan ibu yang status ekonominya rendah. Ibu
dengan pendidikan lebih tinggi, akan lebih banyak membawa anak berobat ke fasilitas kesehatan,
sedangkan ibu dengan pendidikan rendah lebih banyak mengobati sendiri ketika anak sakit
ataupun berobat ke dukun. Ibu yang berpendidikan minimal tamat SLTP 2,2 kali lebih banyak
membawa anaknya ke pelayanan kesehatan ketika sakit dibandingkan dengan ibu yang tidak
bersekolah, hal ini disebabkan karena ibu yang tamat SLTP ke atas lebih mengenal gejala
penyakit yang diderita oleh balitanya.
Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar, bibit
penyakit masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, oleh karena itu maka penyakit ISPA ini
termasuk golongan Air Borne Disease. Penularan melalui udara dimaksudkan adalah cara
penularan yang terjadi tanpa kontak dengan penderita maupun dengan benda terkontaminasi.
Sebagian besar penularan melalui udara dapat pula menular melalui kontak langsung, namun
tidak jarang penyakit yang sebagian besar penularannya adalah karena menghisap udara yang
mengandung unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab (WHO, 2007)
G. Pencegahan
H. Penatalaksanaan
1. Medis
a) Suportif : meningkatkan daya tahan tubuh berupa Nutrisi yang adekuat, pemberian
multivitamin dll.
b) Antibiotik :
Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab utama ditujukan pada S. pneumonia, H.
influensa dan S. aureus.
Menurut WHO : Pneumonia rawat jalan yaitu kotrimoksasol, Amoksisillin,
Ampisillin, Penisillin Prokain, Pnemonia berat : Benzil penicillin, klorampenikol,
kloksasilin, gentamisin.
Antibiotik baru lain : Sefalosforin, quinolon dll.
2. Keperawatan
Penatalaksanaan pada bayi dengan pilek sebaiknya dirawat pada posisi telungkup, dengan
demikian sekret dapat mengalir dengan lancar sehingga drainase sekret akan lebih mudah
keluar (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 452).
a. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigen dan
sebagainya.
b. Pneumonia : diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak
mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol
keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin,
amoksisilin atau penisilin prokain.
c. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah,
untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak
mengandung zat yang merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin.
Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala
batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah
(eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang
tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama
10 hari. Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan
perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya
I. Pengobatan
a) Mengatasi panas (demam) dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres,
Bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol
diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi
sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan
kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air
es).
b) Mengatasi batuk
1) Tarik napas dalam dan batuk efektif.
Cara napas dalam dan batuk efektif :
Ambil napas dalam (melalui hidung)
Tahan sejenak ± 5-10 detik, lalu hembuskan pelan-pelan melalui mulut
Ulangi cara (1) dan (2) sebanyak 3 X
Setelah itu, batukkan dengan keras
Jika ada cairan/lendir/sekret yang keluar, langsung buang ke tempat yang
sudah disediakan (Sputum Pot atau jika tidak ada boleh menggunakan botol
/kaleng /wadah berisi pasir).
Berkumur-kumur.
Lakukan dengan teratur (minimal 3 x sehari).