Anda di halaman 1dari 3

Nama : Rido Ilham Widodo

NIM : A1C319095
Kelas : Reguler C 2019
Kerusuhan masal yang terjadi di Los Angles pada tahun 1992 dengan 3.500 penembakan bebas
serta timbulnya lebih dari 120 pembunuhan dalam sebulan yang disebabkan oleh konflik rasial
menjadi prolog dalam film ini. Perbedaan ras memyebabkan kelompok minoritas seperti Latin,
Asia, atau Hitam beresiko menjadi sasaran penembakan ketika berada di luar rumah.
Perkelahian karena wilayah hingga saling bunuh karena perbedaan ras menjadi hal yang lumrah
dan merupakan kebanggaan tersendiri untuk menimbulkan rasa hormat pada suatu ras. Ras
dibatasi menjadi Kamboja Kecil, Kulit Hitam, Kulit Putih, dan Selatan Perbatasan atau Tijuana
Kecil. Pada awalnya, Woodrow Wilson High School merupakan sekolah yang terbilang sukses
dengan murid-murid yang berprestasi. Adanya kewajiban distrik dari integrasi mengakibatkan
Woodrow Wilson High School menjadi sekolah terbuka yang menampung anak-anak korban
perkelahian antargeng rasial setelah terjadinya kerusuhan antarras di Amerika tepatnya di Los
Angles.

Erin Gruwell, wanita cerdas dengan pendidikan tinggi merupakan guru baru di Woodrow
Wilson High School, Long Beach, California. Ia adalah guru Bahasa Inggris yang di
tugaskan mengajar pada kelas 203 dengan murid-murid berkemampuan rendah disekolah,
dimana mereka semua terdiri atas beragam ras. Murid-murid yang akan diajar oleh Gruwell
bukanlah murid biasa, mereka adalah anak-anak yang tumbuh dari lingkungan kekerasan
bahkan tak sedikit dari muridnya yang pernah menjadi tahanan. Di hari pertamanya mengajar,
perkelahian terjadi dan menyebabkan kerusuhan di kelasnya. Perang atargeng yang terjadi di
kota tersebut ternyata juga terbawa hingga ke dalam kelas. Perkelahian ini disebabkan karena
salah satu muridnya menggambar serta mengolok-olok murid lain yang merupakan seorang
African yang memiliki mulut tebal yaitu Shraud. Gambar itu beredar di kelas dan akhirnya
diketahui oleh Gruwell. Ia menjadi kesal, kemudian membandingkan gambar tersebut dengan
gambar karikatur orang Yahudi dengan hidung besarnya. Ia bercerita bahwa gambar tersebut
beredar pada saat Holocaust (NAZI). Gruwell akhirnya mengerti akan kondisi murid di
kelasnya, sehingga ia mengubah cara belajar dengan mulai mendekati muridnya dan
mengajarkan tentang toleransi.

Untuk mendukung rencananya dalam memberikan metode belajar yang tepat untuk muridnya,
Gruwell menginginkan sekolah memfasilitasi seluruh muridnya agar dapat mengakses buku di
perpustkaan. Namun usulan ini ditolak oleh Margareth, Kepala Bagian Woodrow Wilson High
School. Pihak sekolah rasis serta melakukan diskriminasi, perbedaan fasilitas yang kentara
antar ras kulit putih dan ras-ras lainnya. Hingga akhirnya Gruwell mengambil dua perkerjaan
paruh waktu agar dapat memfasilitasi kebutuhan metode mengajarnya. Gruwell menemukan
cara untuk menjangkau kehidupan murid-muridnya dengan memberikan sebuah jurnal harian
dan meminta mereka untuk mengisi jurnal tersebut setiap hari. Jurnal itu dapat diisi mengenai
semua kejadian yang mereka ingin tuliskan, baik tentang masa lalu, sekarang, ataupun masa
depan. Mereka dibebaskan untuk menulis dalam jurnal tersebut, dapat menulis tentang
kebencian ataupun kesukaan, bahkan diperbolehkan untuk menulis lagu, puisi, cerita atau apa
saja yang penting mereka harus menulis setiap hari. Tulisan tersebut bukanlah bagian dari
system penilaian karena menurut Erin Gruwell kebenaran yang mereka tulis itu tidak dapat
dinilai dengan angka. Gruwell berjanji untuk tidak membaca jurnal tersebut jika tidak
diizinkan, tapi ia akan memeriksa apakah mereka menulis. Jika murid-muridnya menginginkan
tulisannya untuk dibaca oleh Erin Gruwell, mereka dapat meninggalkan buku hariannya di
sebuah lemari kecil di belakang kelas. Lemari itu akan selalu dibuka pada saat pelajaran
berlangsung dan setelah kelas selesai akan dikunci, Gruwell memastikan bahwa tidak akan ada
yang bisa membaca tulisan mereka selain dirinya sendiri. Saat malam acara bersama wali, tidak
ada satupun orangtua yang hadir, seketika Gruwell teringat buku harian muridnya. Ternyata
selruh muridnya meninggalkan buku harian mereka untuk dapat dibaca Erin Gruwell. Ia mulai
membacanya satu persatu. Tulisan muridnya itu membuat Gruwell paham akan keadaan murid
di kelasnya, ternyata murid-muridnya setiap hari harus berlarian untuk beertahan hidup dan
melawan maut yang senantiasa mengintai mereka. Sejak membaca tulisan semua muridnya,
Erin Gruwell semakin bersemangat untuk mengubah kehidupan murid-muridnya, serta
menghapus batas tak terlihat yang secara kultur memisahkan mereka dengan cara-cara yang
mengagumkan.

Pihak sekolah juga mendiskriminasi fasilitas buku. Erin Gruwell yang pada saat itu ingin
meminjam buku-buku di perpustakaan utuk murid-muridnya tidak mendapatkan izin dari pihak
sekolah, dengan alasan yang tidak masuk akal. Mereka takut jika memberikan izin, murid-
murid Erin Gruwell hanya akan merusak bukunya. Namun Gruwell tidak menyerah, ia
membelikan buku baru tentang geng yang lekat dengan keseharian mereka. Gruwell
menggunakan uang pribadinya yang ia dapatkan dari pekerjaan sampingan. Setiap muridnya
mendapatkan buku “The Diary of Anne Frank”. Anne Frank adalah seorang gadis remaja yang
merupakan korban Holocaust, Anne menuliskan setiap kejadian dalam hidupnya d sebuah
diary. Anne Frank dan keluarganya sampai mengungsi ke Amsterdam, Belanda. Mereka
menghindari kejaran dari Nazi Jerman. Peristiwa yang terjadi adalah pembantaian terhadap
kelompok Yahudi di Eropa. Peristiwa ini merupakan penag dunia II oleh Nazi Jerman. Erin
Gruwell memberikan buku-buku itu agar mereka dapat belajar bahwa ada banyak orang lain di
belahan bumi ini mengalami hal yang sama, bahkan lebih kejam daripada yang mereka hadapi.
Selain memberika buku-buku bacaan yang mendidik, Erin Gruwell juga membawa murid-
muridnya mengunjungi Museun Toleransi. Touring ini dibuat Gruwell sebagai system
penghargaan terhadap muridnya. Di museum tersebut murid-muridnya belajar mengenai
toleransi, hal ini berkaitan dengan kehidupan mereka yang beraneka ragam, mulai dari suku,
ras dan agama. Kemudian agenda touring dilanjutkan dengan makan malam di hotel Gruwell
berkerja sampingan, ia mengundang beberapa korban Holocaust yang sebenarnya beberapa
diantaranya adalah Elisabeth Man, Gloria Ungar, Eddie Ilam, dan Renee Firestone. Metode
pembelajaran yang di terapkan Erin Gruwell terhadap murid-muridnya di kelas 203 ternyata
berhasil, hal ini memberikan dampak yang luar biasa, nilai yang meningkat serta tidak ada lagi
perbedaan ras. Untuk merayakan tahun kedua semester awal Erin Gruwell mengadakan Toast
for Change di kelasnya.
Setelah tugas mencatat “The Diary of Anne Frank” yang diberikan oleh Erin Gruwell. Ada
salah satu murid yang sangat tertarik mengenai cerita Anne Frank. Hal ini memberikan ide
pada Gruwell utnuk mengganti tugas yaitu dengan menulis surat untuk Miep Gies, ia adalah
seorang wanita yang memberikan perlindungan kepada keluarga Anne Frank semasa perang
dunia II dari kejaran Nazi Jerman. Ia masih hidup dan tinggal di Amsterdam Belanda. Gruwell
menginginkan meridnya menuliskan surat yang menggambarakan perasaan tentang buku
tersebut. Ternyata tugas ini mendapatatkan respon positif dari murid-muridnya, karna
antusiasme yang tinggi murid Gruwell ingin mendatangkan Miep Gies untuk berbicara
langsung. Untuk mendatangkan Miep Gies dari Belanda ke Amerika, murid-muridnya
mengupulkan dana dengan membuat bazaar dan mengadakan kontes tari di sekolahnya.
Akhirnya akibat usaha keras murid-muridnya, Miep Gies dapat datang ke Amerika. Miep Gies
menceritakan kekejaman Nazi pada saat itu, murid-muridnya dapat berdialog dan sharing
secara langsung dengan wanita itu. Semua perjuangan yang telah dilakukan oleh Erin Gruwell
lakuan ternyata membekas pada hati murid-muridnya. Memasuki tahun ketiga, Erin Gruwell
harus berpisah dengan murid-muridnya. Ia tdak dapat melanjutkan mengajar pada kelas tiga
dan sekolah menengah atas karena peraturan sekolah tidak mengizinkan guru dengan jam
terbang yang belum terlalu banyak untuk mengajar di tingakatan atas. Gruwell hanya diizinkan
mengajar pada kelas satu dan dua. Namun karena perjuangannya yang gigih, Erin Gruwell
dapat mengajar murid-muridnya sampai akhir.

Erin Gruwell mengadakan suatu proyek. Proyek ini melibatkan murid-muridnya untuk menulis
isi dari diary mereka ke computer. Tulisan itu akan dijadikn sebuah buku walaupun Gruwell
tidak menanjikan buku tersebut untuk diterbitkan, yang terpenting adalah buku itu dapat
menjadi bukti adanya perjuangan anak-anak tersebut dalam memerangi kekerasan dan konflik
rasial yang mereka alami. Murid-murid Erin menyebut diri mereka adalah Freedom Writer.
Bahwa dengan enulis, mereka bisa merubah diri mereka sendiri, keluarga, dan lingkungan
mereka, bahkan bisa merubah dunia. Bersama dengan Erin Gruwell mereka akhirnya
membentuk sebuah yayasan yang beranama Freedom Writers Foundation. Yayasan tersebut
bergerak untuk memberikan metode pembelajaran yang lebih baik di sekolah berdasarkan
toleransi antar ras, suku dan agama. Murid-murid Gruwell pada akhirnya banyak yang dapat
melanjutkan sekolah hingga menengah atas bahkan ada beberapa muridnya yang melanjutkan
pendidikan hingga perguruan tinggi.

Anda mungkin juga menyukai