Anda di halaman 1dari 8

Rania Feraihan

185120300111017

C-3 / Psikologi Pendidikan

ANALISIS FILM FREEDOM WRITERS

Sinopsis
Film Freedom Writers diangkat dari sebuah kisah nyata di tahu 1992 saat terjadi perang
antar geng rasial terutama kelompok minoritas seperti Latin, Asia, dan Afrika di New Port Beach,
Amerika serikat, yang membuat anak-anak yang tinggal di wilayah tersebut menjadi kurang
berpendidikan bertindak liar. Pada akhirnya muncul Erin Gruwell, seorang wanita perbendidikan
tinggi dan idealis yang baru memulai karirnya sebagai guru di Woodrow Wilson High School
sebagai guru Bahasa Inggris di kelas khusus anak-anak yang berkemampuan rendah di sekolah
dan mayoritas terlibat dalam perkelahian antar geng rasial.
Pada awalnya, Gruwell menganggap hal itu dapat diatasi dengan mudah dan permasalahan
geng tidak akan terbawa pada jam pembelajaran. Namun saat pertama kali memasuki ruangan 203,
kelas yang akan ia ajari selama dua tahun kedepan, tampak semua murid datang dengan wajah
yang tidak antusias, duduk berkumpul sesuai geng etnisnya, serta tidak mendengarkan apa yang
diarakhan oleh Gruwell. Bahkan, beberapa murid dari geng yang berbeda menyulut perdebatan
dan berakhir dengan perkelahian.
Hari demi hari Gruwell lalui dengan mengajar di kelas yang sama. Para siswa di kelas 203
tetap saja tidak ada kemajuan dan bahkan siswa tetap berlaku rasis di dalam kelas. Suatu saat,
seorang siswa berkulit hitam digambari oleh teman sekelasnya dengan sketsa berbibir tebal yang
merupakan ciri khas orang Afrika. Gruwell pun tidak tinggal diam, dengan nada yang cukup tinggi,
ia menjelaskan betapa tidak manusiawi perbuatan tersebut dan menyamakan sketsa itu dengan
karikatur seorang yahudi berhidung besar saat peristiwa Holocaust. Semenjak saat itu, Gruwell
mengubah cara pembelajarannya dan menekankan pada sikap toleransi antar kelompok.
Hingga pada akhirnya Gruwell mengajak anak muridnya ke Museum of Tolerance, dan
disanalah para murid belajar mengenai toleransi terhadap keanekaragaman suku, ras, serta agama.
Malam harinya, mereka bertemu dengan narasumber yang merupakan korban dari Holocaust.
Sejak saat itu, Gruwell berhasil memberikan dampak yang signifikan dan menghilangkan sekat-
sekat perbedaan kelompok yang ada di kelas 203.
Suatu hari, mereka memberi kumpulan surat untuk Miep Gies, yaitu penolong Anne Frank
saat tragedi Holocaust dan berencana untuk mengunang beliau ke sekolah. Hal ini mendapatkan
respon yang positif dari murid-murid dan mereka mulai mengumpulkan dana, mulai dari membuat
bazaar hingga mengadakan kontes tari. Segala upaya yang dilakukan oleh Erin Gruwell membekas
di hati para muridnya yang tidak terima akan berpisah di tahun ketiga. Namun, Gruwell pantang
menyerah dalam mempertahankan kelas 203 dan akhirnya ia dapat mengajar murid-muridnya
hingga akhir kelas tiga.
Karakter Tokoh
Erin Gruwell merupakan tokoh yang dominan pada film ini. Ia mulai merintis karirnya
sebagai guru yang mengajar kelas Bahasa Inggris di kelas bagi murid berkemampuan rendah.
Menggambarkan wanita berpendidikan tinggi, idealis, energetic, dan sabar dalam menghadapi
masalah. Dapat dilihat pula Gruwell merupakan guru yang pantang menyerah dalam menghadapi
segala problematika sebagai guru, ditambah dengan Gruwell tidak mendapatkan dukungan dari
guru lainnya terhadap metode belajar yang ia buat dan pertengkaran antar geng yang sering terjadi
di dalam dan di luar kelas. Ia pun merupakan pribadi yang inovatif dalam membentuk suasana dan
sarana belajar yang sesuai dengan para muridnya. Contohnya, Gruwell membagikan ke setiap
murid buku kosong yang dijadikan sebagai Jurnal, mereka bebas mengekspresikan tulisan pada
buku itu dan tidak dinilai, pada akhir pembelajaran, jurnal tersebut akan dimasukkan ke dalam laci
khusus untuk kemudian Gruwell yang membaca isi jurnal tersebut. Gruwell juga bersikeras
mengajak para muridnya untuk mengunjungi Museum of Tolerance dan bertemu langsung dengan
korban Holocaust pada makan malam di hotel yang mewah.
Eva Benitez merupakan salah satu murid Gruwell yang berketurunan Latin. Memiliki
masa lalu yang tidak menyenangkan, yaitu melihat tetangganya tertembak akibat konflik rasial dan
ayahnya divonis sebagai tersangka atas perbuatan yang tidak ia lakukan. Semenjak itu, Eva tumbuh
sebagai wanita yang berpengaruh dang sangat membela gengnya, sangat kuat dan terlihat cuek.
Eva sangat tidak menyukai orang kulit putih termasuk gurunya sendiri, Gruwell ia merasa orang
kulit putih hanya haus akan hormat dan tidak mengerti apa yang Eva alami selama ini. Suatu saat
ia melihat pacarnya, Paco, menembak secara brutal di suatu minimarket lalu peluru melesat ke
salah satu siswa Kamboja dan meninggal di tempat. Jamal, seorang siswa berkulit hitam juga ada
di tempat kejadian dan dijadikan sebagai tersangka. Semenjak saat itu, Eva mengalami konflik
batin antara harus membela geng ras nya atau menegakkan keadilan. Setelah melewati beberapa
pengalaman dibawah bimbingan Gruwell, Eva memilih untuk berkhianat dengan geng nya dan
mengaku bahwa Paco lah pelaku penembakan di minimarket.
Margaret Campbell merupakan seorang guru senior yang telah mengabdi selama 20 tahun
dalam mengajar. Cara pengajaran Campbell cenderung kaku menggunakan prinsipnya “Kau tidak
bisa membuat orang antusias terhadap akademik.”, kontradiktif terhadap Gruwell yang pantang
menyerah agar para muridnya sadar akan pelajaran. Campbell sangat menentang dan berspikap
kritis terhadap segala metode belajar yang dilakukan oleh Gruwell. Ia tidak memperbolehkan
Gruwell untuk meminjamkan buku “Diary of Anne Frank” kepada murid kelasnya karena
menurutnya buku hanya cocok untuk murid kelas unggulan. Campbell juga protes mengenai studi
wisata ke museum Toleransi, mengadakan konser pengumpulan dana untuk mengundang Miep
Gies, pengasuh Anne Frank, serta menentang keras terhadap perizinan Gruwell untuk mengajar
kelas 203 sampai di tahun ke tiga karena menurutnya Gruwell belum memiliki pengalaman yang
cukup sebagai guru.
Scott Casey merupakan suami dari Erin Gruwell yang pada awalnya sangat perhatian.
Setelah semakin lama istrinya terlalu larut dalam kegiatannya sebagai guru di kelas 203, sikap
suportifnya kian memudar dan bertanya apakah Gruwell memilih Scott atau kelas yang ia ajari. Ia
memutuskan untuk bercerai dengan Erin Gruwell karena menurutnya bukan kehidupan seperti itu
yang ia harapkan.
Steve Gruwell merupakan ayah Erin yang sangat idealis serta perfeksionis. Walaupun
pada awalnya ia tidak setuju anaknya jadi seorang guru, ia menjadi suportif dan kerap menemani
anaknya untuk melakukan kegiatan studi wisata bersama para murid Erin. Steve merupakan sosok
ayah yang sangat mencintai anaknya dan selalu menemani Erin disaat ia sedang dalam kondisi
pasca perceraian.
Bryant merupakan pribadi yang tidak antusias dalam belajar. Kesehariannya ia terbiasa
menjual narkoba karena ibunya mengabaikannya, serta kakanya dipenjara. Ia merupakan murid
yang individualis tetapi kerap mengejek teman sekelasnya. Seperti saat di pertemuan pertama ia
menyebut Jamal “Bodoh” hingga terjadi perkelahian. Namun saat setelah ia pergi ke museum
Toleransi, ia menyadari bahwa kehidupan diluar sana banyak yang lebih tidak memadai dan
pentingnya toleransi antar manusia.
Marcus memiliki masa lalu yang memilukan dengan menghabiskan waktu masa kecilnya
di penjara karena dituduh membunuh sahabatnya sendiri menggunakan pistol. Semenjak itu, ia
masuk geng rasial dan ibunya mengusir dari rumah. Semuanya berubah saat ia membaca buku
Diary of Anne Frank. Ia sangat antusias dengan peristiwa tersebut dan menjadi tokoh dominan
untuk mengundang Miep Gies ke sekolah dan menganggap beliau sebagai pahlawannya. Marcus
juga merupakan siswa yang sangat mengedepankan pendidikan, dan ingin membuktikan kepada
ibunya bahwa ia mampu melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
Jamal merupakan siswa yang suka mengundang keributan. Ia menganggap bahwa sekolah
itu hanya membuang waktu saja. Pada pertemuan awal, ia sudah bertengkar dengan teman
sekelasnya. Di hari-hari berikutnya ia kerap membuat gaduh kelas sampai akhirnya ia dipindahkan
duduk di depan. Jamal kerap melakukan tindakan agresif, contohnya seperti saat ia menendang-
nendang game pada minimarket. Jamal juga menjadi targer utama dalam pembullyan rasial di kelas
dengan menggambar sketsanya, yaitu orang Afrika berbibir tebal.
Gloria Munez merupakan siswi keturunan Latin yang cenderung pasif dan tidak peduli di
kelas. Ia menghabiskan waktu dengan membaca majalah, merias diri dan kuku. Ia adalah sosok
wanita feminism namun judes. Ibunya hamil pada saat 16 tahun dan Gloria harus bekerja sebagai
pekerja prostitusi. Namun semakin lama, ia semakin antusias terhadap pembelajaran di kelas dan
ingin membuktikan bahwa ia tidak akan seperti ibunya.
Sindy adalah pengungsi dari Kamboja yang terkesan pendiam dan dingin. Dibalik itu, ia
merupakan orang yang kuat dan tahu kapan harus melawan. Ia terbentuk menjadi wanita yang kuat
karena ayahnya kerap berlaku kasar terhadap dirinya dan ibunya. Saat temannya meninggal karena
tertembak, ia sangat membenci orang Latin. Namun saat mempelajari tentang arti dari toleransi, ia
mulai berbaur dengan ras lain. Pada suatu pertemuan, ia duduk di samping Eva dan memberikan
make-up untuknya.
Ben Daniels adalah satu-satunya murid berkulit putih di kelas. Ia anak yang individualis,
pada awal pertemuan ia kerap duduk di barisan depan karena barisan belakang dipenuhi oleh para
geng. Ben menjadi orang yang paranoid karena berpikir ia akan dikerjai oleh murid lainnya karena
ia merasa minoritas. Ben tidak terlibat dalam pertengkaran manapun, ia juga tidak masuk dalam
geng apapun. Ia terinspirasi saat menonton film Freedom Ride, dimana seorang berkulit putih
membiarkan dirinya dihabisi untuk menyelamatkan teman-temannya, dan Ben berharap ia dapat
menjadi seperti itu.
Alejandro merupakan murid Latin yang pada awalnya tidak terlalu menonjol dikelas.
Namun setelah beberapa semester dilewati, ia berani mengungkapkan pengalaman masa lalunya,
serta harapan bahwa ia tetap ingin mengenyam pendidikannya di sekolah.
Tito merupakan pribadi yang dingin dan tidak terlalu banyak bicara. Namun, ia adalah
pelaku yang menggambar sketsa wajah Jamal. Walaupun awalnya ia tidak mengaku bahwa itu
perbuatannya, namun setelah diceritakan oleh Gruwell mengenai peristiwa Holocaust ia akhirnya
mengaku ia yang menggambar sketsa tersebut dan antusias terhadap kronologi peristiwa
Holocaust.
Victoria merupakan murid pindahan dari kelas unggulan dengan nilai yang sempurna. Ia
pindah ke kelas 203 karena ingin tahu proses belajar yang ada di kelas Gruwell tersebut. Victoria
merupakan siswa yang berpikir kritis dan tegas. Ia berani menyampaikan tidak setuju kepada
gurunya sangat menganggap remeh literatur orang berkulit hitam.

Analisis Teori Group Differences


Pada film Freedom Writes, budaya dan ras sangat erat dengan kehidupan sehari-hari
siswanya. Bahkan, mereka membentuk geng sesuai dengan aspek rasialnya, seperti Afrika, Latin,
dan Kamboja. Terbentuknya geng ini sudah ada dari generasi ke generasi, pada film dijelaskan
bahwa Eva merupakan generasi ke-3 sebagai orang yang berpengaruh di gengnya. Pada nyatanya,
antar geng tersebut tidaklah damai, mereka kerap melakukan kekerasan untuk memperoleh
kekuasaan dan membuktikan siapa yang paling kuat. Dalam film kerap terjadi cuplikan kekerasan
seperti orang Latin terhadap orang Afrika, orang Latin yang menembak orang Asia,dan seterusnya.
Hal yang serupa terjadi saat di kelas. Para murid enggan untuk berbaur antar ras dan
memilih untuk duduk berdekatan dengan teman yang memiliki ras sama dengannya. Hal ini terjadi
karena mereka berbudaya, nilai, keyakinan, dan perilaku yang sama sehingga mereka memiliki
ketergantungan satu sama lain (Ormrod, 2008). Peristiwa ini pun berdampak pada Ben yang
menjadi minoritas, ia tidak memiliki kelompok dari budaya yang sama di kelasnya sehingga ia
cenderung menyendiri.
Sebagai guru, Gruwell memahami bahwa perbedaan ras ini pun memungkinkan ada banyak
perbedaan pemahaman terhadap pengetahuan. Oleh karena itu, sejak awal Gruwell mengajarkan
tentang arti toleransi antar sesama, pentinya menyesuaikan diri terhadap lingkungan dengan
menurunkan ego kelomponya menjadi kepentingan bersama. Gruwell berusaha dengan keras
menghapus sekat-sekat di antara para siswanya dengan memberikan pandangan terhadap peristiwa
masa lampau yang juga berhubungan dengan rasisme, yaitu peristiwa Holocaust dengan
memberikan bacaan, menjumpai museum, dan bertemu dengan narasumbernya.
Saat mendengar peristiwa keji yang terjadi terhadap orang Yahudi, para anak didik menjadi
mengerti bahwa itu bukanlah hal yang manusiawi. Sekat-sekat tebal antar ras yang pada awalnya
sangat tebal menjadi runtuh dan akhirnya menjadi berteman. Mereka paham bahwa pentingnya
menghargai perbedaan antar kelompok dan keragaman yang ada di lingkungan sekitar.
Siswa memiliki tingkat kognitif yang berbeda-beda, karena Gruwell mendapatkan kelas
yang berkemampuan rendah, ia tidak bisa hanya memberikan materi seperti kelas pada umumnya.
Metode belajar dikemas dengan ringan sehingga para siswa mampu menyerap materi dengan baik.
Salah satu metode Gruwell yang efektif adalah memberikan jurnal ke setiap murid untuk diisi
setiap harinya. Secara tidak langsung, kemampuan bernalar dan menulis siswa meningkat, anak
juga semakin kreatif dalam berpikir.

Analisis Teori Individual Differences


Pada dasarnya, tidak ada manusia yang dilahirkan sama di dunia ini, terutama dalam aspek
intelegensi. Intelegensi mencakup kemampuan manusia dalam belajar, berpikir, kepribadian dan
tempramen. Perbedaan antar individu pun terjadi karena hasil interaksi antara pengaruh keturunan
dan lingkungan (Ormord, 2009). Pada film, siswa-siswa yang ada di kelas berkemampuan rendah
mayoritas memiliki latar belakang yang sama, yaitu kurangnya perhatian dari orang tua tentang
pentingnya memperoleh pendidikan. Kepribadian yang berbeda pada setiap murid pun hasil dari
pengalaman-pengalaman yang berbeda. Dengan ide menulis Jurnal, Gruwell jadi mengetahui
pengalaman masa lalu para anak didiknya dan memahami mengapa mereka menjadi seperti yang
sekarang. Semenjak saat itu, Gruwell bekerja-keras membentuk sistem belajar yang sesuai dengan
para anak didiknya.
Dalam kelas, Gruwell menggunakan konsep Triarchic dari Sternberg:
a) Intelegensi Analitis. Pada awal pembelajaran, Gruwell mengajak anak didiknya
untuk berpikir kritis dan untuk menyuarakan pendapat mengenai materi yang
diberikan. Seperti membahas tentang peristiwa yang terjadi terhadap Yahudi dan
membandingkan terhadap isu raisisme yang terjadi di kelas.
b) Intelegensi Kreatif. Gruwell mengajak para muridnya untuk melatih daya
kreativitas mereka dengan mencurahkan segala isi pikiran mereka pada buku
kosong yang telah ia berikan ke setiap anak. Hal itu menstimulus para murid untuk
terus meningkatkan kemampuan dalam menulis sehingga terciptanya kumpulan
tulisan para anak didiknya yang berjudul Freedom Writers Diary.
c) Intelegensi Praktis. Seluruh kerja keras Gruwell untuk menghapuskan sekat-sekat
rasisme pada siswanya membuahkan hasil. Mereka mengimplementasikan sikap
toletansi di kehidupan sehari-hari sehingga menjadi sebuah kebiasaan.

Kesimpulan
Suatu perbedaan ras dalam lingkungan sekolah, terutama kelas, menimbulkan banyak
permasalahan sosial seperti kekerasan yang bisa berdampak terhadap kematian. Hal ini dapat
terjadi karena minimnya sikap toleransi antar kelompok yang ada di sekolah. Maka dari itu,
pentingnya peran guru untuk menanamkan sikap tolesansi pada siswa dengan memberikan fasilitas
dan metode belajar yang sesuai dengan kemampuan intelektual siswa. Selain itu, pentingnya
membangun interaksi diskusi yang positif agar siswa mampu berpikir kritis dan kreatif. Sehingga
meskipun menghasilkan kegaduhan, kegaduhan ini adalah bukti bahwa interaksi mereka berjalan
dengan komunikatif. Untuk mencapai semua itu, guru harus bertindak secara tegas namun
mengayomi. Sifat pantang menyerah menghadapi berbagai kepribadian siswa sangat diperlukan
untuk memperoleh hasil yang maksimal. Guru juga harus inovatif dalam membuat metode belajar
yang sesuai dengan kemampuan individu.

Daftar Pustaka
Faizah, et. all. 2017. Psikologi Pendidikan (Aplikasi Teori di Indonesia). Malang : UB Press.
LaGravenese, R. (Producer) 2007. Freedom Writers. Hollywood, Calif : Paramount Home
Entertainment. 2 hours 3 mins. Retrieve from https://dunia21.watch/freedom-writers-
2007/

Anda mungkin juga menyukai